Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PEMBELAJARAN DARING

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

OLEH:

Syinthia Purnama Asyura, S.Kep

NIM 202311101127

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PEMBELAJARAN DARING

Laporan Pembelajaran Daring Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP) pada Program
Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember yang
disusun oleh :

Nama : Syinthia Purnama Asyura, S.Kep

NIM : 202311101127

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada :

Hari : Sabtu

Tanggal : 20 Maret 2021

Jember, 20 Maret 2021

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Mahasiswa,

Ns. Dicky Endrian Kurniawan, M.Kep Syinthia Purnama Asyura, S.Kep


NRP.760016846 NIM 202311101127

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN
TIDUR

OLEH :
Syinthia Purnama Asyura, S.Kep
NIM 202311101127

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
A. Definisi Kebutuhan Istirahat dan Tidur

Kebutuhan tidur merupakan suatu kebutuhan yang dibutuhkan oleh


semua orang sama halnya dengan kebutuhan primer seperti sandang, pangan,
dan papan. Untuk dapat berfungsi secara normal, maka setiap orang
memerlukan keburuhan istirahat tidur yang cukup. Pada kondisi istirahat,
tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh
hingga berada pada kondisi yang optimal (Damayanti dkk., 2014)
Tiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda dalam memberikan
kebutuhan dasarnya untuk istirahat dan tidur. Istirahat bukan berarti tidak ada
aktivitas yang dilakukan, seperti sedang duduk dikursi dengan membaca
koran atau buku, atau sedang berbaring di tempat tidur, masih dapat dikatakan
sebagai istirahat. Istirahat merupakan keadaan rileks tanpa tekanan emosional
bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi kondisi yang butuh
ketengangan. Istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah
dengan bersantai untuk menyegarkan diri atau melepaskan diri dari segala
yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan (Wolla, 2019).
Istirahat adalah cara untuk menenangkan diri dari kepenatan selama
beraktivitas seharian, tidur juga merupakan fenomena alami yang
dikategorikan sebagai kurangnya atau hilangnya kesadaran, kinerja otot, dan
aktivitas sensori dengan demikian tidur sangat bagus untuk peremajaan
berbagai sistem tubuh kita seperti muskuloskeletal dan saraf (Damayanti dkk.,
2014).
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup seseorang
akan mendapatkan tenaga yang hilang pulih kembali (Potter dan Perry, 2012).
Tidur juga dapat didefinisikan sebagai keadaan istirahat yang terjadi dalam
suatu waktu tertetu, berkurangnya kesadaran membantu dalam pemulihan
energi. Tidur juga disebut sebagai fenomena dimana terdapat suatu perode
tidak sadar yang disertai perilaku fisik, psikis yang berbeda dengan keadaan
terjaga (Andani, 2017)
Gangguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umumnya
menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah
insomnia yaitu gerakan abnormla atau sensasi tidur atau ketika terbangun di
malam hari. Setiap penyakit yang menyebabkan rasa sakit dan ketidak
nyamanan fisik, atau masakah dengan suasana hati, seperti kecemasan atau
depresi, sering menyebabkan gangguan tidur (Potter dan Perry, 2010).

B. Review Anatomi Fisiologi


Otak adalah salah satu organ yang paling penting dari dalam tubuh
manusia yang berfungsi sebagai pengendali semua kegiatan dan aktivitas
tubuh. Otak tersusun dari jaringan dan milyaran sel saraf yang terkoneksi.

a. Otak Besar (Serebrum)


