Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PADA


SISTEM RESPIRASI : BRONKHITIS DI RUANG MAWAR
RUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA JEMBER

OLEH:

Dian Priambarsari, S.Kep.


NIM 20010174

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
JEMBER
2023
KONSEP DASAR BRONKHITIS

A. Anatomi-Fisiologi Sistem Pernapasan


Struktur yang membentuk sistem pernafasan dapat dibedakan menjadi struktur
utama dan struktur pelengkap. Struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara
pernapasan yang terdiri dari jalan napas dan saluran napas serta paru. Jalan napas
diantaranya adalah nares, hidung bagian luar, hidung bagian dalam, sinus paranasal,
faring, laring. Sedangkan saluran nafas dalam antara lain trakea, bronki dan bronkioli.
Struktur pelengkap sistem pernapasan berupa komponen pembentuk dinding toraks,
diagfragma, dan pleura (R. D. Djojodibtoro, 2009).
Menurut Somantri (2007) saluran pernapasan dibagi menjadi dua yaitu saluran
pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah.

1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas:


a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Didalam rongga hidung juga terdapat saluran-saluran yang menghubungkan
antara rongga hidung dengan kelenjar air mata yang disebut dengan kantong
nasolakrimalis yang berfungsi mengalirkan air melalui hidung yang berasal
dari kelenjar air mata, hal ini dapat terjadi saat seseorang menangis
(Muttaqin, 2012). Dalam rongga hidung terdapat rambut (fimbriae) yang
berfungsi sebagai penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk dari
luar. Pada permukaan mukosa hidung terdapat epitel bersilia yang
mengandung sel goblet yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Didalam
lubang hidung terdapat reseptor yang membuat kita dapat mencium aroma.
b. Sinus paranalis
Merupakan daerah terbuka pada tulang kepala yang dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethomoidalis,
sinus sphenoidalis, dan sinus smaxilaris yang seluruhnya berfungsi untuk
membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang
tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruag resonansi.
c. Faring
Faring digunakan pada saat proses digestion (menelan) sepertipada saat
bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu naso faring
(di belakang hidung), oro faring (belakang mulut), dan laringo faring
(belakang laring).
d. Laring
Laring memiliki fungsi utama yaitu untuk pembentukan suara, sebagai
proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan juga untuk memfasilitasi
proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas epiglotis, glottis, kartilago tiroid,
kartilago krikoid, kartilago arytenoid, pita suara.
2. Saluran pernapasan bagian bawah
a. Trakhea
Terdapat cincin kartilago yang memiliki epitel bersilia tegal
(pseudostratified ciliated columnas epithelium) mengandung banyak sel
goblet yang mensekresikan lendir (mucus).
b. Bronkhus dan bronkhiolus
Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus yang
berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago hal ini menyebabkan
bronkhiolus mampu menangkap udara tetapi juga dapat mengalami kolaps.
Agar tidak terjadi kolaps maka alveoli dilengkapi dengan lubang kecil yang
terletak diantaranya dan berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.Pada
saluran pernapasan mulai dari trachea – bronchus terminalis tidak
mengalami pertukaran gas dan ini juga merupakan area yang dinamakan
anatomical dead space.Sedangkan awal pertukaran gas terjadi di
bronkhiolus respiratorius.
c. Alveoli
Merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil dan juga merupakan
akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan terjadinya
pertukaran O2 dan CO2.Keseluruhan dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri
dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong
alveolus).Unit ini memeiliki fungsi utama yaitu sebagai pertukaran O2 dan
CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli.
d. Paru-paru
Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai
dua lobus dan seluruhnya dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru
terbagi lagi menjadi beberapa subbagian yaitu sekitar sepuluh unit terkecil
yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri
dipisahkan oleh ruang mediastinum yang didalamnya juga terdapat jantung,
aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trachea dan
bronchus serta kelenjar timus.

