Anda di halaman 1dari 32

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PADA


SISTEM SYARAF: EPIDURAL HEMATOM (EDH)
DI RUANG ICU RUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA JEMBER

OLEH:

Dian Priambarsari, S.Kep.


NIM 20010174

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
JEMBER
2023
2

KONSEP PENYAKIT

A. Anatomi dan fisiologi

Gambar sistem saraf pusat


1) Cerebrum ( Otak Besar )
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak depan. Cerebrum merupakan bagian
otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia
memiliki lesaian kemampuan berfikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ anda
juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat)
bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
lekukan yang menyerupai parit disebut suleus. Keempat lobus tersebut
masingmasing adalah: lobus frontal, lobus pariental, lobus occipital dan lobus
temporal (Sloane, 2003).
a) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kempuan
bahasa secara umum.
b) Lobus Pariental berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3

c) Lobus Temporal berada di bagianbawah berhubungan dengan kemampuan


pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interprestasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2) Cerebellum (Otak Kecil)
Menurut Sloane (2003) otak kecil atau Cerebellum. Terletak di bagian
belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol
banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari
seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
mengunci pintu dan sebagainya.
3) Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak dibagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan memori jangka panjang.
Sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi,
aktivitas emsiaonal terutama aktivitas perilaku tidak sadar (Sloane, 2003).
Bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom. Sistem limbik merupakan suatu
pengelompokan fungsional yang mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan
mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:
a. Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu.
b. Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
c. Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar dan
memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan.
4

d. Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan


memori yang diperlukan.
e. Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi takut,
marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual
4. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons
dan medulla oblongata.Batang otak terdiri dari tiga bagian sebagai berikut:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon
berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak sadar)
seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen),
dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
5

Gambar brain sistem


Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak mengandung
banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam kehidupan. Adapun
letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak dapat dilihat pada gambar
berikut.
5. Anatomi peredaran darah otak
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia
alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan
sensitif. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas, seperti :
gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja bersama-sama
dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang- kadang dapat terjadi
cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang
menghasilkan serangan. Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi, dan
bahan-bahan lain yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting
jaringan otak dan mengangkat sisa metabolisme. Kehilangan kesadaran terjadi
bila aliran darah ke otak berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak
yang permanen terjadi bila aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5 menit.
a. Peredaran darah arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
6

yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
b. Peredaran darah vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus
duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan
vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena
serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia.

B. Definisi
Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.
Epidural Hematom epidural terjadi ketika sejumlah besar darah terbentuk di
ruang antara tengkorak dan lapisan pelindung otak. Trauma atau cedera lain di
7

kepala dapat menyebabkan otak memantul ke bagian dalam tengkorak, sehingga


merusak lapisan internal, jaringan, dan pembuluh darah otak yang menyebabkan
pendarahan. Hal ini dapat menyebabkan hematoma terbentuk (Newsletter, 2018).
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah di ruang epidural yaitu
diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh
darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

C. Epidemiologi
Epidural Hematoma terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga
15% dari semua trauma kepala yang fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada
perempuan. Kejadiannya lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa muda. Usia
rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang terjadi setelah
50 hingga 60 tahun. Seiring kemajuan usia individu, dura mater menjadi lebih
patuh terhadap tulang di atasnya. Ini mengurangi kemungkinan bahwa hematoma
dapat berkembang di ruang antara tempurung kepala dan dura (Khairat &
Waseem, 2018).
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan
hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional
frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di
8

Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. Enam Puluh persen penderita
hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur
kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien
yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.

D. Etiologi
Menurut Khairat & Waseem (2018) penyebab epidural hematoma antara lain:
1. Sekitar 10% dari cedera otak traumatis (TBI) baik oleh mekanisme traumatik
dan non-traumatik yang menjalani rawat inap dapat menyebabkan hematoma
epidural.
2. Mayoritas kasus yang terkait dengan mekanisme traumatis adalah akibat dari
cedera kepala akibat tabrakan kendaraan bermotor, serangan fisik, atau jatuh
yang tidak disengaja.
3. Mekanisme non-traumatik termasuk yang antara lain, infeksi /
abses,  koagulopati, tumor hemoragik dan malformasi vaskular

Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater


dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur.Akibat trauma
kapitis,tengkorak retak.Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear.Jika gaya
destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau
fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun
fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Pada
pendarahan epidural yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya arteri
yang kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak.
9

E. Klasifikasi
Menurut Khairat & Waseem (2018) klasifikasi epidural hematoma berdasarkan
perkembangan radiografi antara lain:
1. Tipe I: Akut; terjadi pada hari ke-1 dan berhubungan dengan “putaran” darah
yang tidak membeku
2. Tipe II: Subakut terjadi antara hari 2 sampai 4 dan biasanya padat
3. Tipe III: Kronis terjadi antara hari ke 7 hingga 20; penampilan campuran atau
berkilau dengan peningkatan kontras.

F. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital
Arteri meningeal media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.
10

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada


lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar
(Price, 2015).
11

G. Tanda dan Gejala


Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain (Price, 2005):
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
2. Bingung

3. Penglihatan kabur

4. Susah bicara

5. Nyeri kepala yang hebat

6. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

7. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

8. Mual

9. Pusing

10. Berkeringat

11. Pucat

12. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar

13. Munculnya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti (sakit


kepala, mual dan muntah, penglihatan ganda, tekanan darah meningkat
dan erasa bingung, linglung, gelisah atau timbul perubahan perilaku)

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai EDH
Dengan proyeksi Antero-Posterior (AP), lateral dengan sisi yang
12

mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang
memotong sulcus arteria meningea media.

2. Computed Tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu
bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi
kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma.
Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 –90 HU), ditandai dengan
adanya peregangan dari pembuluh darah.

Gambar EDH dengan CT-Scan

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser
posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI
juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan
salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
13

Gambar EDH dengan MRI


I. Komplikasi
1. Herniasi otak
2. Peningkatan tekanan intracranial
3. Hidrocepalus (Khairat & Waseem, 2018)

J. Penatalaksanaan
1. Penanganan gawat darurat
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu pemberian terapi
non farmakologis untuk mengatasi nyeri yaitu dengan melakukan nafas dalam
atau teknik pengalihan sehingga nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang.
3. Penanganan medikametosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang
dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa
naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk
membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose in
saline
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
14

1) Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi
pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu
menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan
asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2
diantara 25-30 mmHg
2) Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan Manitol 10 15% per infus untuk “menarik” air
dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki,
manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat,
umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 30 menit. Cara ini berguna
pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus
dipikirkan kemungkinan efek rebound;mungkin dapat dicoba diberikan
kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
3) Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa
waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala.
Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan
sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga
bervariasi :Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus
yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah
digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10
mg.
4) Barbiturat.
Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan
serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena
kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan
kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini
hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang keta
15

K. Clinical Pathway

Tindakan Ansietas
Post operasi
pembedahan

Risiko
Infeksi

Hambatan mobilitas
fisik

Pelepasan mediator nyeri Menurunya reflek


(histamine, prostaglandin, batuk
bradikinin, serotonin, dll)
Tirahbaring lama Secret menumpuk

Ditangkap reseptor nyeri Risiko Ketidakefektifan


perifer ketidakefektifan kebersihan jalan nafas
perfusi jaringan otak Risiko
kerusakan
integritas kulit
Nyeri akut
16

PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama: Merupakan identitas pasien sesuai
dengan tanda pengenal yang dibawa pasien saat perawatan, pendidikan, alamat,
No. RM: pekerjaan, status perkawinan, tanggal MRS, tanggal pengkajian, sumber
informasi.
b. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik: Epidural Hematoma
2. Keluhan Utama: Nyeri kepala yang hebat
3. Riwayat penyakit sekarang: Kronologi pasien dibawa ke rumah sakit meliputi
informasi mengenai keluhan epidural hematoma tipikal berupa rasa nyeri
kepala yang hebat. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit
atau persisten (>20 menit). Pasien memiliki riwayat jatuh, terkena hantamanan
benda tumpul dan kecelakaan kendaraan bermotor.
4. Riwayat kesehatan terdahulu: Penyakit yang dapat menjadi faktor utama
terjadinya epidural hematom seperti terjadi cedera otak berat, ringan sedang.
5. Riwayat penyakit keluarga: Diperoleh dengan menanyakan kepada pasien
keluarga mungki memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
c. Pengkajian Keperawatan
1. Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2. Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai
gizi: meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, suhu tubuh, tinggi dan berat badan.
3. Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan kulit)
meliputi kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
17

