Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun Oleh:
ASTUTI
PONTIANAK
2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
a. Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak, dan
serebellum. Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera.
Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak, yaitu tulang
frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Dasar tengkorak terdiri atas tiga
bagian fosa (fossa), yaitu bagian fosa anterior (berisi lobus frontal, serebral
bagian hemisfer), bagian fosa tengah (berisi batang otak dan medula)
b. Meningen
c. Serebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer
serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus
kalosum dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus pusat
sentralis) lobus parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan di atas sulkus
lateral), lobus oksipital (terletak dibawah sulkus parieto-oksipital) dan lobus
temporal (terletak dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu
celah dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana ke dalamnya terjulur
falx serebri.
Lapisan permukaan hemisfer disebut korteks, disusun oleh substansi
grisea. Substansia griseria terdapat pada bagian luar dinding serebrum
bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansia griseria yang terbentuk
dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nucleus, dan basal
ganglia. Substansia alba terdiri atas sel-sel saraf yang menghubungkan
bagian-bagian otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri berisi
jaringan system saraf pusat. Area inilah yang mengontrol fungsi motorik
tertinggi, yaitu fungsi individu dan intelegensia.
1) Lobus Frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior,
area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian,
dan menahan diri
2) Lobus Parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan
sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal
mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom Hemineglect.
3) Lobus Temporal
Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi pengecap,
penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat
berhubungan dengan daerah ini.
4) Lobus Oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan.
5) Korpus Kalosum
Korpus kalosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus kalosum
menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggungjawab dalam
transmsi informasi dari salah satu sisi otak ke bagian lain. Informasi ini
meliputi sensorik memori dan belajar menggunakan alat gerak kiri.
Beberapa orang yang dominan menggunakan tangan kiri mempunyai
bagian serebri kiri dengan kemampuan lebih pada bicara, bahasa,
aritmatika, dan fungsi analisis. Daerah hemisfer yang tidak dominan
bertanggungjawab dalam kemampuan geometric, penglihatan, serta
membuat pola dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri,
bertanggungjawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan, dan
ekstremitas bagian bawah.
d. Diensefalon
Merupakan bagian dalam dari serebrum yang menghubungkan otak
tengah dengan hemisfer serebrum, dan tersusun oleh talamus, hipotalamus,
epitalamus, dan subtalamus.
e. Talamus
Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan
merupakan 4/5 bagian dari diensefalon. Bagian ini terletak di lateral
ventrikel III. Bagian atasnya berbatasan dengan velum interpositum dan
ventrikel lateral. Di bawahnya terdapat hipotalamus dan subtalamus.
Talamus sering disebut “gerbang kesadaran” mengingat fungsinya sebagai
stasiun penyampaian semua impuls yang masuk sebelum mencapai korteks
serebri.
f. Hipotalamus
Terletak tepat di bawah talamus dan dibatasi oleh sulkus hipotalamus.
Hipotalamus berlokasi di dasar diensefalon dan sebagian dinding lateral
ventrikel III. Hipotalamus meluas ke bawah sebagai kelenjar yang terletak
di dalam sela tursika os sfenoid.
g. Epitalamus
Merupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan terdiri dari
nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal dan komisura posterior.
Nukleus dan komisura habenulare berhubungan dengan fungsi sistem
limbik, sedangkan komisura posterior berkaitan dengan reflek-reflek sistem
optik. Korpus pineal (kelenjar epifise) menghasilkan hormon melatonin
yang mempengaruhi modulasi pola bangun-tidur.
h. Subtalamus
Merupakan bagian dari diensefalon yang terletak antara talamus dan
hipotalamus. Bagian ini berperan penting dalam meregulasi pergerakan
yang dilakukan oleh otot rangka. Subtalamus berkaitan dengan struktur
penting dalam pergerakan seperti basal ganglia dan substansia nigra.
i. Batang Otak
Batang otak terletak pada fosa anterior. Batang otak terdiri atas
mesenfalon, pons, dan medulla oblongata. Otak tengah atau mesenfalon
adalah bagian sempit otak yang melewati incisura tertorii yang
menghubungkan pons dan serebellum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini
terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta sebagai pusat terletak di depan
serebellum, diantara mensefalon dan medulla oblongata dan merupakan
jembatan antara dua bagian serebrum, serta antara medulla dan serebrum.
Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari medulla
spinalis ke otak. Medulla oblongata berbentuk kerucut yang
menghubungkan pons dengan medulla spinalis. Serabut-serabut motorik
menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat penting dalam
mengontrol jantung, pernafasan, dan tekanan darah serta sebagai inti saraf
otak ke 5 s/d ke 8.
j. Serebellum (Otak kecil)
Serebellum dan batang otak menempati fosa kranialis posterior, yang
mempunyai atap tentorium sebagai pemisah serebellum dan serebrum.
Permukaan serebellum berbeda dengan serebrum, karena tampak berlapis-
lapis. Kedua hemisfer serebellum dipisahkan oleh suatu subdivisi kortikal
berbentuk seperti cacing yang disebut vermis. Bagian rostral vermis disebut
lingula dan bagian kaudalnya disebut nodulus. Korteks nodulus meluas ke
lateral sebagai subdivisi dengan nama flokulus.
e. Kecelakaan industri
b. Jatuh
f. Benturan kepala pada benda padat yang tidak bergerak (cedera deselerasi)
d. Abnormalitas pupil
e. Defisit neurologic
f. Hemiparase
g.
h. Kejang
a. Epidural Hematoma
b. Subdural Hematoma
c. Perdarahan Subarachnoid
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Pemeriksaaan diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari A, B, C, D, E. Mencatat tanda vital awal
(baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi.
Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat
kesadaran. Metode pengkajian dalam primary survey, yaitu cepat, cermat, dan
tepat yang dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan merasakan
(feel).
Pada tahap look, yang dilakukan yaitu melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan
frekuensinya. Pada tahap listen yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler,
dan suara tambahan napas. Tahap terakir yaitu feel, merasakan
pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian suara
paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
4) Disability
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale), dan
keadaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor,
mengecil (miosis), melebar (dilatasi). Dilakukan pemeriksaan neurologi
singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai
perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.
5) Exposure
6) Dilatasi lambung
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada
anakanak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang
tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf
fagus yang berlabihan. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung
membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi
yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan
memasukan selang atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun,
walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
b. Pengkajian Sekunder
1) Kepala : Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian
luar dan membrane timpani, cedera jaringan lunak periorbital.
2) Leher : Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang.
4) Dada : Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan
jantung, pemantauan EKG.
5) Abdomen : Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan
trauma tumpul abdomen.
6) Pelvis dan ekstremitas : Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada
daerah trauma, memar dan cedera yang lain.
7) Anamnesa
• Sistem saraf :
- Kesadaran GCS
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana untuk mencapai tujuan yang
spesifik yang ditujukan untuk membantu klien dalam hal mencegah penyakit,
peningkatkan derajat kesehatan dan pemulihan kesehatan (Nursalam, 2016).
5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang
dilakukan dengan Format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan MEdikal Bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC
Gallo & Hudak. 2012. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :Definisi
dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
LAPORAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA BERAT
A. Pengkajian
Tanggal masuk : 16 Mei 2022
Jam masuk : Pkl. 15.00 WIB
Ruang : ICU
Diagnosa Medis : Cedera Kepala Berat/ post craniotomy
Tanggal Pengkajian : 17 Mei 2022
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Ngabang
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama saat pengkajian :
Cedera Kepala Berat
b. Riwayat keluhan utama :
Sehari sebelumnya pasien mengalami cidera pada kepala dikarenakan
kepala klien terbentur plang dan terjatuh ke aspal dengan posisi kepala
terbentur terlebih dahulu, pada saat itu pasien pingsan, tidak muntah dan
tidak kejang ,posisi lidah tidak terjatuh kebelakang, pernafasan 30 x/menit,
irama nafas tidak teratur , nafas cepat dan pendek, tidak menggunakan otot
bantu pernafasan, suara nafas stridor, SpO2: 97%, klien terpasang NRM
(Non Rebreathing Mask) O2 10 lpm, terdapat percikan sekret pada NRM,
capillary refill kembali dalam 3 detik, akral dingin, tidak sianosis. Tanda-
tanda vital: TD : 142/98 mmHg,N: 102 x/menit, RR: 32 x/menit, S: 370 C.