e. Dada, diagfragma, dan pleura


Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi
yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Otot scaleneus berfungsi
untuk memperluas rongga dada selama proses inspirasi atas dengan
menaikkan tulang iga ke 1 dan 2 dan menstabilkan dinding dada, sedangkan
otot sternocleidomastoid bertugas mengangkat sternum. Otot tambahan
inspirasi yang berguna untuk meningkatkan kerja napas diantaranya juga
ada otot parasternal, trapezius, pectoralis serta otot intercostal yang terletak
diantara tulang iga. Diagfragma berbentuk seperti kubah pada keadaan
relaksasi.Pengaturan saraf diagfragma (nervus phrenicus) terdapat pada
susunan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga apabila terjadi kecelakaan
pada saraf tersebut dapat menyebabkan gangguan ventilasi.Sedangkan
pleura dibagi menjadi dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan
dengan rongga dada (lapisan luar) dan pleura visceral yang menutupi setiap
paru-paru (lapisan dalam).Pada keduanya terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan terjadinya gesekan selama respirasi serta
mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura
lebih rendah dari tekanan atmosfer untuk mencegah terjadinya kolaps
karena masuknya udara dan cairan ke dalam rongga pleura akan
menyebabkan paru-paru menjadi kolaps serta dapat terjadi peradangan
apabila terserang penyakit.
f. Sirkulasi pulmoner
Terdapat dua sumber suplai darah pada paru-paru yaitu arteri bronkhialis
dan arteri pulmonaris. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi
dari sirkulasi sistemik yang berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan paru-paru. Vena bronkhialis pada arteri bronkhialis bertugas
mengalirkan darah menuju vena pulmonaris, sedangkan arteri pulmonaris
bertugas dalam pertukaran gas.
B. Definisi Bronkhitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
Peradangan ini menyebabkan penghasilan mukus yang banyak dan beberapa
perubahan pada saluran pernafsan. Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit
menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia
lanjut,bronkitis bisa bersifat serius (Muttaqin, Arif. 2008)
Bronkhitis akut adalah radang pada bronkhus yang biasanya mengenai trakhea
dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang
ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari
penyakit sistemik misalnya pada morbili, pertusis, ditteri, dan tipus abdominalis.
(Manurung, Santa dkk. 2008)
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai
dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis
with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan
sesak napas berat dan suara mengi.

C. Etiologi
Menurut Somantri, Irman (2009) ada 3 faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula
hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
1. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan
yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1
detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus
pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga
menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat
pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu
problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja
enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari bronkitis menurut (Muttaqin, Arif. 2008) adalah:
1. Produksi mukus kental.
2. Batuk produktif dengan mukus purulen.
3. Dispnea.
4. Demam
5. Suara serak
6. Ronki (bunyi nafas diskontineu yang halus atau kasar) terutama waktu
inspirasi.
7. Nyeri dada kadang timbul.
8. Batuk sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan
inhalan,udara dingin atau infeksi.
9. Sesak nafas dan dispnea.

E. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit bronkitis ini adalah sebagai berikut menurut dari
Muttaqin, Arif (2008) adalah : Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran
pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran
pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa
membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering
kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar -
Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika
tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder
(pertahanan utama)
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus
dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui
beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau
paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme
dasar:
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi
pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah
infeksi dan kemudian timbul bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal
obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik.
Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-
keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena,
tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya
komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya
beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya
kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data
dijelaskan sebagai berikut ;
1. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah
infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri
atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu
mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri
saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi
bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat (misalnya adenovirus tipe 21,
virus influenza, campak, dan sebagainnya)
2. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila
sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya
menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi
sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema
vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan
menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus
influenza, klebsiella ozaena
F. Clinical Pathway
G. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara
lain (Somantri, Irman. 2009) :
1. Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang
baik.
2. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
3. Efusi pleura atau empisema
4. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
5. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh
darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan
tindakan beah gawat darurat.
6. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
7. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang
arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous
shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya
terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor
pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
8. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis
yang berat da luas
9. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari bronkitis adalah (Tamtam, 2018):
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien
mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan
tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut,
eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan
adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring
hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada
auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau
tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan
terdengar ronki basah. Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk
menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai
dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara
lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut:
1. Denyut jantung > 100 kali per menit
2. Frekuensi napas > 24 kali per menit
3. Suhu > 38°C
4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan
suara napas
5. Keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat
disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax.
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk
diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitis
harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada
bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena
sebagian besar penyebabnya adalah virus. Pemeriksaan radiologis biasanya
normal atau tampak corakan bronkial meningkat. Pada beberapa penderita
menunjukkan penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak
diperlukan pada penderita yang sebelumnya sehat.
Ada beberapa cara pemeriksaan diagnostic untuk penderit bronkitis, yakni :
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau
menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit – penyakit lain.
Bronkitis kronik bukan suatu diagnosis radiologis.Menurut Fraser dan Pare
lebih dari 50% pasien bronkitis kronik mempunyai foto dada yang normal,
sedangkan Hadiarto mendapatkan data 26% pasien. Tetapi secara radiologis
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Tubular shadows atau tram lines terlihat bayangan garis – garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal. Dari 300 pasien yang diperiksa Fraser
dan Pare, ternyata 80% mempunyai kelainan tersebut.
b. Corak paru yang bertambah

