Anda di halaman 1dari 18

EMERGENCY MEDICAL SERVICE SYSTEMS IN JAPAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

oleh
Kelompok 5/Kelas C-2016
Anindianti sukma 162310101133
Erwindyah Nur. W 162310101163
Sukma Ningrum 162310101194
Galuh Yulia A. P 162310101226
M. Rizqon Ni’amullah 162310101236
Muhammad Musyafa F.S 162310101242
Syinthia Purnama Asyura 162310101247
Dies Rut S. 162310101260

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah
mengenai “Emergency Medical Service systems in Japan” untuk memenuhi Tugas
Makalah Keperawatan Gawat Darurat ini tepat pada waktunya. Dalam pembuatan
makalah ini penulis menemukan beberapa kesulitan dan hambatan akan tetapi
berkat semangat dan arahan serta bimbingan dari berbagai pihak kami mampu
menyelesaikan tugas ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, Dosen penanggungjawab mata kuliah


Keperawatan Gawat Darurat Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep.

2. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan semangat serta dukungan pada
kami dalam menyelesesaikan makalah.

3. Teman-teman Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Jember, khususnya


kelas C angkatan 2016 tercinta.

Pemakalah mengakui bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu Pemakalah sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca, guna
untuk kesempurnaan tugas makalah ini agar bermanfaat bagi kami dan pembaca
pada umumnya.

Jember, 23 Maret 2019

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Prakata.....................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................3
1.4 Manfaat......................................................................................3
BAB 2. KONSEP SISTEM..................................................................... 4
2.1 Alur Koordinasi Sistem/SOP..................................................... 4
2.2 Sistem Informasi........................................................................ 5
2.3 Sistem Transportasi.................................................................... 8
BAB 3. PEMBAHASAN..........................................................................10
3.1 Kelebihan dan Kekurangan........................................................10
3.2 Penanganan yang dapat di adopsi ke Indonesia.........................11
BAB 4. PENUTUP .................................................................................13
4.1 Kesimpulan................................................................................13
4.2 Saran...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................15

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jepang merupakan sebuah negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-
pulau. Jepang memiliki julukan “Negara Matahari Terbit” atau “Negeri Sakura”.
Jepang merupakan negara industri terbesar ke 2 dunia setelah Amerika Serikat
dengan letak ibu kotanya di Tokyo. Jepang terletak disebelah timur benua Asia
dan tergabung dalam Negara Asia Timur. Secara astronomis, Jepang terletak pada
30º Lintang Utara hingga 47º Lintang Utara dan 128º Bujur Timur - 146º Bujur
Timur. Luas wilayah Jepang membentang seluas 377.643 km2 dari utara ke
selatan. Disebelah utara, Jepang berbatasan dengan pulau Salakin (Rusia), Siberia,
dan laut Okhotsk. Disebelah barat berbatasan dengan Korea, Cina, dan Laut
Jepang dan disebalah selatan, Jepang berbatasan langsung dengan Filiphina dan
laut cina sedangkan disebelah timur berbatasan dengan samudra pasifik. Secara
tampilan geologis, Jepang terletak tepat di pertemuan 2 lempeng bumi yaitu
lempeng Mediterania dan lempeng Pasifik. Hal inilah yang menjadikan Jepang
sangat dikenal dengan peristiwa gempa bumi. Selain itu, struktur tanah atau
pegunungan vulkanis di dasar samudra pasifik sering memicu gempa dasar laut
hingga dapat memunculkan gelombang Tsunami.
Wilayah Jepang sebagian besarnya berupa hutan dan area pegunungan
berapi yang beberapa masih aktif sampai sekarang. Hanya sekitar 29% dari
wilayah Jepang yang berupa daratan rendah, serat memiliki sungai-sungai kecil
namun memiliki arus deras. Letak geografis Jepang sendiri adalah dipesisir lautan
pasifik lebih tepatnya disebelah timur Benua Asia. Istilah dari kepulauan Jepang
merujuk pada 4 pulau besar dari utara ke selatan, yaitu Jokkaido, Honshu,
Shikoku, Kyushu, dan kepulauan Ryukyu yang berada di selatan Kyushu. Rta-rata
sekitar 70% hingga 80% wilayah Jepang terdiri dari pegunungan berhutan lebat
cocok untuk pertanian, industri dan juga pemukiman. Tetapi daerah yang curam

