Anda di halaman 1dari 24

Laporan Pendahuluan

Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


Stase Keperawatan Dasar

Di susun oleh:
SAHRUL ALANG
1442023031
CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………………) (…………………………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
A. Kebutuhan Pemenuhan Oksigenasi
1. Definisi
Oksigen adalah obat esensial yang dapat mempertahankan hidup
seseorang tanpa subtitusi. Tenaga kesehatan profesional menggunakan
oskigen untuk mengobati penyakit pernapasan seperti COVID-19,
pneumonia, dan penyakit pernapasan lainnya. Oksigen juga penting untuk
pembedahan dan trauma. Kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, dan
bayi baru lahir membutuhkan oksigen secara rutin (WHO, 2022).
Oksigenasi adalah pemenuhan kebutuhan oksigen untuk meningkatkan
metabolisme dasar dalam tubuh, dan merupakan bagian penting dari
resusitasi pada banyak penyakit akut, serta pemeliharaan penyakit
hipoksemia kronis (Weekley & Bland, 2021). Tujuan dari terapi oksigen
adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil
menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium
(Williams & O’Neill, 2018).
2. Anatomi Pernapasan
a. Hidung
Bagian pernapasan yang terlihat secara eksterna pada manusia
adalah hidung. Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di
belakang hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari tulang kartilago
sebelah bawah dan tulang hidung di sebelah atas ditutupi bagian luarnya
dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran mukosa.
Rongga hidung memanjang memanjang dari nostril pada bagian depan
ke apertura posterior hidng, yang keluar ke nasofaring bagian belakang.
Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung. Septum nasalis
merupakan struktur tipis yang terdiri dari tulang kartigo, biasanya
membengkok ke satu sisi atau salah satu sisi yang lain, dan keduanya
dilapisi oleh membran mukosa. Dinding Lateral dari rongga hidung
sebagian dibentuk oleh maksila, palatum dan os sphenoid. Konka
superior, Inferior dan media (turbinasi hidung) merupakan tiga buah
tulang yang melengkung lembut melekat pada dinding lateral dan
menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang tersebut tertutup oleh
membran mukosa. Sinus paranasal merupakan ruang pada tulang kranial
yang berhubungan melalui ostium ke dalam rongga hidung. Sinus
tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang berlanjut dengan rongga
hidung. Ostium ke dalam rongga hidung. Lubang hidung, sinus
sphenoid, diatas konkha superior (Sumiyati et al., 2021).
b. Faring
Faring atau tenggorokan merupakan tabung berbentuk corong dengan
panjang sekitar 13 cm (15inchi). Panjang dimulai dari lubang hidung
internal sampai dengan ke bagian krikoid, tulang rawan paling inferior
dari laring (pita suara). Faring terletak tepat di posterior hidng dan rongga
mulut, diatas laring, dan tepat di anterior serviks tulang belakang.
Adenoid atau tonsil faring terletak dalam langit-langit nasofaring. Fungsi
faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiration dan
digestif (Sumiyati et al., 2021).
c. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan
yamg dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan ligamentum.
Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglottis, lipatan dari
epiglottis ariteroid dan piat intararitenoid, dan sebelah tepi bawah
kartilago krikoid. Fugsi laring sebagai vokalalisasi pernapasan yang
meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat
respirasi di dalam batang otak, artikulasi serta resonansi dari mulut dan
rongga hidung (Sumiyati et al., 2021).
d. Trakea
Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk
oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak di
antara
vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah ketilago krikoidea vertebra
torakalis V. Panjangnya kira-kira 13 cm dan diameter 2,5 cm dilapisi oleh
otot polos, mempunyai dinding fibroealitis yang tertanam dalam balok-
balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka (Sumiyati et al.,
2021).
e. Bronkus dan Alveoli
Bronkus utama (primer) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus
utama kanan lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada kiri.