Kesadaran dengan GCS = E1V3M5 = 9, terdapat hematoma pada kepala,
ada jejas, ada lesi pada wajah, ada luka post craniotomi sebanyak 33
jahitan, terpasang drain dengan keluaran 10 cc darah, pupil isokor, ukuran
3mm/ 3mm, simetris kanan-kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis,
reaksi terhadap cahaya. Pasien terpasang NGT (Naso Gastric
Tube),bedrest total,
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
Klien di bawa oleh rekan kerjanya ke RSUD Dr.Y, masuk dalam keadaan
tidak sadar akibat terjatuh ke aspal. hematoma pada kepala.
d. Riwayat alergi (obat dan makanan) :
Menurut keluarga, klien tidak ada riwayat alergi pada makanan dan obat-
obatan.
3. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
- - - - - : Tinggal serumah
4. Pemeriksaan Fisik
BB Sebelum Sakit : 65 kg
BB Saat ini : 64 kg
TB : 162 cm
Kesadaran : Menurun
Tanda-tanda vital : TD : 142/98 mmHg,N: 102 x/menit, RR: 32 x/menit, S:
370 C. Kesadaran dengan GCS = E1V3M5 = 9
a. Kepala dan Rambut
Inspeksi : Berkeringat, tampak hematoma dan luka bekas hecting sebanyak
33 jahitan post craniotomy, terpasang drain dan terdapat pengeluaran darah
10 cc
Palpasi : Teraba hematoma pada daerah maxilla sebelah kanan
b. Telinga
Inspeksi : simetris tidak ada lesi
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan
c. Mata
Inspeksi : pupil isokor, ukuran 3 mm/3mm,simetris kanan kiri,sklera tidak
ikterikkonjungtiva anemis, terdapat reaksi terhadap cahaya
Palpasi : Tidak teraba adanya peninggian bola mata
d. Hidung
Inspeksi : Terpasang NGT, terpasang NRM O2 10 lpm
Palpasi : Tidak ada kelainan/krepitasi pada tulang hidung
e. Mulut
Inspeksi : Luka lecet di atas bibir
Palpasi : tidak ada massa atau bejolan
f. Leher
Inspeksi : Ada penumpukan akumulasi sekret
Palpasi : Tidak teraba adanya fraktur atau kelainan pada tulang leher, tidak
teraba adanya benjolan kelenjar tyroid
g. Dada
1) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak gerakan iktus kordis
Auskultasi : Irama cepat, reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan
2) Paru-paru
Inspeksi : Tampak penggunaan otot-otot napas tambahan
Palpasi : Vokal fremitus tidak bisa dilakukan
Auskultasi : Terdengar bunyi napas tambahan (stridor)
h. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada jejajs, tidak tampak adanya distensi atau penggunaan
pernapasan otot perut
Palpasi : Tidak teraba adanya massa
Perkusi : Bunyi tymphani
Auskultasi : Terdengar bising usus
i. Genitalia
Inspeksi : Terpasang kateter dan pampers
j. Ekstremitas Atas
Inspeksi : Terpasang manset, tampak luka-luka lecet pada kedua tangan,
gerakan motorik tidak terkoordinasi
Palpasi : teraba panas, berkeringat, nadi radialis teraba
k. Ekstremitas Bawah
Inspeksi : tidak Tampak luka lecet pada kedua kaki
Palpasi : teraba panas, berkeringat
l. Kulit
Inspeksi : warna sawo matang, berkeringat, memerah
Palpasi : teraba panas, turgor baik, S : 37,0⁰C
5. Data Penunjang
Tanggal pemeriksaan : 26 November 2012
a. Labolatorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
hemoglobin 7,8
hematocrit 23 %
leokosit 10,1
eritrosit 3,01
PH 6,957
PCO2 143,3
PO2 72,7
Hco3 21,0
b. Hasil Rontgen/CT-scan :
Tanggal pemeriksaan : -
Kesan :
Pada pemeriksaan penunjang CT-Scan didapatkan hasil EDH Regio
Frontal Dextra, tampak defect di regio parietal kanan, panjang 1,5 cm,
lebar 0,5 cm, volume 49 cc
c. Penatalaksanaan Terapi Medis
1) Ceftriaxone 2 gr/24 jam
2) Piracetam 3 gr/8 jam
3) Metamizol 500 mg/8 jam
4) Tranfusi darah PRC 500 cc
5) NaCl 60cc/jam
6) Aminofusin 60 cc/jam
7) asering 60 cc/jam
B. Analisa Data
No Data Problem Etiologi
1 Data Subyektif : Resiko Cidera Kepala
tidak dapat dikaji ketidakefektif an
Data Obyektif : perfusi jaringan
bunyi nafas stridor cerebral
pernafasan 30x/menit,
irama nafas tidak teratur,
nafas cepat dan pendek,
tidak menggunakan otot
bantu pernafasan,
SpO2: 97%
klien terpasang NRM
(NonRebreathing Mask)
O2 10 lpm, terdapat
percikan sekret pada
NRM,
capillary refill kembali
dalam 3 detik, akral
dingin, tidak sianosis.