Terlihat pada foto thorax diatas pada bagian bronkus terlihat berwarna lebih
putih dibandingkan foto thorax normal dikarenakan adanya penumpukan
sekret dan edema pada penderita bronkitis.
2. Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru adalah mengukur berapa banyak udara yang dapat
masuk kedalam paru – paru dan seberapa cepat udara dapat keluar dari paru
– paru. Pada pasien bronkitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,
VR yang bertambah dan KTP yang normal.Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arus ekspirasi maksimal),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Kelainan di
atas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan
hanya pada saluran nafas kecil yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
KAEM, closing volume, flow volume curve dengan O2 dan gas helium N2
wash out curve.
3. Analisis Gas Darah
Pada umumnya pasien bronkitis tidak dapat mempertahankan ventilasi
dengan baik, sehingga PaCO2 naik.Saturasi hemoglobin menurun, dan
timbul sianosis.Terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan
penambahan eritropoeisis.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada
hantaran II,III dan aVF. Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan di V6 rasi R/S kurang dari 1.Seiring terdapat RBBB inkomplet

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari bronkitis adalah sebagai berikut menurut Somantri,
Irman (2009):
1. Bronchitis Akut
Pada pemeriksaan menggunakan stetoskop (auskultasi), terdengar ronki,
wheezing dengan berbagai gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-ngik)
dan krepitasi (suara kretek-kretek dengan menggunakan stetoskop). Adapun
pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan
keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni:
a. Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum
2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg,
diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk
pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada
kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para
ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak
usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak
napas, penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan dan
diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita merasa tambah
sesak, maka antitusif dihentikan
b. Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah
dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim
digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine,
ambroxol, dan lain-lain.
c. Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan
sejenisnya., digunakan jika penderita demam.
d. Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin
sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada
penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita
hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya untuk obat
asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada
bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping
obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni:
berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami
efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi
setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar
diberikan obat bronkodilator jenis lain.
e. Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh
kuman berdasarkan pemeriksaan dokter.
2. Bronchitis Kronis
Penatalaksanaan Bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan untuk
mencegah timbulnya penyulit, meliputi:
a. Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk
mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis
kronis.
b. Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
c. Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan
mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan
kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan
bergizi.
3. Oksigenasi (terapi oksigen)
4. Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
5. Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami
eksaserbasi oleh infeksi kuman (H. influenzae, S. pneumoniae, M.
catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika (pilihan pertama, kedua dan
seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Keluhan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk kering dan
produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai
>40°C dan sesak nafas.
1. Riwayat penyakit masa lalu
Pada pengkajian ini sering kali klien mengeluh pernah mengalami infeksi
saluran nafas bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas.
Perawat harus memperhatikan dan mencatatnya baik-baik.
2. Riwayat Penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis bervariasi tingkat
keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga
penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda terjadinya
toksemia klien dengan bronkitissering mengeluh malaise, demam, badan
terasa lemah, banyak berkeringat, takikardiadan takipnea. Sebagai tanda
terjadinya iritasi, keluhan yang didapatkan terdiri atasbatuk, ekspektorasi dan
rasa sakit dibawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat tentang obat-
obatan yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi
keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obatan tersebut masih
relevan untuk dipakai
3. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pada pengkajian klien dengan bronkitis didapatkan klien sering mengalami
kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana adanya keluhan
batuk, sesak nafas, dan demam merupakan stresor untuk terjadinya cemas.
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan.
Pengobatan nonfarmakologi seperti olahraga secara teratur serta mencegah
kontak dengan alergen dan iritan
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : kaji keadaan pasien secara umum
b. Tingkat kesadaran : GCS
Respon Membuka Mata Skor
Spontan     4
Terhadap Suara      3
Terhadap nyeri   2
Tidak ada respon      1

Respon Verbal Skor


Terorientasi 5
Cakap bingung   4
Kata tak sesuai 3
Menggumam 2
Tak ada respon 1

Respon Motorik Skor


Mengikuti Perintah    6
Menunjuk terhadap rasangan 5
Menghindar stimulus      4
Fleksi abnormal      3
Ekstersi abnormal      2
Tak ada respon     1
Tingkat kesadaran klien, apabila :

