Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PEMBELAJARAN LURING

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

OLEH:

Syinthia Purnama Asyura, S.Kep

NIM 202311101127

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

OLEH:

Syinthia Purnama Asyura, S.Kep

NIM 202311101127

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
A. Definisi Kebutuhan Oksigenasi

Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21% pada
tekanan atmosfer sehingga konsentrasi oksigen menjadi meningkat dalam tubuh.
Pemberian oksigen bertujuan diantaranya untuk mempertahankan oksigen yang
adekuat pada jaringan, untuk menurunkan kerja paru-paru supaya tidak bekerja
terlalu berat, dan untuk menurunkan kerja jantung (Rakhman & Khodijah, 2014).

Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme dalam menjaga kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh manusia.
Oksigenasi merupakan suatu proses adanya penambahan O2 kedalam sistem
tubuh. Proses oksigenasi menghasilkan karbon dioksida, energi, dan air (Haswita
dan Reni, 2017). Oksigen sangat penting untuk seluler produksi energi saat
oksigen bergerak menuruni gradien konsentrasi dari alveolus ke mitokondria
(Andersen et al., 2017).

Kebutuhan tubuh manusia terhadap oksigenasi merupakan kebutuhan yang


sangat dasar, tidak terpapar oksigen dalam jangka waktu tertentu akan
menyebabkan tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan bisa saja
menyebabkan kematian. Apabila tubuh mengalami kekurangan oksigen dengan
berlangsung lebih dari lima menit maka dapat menyebabkan kerusakan sel otak
secara permanen.

B. Review Anatomi Fisiologi

Secara anatomi, sistem respirasi terbagi menjadi dua diantaranya, saluran


pernafasan dan parenkim paru. Saluran pernafasan dimulai dari organ hidung,
mulut, trakea, bronkus sampai bronkiolus. Rongga thoraks terdapat bronkus yang
bercabang menjadi dua kanan dan kiri. Bronkus kemudian bercabang-cabang
menjadi bronkiolus. Bagian parenkim paru berupa kantong-kantong yang
menempel di ujung menjadi bronkiolus yang disebut alveolus atau alveoli. Alveoli
merupakan kantung udara dimana terjadi pertukaran oksigen dengan
karbondiokasi (Kusnanto, 2016). Menurut Somantri (2007) saluran pernapasan
dibagi menjadi dua yaitu saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah.

1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas :


a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Didalam rongga hidung juga terdapat saluran-saluran yang
menghubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata yang
disebut dengan kantong nasolakrimalis yang berfungsi mengalirkan air
melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata, hal ini dapat terjadi
saat seseorang menangis (Muttaqin, 2012). Dalam rongga hidung
terdapat rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring kasar
terhadap benda asing yang masuk dari luar. Pada permukaan mukosa
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda
asing yang masuk ke saluran pernapasan. Didalam lubang hidung
terdapat reseptor yang membuat kita dapat mencium aroma.
b. Sinus paranalis
Merupakan daerah terbuka pada tulang kepala yang dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus
ethomoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus smaxilaris yang seluruhnya
berfungsi untuk membantu menghangatkan dan humidifikasi,
meringankan berat tulang tengkorak, serta mengatur bunyi suara
manusia dengan ruag resonansi.
c. Faring
Faring digunakan pada saat proses digestion (menelan) seperti pada
saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu
naso faring (di belakang hidung), oro faring (belakang mulut), dan
laringo faring (belakang laring).
d. Laring
Laring memiliki fungsi utama yaitu untuk pembentukan suara, sebagai
proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan juga untuk
memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas epiglotis,
glottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago arytenoid, pita
suara
2. Saluran pernafasan bagian bawah :
a. Trakhea
Terdapat cincin kartilago yang memiliki epitel bersilia tegal
(pseudostratified ciliated columnas epithelium) mengandung
banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).
b. Bronkhus dan bronkhiolus
Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus
yang berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago hal ini
menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara tetapi juga
dapat mengalami kolaps. Agar tidak terjadi kolaps maka alveoli
dilengkapi dengan lubang kecil yang terletak diantaranya dan
berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli. Pada saluran pernapasan
mulai dari trachea – bronchus terminalis tidak mengalami
pertukaran gas dan ini juga merupakan area yang dinamakan
anatomical dead space. Sedangkan awal pertukaran gas terjadi di
bronkhiolus respiratorius.
c. Alveoli
Merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil dan juga
merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga
memungkinkan terjadinya pertukaran O2 dan CO2. Keseluruhan
dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri dari bronkhiolus
respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus).
Unit ini memeiliki fungsi utama yaitu sebagai pertukaran O2 dan
CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli.
d. Paru-paru
Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus dan seluruhnya dapat terlihat dengan jelas.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian yaitu
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang
mediastinum yang didalamnya juga terdapat jantung, aorta, vena
cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trachea dan
bronchus serta kelenjar timus.
e. Dada, diagfragma, dan pleura
Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan
inspirasi yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Otot
scaleneus berfungsi untuk memperluas rongga dada selama proses
inspirasi atas dengan menaikkan tulang iga ke 1 dan 2 dan
menstabilkan dinding dada, sedangkan otot sternocleidomastoid
bertugas mengangkat sternum. Otot tambahan inspirasi yang
berguna untuk meningkatkan kerja napas diantaranya juga ada otot
parasternal, trapezius, pectoralis serta otot intercostal yang terletak
diantara tulang iga. Diagfragma berbentuk seperti kubah pada
keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diagfragma (nervus phrenicus)
terdapat pada susunan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga
apabila terjadi kecelakaan pada saraf tersebut dapat menyebabkan
gangguan ventilasi. Sedangkan pleura dibagi menjadi dua macam
yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada
(lapisan luar) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru
(lapisan dalam). Pada keduanya terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan terjadinya gesekan selama
respirasi serta mencegah pelekatan dada dengan paru-paru.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer
untuk mencegah terjadinya kolaps karena masuknya udara dan
cairan ke dalam rongga pleura akan menyebabkan paru-paru
menjadi kolaps serta dapat terjadi peradangan apabila terserang
penyakit.
f. Sirkulasi pulmoner
Terdapat dua sumber suplai darah pada paru-paru yaitu arteri
bronkhialis dan arteri pulmonaris. Sirkulasi bronchial menyediakan
darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik yang berfungsi
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.Vena
bronkhialis pada arteri bronkhialis bertugas mengalirkan darah
menuju vena pulmonaris, sedangkan arteri pulmonaris bertugas
dalam pertukaran gas.
C. Epidemiologi
Gangguan pernapasan masih menjadi masalah yang penting di Indonesia.
Gangguan sistem pernapasan termasuk penyebab utama angka morbiditas dan
mortalitas yang berupa penyakit menular dan penyakit tidak menular. Berdasarkan
prevalensi ISPA pada tahun 2016 di Indonesia mencapai angka 25% dengan
rentang kejadian 17,5-41,4% pada 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi
di atas angka nasional atau diatas rata-rata. ISPA juga berada pada daftar 10
penyakit terbanyak di Rumah Sakit.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas penyakit menular dunia. Hampir empat juta orang
meninggal akibat ISPA setiap tahun. WHO memperkirakan insidensi ISPA di
negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan negara industri 0,05% (5 juta jiwa)
(WHO, 2012). Salah satu negara berkembang dengan kasus ISPA yang tinggi
adalah Indonesia (Najmah, 2016). Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016 di
Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % -
41,4 % dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka
nasional (Susanti, 2017).