Otak Besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental,
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua
kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak. Pada bagian korteks
serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area
sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur
gerakan sadar atau merespon rangsangan. Serebrum terbagi atas beberapa
lobus seperti :
a. Lobus frontalis terletak didepan berdampingan dengan
hipotalamus. Berfungsi sebagai pusat intelektual seperti
kemampuan untuk berfikir nalar, pengontrolan emosi,
pengendalian gerakan otot, kreativitas manusia, mengatur
gerakan sadar, perilaku social dan berbicara.
b. Lobus Parietalis
Lobus parietalis terletak dibelakang antara thalamus dan lobus
frontalis. Lobus ini berfungsi sebagai penerima radar dingin,
panas, tekanan dan sentuhan. Apabila seseorang mereasa
dingin atau panas maka lobus inilah yang akan memberikan
sinyal kepada system saraf dan organ lain untuk segera
memberikan respon dan tindakan.
c. Lobus Oksipitalis
Lobus ini terletak dibelakang dekat dengan thalamus. Lobus ini
berfungsi sebagai pusat inti pengendali penglihatan.
Ketidaknormalan dalam penglihatan bisa jadi salah satu
penyebabnya adalah kerusakan dari lobus oksipitalis ini.
d. Lobus Temporalis
Lobus ini terletak tepat dibawah hipotalamus. Lobus ini
berfungsi sebagai pusat pendengaran. Semua yang berhasil
masuk ke dalam organ pendengaran kemudian akan diproses
melalui lobus temporalis ini.
b. Otak Tengah
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak
tengah terdapat talamus dan kelenjar hiposis yang mengatur kerja kelenjar-
kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus
yang mengatur re eks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.
c. Otak Kecil (Serebelum)
Otak belakang atau cerebellum ini memiliki peran sebagai coordinator untuk
keseimbangan tonus, otot, mengendalikan kontraksi otot volunteer secara
maksimal. Terletak di bagian belakang kepala dekat dengan ujung leher
bagian atas.
d. Jembatan varol (pons varolii)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian
kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang.
e. Sumsum sambung (medula oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula
spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mengatur gerak re eks
siologi, seperti detak jantung, tekanan darah, volume, dan kecepatan respirasi,
gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum
sambung juga mengatur gerak refleks yang lain, seperti bersin, batuk, dan
berkedip.
f. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight
(lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian,
yaitu:
a. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan
Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
tubuh dan pendengaran.
b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya.
Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah
kita terjaga atau tertidur.
g. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak
ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan
otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan
perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus,
rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori
jangka panjang.

C. Epidemiologi
Menurut PPDGJ III gangguan tidur secara garis besar menjadi dua
yaitu Dissomnia dan Parasomnia. Dissomnia adalah suatu kondisi psikogenik
dengan ciri gangguan utama pada jumlah, kualitas, atau waktu tidur yang
terkait faktor emosional. Insomnia, hipersonia dan gangguan jadwal tidur
termasuk dalam golongan ini. Parasonia merupakan priistiwa episodik
abnormal yang terjadii pada masa tidur.
Penelitian yang dilakukan (Damayanti dkk., 2014) menyebutkan
bahwa sebanyak 20 orang yang mengaku terganggu tidur dan sebanyak 6
orang mengaku tidak terganggu tidurnya. Sementara pada penelitian yang
dilakukan oleh (Andani, 2017) terdapat 41 orang yang tidak terpenuhi
kebutuhan tidurnya sebanyak 27 orang, yang terpenuhi kebutuhan tidurnyaa
dari total 68 responden. Penelitian lain menyebutkan bahwa sebanyak 50
orang mengaku kurang tidur dan mengalami insomnia. Keluhan gangguan
tidur sebenarnya dapat terjadi pada berbagai usia tetapi, seperti halnya
prevalensi insomnia sendiri cenderung makin meningkat pada lansia, hal ini
juga berhubungan dengan bertambahnya usia dan adanya berbagai penyebab
lainnya. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 5886 lansia berusia 65
tahun ke atas, didapatkan bahwa lebih dari 70% lansia diantaranya mengalami
insomnia (Bestari, 2013). Penelitian Ohida dkk terhadap siswa SLTP dan
SMU menunjukkan prevalensi gangguan tidur yang bervariasi mulai dari
15,3% hingga 39,2%, bergantung pada jenis gangguan tidur yang dialami
(Haryono dkk., 2016)
D. Etiologi
Etiologi gangguan tidur (Kasiati dan Rosmalawati, 2016) :
1. Penyakit :
Seseorang yang mengalami sakit perlu waktu lebih banyak dari
normal namun demikian keadaan sakit menjdaikan pasien kurang
tidur arau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien gangguan
pernapasan seperti asma, bronchitis, penyakit persarafan.
2. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman
kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
3. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan keinginan
untuk tetap bangun dan waspada menahan ngantuk
4. Kelelahan
Apabila mengalami kelelahan dapat memperpendek periode pertama
dari tahap REM
5. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga menggangu tidurnya.
6. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal seseorang yang tahan minum
alkohol dapat mengakibatkan Insomnia
7. Obat-obatan
8. Stres Psikologi
Kondisi psikologi dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan
jiwa, hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah
psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur,
9. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat
proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses
tidur kerena adanya Tryptophan yang merupakan Asam Amino dari
protein yang dicerna demikian sebaliknya kebutuhan Gizi yang
kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur.