1
juga berbahaya untuk dihuni karena dapat beresiko tanah longsor. Jepang
termasuk salah satu negara berpenduduk terpadat di dunia.
Jumlah kematian lalu lintas di jalan terus mengalami peningkatan
mencapai 1, 35 juta pada tahun 2016 (WHO, 2018). Cidera akibat kecelakaan lalu
lintas saat ini menjadi penyebab utama kematian bagi anak-anak dan remaja
berusia 5-29 tahun karena sebagian besar telah mengabaikan keselamatan jalan.
Beban kecelakaan secara tidak proporsional ditanggung oleh pengguna jalan yang
tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2013
dan 2016 di negara berpenghasilan rendah tidak terdapat pengurangan jumlah
kematian lalu lintas, sementara itu beberapa pengurangan kematian terdapat di 48
negara yang berpenghasilan menengah dan tinggi. Namun, seiring
berkembangnya zaman hal tersebut dapat dicapai melalui pendekatan terintegrasi
yang mencakup penerapan dan penegakan langkah-langkah efektif seperti standar
keselamatan untuk jalan dan kendaraan dan adanya undang-undang untuk
mengurangi perilaku berisiko tinggi (WHO, 2018). Pemerintah telah membuat
undang-undang sebagai strategi penting untuk meningkatkan keselamatan jalan,
dimana undang-undang tersebut sudah di berlakukan di 149 negara. Sementara itu
masih terdapat negara yang kekurangan undang-undang secara tepat untuk
menangani risiko seperti ngebut, mengemudi sambil minum, penggunaan helm.
Di Indonesia sistem layanan medis darurat (EMS) masih belum
dikembangkan secara komprehensif. Sistem layanan medis darurat (EMS)
dikembangkan sesuai dengan keadaan serta kebutuhan di masing-masing negara.
Kementerian kesehatan di Indonesia baru-baru ini mengenalkan 119 sebagai
nomor darurat bagi masyarakat Indonesia untuk mengaktifkan respon ambulan
terhadap situasi medis atau dalam keadaan darurat. Di Indonesia tidak terdapat
pendidikan perawatan pra rumah sakit khusus untuk para perawat yang melayani
ambulan.
Transportasi darurat pra rumah sakit Jepang awalnya di kembangkan di
Yokohama pada tahun 1933 di bawah naungan layanan pemadam kebakaran
setempat. Tahun-tahun sebelum perang dunia II pemerintah Jepang menetapkan
perundang undangan otonomi yang memungkinkan pemerintah daerah

2
menyediakan pra- Rumah sakit. Pada pertengahan tahun 1960 mengalami
peningkatan angka kejadian kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Pada saat
undang-undang pertama hanya 214 kota menyediakan layanan transportasi pra
rumah sakit. Akan tetapi, pada tahun 1991 naik menjadi 3.066 yang mencakup
99,3 % dari populasi. Ketika sistem Emergency Medical Service (EMS) di Jepang
mulai berkembang, ruang lingkup perawatan darurat pra rumah sakit mengalami
banyak perubahan. Pada tahun 1966, 42% yang diangkut menggunakan ambulan
adalah pasien trauma dan pada tahun 2003 sebanyak 26,4% adalah pasien trauma
serta 58% menderita penyakit akut. Perawatan darurat untuk pasien penyakit akut
digambarkan sebagai tujuan utama emergency medical service (EMS).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Emergency Medical Service (EMS)?
b. Apa kekurangan dan kelebihan dari sistem Emergency Medical Service
(EMS) di Jepang?
c. Bagaimana alur penyelenggaraan sistem penanggulangan gawat darurat di
Jepang?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui Emergency Medical Service
b. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari penggunaan sistem Emergency
Medical Service di Jepang
c. Mengetahui bagaimana alur penyelenggaraan sistem penanggulangan
gawat darurat di Jepang

1.4 Manfaat
Untuk mengembangkan pengetahuan terkait dengan sistem penanggulangan
gawat darurat (SPDGT) yang ada di Jepang