D. Etiologi
Menurut PPNI (2016) penyebab yang dapat mempengaruhi gangguan
pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan perubahan
membrane alveolus-kapiler. Atau dengan kondisi klinis terkait:
1. Penyakit paru obstruktif kronis
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membrane lain
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas

E. Tanda dan Gejala

1. Batuk tidak efektif


2. Sputum berlebih
3. Mengi, wheezing, dan/atau ronki kering
4. Mekonium di jalan napas (pada neonatus)
5. Dispnea
6. Sulit bicara
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sianosis
10. Bunyi napas menurun
11. Frekuensi napas berubah
12. Pola napas berubah
(PPNI, 2017)

F. Patofisiologi dan Web of Causation

Pada paru-paru terjadi proses pertukaran gas yang melibatkan dua proses
umum yaitu perfusi yaitu proses membawa darah ke jaringan kapiler paru,
sedangkan ventilasi yang merupakan proses membawa udara ke permukaan
alveolus. Oksigen menjadi hal yang paling utama dan diperlukan dalam proses
respirasi sel-sel tubuh, lalu karbon dioksida yang dihasilkan pada proses respirasi
akan ditukar kembali dengan oksigen dan selanjutnya darah akan mentranpor
karbon dioksida untuk kembali ke alveolus paru dan akan dikeluarkan ke udara
luar melalui lubang hidung saat proses ekspirasi (Saminan, 2012).

Terjadinya gangguan pertukaran gas menunjukkan adanya penurunan kapasitas


difusi yang disebabkan oleh menurunnya luas permukaan difusi, menebalnya
membrane alveolar kapiler, rasio ventilasi perfusi yang tidak baik. Hal-hal
tersebut juga dapat menyebabkan pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan
menjadi terganggu dan bila terlambat dalam penanganannya dapat menyebabkan
dampak fatal yaitu kematian. Tanda klinis yang dapat dijumpai adalah dispnea,
bernapas dengan bibir pada saat ekspirasi yang panjang, latergi, peningkatan
tahanan vascular paru, penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan parsial
karbon dioksida, dan juga sianosis (Mubarak et al, 2015).
Web of Causation

OKSIGENASI

Gangguan proses Faktor Lingkungan (mis. udara,


penerimaan O2 dan virus, bakteri, microplasma, jamur
keluarnya CO2

Proses infeksi dan


Ketidakseimbangan
inflamasi
ventilasi dan perfusi

Saluran pernapasan
Produksi secret mengalami penyempitan
Suplai O2 ke paru berlebih
terhambat
Kinerja otot meningkat
Penyumbatan jalan
Hiperventilasi napas oleh mukus
Dyspnea

Bersihan Jalan Napas


Tidak Efektif
Gangguan Pertukaran
Pola Nafas Tidak Efektif
Gas
G. Penatalaksanaan Medis

Terapi oksigen adalah tindakan pemberian oksigen melebihi pengambilan


oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik,
mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.
Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode,
diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas
dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,
2014). Terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem
aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah
Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan masih
mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini
diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana,
sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong
non rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula.
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan
oksigen dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar
20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan
aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien
inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup
dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk
dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit,
dengan konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka
pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang
fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka
pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit
dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%.
2) Sistem aliran tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan
tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran
sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah
oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan
konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru
24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
a.Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan
efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung
pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan
secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus
sehingga pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan
getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada
dada pasien secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan
turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus
terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari
berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam
pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi
alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan
efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif merupakan cara
yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara
efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari
sekret atau benda asing di jalan napas (Hidayat, 2009).
5) Penghisapan lender
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lender
sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan napas dan
memenuhi kebutuhan oksigen
H. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan gangguan oksigenasi menurut (PPNI, 2016)


antara lain :