1. Ringan (GCS 13 – 15)


2. Sedang (GCS 9 – 12)
3. Berat (GCS 3 – 8)

c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah        : 100-140/<85 mmHg
Suhu                       :36,50C – 37,50C
Nadi                       :60 - 100x/menit
Respirasi rate          :16-24x/menit
d. Kepala
Inspeksi : ukur lingkar kepala, bentuk, adaya lesi atau tidak, kebersihan rambut,
julah dan distribusi rambut.
Palpasi : adanya edema atau tidak, respon dengan nyeri tekan.
e. Leher
Inspeksi : warna integritas kulit, bentuk simetris, ada pembesaran pada kelenjar
tiroid dan vena jugularis atau tidak, adanya otot bantu pernafasan
sternokleidomasteido.
Palpasi : menentukan pembesaran kelenjar tiroid, vena jugularis, dan melihat
adanya nyeri tekan atau tidak.
Auskultasi : bisingpembuluh darah di leher bentuk leher simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe.
f. Mata
Inspeksi : bentuk, kesimetrisan alis mata, bulu mata, warna konjugtiva,= dan sklera,
dan respon terhadap cahaya.
Palpasi : kaji adanya nyeri tekan.
g. Telinga
Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, warna, tanda-anda infeksi, alat banu dengar.
Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid.
h. Hidung
Inspeksi :bentuk, ukuraan, warna, rongga, adanya lesi, sekret, sumbatan,
perdarahan, tanda-tanda infeksi.
Palpasi : pembengkakan dan nyeri tekan.
i. Mulut
Inspeksi : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi, dan adanya stomatitis, gigi
lengkap tidak ada yang berlobang, tidak ada perdarahan.
j. Dada
Jantung
Inspeksi : tidak tampak adanya benjolan, tidak tampak adanya jejas, tidak ada
peningkatan JVP, dan tidak terjadi perubahan letak iktus kordis
Palpasi : iktus kordis teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : bunyi jantung normal
Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 tunggal (Lup Dup) dan tidak terdapat bunyi
tambahan
Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/ postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), edema. dada tampak tertinggal atau tidak(jarak tidak jauh),
tidak tampak jejas, tidak tampak adanya benjolan
Palpasi : pada saat dilakukan palpasi paru-paru sebelah kiri teraba tidak simetris
(tertinggal), fremitus taktil meninggi atau tidak dan tidak terdapat nyeri
tekan
Perkusi : didapatkan suara redup (dullnes)/ sonor/hipersonor
Auskulasi : suara paru bronchial lapang paru kanan kiri, wheezing/ronkhi/crackles

k. Abdomen
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, distensi, tonjolan,
pelebaran vena, kelainan umbilikus.
Auskultasi : suara peristaltik disemua kuadran. Normal bising usus pada orang
dewas 5-12x/ menit.
Perkusi : perkusi semua kuadran, mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah
jarum jam. Normal bunyi perkusi yaitu timpani.
Palpasi : ada asites atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.
l. Urogenital: genital bersih,pada rectum tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema.
m. Ekstremitas
Inspeksi :simetris dan pergerakan, integritas kulit, ROM, kekuatan dan tonus otot
Palpasi : denyutan nadi brachialis, radialis, femoralis, politea, dorsal pedis.
n. Kulit dan Kuku.
Inspeksi : kulit tidak pucat, kulit tidak menguning, kuku tidak pucat dan tidak
menguning, kulit dan kuku tampak bersih, kuku tidak mengalami
clubbing fingers
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, CRT ektremitas atas dan bawah normal yaitu
< 2 detik
Perkusi :-
Auskultasi : -

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dari bronkitis adalah sebagai
berikut:
a. (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d spasme jalan napas,
hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan
napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding
jalan napas, proses infeksi, respon alergi, dan efek non farmakologis (mis.
anestesi) d.d batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing, dan atau ronkhi kering, dispnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah,
sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, dan pola napas
berubah
b. Pola Napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas
(mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan) d.d Dispnea,
Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-stokes),
Pernapasan pursed-lip, Pernapasan cuping hidung, ventilasi semenit menurun,
Kapasitas vital menurun, Tekanan ekspirasi menurun, Tekanan inspirasi
menurun, Ekskursi dada berubah
c. (D.0058) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, tirah baring, kelemahan, imobilitas, dan gaya
hidup monoton d.d mengeluh lelah, dispnea, merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas, merasa lemah, frekuensi jantung meningkat, tekanan darah
berubah, sianosis
d. (D.0130) Hipertermia b.d dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit, ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, penggunaan inkubator d.d
suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardia, takipnea, kulit
terasa hangat
e. (D.0019) Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi, faktor
psikologis d.d cepat kenyang setelah makan, kram atau nyeri abdomen, nafsu
makan menurun, berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang normal,
bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah
23
C. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan hasil diagnosis keperawatan yang sering muncul pada kasus bronkhitis, dapat dilakukan intervensi dengan cara :
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 (D.0001) (L.01001) Bersihan jalan napas (I.01006) Latihan Batuk Efektif
Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
Napas Tidak selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan a. Identifikasi kemampuan batuk
Efektif napas pada klien dapat membaik dengan b. Monitor adanya retensi sputum
kriteria hasil : c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
a. Batuk efektif meningkat (5) napas
b. Produksi sputum menurum (5) d. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah
c. Mengi menurun (5) dan karakteristik)
d. Dipsnea menurun (5) Terapeutik :
e. Ortopnea menurun (5) f. Gelisah a. Atur posisi semi fowler atau fowler
menurun (5) b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
f. Sianosis menurun (5) pasien
g. Frekuensi napas membaik (5) c. Buang secret pada tempat sputum
h. Pola napas membaik (5) Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