Menurut buku Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Indonesia


(SDKI dkk., 2017) penyebab yang dapat menggangu kebutuhan istirahat dan
tidur yaitu terdapat di dalam diagnosa keperawatan gangguan pola tidur
diantaranya :

a. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu


lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
b. Kurang kontrol tidur
c. Kurang privasi
d. Restraint fisik
e. Ketiadaan teman tidur
f. Tidak familiar dengan peralatan tidur

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala(Wolla, 2019)
1. Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2. Perubahan mood
3. Mengantuk sepanjang hari
4. Mata merah, cekung dan terdapat lingkaran hitam

F. Patofisiologi dan Web of Causation


Fisisologi tidur merupakan pengaturan tidur yang melibatkan hubungan
mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat
otal untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh
sistem pengaktivasi retikularis dimana sistem tersebut mengatur seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan
tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon
dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam reticular activating
sistem (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu,
RAS yang dapat memberikan rangsangan visual. Pendengaran, nyeri, dan
peradaban juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk
rangsangan emosi dan proses pikir. Saat tidur, terdapat pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah yaitu
bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan saat bangun bergantung
pada keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbic.
Maka sistem batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur
adalah RAS dan BSR. Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan
proses fisiologis yaitu :
1. Penurunan tekanan darah dan denyut nadi
2. Dilatasi pembuluh darah perifer
3. Terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal
4. Relaksasi otot-otot rangka
Web of Causation

Faktor psikologis Faktor Lingkungan Faktor Fisiologis

Merangsang Sistem Merangsang Sensori Merangsang korteks


perifer untuk serebral untuk
Limbik untuk
meningkatkan meningkatkan
meningkatkan
pengeluaran serotonin pengeluaran seroton
pengeluaran katekolamin

Merangsang Sistem Aktivasi Retikuler


(SAR) untuk menurunkan pengeluaran
serotonin

Keletihan saat bangun, bangun


3kali/lebih dimalam hari,
ketidakpuasan tidur, perubahan mood,
total waktu tidur berkurang, mata
merah, cekung dan terdapat lingkaran
hitam serta keluhan verbal lainnya

Gangguan Pola Keletihan Gangguan Rasa


Tidur Nyaman
G. Penalaksanaan Medis
a. Terapi Farmakologis

Penggunaan obat-obatan untuk penatalaksanaan gangguan tidur sangat


banyak digunakan. Ada banyak jenis obat yang dapat digunakan yang
berhubungan dengan insomnia. Stimulan sistem saraf pusat seperti amfetamin,
nikotin, terbutalin, teofilin, dan pemolin, yang harus digunakan secara terpisah
dibawah pengawaasan medis. Selain itu obat antidepresan seperti alkohol,
barbiturat, antidepresan trisiklik (amitripitilin, imipramin, doksepin, dan
triazolam) dapat menyebabkan insomnia dan harus diatur dengan cermat
(Potter dan Perry, 2012)

Farmakologis Agens Antiinsomnia :


a. Alprazolam (xanax) DO 0,25-0,5mg 3x sehari  15-60 menit
b. Oksazepam (serax&zapex) DO 10-30mg 3-4x sehari  45-90 menit
c. Lorazepam (ativan&Apo-lorazepam) DO 1-4mg menjelang tidur  15-60
menit
d. Diazepam (valium) DO 5-10mg menjelang tidur 15-45 menit
e. Flurazepam (dalmane&apoflurazepam) DO15-30mg menjelang tidur  15-
45 menit
f. Temazepam (restoril) DO 15-30 mg menjelang tidur  25-27 menit
g. Triazolam (halcion) DO 0,125-0,25 mg  15-30 menit
h. Zolpidem (ambien) DO 10-20mg 15-45 menit
b. Terapi Non Farmakologis
1. Terapi Sleep hygiene