1. Gangguan pertukaran gas


- Edukasi pengukuran respirasi
- Manajemen energi
- Pengaturan posisi
2. Pola nafas tidak efekif
- Manajemen energi
- Pengaturan posisi
- Terapi relaksasi otot progresif
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Fisioterapi dada
- Manajemen asma
- Terapi oksigen
Penatalaksanaan keperawatan merupakan tindakan pemberian asuhan
keperawatan secara sistematis dan komprehensif melalui pengkajian, menentukan
diagnosa, merencanakan tindakan, dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang
diberikan.
a. Pengkajian Terfokus
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan gangguan oksigenasi
diantaranya:
1.) Keluhan Utama
Keluhan utama pada sistem pernapasan diantaranya batuk, batuk darah,
produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada.
2.) Riwayat Penyakit Dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien. Misalnya
apakah klien pernah dirawat sebelumnya dengan penyakit apa, apakah pernah
mengalami sakit yang berat dan sebagainya.
3.) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga pada pasien dengan gangguan oksigenasi ini sangat penting
dikaji untuk mendapatkan tambahan informasi informasi mengenai faktor
predisposisi terhadap keluhan pasien.
4.) Riwayat Pekerjaan dan Gaya Hidup
Riwayat pekerjaan dan gaya hidup harus digali informasi lebih dalam kepada
pasien karena kebiasaan sosial atau pola hidup yang buruk seperti minum-
minuman alcohol atau obat tertentu, bahkan kebiasaan merokok.
5.) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
a. Inspeksi merupakan suatu pemeriksaan atau observasi dari kepala sampai
ujung kaki untuk mengkaji kulit dan warna membrane mukosa (pucat,
sianosis), penampilan umum, tingkat kesadaran (gelisah), keadekuatan
sirkulasi sistemik, pola pernapasan dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi dalam mengkaji gangguan kebutuhan oksigenasi dofokuskan ke
bagian dada untuk mengetahui jenis dan jumlah kerja thoraks, daeraH nyeri
tekan, taktil fremitus, getaran dada (thrill), angkat dada (heaves) dan titik
impuls jantung maksimal, adanya massa di aksila dan payudara. Palpasi
ekstermitas untuk mengetahui sirkulasi perifer, nadi perifer (takikardia), suhu
kulit, warna dan pengisian kapiler.
c. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara, cairan, atau benda
padat di jaringan. Lima nada perkusi adalah resonansi, hiperresonansi, redup,
datar, timpani.
d. Auskultasi untuk mendengarkan bunyi paru. Pemeriksa harus
mengidentifikasi lokasi , radiasi, intensitas, nada dan kualitas. Auskultasi
bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di sepanjang
lapangan paru : anterior, posterior, dan lateral. Suara napas tambahan
terdengar jika paru mengalami kolaps, terdapat cairan atau obstruksi.
(Rahayu & Harnanto, 2016).
6.) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik atau pemeriksaan penunjang yang digunakan sebagai
data tambahan pasien seperti:
a. Pemeriksaan fungsi paru yang dilakukan menggunakan spirometer untuk
mengetahui volume tidal, volume residual, kapasitas residual,fungsional,
kapasitas vital, dan kapasitas paru total.
b. Pemeriksaan PEFR (Peak Expiratory Flow Rate) merupakan titik aliran
tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal. PEFR dapat dilihat dari
perubahan ukuran jalan napas yang menjadi besar.
c. Pemeriksaan gas darah arteri untuk menentukan konsentrasi hydrogen
(H+), tekanan parsial oksigen (PaO2), dan karbondioksida (PaCO2) dan
saturasi oksihemoglobin (SaO2)\
d. Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler ( SaO2)
yaitu presentase hemoglobin yang disaturasi oksigen
e. Hitung darah lengkap seperti hemoglobin, hematocrit, leukosit, eritrosit,
dan perbedaan sel darah merah dan sel darah putih.
f. Pemeriksaan sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk
mendeteksi adanya cairan(pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula
dan costae) dan proses abnormal (TBC).
(Rahayu & Harnanto, 2016).
b. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan menurut PPNI (2017),
diantaranya:
1.)Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
a. Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d  Spasme jalan napas, hipersekresi
jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas,
adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding
jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen farmakologis (mis.
Anastesi), merokok aktif, merokok pasif, terpajan polutan, d.d batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/ atau
ronkhi kering, mekonium di jalan nafas pada neonatus, dispnea, sulit
bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah.
c. Kondisi Klinis Terkait: Gullian barre syndrome, Sklerosis multiple,
Myasthenia gravis, Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi,
transesophageal echocardiography [TEE]), Depresi sistem saraf pusat,
Cedera Kepala, Stroke, Kuadriplegia, Sindron aspirasi meconium, Infeksi
saluran Napas.
2.)Gangguan Pertukaran Gas (D.0003, h:22)
a. Definisi: Kelebihan atau kekuarangan oksigenasi dan atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
b. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
perubahan membran alveolus – kapiler .d.d Dispnea, PCO2 meningkat /
menurun, PO2 menurun., takikardia, pH arteri meningkat/menurun.,
bunyi napas tambahan, pusing, penglihatan kabur, sianosis, diaphoresis,
gelisah, napas cuping hidung., pola napas abnormal (cepat / lambat,
regular/iregular, dalam/dangkal), warna kulit abnormal (mis. pucat,
kebiruan), kesadaran menurun.
c. Kondisi Klinis Terkait: Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), Gagal
jantung kongestif, Asma, Pneumonia, Tuberkulosis paru, Penyakit
membran hialin, Asfiksia, Persistent pulmonary hypertension of newborn
(PPHN), Prematuritas, Infeksi saluran napas.
3.)Pola Napas Tidak Efektif (D.0005, h:26)
a. Definisi: Inspirasi/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
b. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, deformitas dinding dada, deformitas tulang dada, gangguan
neuromuscular, gangguan neurologis, imaturitas neurologis, penurunan
energy, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom
hipoventilasi, kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5), efek
agen farmakologis, kecemasan d.d dyspnea, penggunaan otot bantu
pernapasan, fase eskpirasi memanjang, pola napas abnormal, ortopnea,
pernapasan pursed lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior – posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, eksursi dada berubah.
c. Kondisi Klinis Terkait: Depresi sistem saraf pusat, Cedera kepala,
Trauma thoraks, Gullian bare syndrome, Multiple sclerosis, Myasthenia
gravis, Stroke, Kuadriplegia, Intoksikasi alkohol.

c. Perencanaan/ Nursing Care Plan

No Diagnosa Luaran Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Bersihan Tujuan: Latihan Batuk Efektif
jalan napas Setelah dilakukan intervensi (L.01006)
tidak efektif keperawatan selama ....... jam, Obeservasi:
(D.0001) maka bersihan jalan napas 1. Identifikasi
meningkat dengan kriteria kemampuan batuk
hasil:
2. Monitor adanya retensi
1. Batuk efektif meningkat
sputum
2. Produksi sputum
3. Monitor tanda dan
menurun
gejala infeksi saliran
3. Mengi menurun napas

4. Wheezing menurun 4. Monitor input dan


output cairan ( mis.
5. Dispnea menurun
Jumlah dan
6. Ortopnea membaik karakteristik)

7. Sulit bicara membaik Terapeutik:


5. Atur posisi semi fowler
8. Sianosis membaik
atau fowler
9. Gelisah membaik
6. Pasang perlak dan
10. Frekuensi napas bengok di pangkuan
membaik pasien

11. Pola napas membaik 7. Buang secret pada


tempat sputum

Edukasi:
8. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif

9. Anjurkan tarik napas


dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik
kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik

10. Anjurkan mengulangi


tarik napas dalam
hingga 3 kali

11. Anjurkan batuk dengan


kuat langsung setelah
tarik napas yang 3

Kolaborasi:
11. Kolaborasi pemberian
mulotik atau
ekspetoran, jika perlu

2. Gangguan Tujuan: Pemantauan Respirasi


pertukaran Setelah dilakukan intervensi (L.0104)
gas (D.0003) keperawatan selama ..... jam, Observasi:
maka gangguan pertukaran 1. Monitor frekuensi,
gas meningkat dengan kriteria irama, kedalaman dan
hasil: upaya napas
1. Tingkat kesadaran 2. Monitor pola napas
meningkat
3. Monitor kemampuan
2. Dispnea menurun batuk efektif

