Anda di halaman 1dari 16

System respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang merupakan

parameter kesehatan manusia. Jika salah satu system respirasi terganggu maka secara
system lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal ini dapat menimbulkan
terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalam jangka panjang dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan dasar
klien secara holistic memiliki tanggung jawab untuk membantu pemenuhan
kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat.

Dalam tindakannya, seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan


harus melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, dan evaluasi. Diagnosa keperawatan adalah suatu bagian integral dari
proses keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan
interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa
keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang
nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan
dalam batas wewenang perawat.

Sistem Respirasi

Secara garis besar pernapasan dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

a. Pernapasan dalam (internal)


Pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan medium cairnya. Hal
tersebut menggambarkan proses metabolism intraseluler yang meliputi
konsumsi O2 (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran CO2
(terdapat dalam sitoplasma) sampai menghasilkan energy.
b. Pernapasan luar (eksternal)
Absorpsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke
lingkungan luar. Urutan proses pernapasan eksternal adalah:
1. Pertukaran udara luar ke dalam alveoli melalui aksi mekanik pernapasan
yaitu melalui proses ventilasi.
2. Pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan darah pada
pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi.
3. Pengangkutan O2 dan CO2 oleh system peredaran darah dari paru-paru ke
jaringan dan sebaliknya yang disebut proses transportasi.
4. Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh darah kapilerjaringan
dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif
dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat,
lingkungan, atau kebudayaan.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:

Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosial kultural, dan spiritual yang bisa
mempengaruhi status kesehatannya. Mengumpulkan semua informasi yang
bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi
menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang
terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain.
Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer. Sumber informasi sekunder
meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan catatan kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah
yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga,
tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan.

Pengkajian Gejala Pada Pasien Penyakit Sistem Respirasi

1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan berfokus pada masalah fisik dan fungsional pada pasien
dan efek masalah pada kehidupannya. Alasan untuk melakukan pengobatan
yaitu sering dikaitkan dengan dyspnea (nafas pendek), nyeri, akumulasi
muskus, bunyi wheezing, hemotopsis (darah yang keluar dari saluran
pernafasan), edema pada pergelangan kaki, batuk, kelelahan dan kelemahan.
Perawat mengumpulkan informasi tentang faktor mempercepaat, durasi,
keparahan, dan dihubungkan dengan faktor atau gejala dan juga menilai faktor
resiko dan genetik yang mungkin berkontribusi pada kondisi paru pasien.
Faktor psikososial mungkin mempengaruhi pasien. Faktor tersebut termasuk
kecemasan perubahan peran, hubungan keluarga, masalah ekonomi, status
pekerjaan dan strategi pasien menggunakan kopingnya. Banyak penyakit
sistem pernafasan bersifat kronis dan melemahkan dengan progresif, oleh
karena itu pengkajian berkelanjutan pada kemampuan fisik pasien, dukungan
psikososial, dan kualitas hidup dibutuhkan untuk merencanakan sesuai
intervensi. Sangat penting pada pasien dengan penyakit pernafasan untuk
mengerti kondisinya.
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu.
Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya. Kajian tersebut
berfokus kepada manifestasi klinik keluhan utama, kejadian yang membuat
kondisi sekarang ini, riwayat kesehatann masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga, dan riwayat psikososial. Riwayat kesehatan dimulai dari biografi
pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem
pernapasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama gambaran kondisi
tempat kerja), dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi
tempat tinggal, serta apakah pasien tinggal sendirian atau dengan orang lain
yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang (discharge planning’s).
2. Keluhana Utama
Alasan mengapa pasien mencari pelayanan kesehatan karena mengalami suatu
keluahan yang dirasakan, tanda dan gejalan uatama pada penyakit pernapasan
adalah dyspnea, bauk, produksi sputum, nyeri dada, wheezing, sianosis.
Menifestasi klinik berhubungan dengan durasi dan keparahan pada
penyakit.Keluhan utama akan mentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul antara lain :
a) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tanyakan berapa lama pasien mengalami batuk dan
bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik atau
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan apakah batuk produktif
atau non produktif.