Akibatnya, bronkus kanan lebih umum menjadi tempat bersarang benda
asing yang terhirup. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea
dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan ke
bawah kearah tumpuk paru. Saat memasuki paru-paru, bronkus utama
membelah menjadi bronkus yang lebih kecil, disebut lobar bronkus
(sekunder), satu untuk setiap lobus paru-paru kiri dan kanan. Lobar
bronkus terus bercabang membentuk bronkus yang kecil disebut
segmental (tersier) bronkus. Bronkus segmental kemudian terbagi
menjadi bronkiolus. Bronlio;s bercabang menjadi tabung yang lebih kecil
disebut bronkiolus terminl, percabangan yang ekstesif ini menyerupai
pohon terbalik dan biasanya disebut pohon bronkial (Sumiyati et al.,
2021).
Alveoli menempel pada cabang bronkus, alveoli biasanya berbentuk
seperti buah naggur. Alveoli berkumpul mengelilingi kantong alveolar,
yang bermuara ke dalam ruangan umum yang disebut atrium. Paru-paru
orang dewasa mempunyai sekitar 300 juta alveoli, yang berfungsi untuk
pertukaran gas (Sumiyati et al., 2021).
f. Pulmo (Paru-paru)
Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan yang berada
didalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis.
Kedua paru sangat lunak, elastic, dan berada dalam rongga torak. Sifatnya
ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru keabu-abuan dan
berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang masuk termakan oleh
fagosit. Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara
atmosfer dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat
sebuah pompa mekanik yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara
atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari
dalam tubuh (ekspirasi) (Sumiyati et al., 2021).
3. Fisiologi Pernapasan
Menurut Paryono et al. (2021), proses fisiologis respirasi dimana
oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan dan karbon
dikosida dikeluarkan ke udara sebagai berikut:
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan
keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
throak yang elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang
utama adalah diagfragma. Ventilasi adalah proses keluar masuknya
udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Udara yang
masuk dan keluar terjadi kare.na adanya perbedaan tekanan antara
intrapleural lebih negative (752 mmHg) daripada tekanan atmofer (760
mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.
1) Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat
dapat dipergerakannya paru-paru dan dinding dada, hal ini terkait
dengan volume dan tekanan paru-paru. Struktur paru-paru yang
elastis memungkinkan paru-paru dapat meregang dan mengempis
menimbulkan perbedaan tekanan dan volume, sehingga udara dapat
keluar masuk paru.
2) Tekanan surfaktan. Perbedan tekanan permukan elveolus
mempengaruhi kemampuan compliance paru. Tekanan surfaktan
disebabkan adanya cairan pada lapisan alveolus yang dihasilkan
oleh
sel tipe II. Pada bayi premature surfraktan berkurang dan dapat
menyebabkan infant respiratory distress symdrome.
3) Otot-otot pernapasan. Ventilasi sangat membutuhkan otot-otot
pernapasan untuk mengembangkan rongga toraks.
b. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru
untuk dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah
dioksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan
jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta
dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan
alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi
paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah
yang besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi
penurunan volume atau tekanan darah sistemik.
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih
rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan
kecepatan difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan.
4. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
Menurut Paryono et al. (2021), keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi,
dan transport gas – gas pernapasan kejaringan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sebagai berikut:
a. Faktor Fisiologis
1) Anemia: menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen;
2) Racun inhalasi: menurunkan kapasitas darah yang membawa
oksigen;
3) Obstruksi jalan nafas: membatasi pengiriman oksigen yang
diinspirasi ke alveoli;
4) Darah tinggi: menurunkan konsentrasi oksigen inspirator karena
konsetrasi oksigen atmosfer yang lebih rendah;
5) Demam: meningkatkan frekuensi metabolisme dan kebutuhan
oksigen di jaringan;
6) Penurunan pergerakan dinding dada (kerusakan muskulo): mecegah
penurunan diafragma dan menurunkan diameter antero posterior
thoraks pada saat inspirasi, menurunkan volume udara yang
diinspirasi.
b. Faktor Patologis
Berbagai penyakit merupakan faktor utama sebagua pencetus
gangguan pemenuhan oksigen. Penyakit tersebut diantaranya penyakit
paru obstruktif (asma, PPOM), penyakit paru restriktif (pneumonia,
emphysema, perokok, intoksikasi, penyakit infeksi paru, status
immunosupresif, penurunan kesadaran), gagal jantung, arteroklorosis,
dsb.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa
cara. Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan
otot pernafasan. Kondisi ini menyebabkan kekekuatan otot dan kerja
pernapasan menurun.
2) Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan
kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan
meningkat, memampukan individu untuk mengatasi lebih banyak
oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida.
3) Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit
jantung, penyakit paru obstrukti kronis, dan kanker paru.
4) Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan
menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki
asupan nutrisi yang buruk. Kondisi ini menyebabkan penurunan
asupan makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan penurunan
prosuksi hemoglobin.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan juga mempengrauhi oksigenasi. Insiden penyakit paru
lebih tinggi daerah baerkabut dan daerah urban dibandingkan dengan
rural. Selain itu, tempat kerja klien terkadang meningkatkan resiko
penyait paru. Polutan di lingkungan kerja meliputi abses, bedak, debu,
serta serar beterbangan.
5. Perubahan Fungsi Pernapasan
Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan adanya penyakit dan
kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventlasi dan transport oksigen.
a. Hiperventilasi
Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan
yang dibutuhkan untuk mengeleminasi kerbondioksida normal di vena
yang diproduksi melalui metabolism seluler. Hieprventilasi bisa
disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan
asam- basadan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok.
Hiperventilasi juag dapat ketika tubuh berusaha mengompensasi
asidosis metabolic dengan memproduksi alkalosis repiratorik. Tanda
dan gejala hiperventilasi adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada,
pusing, disorientasi, tinnitus dan penglihatan yang kabur (Paryono et al.,
2021).
b. Hipoventilaasi
Tertjai ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat.
Tanda dan gejala hipoventilasi adalah pusing, nyeri kepala, letargi,
disorientasi,
koma dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan hiperventilasi dan
hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasaro
gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan oksigenasi jaringan,
perbaikan fungsi ventilasi, dan upaya keseimbangan asam basa (Paryono
et al., 2021)..
c. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada tingkat
jaringan Kondisi ini terjadi akibat defesiensi pengahantaran oksigen atau
penggunaan oksigen diseluler. Hipoksia disebabkan oleh penuruanan
kadar hemoglobin dan penuruna kapasitas darah yang membawa
oksigen, penuruan konsentrasi oksigen yang diinspirasi,
ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah seperti
terjadi pada kasus keracunan sianida. Penurunan difusi oksigen dari
alveoli ke darah, seperti terjadi pada pada kasus pneumonia, perfusi
darah yang mengandung oksigen jaringan yang buruk, sperti pada syok
dan keruskan ventilasi. Tanda dan gejala hipoksia termsuk rasa cemas,
gelisah, tidak mampu berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran,
pusing, perubahan prilaku, pucat dan sianosis (Paryono et al., 2021)..
d. Hipoksemia
Hipoksemia (penurunan kadar oksigen dalam darah). Ini sering
terlihat pada pasien yang berada di bawah sedasi medis, yang baru pulih
dari anestesi atau operasi abdomen, atau yang berada dalam kondisi
lemah. Ketika anoksia (kondisi tanpa oksigen) terjadi, metabolisme sel
melambat, dan beberapa sel mulai mati. Melalui bernafas, kita
menghirup udara yang mengandung oksigen sekitar 21%. Penyebab
paling umum dari insufisiensi pernapasan adalah obstruksi jalan napas
(Williams & O’Neill, 2018).
Perawat harus mengidentifikasi pasien dengan masalah pernapasan,
mengambil tindakan keperawatan yang tepat untuk membantu
meringankan obstruksi jalan napas, dan secara kompeten memulai atau
mempertahankan terapi oksigen ketika digunakan dalam perawatan
pasien (Williams & O’Neill, 2018).
Masalah utama sistem pernapasan adalah gangguan kadar gas
oksigen dan karbon dioksida dalam aliran darah. Gangguan ini
menyebabkan insufisiensi pernapasan, ketidakmampuan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan oksigennya dan membuang kelebihan karbon
dioksida. Penurunan jumlah oksigen dalam aliran darah disebut
hipoksemia dan menyebabkan lebih sedikit oksigen yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan seluler, atau hipoksia (Williams & O’Neill, 2018).
6. Indikasi Pemberian Oksigen
Indikasi yang paling mudah diterima untuk oksigenasi tambahan adalah
hipoksemia atau penurunan kadar oksigen dalam darah. Untuk pasien yang
sehat, target saturasi oksigen umumnya pada 92 hingga 98%. Untuk pasien
dengan kondisi hiperkapnia kronis, target saturasi oksigen umumnya antara
88 hingga 92%, dengan pemberian oksigen diindikasikan pada saturasi di
bawah level ini. Nilai ini biasanya diukur dengan oksimetri nadi, tetapi
oksimeter nadi dapat memberikan pembacaan yang salah pada anemia,
sianida, atau keracunan karbon monoksida dan bukan merupakan indikator
perfusi yang memadai, seperti yang terlihat pada kasus syok (Weekley &
Bland, 2021).
a. Kronis: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), Fibrosis kistik,
Fibrosis paru, Sarkoidosis (Weekley & Bland, 2021).
b. Akut
1) Keadaan darurat medis yang membutuhkan oksigen konsentrasi
tinggi pada kasus: shock, sepsis, trauma major, henti jantung dan
selama resusitasi, anafilaksis keracunan karbon monoksida dan
sianida, cedera paru akut terkait transfusi (Weekley & Bland, 2021).
2) Keadaan darurat medis yang mungkin atau memerlukan pemberian
oksigen dengan konsentrari rendah pada kasus: asma, bronkitis,
gagal jantung akut, emboli paru (Weekley & Bland, 2021).
7. Peralatan Pemberian Oksigenasi
a. Oksigenasi Aliran Rendah
1) Kanul Nasal: tabung tipis, sering ditempelkan di belakang telinga dan
digunakan untuk mengantarkan oksigen langsung ke lubang hidung
dari sumber yang terhubung dengan pipa. Ini adalah metode
pengiriman yang paling umum untuk digunakan di rumah dan
memberikan kecepatan aliran 2-6 liter per menit (LPM) dengan
nyaman, memungkinkan pengiriman oksigen sambil mempertahankan
kemampuan pasien untuk menggunakan mulutnya untuk berbicara,
makan, dll. (Weekley & Bland, 2021).
2) Kateter transtrakeal: Kateter transtrakeal - ini digunakan dalam terapi
pemeliharaan kronis dan merupakan metode oksigenasi di mana
kateter dimasukkan melalui pembedahan melalui leher anterior untuk
mengirimkan oksigen langsung ke trakea, sehingga melewati jalan
napas bagian atas. Dengan melewati saluran napas bagian atas,
pengiriman oksigen lebih dekat ke alveoli, melewati ruang mati di
saluran napas bagian atas dan memungkinkan penggunaan oksigen
dalam jumlah yang lebih rendah secara kronis tanpa mengurangi
jumlah oksigen tambahan yang dikirim ke paru-paru. Pengaturan ini
memungkinkan penggunaan oksigen tambahan yang lebih lama dan
memungkinkan pasien untuk berada jauh dari rumah untuk waktu
yang lebih lama tetapi memerlukan penempatan bedah, dengan
potensi infeksi, iritasi, dan komplikasi yang umum terjadi pada
prosedur tersebut (Weekley & Bland, 2021).
3) Masker wajah: masker wajah secara umum dapat dibagi menjadi
masker wajah sederhana, masker air-entrainment, dan non-
rebreathers.
Masker wajah sederhana adalah masker tanpa kantong, yang
mengalirkan oksigen pada 5-8 LPM. Masker air-entrainment (juga
dikenal sebagai venturi) dapat memberikan oksigen yang telah
ditentukan sebelumnya kepada pasien menggunakan pencampuran jet.
Ketika persentase oksigen yang diinspirasi meningkat dengan
menggunakan masker seperti itu, rasio udara-terhadap-oksigen
menurun, menyebabkan konsentrasi maksimum oksigen yang
disediakan oleh masker udara-entrainment menjadi sekitar 40%.
Kerugian dari masker ini dan masker wajah penuh lainnya adalah
ketidakmampuan pasien untuk makan, minum, atau berkomunikasi
dengan mudah saat menggunakan perangkat tersebut (Weekley &
Bland, 2021).
4) Non-reabreathing mask: masker non-rebreathing memiliki tas yang
melekat pada masker yang dikenal sebagai reservoir bag, yang
menarik inhalasi untuk mengisi masker melalui katup satu arah dan
memiliki port di setiap sisi untuk pernafasan, menghasilkan
kemampuan untuk memberi pasien 100 % oksigen pada laju aliran
LPM yang lebih tinggi. Bag reservoir adalah sebuah tambahan alat
oksigenasi yang memungkinkan dapat meningkatkan konsentrasi
persentase oksigen. Dengan membiarkan pengumpulan 100% O2
dalam kantong reservoir, pasien dapat menerima konsentrasi oksigen
yang lebih tinggi dengan mengurangi persentase gas yang dihirup
yang terdiri dari oksigen yang ada di udara (Weekley & Bland, 2021).
b. Oksigenasi Aliran Tinggi
1) High Flow Nasal Cannula (HFNC) adalah kanul hidung aliran tinggi
dengan kemampuan melembabkan oksigen dan mampu mengalirkan
kecepatan melebihi tekanan inspirasi pasien. Pengaturan ini
memungkinkan pengiriman 100% Fi02 sambil mempertahankan
kemampuan pasien untuk menggunakan mulut untuk berbicara,
makan,
dll. HFNC juga dapat digunakan untuk memperpanjang waktu apnea
dalam persiapan untuk intubasi (Weekley & Bland, 2021).
c. Tekanan Positif
1) Continuous positive airway pressure, atau CPAP, adalah masker yang
memberikan tekanan positif terus menerus kepada pasien (Weekley &
Bland, 2021).
2) Demikian pula, tekanan saluran napas positif bilevel atau BiPAP juga
merupakan tekanan positif yang diberikan melalui masker tetapi
memiliki tekanan menghirup dan menghembuskan napas yang diatur
pada tingkat yang berbeda (Weekley & Bland, 2021).
3) Perangkat bag-mask, atau BVM, adalah masker yang dioperasikan
dengan tangan untuk resusitasi ketika pasien tidak dapat bernapas
sendiri dan dapat terhubung ke sumber oksigen untuk meningkatkan
tingkat pengiriman oksigen (Weekley & Bland, 2021).
4) Ventilator adalah mesin yang bernafas untuk pasien, baik melalui
trakeostomi atau tabung endotrakeal. Ventilator dapat memiliki
pengiriman oksigen yang dititrasi untuk kebutuhan pasien tertentu dan
diberikan melalui tekanan positif. Tabung endotrakeal memiliki
keuntungan tambahan untuk menutup jalan napas, sehingga mencegah
aspirasi darah, sekret, dll., pada pasien yang tidak dapat melindungi
saluran napasnya sendiri (Weekley & Bland, 2021).
d. Tabung Oksigen
Sebuah alat bantu yang berisi oksigen berfungsi untuk memberikan
oksigen kepada mereka yang sedang gangguan pernfasan akibat penyakit
tertentu (Williams & O’Neill, 2018).
e. Flow Meter
Alat yang digunakan untuk mengetahui adanya sesuatu aliran material
dalam suatu jalur aliran, dengan segala aspek aliran itu sendiri, yang
meliputi kecepatan aliran dan total massa ata volume dari material yang
mengalir dalam jangka waktu tertentu (Williams & O’Neill, 2018).
f. Humidifier
Humidifier dipasang pada flowmeter dan biasanya terletak di antara
flowmeter dan tubing. Gelembung oksigen melalui wadah air dan
dilembabkan sebelum memasuki saluran udara. Periksa tingkat cairan
dalam wadah secara berkala untuk memastikannya berfungsi. Bila level
cairan rendah, cairan diganti atau diisi ulang (Williams & O’Neill, 2018).

B. Konsep Aspek Legal Etik Keperawatan


Etika keperawatan dikaitkan dengan hubungan antar masyarakat dengan
karakter serta sikap perawat terhadap orang lain. Etika keperawatan merupakan
standar acuan untuk mengatasi segala macam masalah yang dilakukan oleh
praktisi keperawatan terhadap para pasien yang tidak mengindahkan dedikasi
moral dalam pelaksanaan tugasnya (Nurohmat & Ruswadi, 2021). Adapun Aspek
legal etik dalam keperawatan antara lain:
1. Prinsip Otonomi (Autonomy)
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan
sendiri atau mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang
mempunyai harga diri dan martabat. Contoh kasusnya adalah: Klien berhak
menolak tindakan invasif yang dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh
memaksakan kehendak untuk melakukannya atas pertimbangan bahwa klien
memiliki hak otonomi dan otoritas bagi dirinya. Perawat berkewajiban untuk
memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya bagi klien dalam berbagai
rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dsb sehingga diharapkan
klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya setelah mempertimbangkan
atas dasar kesadaran dan pemahaman (Utami et al., 2016).
2. Prinsip Kebaikan (Beneficience)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi
klien, tidak merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang
berhubungan dengan hal ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik
secara umum tidak boleh dipaksakan untuk berjalan ke ruang pemeriksaan.
Sebaiknya klien didorong menggunakan kursi roda (Utami et al., 2016).
3. Prinsip Keadilan (Justice)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien
sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat dihadapkan pada
pasien total care, maka perawat harus memandikan dengan prosedur yang
sama tanpa membeda-bedakan klien. Tetapi ketika pasien tersebut sudah
mampu mandi sendiri maka perawat tidak perlu memandikannya lagi (Utami
et al., 2016).
4. Prinsip Kejujuran (Veracity)
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang
sebenarnya dan tidak membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam
membina hubungan saling percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip
ini seperti klien yang menderita HIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa
penyakitnya. Perawat perlu memberitahukan apa adanya meskipun perawat
tetap mempertimbangkan kondisi kesiapan mental klien untuk diberitahukan
diagnosanya (Utami et al., 2016).
5. Tidak Merugikan (Nonmalafience)
Prinsip ini tidak menimbulkan bahaya/cidera fisik dan psikologis pada
klien (Utami et al., 2016).
6. Prinsip Kesetiaan (Fidelity)
Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada komitmennya,
menepati janji, menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. Kasus
yang sering dihadapi misalnya perawat telah menyepakati bersama klien
untuk
mendampingi klien pada saat tindakan PA maka perawat harus siap untuk
memenuhinya (Utami et al., 2016).
7. Kerahasiaan (confidentiality)
Informasi dan privasi klien harus dijaga. Dokumentasi tentang keadaan
kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan
peningkatan kesehatan kalien. Disusi diuar area pelayanan harus dihindari.
Contohnya, perwat tidak boleh menceritakan rahasia klien tanpa seijin klien
ataupun keluarga klien demi kepentingan hukum (Utami et al., 2016).
8. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda terkecuali.
Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, semua
teman sejawat, karyawan dan masyarakat (Utami et al., 2016).

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian yang diakukan pada pasien dengan masalah oksigenasi antara lain
(Paryono et al., 2021):
a. Data umum (mencakup: nama, jenis kelamin, umur, suku, agama,
pekerjaan, alamat, pendidikan, status perkawinan, pendidikan terakhir,
penanggung jawab/pengantar)
b. Riwayat kesehatan saat ini (keluhan utama, alasan masuk RS, riwayat
penyakit, data medik)
c. Riwayat kesehatan Masa lalu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga dan riwayat psiko sosio-spiritual
e. Kebutuhan dasar/ pola kebiasaan sehari-hari
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasa ditemui pada pasien dengan masalah
kebutuhan oksigen meliputi:
1) Inspeksi
a) Tingkat kesadaran pasien
b) Pola pernapasan
(1) Takipnea: frekuensi pernapasan yang cepat (>24x/menit)
terjadi karena paru dalam keadaan antelktasi atau emboli.
(2) Bradipnea: frekuensi pernapasan yang lambat (<10x/menit).
(3) Apnea: henti nafas.
(4) Hipoventilasi: penurunan jumlah udara yang masuk ke
dalam paru-paru. Disebabkan oleh obat-obatan, anesthesia,
penyakit otot pernapasan ditandai dengan neyri kepala,
penurunan kesadaran, ketidakseimbangan elektrolit.
(5) Hyperventilasi: peningkatan jumlah udara yang masuk ke
dalam paru-paru. Ditandai dengan napas pendek, dada nyeri,
peningkatan denyut nadi. Disebabkan oleh infeksi, gangguan
psikologis, asidosis.
(6) Pernapasan kusmaul: pola pernapsan yang cepat dan dalam.