Terapi ini digunakan dengan membina kebiasaan yang konsisten


mencakup aktivitas waktu tenang sebelum tidur sebagai pendekatan awal
untuk mengatasi insomnia dan kesulitan tidur lainnya dan secara umum dapat
digambarkan sebagai promosi perilaku untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas tidur yang diperoleh seorang individu setiap malam. Sleep hygiene
mengacu pada sekumpulan daftar hal-hal yang dapat dilakukan untuk
memfasilitasi mulainya tidur dan mempertahankannya. Daftar ini berisi
beberapa komponen yang meningkatkan kecenderungan alami untuk tidur dan
mengurangi hal yang mengganggu tidur (Ahsan dkk., 2015)

2. Cognitive Behavior Therapy (CBT)


CBT adalah metode terapi yang dikembangkan oleh Aaron Beck yang
bertujuan untuk mengubah distorsi kognitif untuk menghasilkan satu perilaku
baru yang lebih adaptif. CBT dianggap efektif menangani insomnia karena
dalam intervensinya CBT merupakan gabungan dari terapi secara kognitif dan
perilaku yang mana penanganan insomnia kronis memerlukan intervensi
secara langsung untuk memperbaiki perilaku, pola pikir yang salah, dan
hubungan antarkeduanya yang memperparah kondisi penderita (Hapsari dan
Kurniawan, 2019).

3. Relaxation Training

Teknik relaksasi bisa efektif dalam mengurangi hyperarousal fisiologis


pada pasien. Latihan relaksasi melibatkan latihan teknik relaksasi pada siang
hari, sebelum tidur, dan juga di tengah malam, jika pasien tidak dapat tidur
kembali. Ada sedikit bukti yang menunjukkan efektivitas yang berbeda dari
berbagai teknik relaksasi. Teknik relaksasi umum termasuk relaksasi otot
progresif, yang melibatkan pengencangan dan relaksasi berbagai kelompok
otot di tubuh secara bergantian; teknik pernapasan dalam, yang melibatkan
diafragma pernafasan; pemindaian tubuh, yang melibatkan pemfokusan pada
urutan bagian tubuh yang menutupi seluruh tubuh; dan pelatihan autogeni,
yang melibatkan visualisasi pemandangan damai dan pengulangan frasa
autogenik untuk memperdalam respons relaksasi.
4. Terapi tawa (laughter therapy)
Dapat menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam darah.
Sekresi ACTH yang menurun akan merangsang peningkatan produksi
serotonin dan endorfin otak yang mengakibatkan perasaan yang nyaman,
rileks, dan senang (Erfrandau dan Widayati, 2017)
5. Stimulus Control
Tujuan utama pengendalian stimulus adalah untuk mengurangi waktu
terjaga di tempat tidur serta mengobati insomnia saat hendak tidur. Pedoman
yang dibahas bersama Pasien termasuk sebagai berikut: hanya pergi tidur
ketika ngantuk, menggunakan tempat tidur dan kamar tidur hanya untuk tidur
dan aktivitas seksual, meninggalkan tempat tidur dan kamar tidur jika tidak
mampu tertidur selama lebih dari 15 hingga 20 menit, dan kembali saja saat
mengantuk; dan, menjaga waktu bangun tetap di pagi setiap hari, yang akan
membantu pasien memperoleh ritme tidur dan bangun yang konsisten.

H. Pentalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian Terfokus
1. Riwayat tidur
- Pola tidur, seperti jam berapa klien tidur, jam berapa biasa bangun
tidur, dan keteraturan pola tidur klien;
- Kebiasan menjelang tidur
- Gangguan yang dialami dan cara mengatasinya
- Kebiasaan tidur siang
- Lingkungan tdiur klien
- Peristiwa yang baru dialami klien. Dan yang menyebabkan
mengalami gangguan tidur
- Status emosi dan mnetal klien. Apakah kllien mengalami stres
emosional atau ansietas
2. Perilaku deprivasi tidur yaitu menifestasi fisik dan perilakuk yang
timbul sebagai akibat gangguan istirahat tidur seperti penampilan
wajah apakah terdapat area gelap atau bengkak, perilaku yang terkait
dengan gangguan istirahat tidur misalnya apakah klien mudah
tersinggung, kurang konsentrasi, sering menguap, kelelhan misalnya
klien tampak lelah, letih atau lesu.
3. Gejala klinis
Gejala klinis yang sering muncul seperti perasaan lelah, gelisah,
emosi, adanya kehitaman didaerah sekitar mata.
4. Penyimpangan tidur
Kaji penyimpangan tdiru seperti insomnia, somnambulisme, enureisi,
narkolepsi, night terrors, mendengkur dan lain-lain.
b. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
- D.0055 Gangguan Pola Tidur
Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas tidur waktu tidur akibat
faktor eksternal
Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan d.d mengeluhkan
sulit tidur
- D.0057 Keletihan
Definisi : penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak
pulih dengan istirahat
Keletihan b.d gangguan tidur d.d mengeluhkan lelah
- D.0074 Gangguan Rasa Nyaman
Definisi : perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial
Gangguan rasa nyaman b.d kurang pengendaluan lingkungan d.d
mengeluh tidak nyaman
c. Perencanaan / Nursing Care Plan