b) Peningkatan Produksi Sputum


Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk
atau bersihan tenggorokan. Percabangan trakheobronkial secara normal
memproduksi sekitar 3ons mukus setiap hari sebagai bagian dari
mekanisme pembersihan normal. Produksi sputum akibat batuk adalah
tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau, dan jumlah
dari sputum. Jika terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau
hijau, putih atau kelabu dan jernih. Pada keadaan edema paru-paru,
sputum berwarna merah muda karena mengandung darah dengan jumlah
yang banyak.
c) Dispnea
Dispnea merupakan suatu persepsi kesulitan bernapas/napas pendek dan
merupakan perasaan subjektif pasien.Perawat mengkaji tentang
kemampuan pasien saat melakukan aktivitas.
d) Hemoptisis
Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut saat batuk. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan
hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru-paru biasanya berwarna
merah terang karena darah dalam paru-paru distimulasi segera oleh
reflek batuk.
e) Chest Pain
Nyeri dada dapat berhubungan dengan dengan masalah jantung dan
paru-paru.Gambaran lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat
untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, kardiak dan
gastrointestinal.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Yang perlu ditanyakan perawat kepada pasien tentang riwayat penyakit
pernapasan adalah:
a) Riwayat merokok
Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru,
emfisemia, dan bronkitis kronis.Semua keadaan itu sangat jarang
menimpa. Anamnesis harus mencangkup usia mulainya merokok
secara rutin, rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari, dan usia
menghentikan kebiasaan merokok.
b) Pengobatan saat ini dan masa lalu
c) Alergi

Riwayat Kesehatan Keluarga


Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-
paru ada tiga hal yaitu:
a) Penyakit infeksi
Khususnya tuberkulosis paru ditularkan melalui satu orang ke
orang lain. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
b) Kelainan alergi
Contohnya asma bronkial
c) Pasien bronkitis kronis

3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi dapat juga memperlihatkan informasi penting tentang warna
kulit. Jari-jari yang mempunyai karateristik perubahan warna kuning
dengan aktivitas merokok. Hitam atau sedikit kebiruan pada kulit
mengindikasikan sianosis dan menunjukkan penurunan kadar oksigen
dalam darah (Jarvis, 2008). Ini penting untuk membedakan antara sianosis
sentral dan perifer. Sianosis sentral adalah hasil perpanjangan dari
hipoksia dan indikasi ketidakseimbangan perfusi ventilasi, dan
berimplikasi serius pada penyakit jantung atau paru. Sianosis sentral dapat
dikaji pada bibir, mukosa mulut, dan lidah (Mangione, 2008). Sianosis
perifer mengindikasikan vasokontriksi, yang mana respon fisiologi
terhadap lingkungan yang dingin atau respon patologi terhadap aliran
darah rendah pada perifer seperti syok kardiogenik.Komponen utama
inpeksi adalah pemeriksaan abnormalitas pernapasan, postur, otot
pernapasan dan pengkajian vena leher.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di
atas atau di bawah permukaan tubuh.Dada dipalpasi untuk mengevaluasi
kulit dan dinding dada.Palpasi dada dan medula spinalis adalah teknik
skrining umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti
inflamasi. Perlahan letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi pada
satu sisi trakhea dan jari-jari lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan
trakhea dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya sepanjang trakhea
sambil mempalpasi terhadap adanya massa krepitus, atau deviasi dari garis
tengah. Trakhea biasanya agak mudah digerakkan dan dengan cepat
kembali ke posisi garis tengah setelah digeser.Masa dada, goiter, atau
cedera dada akut dapat mengubah letak trakhea.
Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan
Anda.Abnor¬malitas yang ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki
selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi dengan inspeksi terutama
efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama
inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi
kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri
tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi
gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.
Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak,
dan tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada posterior klien
(bagian punggung). Ibu jari tangan pemeriksa saling berhadapan satu sama
lain pada kedua sisi tulang belakang, dan jari-jari lainnya menghadap ke
atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat klien menghirup napas
tangan pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri.
Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses penyakit pada region
tersebut.
Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang
menghasilkan vibrasi yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh).Vibrasi
ditransmisikan dari laring melalui jalan napas dan dapat dipalpasi pada
dinding dada.Intensitas vibrasi pada kedua sisi dibandingkan terhadap
simetrisnya.Vibrasi terkuat teraba di atas area yang terdapat konsolidasi
paru (mis. pneumonia). Penurunan fremitus taktil biasanya berkaitan
dengan abnormalitas yang menggerakkan paru lebih jauh dari dinding
dada, seperti efusi pleural dan pneumotoraks.
c. Perkusi
Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan
mengetuk dinding dada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara
iga menghasilkan berbagai bunyi yang digambarkan sesuai dengan sifat
akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau timpanik. Bunyi
resonan terdengar di atas jaringan paru normal. Bunyi hiperesonan
terdengar apabila ada peningkatan udara dalam paru-paru atau spasium
pleural. Bunyi akan ditemukan pada klien dengan emfisema dan
pneumotoraks. Bunyi pekak terjadi di atas jaringan paru yang padat,
seperti pada tumor atau konsolidasi jaringan paru. Bunyi ini biasanya
terdengar di atas jantung dan hepar.
Bunyi datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada jaringan yang
tidak mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas
lambung, usus besar. Perkusi dimulai pada apeks dan diteruskan sampai
ke dasar, beralih dari area posterior ke area lateral dan kemudian ke area
anterior. Dada posterior paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri
tegak dan tangan disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.
Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien
untuk menghirup napas dalam dan menahannya ketika Anda memperkusi
ke arah bawah bidang paru posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang
berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini dengan pena. Proses
ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini.Kaji
kedua sisi kanan dan kiri.Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6
cm, jarak lebih pendek ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada
pria. Tanda pada sebelah kiri akan sedikit lebih tinggi karena adanya
hepar.
Klien dengan kenaikan diafragma yang berhubungan dengan proses
patologis akan mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien
mempunyai penyakit pada lobus bawah (mis. konsolidasi atau cairan
pleural), akan terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan abnormalitas
lain, pemeriksaan diagnostik lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah
secara menyeluruh