(oliguri, disuri, dan lain-lain), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau
badan, perspirasi berlebih.
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola olahraga, aktivitas, pengisian waktu senggang, dan
rekreasi; termasuk aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olahraga, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi, dan
sirkulasi).
5. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan pola tidur istirahat dan persepasi tentang energi meliputi
jumlah jam tidur pada siang dan malam hari, masalah selama tidur, insomnia atau
mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
6. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung
kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa yang telah lama terjadi atau baru
terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang
atau benda yang lain).
7. Pola Konsep Diri - Persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan
ide diri sendiri. Manusia sebagai sistem terbuka dimana keseluruhan bagian
manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai sistem
terbuka, manusia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan
dalam pandangan secara holistik. Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian
terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, asetif atau passive, isyarat
non verbal atau ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup/relaks.
8. Pola Seksualitas dan Reproduksi
18

Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam seksualitas. Dampak


sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat
penyakit hubungan seksual, dan pemeriksaan genital.
9. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan meliputi persepsi
terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan saat ini.
10. Pola Manajemen Koping-Stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan sistem
pendukung meliputi penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan
orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan,
efek penyakit terhadap tingkat stress.
11. Pola Sistem Nilai dan Keyakinan
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual.
Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya meliputi agama, kegiatan keagamaan dan budaya,
berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari
bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit.

d. Pemeriksaan Fisik
ABCDE
1) Airway
Airway manajemen merupakan suatu hal yang terpenting dalam
melakukan resusitasi dan membutuhkan ketrampilan khusus dengan
penanganan keadaan gawat darurat. Adapun gangguan jalan nafas (airway)
terjadi dikarenakan lidah yang jatuh kebelakang. Ketika cedera tidak ada
di daerah cervikal, dengan posisi kepala ekstensi, jika tidak membantu
maka akan dilakukan pemasangan pipa orofaring atau pipa endotrakeal
dan dilakukan pembersihan dibagian mulut dengan adanya lendir, darah,
muntahan, atau gigi palsu.
19

2) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
3) Circulation
Gangguan sirkulasi (circulation) terjadi karena cedera otak, dan faktor
ekstra kranial. Gangguan ini terjadi kondisi hipovolemia yang
mengakibatkan pendarahan luar, atau ruptur organ dalam abdomen, trauma
dada, tamponade jantung atau pneumothoraks dan syok septik.
4) Disability
Dalam hal ini, penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh adanya
penurunan oksigenasi atau perfusi ke otak serta trauma langsung
(Pusbankes 118, 2015). Menurut Greenberg, (2005) dalam Arsani 2011
bahwa nilai pupil dilihat dari besarnya isokor, reflek cahaya, awasi adanya
tanda-tanda lateralisasi, evaluasi maupun Re-evaluasi airway, oksigenasi,
ventilasi serta circulation.
5) Exposure
Pada exposure merupakan bagian terakhir dari primary survey,pasien
harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk melakukan pemeriksaan
thoraks kemudian diberikan selimut hangat, cairan intravena yeng telah
dihangatkan dan ditempatkan pada ruangan cukup hangat ini dilakukan
pada saat dirumah sakit (Musliha, 2010). Periksa punggung dengan
memiringkan pasien dengan cara long roll(Dewi 2013). Pemeriksaan
seluruh bagian tubuh harus segera dilakukan tindakan agar mencegah
terjadinya hiportermia.
20

B1-B6
1) BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2) BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
3) BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
21

f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh


kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
4) BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
5) BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
6) BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.