No Diagnosa Luaran Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. (D.0055) Tujuan: Dukungan Tidur (I.09265,
Gangguan
Setelah dilakukan intervensi h:48)
Pola Tidur
keperawatan selama ......jam, Obeservasi:
maka pola tidur meningkat 1. Identifikasi pola aktivitas
dengan kriteria hasil: tidur
1. Keluhan sulit tidur
2. Identifikasi faktor
menurun
pengganggu tidur
2. Keluhan sering terjaga
3. Identifikasi makanan dan
menurun
minuman yang
3. Keluhan tidak puas tidur mengganggu tidur
menurun
4. Identifikasi obat tidur yang
4. Keluhan pola tidur dikonsumsi
berubah meningkat
Terapeutik:
5. Keluhan istirahat tidak 5. Modifikasi lingkungan
cukup menurun
6. Batasi waktu tidur siang

7. Fasilitasi menghilangkan
stres

8. Tetapkan jadwal rutin tidur

9. Lekukan prosedur untuk


meningkatkan kenyamanan
Edukasi:
8. Jelaskan pentingnya tidur
cukup

9. Anjurkan menpati
kebiasaan waktu tidur

10. Anjurkan menghindari


makanan atau minuman
yang mengganggu tidur

11. Ajarkan relaksasi otot


autogenik atau cara
nonfarmakologinlainnya

Terapi Musik
( I.08250, h:430)
Observasi:
1. Identifikasi perubahan
perilaku atau fisiologis
yang akan dicapai

2. Identifikasi minat terhadap


musik

3. Identifikasi musik yang


disukai

Terapeutik:
4. Pilih musik yang disukai

5. Posisikan dalam posisi


yang nyaman

6. Ataur volume suara yang


sesuai

7. Berikan terapi musik yang


sesuai indikasi

8. Hindari pemberian terapi


musik yang lama

Terapi Relaksasi Otot


Progresif (I.05187, h:437)
Observasi:
1. Identifikasi tempat yang
tenang dan nyaman

2. Monitor secara berkala


untuk memastikan otot
rileks

3. Monitor adanya indikator


tidak rileks

Terapeutik:
4. Atur lingkungan agar tidak
ada gangguan saat terapi

5. Berikan posisi bersandar


pada kursi atau tempat lain
yang nyaman

6. Hentikan sesi relaksasi


secara bertahap

7. Beri waktu
mengungkapkan perasaan
tentang terapi

Edukasi :
8. Anjurkan memakai
pakaian yang nyaman dan
tidak sempit

9. Anjurkan relaksasi otot


rahang

10. Anjurkan fokus pada


sensasi otot yang relaks

11. Annjurkan bernafas dalam


dan perlahan

2. (D.0057) Tujuan: Dukungan Tidur (I.09265,


Keletihan Setelah dilakukan intervensi h:48)
keperawatan selama ..... jam, Observasi:
maka tingkat keletihan 1. Identifikasi pola
menurun dengan kriteria hasil: aktivitas tidur
1. Verbalisasi kepulihan
2. Identifikasi faktor
energi meningkat
pengganggu tidur
2. Tenaga meningkat
3. Identifikasi makanan
3. Kemampuan melakukan dan minuman yang
aktivitas ruton meningkta mengganggu tidur
4. Verbalisasi lelah 4. Identifikasi obat tidur
menurun yang dikonsumsi