3
BAB 2. KONSEP SISTEM

2.1 Alur Koordinasi Sistem/ SOP

Fasilitas darurat di jepang di klasifikasikan menjadi ke dalam tingkat


pelayanan untuk warga negara jepang yang menjalani rawat jalan. Fasilitas darurat
primer menyediakan fasilitas rawat jalan, fasilitas darurat sekunder menyediakan
fasilitas perawatan penyakit akut dan trauma, dan fasilitas darurat tersier, yang
disebut '' Pusat Darurat Hemat-Hidup, '' menyediakan perawatan total untuk sakit
kritis dan trauma parah pasien. Pusat Darurat Hemat-Hidup juga bertanggung
jawab menyediakan pendidikan dan pelatihan untuk tenaga medis, termasuk

4
ambulan. Warga dapat menghubungi 119 apabila menemui keadaan emergency.
Telepon yang dikirim akan diterima di pemadam kebakaran regional. Setelah
menghubungi 911, yang harus dilakukan adalah:

a. Beri tahu operator apakah Anda memanggil ambulans atau karena kebakaran.
b. Laporkan gejala atau kondisi cedera Anda, serta apa yang terjadi.
c. Jelaskan lokasi sedetail mungkin, dan beri mereka nama Anda. Jangan tutup
telepon sampai Anda yakin pengirim tahu alamat Anda. Jika perlu, cari
bantuan dari tetangga atau orang yang lewat.
d. Ketika mendengar sirene ambulans, pergilah menemui mereka.

Ambulan akan datang ketempat lokasi dan memberikan pelayanan fasilitas


darurat sekunder atau fasilitas darurat tersier. Apabila penelpon membutuhkan
fasilitas darurat tersier maka pemadam kebakaran akan mengirimkan helikopter
atau ambulan ke lokasi tujuan. Paramedis akan memilih rumah sakit berdasarkan
kondisi pasien dan lokasi mereka. Pasien tidak selalu dibawa ke rumah sakit yang
ingin dikunjungi. Rumah sakit darurat sering membutuhkan penutur bahasa
Jepang untuk membantu pendaftaran dan untuk membantu proses pembayaran.
Jika pembedahan atau masuk rumah sakit diperlukan setelah transportasi
ambulans, dokumen tambahan akan diperlukan.

2.2 Sistem Informasi


Layanan informasi medis darurat bertujuan untuk memanajemen sistem
EMS lokal secara tepat. Layanan ini dioperasikan oleh pemerintah prefektur dan
menyediakan informasi mengenai fasilitas medis regional melalui Internet.
Informasi ini tersedia untuk warga negara, dan juga petugas layanan kesehatan,
meskipun beberapa jenis informasi, khusus untuk sumber daya rumah sakit,
terbatas hanya untuk petugas layanan kesehatan. Jika terjadi bencana besar, sistem
ini dihubungkan dengan Sistem Informasi Bencana Nasional yang dioperasikan
oleh pemerintah pusat, dan digunakan sebagai alat penting untuk menyediakan
dan bertukar informasi seperti besarnya dampak bencana, kerusakan, dan sumber
daya rumah sakit yang tersedia.

5
Untuk memanggil ambulans di Jepang, nomor dadrurat yang harus
menghubungi adalah 119. Nomor ini akan terhubung ke pusat panggilan
pemadam kebakaran yang dapat mengirim ambulans dan responden lain yang
diperlukan. Nomor ini dapat dihubungi di mana saja di Jepang, karena tersedia
secara nasional.
Pada April 2011, Jepang menyebarkan perangkat tablet di setiap ambulans
di prefektur Saga dan memulai sistem jaringan informasi yang menghubungkan
perangkat-perangkat ini. Ini merupakan sistem informasi kesehatan darurat
prefektur Saga, yang disebut "99 Saga Net".

Dalam sistem ini, kru ambulans dapat mengoperasikan tablet terminal di


dalam ambulans mereka untuk mendapatkan informasi yang sebelumnya harus
dikumpulkan dengan menelepon sekitar beberapa institusi medis. Tiap pagi dan
sore hari, institusi medis menggunakan PC atau sejenisnya untuk memasukkan
informasi seperti ketersediaan dokter spesialis ke dalam sistem. Dengan
menggunakan perangkat tablet mereka, kru ambulans dapat mengakses informasi
ini untuk mengetahui jenis spesialis medis apa yang tersedia di setiap institusi
medis. Walaupun secara umum dimungkinkan untuk memastikan kemampuan

6
penerimaan institusi medis dalam area layanan ambulan sendiri, sistem ini
memungkinkan siapa pun untuk mendapatkan informasi tentang institusi medis
bahkan di luar area layanan ambulans dengan kemampuan setidaknya menyamai
ambulan veteran anggota kru.