3. Bunyi napas tambahan 4. Monitor adanya


menurun produksi sputum

4. Pusing menurun 5. Monitor adanya


sumbatan jalan napas
5. Penglihatan kabur
menurun 6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
6. Diaforesis menurun
7. Auskultasi bunyi napas
7. Gelisah menurun
8. Monitor saturasi
8. Nafas cuping hidung
oksigen
menurun
9. Monitor nilai AGD
9. PCO2 membaik
10. Monitor hasil X- Ray
10. PO2 membaik
thoraks
11. Takikardi membaik
Terapeutik:
12. pH arteri membaik 11. Atur interval
pemantauan respirasi
13. Sianosis membaik
sesuai kondisi pasien
14. Pola nafas membaik
12. Dokumentasi hasil
15. Warna kulit membaik pemantauan

Edukasi:
13. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

14. Informasikan hasil


pemantauan

3. Pola napas Tujuan: Manajemen Jalan Napas


tidak efektif Setelah dilakukan intervensi (L.01011)
(D.0005) keperawatan selama ..... jam, Onservasi:
maka pola napas membaik 1. Monitor pola napas
dengan kriteria hasil:
2. Monitor bunyi napas
1. Ventilasi semenit
meningkat 3. Monitor sputum

2. Kapasitas vital Terapeutik:


meningkat 4. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
3. Diameter thoraks
head tilt dan chin lift
anterior – posterior
meningkat 5. Posisikan semi fowler
atau fowler
4. Tekanan ekspirasi
meningkat 6. Berikan minuman
hangat
5. Tekanan inspirasi
meningkat 7. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
6. Dispnea menurun
8. Lakukan penghisapan
7. Penggunaan otot
lender kurang dari 15
bantu napas menurun
detik
8. Pemanjangan fase
9. Lakukan
eskpirasi menurun
hiperoksigenasi
9. Ortopnea menurun sebelum penghipasan
endotrakeal
10. Pernapasan pursed lip
menurun 10. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
11. Pernapasan cuping
hidung menurun forcep McGill

12. Frekuensi napas 11. Berikan oksigen, jika


membaik perlu

13. Kedalaman napas 12. Anjurkan asupan


membaik cairan 200ml/hari, jika
tidak ada
14. Eksursi dada membaik
kontraindikasi

13. Ajarkan teknik batuk


efektif

Kolaborasi:
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
elspetoran, mukolitik,
jika perlu.
I. Penatalaksanaan berdasarkan Evidence – Based Practice in Nursing