d. Auskultasi
Auskultasi dada memerlukan pendengaran dan interpretasi pada suara
yang berasal dari thoraks dengan menggunakan stetoskop (Middleton,
2002). Menurut Rees (2003), ia menuliskan bel atau diafragma dari
stetoskop dapat digunakan saat melakukan auskultasi. Akan tetapi, pada
praktik klinis, diafragma normal digunakan pada suara nafas ketika bell
yang terbaik mendengarkan suara frekuensi lemah misalnya yang
dihasilkan jantung (Middleton, 2002). Pasien yang berventilasi diri
sebaiknya ditanyakan untuk bernafas dengan mulut terbuka dengan
peningkatan volume tidal dapat menyebabkan hipokapnia dan bunyi
pernapasan atas yang sering dibuat selama pernapasan hidung (Rees,
2003).
Pendekatan sistematis harus diikuti memberikan perbandingan sisi kiri dan
kanan dan praktisi sebaiknya mendengar melalui kedua inspirasi dan
ekspirasi (Cox, 2001). Suara nafas normal dibuat oleh arus udara pada
trakea dan jalan nafas besar. Mereka mendengar semua area dinding dada
melalui inspirasi dan ekspirasi (Middleton, 2002). Suara nafas normal
dinyatakan sebagai vesicular, bronkovesikular dan suara nafas bronkial
(Bickley, 2003)