Juga, setiap kru ambulans dapat menggunakan perangkat tabletnya untuk


mencatat rincian tentang pasien yang mereka bawa, seperti waktu perjalanan, di
mana pasien dibawa, dan sifat darurat medis mereka. Ini memungkinkan mereka
untuk memeriksa secara real time pada peta yang menunjukkan berapa banyak
ambulan telah diterima oleh masing-masing institusi medis, dan berapa banyak
yang telah ditolak.

7
Selain fungsi khusus semacam ini untuk digunakan oleh individu terkait
saat mengangkut pasien darurat, sistem ini juga menyediakan layanan kepada
penduduk setempat seperti layanan registrasi "my home" yang memungkinkan
mereka untuk mencari pelayanan medis di lingkungan mereka.

2.3 Sistem Transportasi


Ambulans pertama Jepang mulai beroperasi pada tahun 1931 di cabang
Osaka dari Palang Merah Jepang. Pemerintah daerah diberi mandat untuk mulai
menyediakan layanan kebakaran dan ambulans dengan revisi UU Layanan
Kebakaran pada tahun 1963. Jepang telah mengembangkan sistem canggih yang
mendukung ambulan udara, air, dan ambulan darat telah ditingkatkan untuk
memberikan dukungan kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1991, Undang-
Undang Teknisi yang Menyelamatkan Hidup Darurat mulai berlaku,
memungkinkan teknisi medis darurat untuk memberikan perawatan pra-rumah
sakit saat mengangkut pasien. Menurut FDMA, waktu rata-rata dari menelepon
119, nomor telepon darurat Jepang, hingga tiba di rumah sakit adalah sekitar 39
menit secara nasional pada tahun 2013, yaitu sekitar 10 menit lebih lama dari
satu dekade sebelumnya. Ini juga dilihat sebagai konsekuensi dari meningkatnya
panggilan ambulans. Selain itu, dokter juga dapat dikirim dengan kendaraan
reguler untuk tiba lebih cepat dan mulai memberikan perawatan.
Perawatan dan transportasi darurat pra-rumah sakit dengan ambulans di
Jepang adalah layanan yang disponsori pemerintah yang dijalankan melalui
Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran. Sistem di Jepang dianggap
terorganisir dengan baik dan sangat efektif dalam mengerahkan kendaraan
tanggap darurat dengan cepat (O'Malley, 443).
2 Menelepon 119 akan menghubungkan Anda ke pusat panggilan pemadam
kebakaran yang akan mengirim ambulans terdekat yang tersedia dan
responden darurat lainnya jika diperlukan.
3 Hubungi 7119 di Tokyo untuk berbicara dengan Pusat Konsultasi Telepon
Darurat jika masalah medis Anda berada di ambang batas - yaitu, tidak
cukup serius untuk memanggil ambulans, tetapi memerlukan konsultasi

8
tanpa pergi ke rumah sakit. # 7119 adalah saluran saran telepon yang
dikelola perawat 24 jam, yang bertujuan untuk merujuk penelepon ke
layanan yang paling tepat, atau untuk memberi mereka nasihat tentang
cara merawat kondisi mereka.” (Morimura , 2011)
4 Jika terdapat bencana dan keadaan darurat yang lain, dapat menghubungi
171, yang dijalankan oleh Sistem Informasi Bencana Nasional yang
dioperasikan oleh pemerintah nasional untuk memberikan / bertukar info
tentang dampak / kerusakan bencana dan sumber daya rumah sakit yang
tersedia.
5 Mobil Dokter dikelola oleh Spesialis Darurat Bersertifikat, dokter muda
dilatih untuk menjadi CES, RN dengan pengalaman perawatan kritis, dan
terkadang oleh paramedis. Dokter yang mengelola mobil dokter
melakukan berbagai intervensi di tempat terjadinya situasi darurat"
6 Tanggap darurat dan transportasi disediakan oleh ambulans konvensional
di Jepang. Kadang-kadang brigade pemadam kebakaran akan membantu
petugas ambulans; dokter juga dapat dikirim dengan kendaraan reguler
untuk tiba lebih cepat dan mulai memberikan perawatan sambil menunggu
ambulans tiba.
7 Mengenai distribusi ambulans di Jepang:
 Daerah dengan populasi <150.000 disediakan satu ambulans per
50.000 orang
 Daerah dengan populasi> 150.000 disediakan tiga ambulans plus
satu ambulans tambahan untuk setiap 70.000 orang
8 Rumah sakit dikategorikan di Jepang untuk memungkinkan “personel
EMS dengan cepat mengangkut pasien ke fasilitas medis yang sesuai.
diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan berdasarkan sumber daya,
administrasi, staf, dan pendidikan. ”(Tanigawa, 368-9)
 Fasilitas Darurat Utama Pasien berjalan
 Fasilitas Darurat Sekunder Penyakit akut dan trauma
 Fasilitas Darurat Tersier (“Pusat Darurat Menyelamatkan Nyawa”)