2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul


a. Nyeri akut berhubungan agen cedera fisik

b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan


penurunan suplai O2 ke otak

c. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan


kesadaran

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi ksehatan


22

3. Perencanaan/Nursing Care Plan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN (NOC)

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 NIC: Manajemen Nyeri (1400)
x 24 jam pasien menunjukkan hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
berhubungan dengan
yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
agen cedera fisik Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016)
No Awa Tujuan frekuensi, kualitas, intensitas beratnya nyeri dan
Indikator
. l 1 2 3 4 5 faktor pencetus;
1. Nyeri terkontrol 3 √
2. Tingkat nyeri 3 √ 2. Observasi adanya petunjuk nonverbalmengalami
inda ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
kkan
ntuk dapat berkomunikasi secara edektif
: 3. Gunakan strategi komunikasi terapuetik untuk
men
3. Mengambil √ mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
gura
ngi penerimaan pasien terhadap nyeri
nyer
i 4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
3 nyeri
Mengambil
tindakkan untuk : 5. Ajarkan prinsip-prinsip menejemen nyeri
4. 1 √
memberi 6. Kolaborasi pemberian analgesik guna pengurangi
kenyamanan
5. Pend kata √ nyeri
23

n
prev
NIC: Monitor Tanda-tanda Vital (6680)
entif
men 1. Monitor Tekanan Darah , Nadi, Respirasi dan
ejem
Suhu
en
nyer 2. Monitoring tekanan darah setelah pasien meminum
i
obat
3
Menejemen nyeri 3. Monitoring dan laporkan tanda dan gejala
6. sesuai budaya 2 √
hipotermia dan hiperternia
budaya
Keterangan: 4. Monitoring nadi paradoks
1. Keluhan ekstrime
5. Monitoring irama dan tekanan jantung
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
NIC: Terapi relaksasi (6040)
Tidak ada keluhan
1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi yang tersedia
2. Pertimbangkan keinginan pasien untuk
berpartisipasi, kemampuan berpartisipasi, pilihan,
pengalaman masa lalu dan kontraindikasi sebelum
memilih strategi tertentu
3. Dorong klien untuk mengambil posisi yang
24

nyaman dengan pakaian longgar dan mata tertutup


4. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi
yang terjadi
5. Dorong klien untuk mengulangi [praktik teknis
relaksasi, jikamemungkinkan
6. Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap terapi
relaksasi

NIC: Pemberian Analgesik (2210)


1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosisi dan
frekuensi obat analgesik yang diresepkan
3. Monitoring tanda-tanda vital sebelum dan setelah
memberikan analgesik narkotik pada dosisi
pertama kalau jika ditemukan tanda-tanda yang
tidak biasa
4. Jelaskan tindakan keselamatan pada pasien yang
menerima analgesik narkotik, sesuai kebutuhan
25

2. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Monitor Neurologi


ketidakefektifan 24 jam pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor tingkat kesadaran
perfusi jaringan otak
2. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah,
berhubungan dengan Status Neurologis : Kesadaran (0912)
penurunan suplai O2 N Indikator Awal Tujuan denyut nadi, dan respirasi
ke otak o 1 2 3 4 5
3. Monitor kesimetrisan wajah
1. Buka mata terhadap 3 
stimulasi eksternal
4. Monitor karakteristik berbicara : kelancaran, adaya
2. Orientasi koqnitif 3  aphasia, atau kesulitan menemukan kata
3. Komunikasi yang 1  5. Monitor respon terhadap stimulasi : verbal, taktil,
tepat dengan situasi
dan (respon) bahaya
4. Mematuhi perintah 3 

5. Respon motor 3  6. Monitor paresthesia : mati rasa dan kesemutan


untuk stimulasi
bahaya
6. Fleksi abnormal 3 

7. Ekstensi abnormal 3 

8. Tidak sadarkan diri 3 

9. Stupor 3 

Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
26

4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3. Risiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Menejemen tekanan
integritas kulit 24 jam pasien menunjukkan hasil : 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
berhubungan dengan Status Kerusakan integritas kulit (00046)
longgar
penurunan kesadaran N Aw Tujuan
Indikator
o. al 1 2 3 4 5 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Suhu, elastisitas
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
1. hidrasi dan 3 √
sensasi 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam
2. Perfusi jaringan 3 √ sekali
3. Keutuhan kulit 3 √
Eritema kulit 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
4. 1 √
sekitar 6. Oleskan lotionatau minyak/baby oil pada daerah
Luka berbau
5. 3 √ yang tertekan
busuk
6. Granulasi 2 √ 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Pembentukan
7. 4 √ 8. Monitor status nutrisi pasien
jaringan parut
8. Penyusutan luka 3 √ Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
27

4. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Peningkatan Mekanika Tubuh
fisik berhubungan 24 jam pasien menunjukkan hasil :
dengan penurunan Status neurologis : Pusat kontrol motorik 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
kesadaran mobilisasi sesuai indikasi
N Indikator Awa Tujuan
o l 1 2 3 4 5 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
1. Keseimbangan 1  penyebab nyeri otot atau sendi
2. Pemeliharaan 3  3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
postur
mengembangkan peningkatan mekanika tubuh sesuai
3. Refleks infaktil 3 
indiksi
4. Refleks babinski 3 
5. Refleks tandon 3  Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan
dalam
1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
6. Gerakan 3 
bertujuan untuk fisiologis, dan konsekuensi dari
perintah penyalahgunaannya
7. Gerakan 3 
involunter 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
terlibat dalam latihan otot progresif
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime 3. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan,
2. Keluhan berat jumlah set, dan frekuensi dari sesi latihan menurut
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan lefel kebugaran dan ada atau tidaknya faktor resiko
5. Tidak ada keluhan
28

4. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap


selesai satu set jika dipelukan
5. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi
1. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
3. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
4. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
5. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
6. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
29

5. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x NIC: Pengurangan kccemasan (5820)
berhubungan dengan 24 jam pasien menunjukkan hasil: 1. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
kurangnya informasi
Status Pernafasan: Tingkat kecemasan (1211) perawatan dan prognosis
ksehatan
No Awa Tujuan
Indikator 2. Tingkatkan rasa aman dan kurangi ketakutan
. l 1 2 3 4 5
Tidak dapat 3. Berikan objek untuk memberikan rasa aman
1. √
beristirahat 4. Puji perilaku pasien dengan tepat
Berjalan mondar-
2. 5. Lakukan usapan punggung/leher dengan cara tepat
mandir
Merenas –remas 6. Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi
3.
tangan
4 Perasaan gelisah 7. Bantu klien mengidetifikasi situasi yang mmicu
5 Otot tegang kecemasan
6 Wajah tegang
7 Iritabilitas
8 Peningkatan TD NIC: Terapi relaksasi (6040)
Peningkatan
9 1. Ciptakan lingkungan yang tenagng dan tanoa
frekuensi nadi
Peningkatan distraksi
10 frekuensi
2. Dorong klin mengambil posisi nyaman
pernapasan
11 Dilatasi pupil 3. Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada
Berkeringat pasien
12
dingin
13 Pusing 4. Dapatkan perilaku yang mnunjukkan relaksasi
14 Fatigue (bernafas dalam, menguap, pernafasan perut,
30

15 Gangguan tidur bayangan yang menenangkan)


Perubahan pola 5. Minta pasien untuk rileks dan menikmati sensasi
16
makan
Keterangan: yang terjadi
1. Berat 6. Dorong pengulangan teknik praktik secara berkala
2. Cukup berat
3. Sedang 7. Evaluasi dan dokumentasikan respon terhadap
4. Ringan terapi relaksasi
5. Tidak ada
31

4. Discharge Planning
Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) discharge planning yang dapat
dilakukan pada pasien dengan sindroma coroner akut yaitu:
1. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang pemberian obat
berupa dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosisi
seluruhnya, efek samping, respon pasien;
2. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang pola diet,
aktivitas harian dan istirahat tidur;
3. Bantu pasien dan keluarga dalam menganalisis deteksi
kekeluhan kekambuhan awal
4. Motivasi pasien dan keluarga dalam menjalani proses
kontroling penyakit dan proses pengobatan yang dijalani
32

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G, dkk. 2013. Nursing Interventions Clarification (NIC). Sixth Edition.


Lowa city: Mosby.

Herdman, T. Heather. 2018. NANDA-1 Diagnosis keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC.

Khairat, A, dan M. Waseem. 2018. Epidural Hematoma [serial online].


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/. [Diakses pada tanggal
10 November 2018).

Moorhead S, dkk. 2013. Nursing Outcames Clasification (NOC). Firth Edition.


Lowa City: Mosby.

Myrtha. 2012. Patofi siologi Sindrom Koroner Akut. Tinjauan Pustaka. 192(39) :
261-264.

Nurarif, A.H dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta :
Mediaction.

Newsletter. 2018. Epidural Hematoma [serial online].


https://www.healthline.com/health/epidural-hematoma. [Diakses pada
tanggal 09 November 2018).

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C., & Brenda G. B. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai