disusun guna memenuhi tugas Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Bedah
Oleh:
Syinthia Purnama Asyura, S.Kep
NIM 202311101127
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan juga
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma (Permana, 2015). Fraktur adalah kontinuitas tulang yang terputus dan
ditentukan dengan jenis dan luas fraktur yang dialami yang diakibatkan seperti
adanya riwayat trauma seperti kecelakaan (Azlar, 2017).
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu
pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami perpatahan.
Dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial , serta distal
dari kedua corpus tulang tersebut. Fraktur antebrachii adalah suatu jenis patah
tulang yang terjadi pada lengan bagian bawah yang meliputi tulang radius dan
ulna. Kejadian faktur antebrachii lebih sering disebabkan karena aktivitas fisik
yang berat bisanya pada anak-anak dan usia deawasa akibat adanya trauma seperti
kecelakaan lalu lintas (Stattin dkk., 2018).
1.3 Epidemiologi
Penelitian tentang fraktur antebrachii pada orang dewasa di Amerika, fraktur
antebrachii adalah fraktur yang umum terjadi pada orang dewasa. Didapatkan
bahwa fraktur pada ekstremitas atas diperkirakan angka kejadiannya mencapai 2
juta kasus, dimana 18% merupakan fraktur humerus, 31% merupakan fraktur
antebrachii (radius dan ulna), dan 51% adalah fraktur pada carpal, metacarpal
serta phalanges. Fraktur antebrachii diperkirakan terjadi pada sekitar 30% dari
semua kasus fraktur ekstremitas atas, di mana 8% fraktur antebrachii terjadi
disepertiga medial, 7% terjadi disepertiga proksimal dan 75% terjadi disepertiga
distal (Budiman dan Pinzon, 2020).
1.4 Etiologi
1.5 Klasifikasi
4. Fraktur Montegia
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna
proksimal. Biasanya frakur ini akan disertai dislokasi radius ulna proksimal.
1.6 Patofisiologis
1. Nyeri terjadi akibat dari peningkatan tekanan saraf sensorik karena pergerakan
fragmen tulang
2. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi karena trauma
daari perdarahan ke jaringan sekitarnya.
3. Pada fraktur panjang akan terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Teraba krepitus atau derik tulang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan wrna yang dijelaskan
secara rinci sebagai berikut :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
1.9 Penatalaksanaan
1. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya
untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
2. Immobilisasi
Retensi yaitu usaha yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga tulang kembali seperti semula secara optimal. Fragmen tulang harus
segera diimobilisasi atau mempertahankan kesejajaran tulang setelah fraktur
direduksi, Imobilisasi dengan cara fiksasi eksterna atau interna. Metode
fiksasi eksterna terdiri dari pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk
fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur. Fiksasi eksterna adalah meletakan alat diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin
metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari
tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan eksternal bars.
3. Rehabilitasi
Pemulihan fingsi organ yang semaksimal munkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Apabila keadaan sudah membaik, harus segera
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh
dan mobilisasi (Mansjoer. 2000). Penanganan pertama yang dilakukan pada
fraktur antara lain :
a. (Rest)
Diistirahatkan bagian yang cidera
b. I (Ice)
Didinginkan selama 15 sampai 30 menit dengan kompres dingin
c. C (Compress)
Dibalut tekan di bagian yang cidera dengan bahan yang elastis baut
tekan digunakan apabila terdapat pendarahan atau pembengkakan
d. E (Elevasi)
Ditinggikan atau dinaikkan bagian yang cidera
Penatalaksanaan
a. Pemasangan gips
b. Pembedahan untuk mengembalikan stabilitas dan mengurangi nyeri
c. Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
BAB 2. CLNICAL PATHWAY
Fraktur Antebrachii
Pemenuhan perawatan
Spasme otot diri menurun Luka insisi Krisis situasional
Gangguan Mobilitas
Fisik
Nyeri Akut Defisit Perawatan
Diri Inflamasi Ansietas
Gangguan Integritas
kulit/jaringan Resiko Infeksi
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
a. Data umum
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul yaitu nyeri akibat pembedahan
ataupun sebelum pembedahan. Lakukan pengkajian nyeri
menggunakan metode PQRST.