9
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan

 Saat menerima panggilan darurat, ambulans terdekat yang tersedia dikirim


ke tempat kejadian. Ambulans juga menyediakan transportasi antar rumah
sakit layanan ketika perawatan lebih lanjut untuk pasien dibutuhkan
 Semua biaya ditanggung oleh pemerintah daerah melalui pendapatan pajak
dan tidak ada biaya kepada pasien untuk perawatan dan / atau transportasi.
 Helikopter pemadam kebakaran dan penyelamatan digunakan untuk
menyediakan layanan transportasi udara jika terjadi kendala jalur darat.
 Jika terjadi bencana besar, sistem ini dihubungkan dengan Sistem
Informasi Bencana Nasional yang dioperasikan oleh pemerintah pusat
 ELST adalah anggota kru ambulans yang memilikinya menyelesaikan
kursus Pelatihan Standar Nasional untuk ELST, atau yang setara, dan lulus
nasional ujian sertifikasi. ELST dilatih untuk semuanya aspek BLS dan
beberapa prosedur ALS yang relevan untuk perawatan darurat pra-rumah
sakit.

Kekurangan
 Kekurangan SPGDT di Jepang yaitu kurangnya ambulans yang
menyebabkan waktu kedatangan dan respon kurang cepat karena
terjadinya peningkatan volume panggilan darurat baru-baru ini. Tercatat
jumlah pengiriman ambulans di Jepang adalah 5,03 juta. Jumlah orang
yang diangkut rata-rata setiap harinuya dengan ambulans adalah 13.741.
Ini berarti tim ambulan dikirim setiap 6,3 detik. Jumlah orang yang
diangkut dengan ambulans sekitar 4,74 juta, artinya 1 dari 27 individu
dipindahkan ke sebuah rumah sakit dengan ambulans. Periode waktu

10
untuk ambulans untuk tiba di situs dari panggilan awal adalah sekitar 6,4
menit. Sehingga waktu kedatangan atau respon diharapkan meningkat.
3.2 PENANGANAN YANG DAPAT DIADOPSI DARI JEPANG KE
INDONESIA

Belum semua wilayah di Indonesia menerapkan Sistem Penanggulangan


Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang optimal. Ada sejumlah hal yang
menyebabkan penerapan SPGDT belum maksimal. Hal itu antara lain belum
memadainya jumlah tempat tidur di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Imbasnya,
kerap terjadi pasien rujukan gawat darurat dirawat di ruangan biasa lantaran
tempat di IGD penuh. Masalah lain adalah, keterbatasan alat dan jumlah tenaga
medis berkompeten dengan bidang kegawatdaruratan. Selain itu, belum semua
RS terkoneksi dengan jaringan hotline gawat darurat 119. Imbasnya pasien
menjadi terlambat mendapat pertolongan secepatnya karena dibawa ke sana
kemari lantaran antar-RS belum memiliki sistem jaringan komunikasi yang baik.

Berbeda dengan Jepang, dalam system layanan medis darurat di Jepang, unit
ambulans biasanya terdiri dari kendaraan dan tidak kurang dari tiga teknisi medis
darurat (personel EMS). Jangka waktu yang diperlukan untuk ambulans untuk tiba
di lokasi adalah sekitar 6 menit. Sebagian besar rumah sakit memiliki 10 hingga
30 tempat tidur ICU dan rentang staf mulai dari beberapa dokter hingga lebih dari
30 dokter per pusat; namun fokus tetap pada perawatan luka bakar dan trauma
kecelakaan lalu lintas sebagai layanan paling bergengsi.