5. Gelisah menurun Terapeutik:


5. Modifikasi lingkungan
6. Pola istirahat meningkat
6. Batasi waktu tidur siang

7. Fasilitasi
menghilangkan stres
seelum tidur

8. Fasilitasi
menghilangkan stres
sebelum tidur

9. Tetapkan jadwal rutin


tidur

10. Lakukan prosedur untuk


meningkatkan
kenyamanan

Edukasi:
11. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit

12. Anjurkan menepati


kebiasaan waktu tidur

13. Ajarkan relaksasi otot


autogenik atau cara
terapi nonfarmakologi
3. (D.0074) Tujuan: Terapi Relaksasi (I.09326,
Gangguan Setelah dilakukan intervensi h:436)
Rasa keperawatan selama .... jam, Observasi:
Nyaman maka status kenyamanan 1. Identifikasi penurunan
meningkat dengan kriteria tingkat energi,
hasil: ketidkmampuan
1. Kesejahteraan fisik berkonsentrasi, atau gejala
meningkat lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
2. Keluhan tidsk nyaman
menurun 2. Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
3. Keluhan sulit tidur
efektif digunakan
menurun
3. Monitor respon terhadap
4. Lelah menurun
terapi relaksasi
5. Pola tidur membaik
Terapeutik:
4. Ciptakan lingkungan
tenang tanpa gangguan
pencahayaan dan suhu
yang nyaman, jika
memungkinkan

5. Berikan informasi tertulis


tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi

6. Gunakan pakaian longgar

7. Gunakan nada suara


lembut dengan irama
lambat

Edukasi:
8. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia

9. Jelaskan secara rinci


intervensi relaksasi yang
dipilih

10. Anjurkan ambil posisi


nyaman

11. Anjurkan rileks dan


merasakan sensasi
relaksasi

12. Anjurkan sering


mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih

13. Demonstrasikan dan latih


teknik relaksasi

I. Penatalaksanaan Berdasarkan Evidance Based Practice in Nursing


Judul Jurnal Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kualitas Tidur pada
Lansia di BPSTW Yogyakarta Unit Abiyoso
Nama/Ed./Vol Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta/ 3 (2)

Tahun 2016
Penulis Pulqueria N. Lay Ximenes,
Endang Nurul Safitri,
Thomas A.E Amigo
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
terapi musik terhadap kualitas tidur pada lansia di
BPSTW Yogyakarta unit Abiyoso.
Metode Metode yang digunakan quasi experiment dengan
rancangan penelitian pre test dan post
testnonequevalen control group. Teknik sampling
menggunakan convenience sampling jumlah 20 lansia
setiap kelompok menggunakan analisa independent T-
test untuk kelompok intervensi dan kontrol dan paired
test untuk sebelum dan setelah terapi musik.
Pembahasan Setelah dilakuakn terapi musik lansia mengatakan
merasakan rileks dan mengantuk Hal ini didukung oleh
teori lain(Snyder,2010). mengatakan terapi musik
dapat memberikan relaksasi pada tubuh dan perubahan
fisiologis pada tubuh seperti penurunan tekana darah,
nadi dan pernafasan dan hasil penelitian ini didukung
juga oleh teori, Potter & Perry (2006), mengatakan
tahapan tidur pada tahap 3 NREM otot-otot dalam
keadaan relaks dan tanda-tanda vital menurun tetapi
dalm tahap teratur. Penelitian ini menggunakan musik
gamelan laras slendro. Hadi (2015), mengatakan musik
slendro adalah alunan musik lembut penuh
kewibawaan ketenangan dan ditunjukkan untuk usia
tua. Hal ini didukung juga dengan teori Snyder (2010)
yang mengatakan irama dan tempo juga berpengaruh
pada perubahan fisiologis, bila irama musik lembut
maka akan menghasilkan relaksasi pada tubuh.
Mekanisme cara kerja terapi musik untuk relaksasi
dengan ransangan irama dan nada masuk kedalam
carnialis auditorius di hantar sampai ke thalamus
sehingga di sistem limbik aktif secara otomatis
mempengaruhi saraf otonom yang disampaikan ke
thalamus dan kelenjar hipofisis merespon terhadap
emosional melalui timbal balik ke kelenjar adrenal
untuk menekan pengeluaran hormon stress akan
menyebabkan seseorang menjadi
relaks(Jespersen,2012), sehingga akan meningkatkan
kualitas tidur pada lansia di BPSTW Yogyakarta unit
Abiyoso(Ximenes dkk., 2016).
Hasil Hasil penelitian didapatkan:
1. Kualitas tidur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi sebelum diberikan terapi
musik didapatkan hasil P value 0,758 maka
dapat disimpulkan tidak ada perbedaan rerata
skor kualitas tidur antara kelompok yang tidak
diberikan terapi musik dan kelompok yang
diberikan terapi musik sebelum kelompok
intervensi diberikan terapi musik pada lansia di
BPSTW Yogyakarta unit Abiyoso.
2. Skor kualitas tidur pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi setelah diberikan terapi
musik, didapatkan hasil P value 0,000 maka
dapat disimpulkan ada perbedaan rerata skor
kualitas tidur antara kelompok yang tidak
diberikan terapi musik dan kelompok yang
diberikan terapi musik setelah kelompok
intervensi diberikan terapi musik pada lansia di
BPSTW Yogyakarta unit Abiyoso
3. Kualitas tidur pada kelompok kontrol sebelum
dan setelah diberikan terapi musik didapatkan
nilai P value 0,204 maka dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan rerata skor kualitas tidur
pada kelompok yang tidak diberikan terapi
musik sebelum dan setelah kelompok
intervensi diberikan terapi musik pada lansia di
BPSTW Yogyakarta unit Abiyoso.
4. Kualitas tidur pada kelompok kontrol sebelum
dan setelah diberikan terapi musik didapatkan
nilai P value 0,204 maka dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan rerata skor kualitas tidur
pada kelompok yang tidak diberikan terapi
musik sebelum dan setelah kelompok
intervensi diberikan terapi musik pada lansia di
BPSTW Yogyakarta unit Abiyoso. Hal ini
dikarenakan pada kelompok kontrol tidak
diberikan terapi sehingga tidak ada respon
relaks dari tubuh untuk meningatkan kualitas
tidur
Kesimpulan Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh terapi musik terhadap kualitas tidur pada
kelompok intervensi tetapi tidak pada kelompok
kontrol