Judul Jurnal Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum


Pada Pasien TBC Di Wilayah Kerja Puskesmas Tes
Kabupaten Lebong.
Nama/Ed./Vol CHMK Nursing Scientific Journal/ Volume 4/Nomer
2 April
Tahun 2020
Penulis Devi Listiana,
Buyung Keraman,
Andri Yanto
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh batuk
efektif terhadap pengeluaran sputum pada pasien TBC
di wilayah kerja Puskesmas Tes Kabupaten Lebong
Metode Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pra-Eksperimental menggunakan The One Group
Pretest-Posttest Design. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasian yang menderita penyakit TBC
paru yang berjumlah 20 orang responden.
Pembahasan Jumlah pengeluaran sputum pada pasien TB Paru
sebelum dilakukan teknik batuk efektif dilihat dari
jumlah sputum yang dikeluarkan adalah berada pada
kategori tidak baik sebanyak 9 responden (45%),
karena pada 9 responden ini penderita melakukan
batuk yang tidak efektif dan membahayakan. Penderita
TBC melakukan batuk tersebut karena mereka
menganggap dengan batuk dapat mengeluarkan sekret
yang mengganggu jalannya nafas.
Responden dengan pengeluaran jumlah sputum
kategori baik terdapat 11 responden (55%), karena
pada 11 responden tersebut sudah terpapar dengan
informasi tentang batuk efektif. Kemudian, sputum
yang dikeluarkan oleh responden tidak bercampur
dengan air liur. Cairan sputum yang di keluarkan lebih
kental dan tidak terdapat gelembung busa diatasnya,
sehingga sputum yang diambil dari saluran nafas
bagian bawah dan bukan tenggorokan.
Batuk efektif adalah merupakan tindakan yang
diperlukan untuk membersihkan sekresi. Tujuan dari
batuk efektif yaitu untuk meningkatkan ekspansi paru,
mobilisasi sekresi, dan mencegah efek samping dari
retensi sekresi. Salah satu tindakan non farmakologi
untuk mengeluarkan sputum yaitu dengan cara batuk
efektif. Pendapat ini sesuai dengan hasil teknik batuk
efektif terhadap pasien TB paru, hampir setengah
pasien TB paru dapat mengeluarkan sputum secara
efektif. Berbeda pada pasien TB paru sebelum
dilakukan pemberian teknik batuk efektif pengeluaran
sputumnya tidak maksimal, hal ini disebabkan karena
sebelumnya tidak diajarkan teknik batuk efektif.
Hasil Hasil penelitian didapatkan: (1) 11 orang (55%)
jumlah (ml) pengeluaran sputum sebelum teknik batuk
efektif baik, dan 9 orang (45%) jumlah (ml)
pengeluaran sputum tidak baik; (2) 20 orang (100%)
jumlah (ml) pengeluaran sputum sesudah teknik batuk
efektif baik; (3) Ada pengaruh batuk efektif terhadap
pengeluaran sputum pada pasien TBC paru.Hasil Uji
Wilcoxon Signed Ranks Test didapat nilai Z = -3,669
dengan p-value=0,000<0,05,
Kesimpulan Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh pemberian teknik batuk efektif dalam
pengeluaran sputum pada pasien TBC di wilayah kerja
Puskesmas Perawatan Tes.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. 2012. Kebutuhan Dasar Oksigenasi: Konsep, Proses dan Praktik
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 1.Tangerang: Graha Ilmu
Andina & Yuni. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Amiar, Winda., dan Erwan, Setiyono. 2020. Efektivitas Pemberian Teknik
Pernafasan Pursed Lips Breathing dan Posisi Semi Fowler Terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien TB Paru. Indonesian Journal of
Nursing Science and Practice. 3(1): 7-13.
Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta :
Dua Satria Offset

Haswita & Reni. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa


Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media
Hospital Care for Children. 2016. Terapi Pemberian Oksigen.
https://www.ichrc.org/107-terapipemberian-oksigen
Kusnanto. 2016. Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya:
Penerbit Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Airlangga
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Mubarak, W., Nurul, C., & Joko, S. (2015). Standar Asuhan Keperawatan dan
Prosedur Tetap dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Najmah. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Rahayu, S., dan M. Harnanto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Riskesdas. 2013. Infeksi Saluran Penyakit Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI
Saminan. (2012). Pertukaran Udara O2 dan CO2 dalam Pernapasan. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 122–126.

Saranani, M., D.Y.S. Rahayu., dan Ketrin. 2019. Management Kasus: Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tuberculosis Paru. Journal Article. 1-8.
https://media.neliti.com/media/publications/296604-management-casus-
pemenuhan-kebutuhan-oks-6284777e.pdf
Silverthon, C. Andrew (2001). Human Physiology and Integrated Approach.
Second Edition. New Jersey: Prentice Hall

Susanti, S. (2017). Analisis program penanggulangan ISPA pada BALITA di


Puskesmas sungai lansek tahun 2017. Universitas Andalas.

WHO. 2008. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi
epidemi dan pandemi. Jakarta: World Health Organization
https://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_2007_8B
ahasaI.pdf?ua=1
World Health Organization. 2012. Acute Respiratory Infections. Geneva; WHO
Press. http://apps.who.int/iris/bitstream/_eng.pdf.

Anda mungkin juga menyukai