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan nyeri pada ekstremitas atas, dan nyeri di daerah sekitar
lengan, muncul keluhan seperti panas, cenut-cenut
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Pengkajian riwayat penyakit sebelumnya perlu diperhatikan untuk
mengetahui penyakit sistemik seperti DM, hipertensi dan penyakit
lainnya, serta aktivitas (khususnya pekerjaan) ojek atau pengendara
motor lainnya yang memiliki resiko terjadinya fraktur
e. Pola kesehatan
Pola aktivitas : Pembatasan aktivitas yang dapat meningkatkan
risiko cedera atau risiko jatuh
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Pasien mungkin mengalami penurunan
kesadaran dan penurunan performa, pasien terlihat pucat, dan
kemampuan otot menurun. Pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Tngkat kesadaran : tingkat kesadaran pada psien dengan fraktur
biasanya composmentis.
3. TTV : Pada pasien dengan stroke biasanya mengalami hipertensi
sehingga tekanan darahnya akan tinggi.
4. Kepala :
- Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur rambut.
- Kulit kepala : termasuk benjolan atau lesi.
- Wajah : pucat dan wajah tampak berkerut menaham nyeri
5. Mata
a) Mata tampak cekung, sclera ikterik, konjungtiva merah
muda.
b) Pupil : miosis, midriasis, atau anisokor.
6. Telinga : Daun telinga masih simetris kanan dan kiri
7. Hidung : Tidak ada pembesaran polip dan sumbatan hidung
8. Mulut : batas normal
9. Thorax dan paru : batas normal
10. Dada
a. Inspeksi : dalam batas normal
b. Palpasi : dalam batas normal
c. Perkusi : dalam batas normal
d. Auskultasi : bunyi nafas vasikular. Bronco vasikular (dalam
keadaan normal)
11. Abdomen : batas normal
12. Kulit : Ada tidaknya sianosis, edema, pucat, kemerahan (luka
pembedahan pada ekstremitas atas)
13. Genetalia : batas normal
14. Ekstremitas
a) Ekstremitas atas : biasanya terpasang infus, apakah ada
keterbatasan dalam melakukan aktivitas karena adanya
nyeri yang hebat dan apakah ada kelumpuhan atau
kekakuan pada ektrimitas bawah
b) Ekstremitas bawah : dalam batas normal
b. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)
1) Nyeri Akut
2) Resiko Infeksi
3) Gangguan Mobilitas Fisik
4) Ansietas
5) Defisit Perawatan Diri
c. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut b.d fraktur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..... Manajemen nyeri (I.08238)
yang ditandai dengan jam nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :
adanya keluhan nyeri, Observasi
gelisah, perubahan L.08006 Tingkat nyeri
1. Identifikasi skala nyeri
aktivitas Kemampuan Awal Akhir 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Identifikasi faktor yang
Keluhan nyeri
memperberat dan memperingan
Meringis nyeri
Terapeutik
Gelisah
4. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri misal suhu
Keterangan : ruangan, pencahayaan, kebisingan
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
1 : Meningkat 6. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
2 : Cukup Meningkat
meredakan nyeri
3 : Sedang Edukasi
4. Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x I.11348 Dukungan perawatan diri
penurunan motivasi/minat 24 jam defisit perawatan diri pasien dapat optimal
yang ditandai dengan dengan kriteria hasil : Observasi
adanya fraktur L.11103 Perawatan Diri 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
perawatan diri sesuai usia
Target Awal Akhir
2. Monitor tingkat kemandirian
Kemampuan Terapeutik
mandi 3. Siapkan keperluan pribadi (mis
parfum, sikat gigi, dan sabun
Kemampuan
mandi)
mengenakan
4. Dampingi dalam melakukan
pakaian
perawatan diri sampai mandiri
Kemampuan toilet 5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan perawatan
Mempertahankan
diri
kebersihan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Minat melakukan Edukasi
7. Anjurkan melakukan perawatan diri
perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
Keterangan :
5 : Meningkat
4 : Cukup Meningkat
3 : Sedang
2 : Cukup Menurun
1 : Menurun
DAFTAR PUSTAKA
Permana, Nurchayati, H. 2015. Pengaruh rom terhapan intensitas nyeri pada pasien
post op fraktur ex bawah. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau.
2(2)
SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI
DPP PPNI.