Berdasarkan hal tersebut, sistem layanan di Jepang yang dapat diadopsi di


Indonesia diantaranya adalah

 Personel EMS (Emergency Medical Service) yang terlatih sehingga dapat


meningkatkan keselamatan pasien dan mencegah cidera atau kematian
 Layanan telepon darurat 119 di setiap rumah sakit sehingga akan
mempercepat jangka waktu pertolongan

11
 Peningkatan pelayanan alat, tenaga medis, dan tempat tidur yang memadai
di setiap rumah sakit sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam
penanganan pasien khususnya pasien gawat darurat.

12
BAB 4. PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan

Penerapan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat di Jepang memiliki


kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihannya yaitu saat menerima panggilan
darurat, ambulans terdekat yang tersedia dikirim ke tempat kejadian. Ambulans
juga menyediakan transportasi antar rumah sakit layanan ketika perawatan lebih
lanjut untuk pasien dibutuhkan. ELST adalah anggota kru ambulans yang
memilikinya menyelesaikan kursus Pelatihan Standar Nasional untuk ELST, atau
yang setara, dan lulus nasional ujian sertifikasi. ELST dilatih untuk semuanya
aspek BLS dan beberapa prosedur ALS yang relevan untuk perawatan darurat pra-
rumah sakit. Dan kekurangan SPGDT di Jepang yaitu kurangnya ambulans yang
menyebabkan waktu kedatangan dan respon kurang cepat karena terjadinya
peningkatan volume panggilan darurat baru-baru ini.

Tercatat jumlah pengiriman ambulans di Jepang adalah 5,03 juta. Jumlah


orang yang diangkut rata-rata setiap harinuya dengan ambulans adalah 13.741. Ini
berarti tim ambulan dikirim setiap 6,3 detik. Jumlah orang yang diangkut dengan
ambulans sekitar 4,74 juta, artinya 1 dari 27 individu dipindahkan ke sebuah
rumah sakit dengan ambulans. Periode waktu untuk ambulans untuk tiba di situs
dari panggilan awal adalah sekitar 6,4 menit. Sehingga waktu kedatangan atau
respon diharapkan meningkat.. Sistem layanan SPGDT di Jepang yang dapat
diadopsi di Indonesia diantaranya yaitu :

1. Personel EMS (Emergency Medical Service) yang terlatih sehingga dapat


meningkatkan keselamatan pasien dan mencegah cidera atau kematian.
2. Layanan telepon darurat 119 di setiap rumah sakit sehingga akan
mempercepat jangka waktu pertolongan
3. Peningkatan pelayanan alat, tenaga medis, dan tempat tidur yang memadai di
setiap rumah sakit sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam penanganan
pasien khususnya pasien gawat darurat.

13
4.2 Saran

Perlunya wilayah di Indonesia menerapkan Sistem Penanggulangan Gawat


Darurat Terpadu (SPGDT) yang optimal seperti yang ada di Jepang. Dengan
penerapan SPGDT yang optimal seperti yang ada di Jepang dapat meningkatkan
keselamatan pasien dan mencegah cidera atau kematian. Selain itu pentingnya
juga peningkatan pelayanan alat, tenaga medis, dan tempat tidur yang memadai di
setiap rumah sakit dapat meningkatkan kualitas dalam penanganan pasien
khususnya pasien gawat darurat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Boyle, M., Wallis, J dan Suryanto. 2016. Time to Improve Pre-Hospital Care in
Developing Countries. Australasian Journal of Paramedicine. 13 (3): 1-2.

Nazarow, Emin. 2011. Emergency Response Management in Japan. Asian


Disaster Reduction Center : Republic of Azerbaijan.

Tanigawa, K. K. Tanaka. 2006. Emergency Medical Service Systems In Japan:


Past, Present, And Future. Resuscitation. 6(9): 365-370.

WHO. 2018. Global Status Report on Road Safety 2018. WHO: Swizerland.

15

Anda mungkin juga menyukai