4. Pemriksaan Diagnostik
Suatu cakupan luas pada studi diagnostik, mungkin akan dijalankan pada
pasien dengan kondisi pernapasan yaitu :
a. Tes fungis paru
Tes fungsi paru digunakan pada pasien dengan penyakit pernapasan.
Dilakukan untuk mengetahui fungsi pernapasan dan menentukan tingkat
gangguan. Tes seperti mengukur volume paru, fungsi ventilasi dan
mekanisme bernafas, difusi, dan pertukaran gas. Tes fungsi paru
digunakan dalam serangkaian yang diikuti pada pasien dengan penyakit
pernapasan yang timbul dan melihat respon pada terapi. Tes fungsi paru
digunakan sebagai tes screening pada industri yang berpotensial
berbahaya, seperti penambangan batu bara dan melibatkan paparan asbes
dan uap, debu, atau gas beracun lainnya. Tes fungsi paru digunakan pada
pemeriksaan pasien yang terjadwal pada pembedahan abminal atas dan
thoraks, dan pasien simptomatis dengan riwayat risiko tinggi
b. Tes gas darah arteri
Pengukuran pH darah dan tekanan oksigen dan karbon dioksida arteri
diperoleh ketika menangani pasien dengan masalah pernapasan dan
membutuhkan terapi oksigen. Tekanan oksigen arteri (PaO 2) menunjukkan
derajat oksigen dalam darah, dan tekanan karbon dioksida arteri (PaCO2)
menunjukkan adekuatnya ventilasi alveoli. Tes gas darah arteri membantu
dalam pemeriksaan kemampuan paru-paru dalam menyediakan oksigen
yang adekuat dan mengeluarkan karbon dioksida dan kemampuan ginjal
untuk mereabsorbsi atau ekresi ion-ion bikarbonat untuk menjaga pH
tubuh yang normal. Analisa gas darah serial juga indikator yang sensitif
pada paru yang telah rusak setelah trauma dada. Kadar gas darah arteri
diperoleh melalui tusukan arteri pada radial, brakial. atau arteri femoral
atau melalui indwelling arterial catheter.
c. Oksimetri denyut nadi
Oksimetri denyut nadi adalah metode non invasif yang berkelanjutan
untuk memantau saturasi oksigen pada hemoglobin (SpO 2 atau SaO2).
Walaupun oksimetri denyut nadi menggantikan pengukuran gas darah
arteri, ini merupakan alat yang efektif untuk memantau perubahan yang
tiba-tiba pada saturasi oksigen. Ini digunakan pada semua situasi dimana
pemantauan saturasi oksigen dibutuhkan, seperti rumah, klinik, situasi
pembedahan berjalan, dan rumah sakit. Pemeriksaan atau sensor yang
dipasang pada ujung jari, dahi, cuping telinga, atau ujung hidung. Sensor
akan mengenal perubahan pada kadar saturasi oksigen oleh pemantauan
sinyal lampu yang dibuat oleh oksimeter dan tercermin oleh denyut nadi
pada jaringan sensor. Nilai normal SpO2 adalah 95% sampai 100%. Nilai
yang lebih kecil dari 85 % menunjukkan bahwa jaringan tidak menerima
oksigen yang cukup, dan pasien membutuhkan penilaian lanjutan. Nilai
SpO2 yang didapat dengan oksimetri denyut nadi tidak dapat dipercaya
pada henti jantung dan syok, ketika celupan (misalnya methylene blue)
atau medikasi vasokontriksi yang telah digunakan, atau ketika pasien
mempunyai anemia berat atau kadar karbon dioksida yang tinggi
( Leeuwen, 2011).

d. Kultur
Kultur tenggorokan mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan organisme pada faringitis. Kultur tenggorokan mungkin
juga membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan adanya organisme
pada infeksi saluran pernapasan bawah. Apusan nasal juga mungkin
dilakukan pada tujuan yang sama.

e. Tes Sputum
Sputum yang diperoleh dianalisis untuk mengidentifikasi organisme
patogenik dan menentukan apakah sel malignant muncul. Ini juga
mungkin digunakan untuk menilai status hipersensitivitas (dimana ada
suatu peningkatan eosinophil). Pemeriksaan sputum periodic mungkin
dibutuhkan pada pasien saat menerima antibiotik, kortikosteroid, dan
medikasi immunosupresif dalam periode yang lama karena agen tersebut
dihubungkan dengan kemungkinan infeksi. Secara umum, kultur sputum
digunakan pada diagnosa, untuk sensitivitas obat, tes, dan untuk panduan
pengobatan.

f. Studi Imaging
Studi imaging, termasuk x-ray, computed tomography (CT) scan,
magnetic resonance imaging (MRI), studi kontras, dan radioisotope
diagnostic scan mungkin bagian dari banyak diagnostik, berkisar antara
suatu penentuandari infeksi yang luas dalam sinusitis sampai ke
pertumbuhan tumor pada kanker.
g. X-Ray dada
Jaringan paru normal adalah bersih/jernih; oleh karena itu, kepadatan
dibentuk oleh cairan, tumor, benda asing, dan kondisi patologis lainnya
yang dapat ditemukan dengan pemeriksaan x-ray. X-ray dada mungkin
mengungkapkan proses patologis pada paru-paru dalam ketiadaan gejala.
Rute x-ray dada terdiri dari dua tampilan---proyeksi posterioranterior dan
proyeksi lateral. X-ray dada biasanya diambil setelah inspirasi penuh
(nafas dalam) karena paru-paru akan tergambar dengan baik ketika paru-
paru terisi dengan udara. Juga, diafragma adalah tingkat terendah dan
ekspansi terbesar paru yang dapat dilihat. Jika diambil saat ekspirasi, film
x-ray mungkin menekankan sebaliknya, tidak kelihatan pneumothoraks
atau obstruksi atau obstruksi pada arteri utama.