Tanda-tanda vital: TD :
142/98 mmHg, N: 102
x/menit, RR: 32 x/menit,
S: 370 C
Kesadaran dengan GCS
= E1V3M5 = 9
Pasien terpasang NGT
(Naso Gastric Tube).
pemeriksaan penunjang
CT-Scan didapatkan
hasil EDH Regio Frontal
Dextra, tampak defect di
regio parietal kanan,
panjang 1,5 cm, lebar 0,5
cm, volume 49 cc
2 Data Subyektif : Pola nafas tidak Kegagalan otot
tidak dapat dikaji efektif pernafasan
Data Obyektif :
Tanda-tanda vital: TD :
142/98 mmHg, N: 102
x/menit, RR: 32 x/menit,
S: 370 C
Kesadaran dengan GCS
= E1V3M5 = 9
Teraba hematoma pada
kepala
bunyi nafas stridor
pernafasan 30x/menit,
irama nafas tidak teratur,
nafas cepat dan pendek,
tidak menggunakan otot
bantu pernafasan,
SpO2: 97%
klien terpasang NRM
(NonRebreathing Mask)
O2 10 lpm, terdapat
percikan sekret pada
NRM,
C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan cidera Kepala
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kegagalan otot pernafasan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,kulit
rusak,prosedur invasive
D. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Menejemen Peningkatan
Serebral Tidak keperawatan Tekanan Intrakranial
Efektif selama .....x24 jam Observasi :
diharapakan Risiko Perfusi Identifikasi penyebab
Serebral Tidak Efektif peningkatan TIK (mis.
meningkat dengan Lesi, gangguan
kriteria : metabolisme, edema
SLKI : serebral)
Kesadaran Monitor tanda/gejala
meningkat peningkatan TIK (mis.
Tekanan intra Tekanan darah
kranial menurun meningkat, tekanan
Nilai rata-rata nadi melebar,
tekanan darah bradikardia, pola napas
membaik ireguler, kesadaran
Tekanan darah menurun)
diastolic membaik Monitor MAP (Mean
Edukasi
Anjurkan asupan
cairan 200 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4. Memonitor TTV P:
4. Memonitor TTV P:
4. Memonitor TTV P:
A:
pola nafas tidak efektif belum
teratasi.
P:
lanjutkan intervensi
II 19/05/22 1. Monitor tanda dan gejala infeksi S: -
2. mencuci tangan sebelum dan sesudah O:
kontak dengan pasien dan lingkungan Keadaan umum lemah,
pasien terdapat hematoma pada
3. Kolaborasi pemberian imunisasi jika kepala, ada jejas, ada lesi pada
perlu wajah, ada luka post
craniotomi sebanyak 33
jahitan, terpasang drain dengan
keluaran 10 cc darah
Leukosit 10,1 ribu/ul
A:
Resiko infeksi belum teratasi.
P:
lanjutkan intervensi
SOP PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN
NIM -
PROSEDUR BERSIH
TINDAKAN