DAFTAR PUSTAKA

Ahsan, R. E. Kapti, dan S. A. Putri. 2015. Pengaruh terapi sleep hygiene terhadap
gangguan tidur pada anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi. 6:1–5.

Andani, Y. 2017. Hubungan kebutuhan istirahat tidur dengan efektifitas belajar siswa
kelas vii dan viii

Bestari, W. A. 2013. Penerimaan masa lalu terhadap insomnia pada lansia. Jurnal
Online Psikologi. 1(1):618–628.

Damayanti, A., E. Kadrianti, dan H. Ismail. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan


dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien yang dirawat di ruang baji
kamase rsud labuang baji makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. 5:535–
542.

Erfrandau, A. dan N. Widayati. 2017. Pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur
pada lansia di unit pelayanan teknis panti sosial lanjut usia ( upt pslu ) kabupaten
jember ( the effect of laughter therapy on sleep quality of elderly in. 5(2):276–
283.

Hapsari, A. dan A. Kurniawan. 2019. Efektivitas cognitive behavior therapy ( cbt )


untuk meningkatkan kualitas tidur penderita gejala insomnia effectiveness of
cognitive behavioral therapy to increase sleep quality in young adults insomnia
patients abstract. Jurnal Ilmu Kel. & Kons. 12(3):223–235.

Haryono, A., A. Rindiarti, A. Arianti, A. Pawitri, A. Ushuluddin, A. Setiawati, A.


Reza, C. W. Wawolumaja, dan R. Sekartini. 2016. Prevalensi gangguan tidur
pada remaja usia 12-15 tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama. Sari Pediatri.
11(3):149.

Kasiati dan Rosmalawati. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Kebutuhan
Dasar Manusia I

Potter, P. A. dan A. G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika,.

Potter, P. A. dan A. G. Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,


Proses, Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
SDKI, PPNI, dan DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
tim pokja SDKI DPP PPNI.

Wolla, E. M. 2019. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada ny. c. l yang menderita
tumor paru di ruang teratai rsud. prof. dr. w. z. johannes kupang mei 2019.
Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur. 91(5):1–224.

Ximenes, P. N. L., N. Syafitri, T. A. E. Amigo, dan P. Korespondensi. 2016.


Pengaruh terapi musik terhadap kualitas tidur pada lansia di bpstw yogyakarta
unit abiyoso. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta. 3(2):35–38.

Anda mungkin juga menyukai