24
b. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
dibulatkan selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ketiga
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik, ekspektoran, jika perlu
2. (D.0005) Pola nafas (L.01004) Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
efektif selama 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
yang dialami pasien akan membaik dengan usaha napas)
kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
1. Ventilasi semenit meningkat gurgiling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
2. Tekanan ekspirasi meningkat 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3. Tekanan inspirasi meningkat

25
4. Dispnea menurun
5. Penggunaan otot bantu pernapasan
menurun Terapeutik

6. Pernapasan cuping hidung menurun 4. Pertahanan kepatenan jalan napas dengan

7. Frekuensi nafas membaik head-tift dan chin-lift (jaw-thrust jika

8. Kedalaman nafas membaik curiga trauma servikal)


5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Berikan Oksigen, Jika perlu
Edukasi
7. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, Jika
tidak komtraindikasi
8. Ajarkan teknik batuk efektif
3. (D.0058) (L.05047) Toleransi Aktivitas (I.05178) Manajemen Energi
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
Aktivitas selama 3x24 jam diharapkan toleransi a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
aktivitas pada klien dapat membaik dengan mengakibatkan kelelahan
kriteria hasil : b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
a. Frekuensi nadi (5) c. Monitor pola dan jam tidur
b. Saturasi oksigen (5) d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama

26
c. Keluhan lelah (5) melakukan aktivitas
d. Dispnea saat beraktivitas (5)
e. Dispnea setelah aktivitas (5) Terapeutik :
f. Tekanan darah (5) a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
c. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

27
meningkatkan asupan makanan

4 (D.0130) (L.14134) Termoregulasi (I.15506) Manajemen Hipertermia


Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama 3x24 jam diharapkan termoregulasi a. Identifikasi penyebab hipertermia
pada klien dapat membaik dengan kriteria b. Monitor suhu tubuh
hasil : c. Monitor kadar elektrolit
a. Menggigil (5) d. Monitor haluaran urine
b. Kulit merah (5) e. Monitor komplikasi akibat hipertermia
c. Kejang (5) Terapeutik :
d. Suhu tubuh (5) a. Sediakan lingkungan yang dingin
e. Suhu kulit (5) b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari
f. Hindari pendinginan eksternal
g. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :

28
a. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
5 (D.0019) (L.12111) Tingkat Pengetahuan (I.12383) Edukasi Kesehatan
Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
Pengetahuan selama 3x24 jam diharapkan tingkat a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
(bronkhitis) pengetahuan pada klien dapat membaik menerima informasi
dengan kriteria hasil : b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
a. Perilaku sesuai anjuran (5) meningkatkan dan menurunkan motivasi
b. Verbalisasi minat dalam belajar (5) perilaku hidup bersih dan sehat
c. Kemampuan menjelaskan Terapeutik :
pengetahuan tentang suatu topik (5) a. sediakan materi dan media pendidikan
d. Kemampuan menggambakan kesehatan
pengalaman sebelumnya yang sesuai b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
dengan topik (5) kesepakatan
e. Perilaku sesuai dengan pengetahuan c. Berikan kesempatan untuk bertanya
(5) Edukasi :

29
f. Pertanyaan tentang masalah yang a. Jelaskan faktor risiko yang dapat
dihadapi (5) mempengaruhi kesehatan
g. Persepsi yang keliru terhadap b. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
masalah (5) c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
h. Menjalani pemeriksaan yang tidak untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
tepat (5) dan sehat
Kolaborasi : -

30
DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika

Irman Soemantri, 2008, Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pemapasan, Jakarta:


Salemba

Manurung, Santa. Dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan


Akibat Infeksi. Jakarta: Trans Info Media Jakarta.

Marni. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Puspitasari. 2009. Analisis pengaruh CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.


PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
Tamtam, T., 2018. Askep Klien Bronkitis. [Online]
Available at:
https://www.academia.edu/20617537/ASKEP_KLIEN_BRONKITIS
[Accessed 26 November 2018].

31
32

Anda mungkin juga menyukai