h. Computed Tomography
CT adalah metode gambar yang mana paru-paru discan pada lapisan yang
berturut-turut oleh x-ray sinar sempit. Gambar yang dibuat memberikan
tampilan dada cross-sectional. Dimana x-ray dada menunjukkan kontras
utama antara kepadatan tubuh, seperti tulang, jaringan lunak, dan udara,
CT scan dapat membedakan kepadatan jaringan halus. CT mungkin
digunakan untuk menegaskan nodul paru dan tumor kecil berdekatan pada
permukaan pleura yang tidak terlihat pada x-ray dada dan menunjukkan
mediastinum abnormal dan hilar adenopathy, yang sulit digambarkan
dengan teknik lain. Agen kontras berguna ketika menilai mediastinum dan
isinya.

i. Magnetic Resonance Imaging


MRI sama dengan CT scan kecuali daerah magnetic dan sinyalm
radiofrekuensi yang digunakan daripada x-ray sinar sempit. Daerah MRI
lebih detail pada gambar diagnostic daripada CT scan. MRI digunakan
untuk menggolongkan nodul paru, stadium karsinoma bronkus, dan
menilai aktivitas inflamasi pada penyakit paru, emboli paru akut, dan
hipertensi paru trombolitik kronik (Kauczor, 2000)

j. Tes Fluroscopic
Fluroskopi digunakan untuk membantu pada prosedur invasif, seperti
biopsi jarum dada atau biopsi transbronkial, dilakukan untuk
mengidentifikasi lesi. Ini juga mungkin digunakan untuk tes pergerakan
dinding dada, mediastinum, jantung, dan diafragma, untuk menemukan
paralisis diafragma dan lokasi massa di paru.

k. Angiografi Paru
Angiografi paru sering digunakan untuk menyelidiki penyakit
tromboembolik pada paru, seperti emboli paru dan kongenital yang
abnormal pada vena paru. Ini melibatkan injeksi cepat pada agen
radiopaque ke dalam vascular paru-paru untuk tes radiografik pada
pembuluh vena.

Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup pasien
yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi.Beberapa
kondisi respiratori timbul akibat stres. Penyakit pernapasan kronis dapat
menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau ketidakmampuan.
Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat dapat mengkaji
reaksi pasien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluar.
Peran perawat sebagai koordinator yaitu mengarahkan tim kesehatan sesuai tugas dan
wewenang masing-masing. Dalam mengarahkan arahan didapatkan kategori yaitu
mengarahkan. Erawat sebagai koordinator mengarahkan dan merencanakan
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan dan bberkolaborasi dengan dokter. Hubungan
kolaborasi dalam dunia kesehatan melibatkan salah satunya profeis perawat dan
dokter sebagai faktor penentu yang sangat penting bagi kualitas proses keperawatan.

Kolaborasi Dengan Tim Kesehatan terdiri dari 3 kategori yang meliputi:

1. Keterlibatan tenaga kesehatan lain

Peran perawat untuk bekolaborasi dengan tenaga kesehatan lain


(collaborator) dalam penanganan pasien yaitu perawat membutuhkan
bantuan dari tenaga kesehatan lain sehingga dapat berkolaborasi dengan
tenaaga kesehatan lain. Pada kolaborasi dengan tim kesehatan di dapatkan
kategori keterlibatan tenaga kesehatan lain, waktu untuk berkolaborasi dan
wewenang masing-masing tim kesehatan. keterlibatan tenaga kesehatan
lain perawat berkolaborasi dengan tim kesehatan contohnya ahli gizi,
fisioterapi dan dokter.

2. Waktu untuk berkolaborasi

didapatkan hasil bahwa perawat berkolaborasi saat akan ada terapi yang
diberikan ke pasien. Pada saat pemberian terapi dan akan dilakukan
tindakan operatif di ruang ICU perawat harus berkolaborasi baik dengan
dokter, tenaga anestesi, farmasi agar tindakan berjalan lancar

3. Sedangkan untuk wewenang dari masing masing tim kesehatan didapatkan


hasil bawa perawat berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
karena untuk pemberian terapi bukan wewenang dari perawat. Pasal (1) ayat
(1) menyatakan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan
/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
(Undang-Undang RI No.36 Tahun 2014).

4.

Anda mungkin juga menyukai