(7) Dispnea: sesak nafas/ kesulitan bernafas.
(8) Oropnea: ketidakmampuan bernafas, kecuali dalam posisi
tegal atau berdiri.
(9) Chyne stoke: kelainan fungsi pernapasan ditandai dengan
siklus pernapasan yang tidak stabil.
(10) Biot (cluster): pernapsan dangkal yang diselingi dengan
apnea, dapat terlihat pada klien dengan penyakit sistem saraf
pusat.
c) Postur tubuh
d) Kondusi kulit dan membran mukosa
2) Palpasi
Untuk mendeteksi nyeri tekan, peradangan setempat, mentastasis
tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada.
Palpasi dilakukan untuk mengetahui suhu kulit, pengembangan dada,
abnormalitas massa dan kelenjer, sirkulasi perifer, denyut nadi, dan
pengisian kapiler.
3) Perkusi
Untuk menentukan ukran dan bentuk organ dalam serta serta untuk
mengkaji keberadaan abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru.
Suara perkusi normal adalah sonor/ resonan dengan bunyi seperti
dug- dug. Suara yang tidak normal meliputi pekak pada area
mengalami atelktasis dan hipersonan biala ada udara dalam di dada
atau paru-paru.
4) Auskultasi
Untuk mengethaui ada suara napas yang tidak normal. Ada tiga
macam bunyi nafas npas normal yaitu bunyi vesikular (bernada
rendah, saat inspirasi lebih keras dan panjang daripada ekspirasi),
bunyi napas bronchial (terdengar ditrakea, nada tinggi, keras dan
panjang saat ekspirasi), bunyi napas bronkovasikular (pada area
utama bronkus dan paru dextra atas posterior, nada sedang, saat
inspirasi dan ekspirasi seimbang). Adapun suara napas tambahan
yaitu:
a) Bunyi rules: nada pendek, kasar, putus-putus
b) Suara ronchi: suara berasal dari ronchi yang disebbakan oleh
penyempitan lumen bronkus
c) Suara wheezing: suara mengi, ronchi kering, tinggi, dan putus-
putus
d) Suara ronchi basah: suara berisik terputus-putus akibat aliran
udara yang melewati cairan.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Saturasi Oksigen (SaO2)
2) Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
3) Pemeriksaan Radiologi
4) Tes Fungsi Paru
5) Pemeriksaan Laboratorium

2. Implementasi
Tahap yang keempat pada proses dokumentasi keperawatan adalah
implementasi yaitu pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivitas perawat dalam
membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga untuk mencapai
hasil yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021).
Jenis implementasi yang dilakukan ada dua yaitu 1) intervensi perawatan
langsung, yaitu pelaksanaan tindakan melalui interaksi dengan pasien,
misalnya pemberian obat, melakukan pemasangan infus, instruksi
pemulangan, konseling; 2) intervensi perawatan tidak langsung, di mana
pelaksanaan yang dilakukan jauh dari pasien, akan tetapi dapat mewakili
pasien atau kelompok pasien. Misalnya pengendalian infeksi nosokomial,
keselamatan, dokumentasi, kolaborasi interprofesional ada prinsipnya,
implementasi difokuskan pada penyelesaian atau penanganan diagnosis
keperawatan pasien dan masalah kolaboratif dan mencapai hasil yang
diharapkan, yang dilaksanakan dengan kasih sayang, percaya diri, dan
kemauan untuk menerima dan memahami tanggapan pasien, sehingga
memenuhi kebutuhan kesehatan pasien (Pangkey et al., 2021).
3. Evaluasi
Evaluasi tanda dan gejala status oksigenasi klien setelah intervensi
keperawatan seperti menanyakan persepsi klien tentang status oksigenasi
setelah intervensi, dan menanyakan apakah harapan klien terpenuhi. Untuk
dapat mengevaluasi diperlukan pengetahuan, pengalaman, standar dan sikap.
Pengetahuan tentang karakteristik status oksigenasi yang adekuat dan
pemahaman tentang kebutuhan klien yang diharapkan. Pengalaman mengenai
respons pasien sebelumnya terhadap terapi keperawatan yang direncanakan
untuk gangguan oksigenasi. Dalam aspek standar perlu ditetapkan standar
yang jelas, tepat, spesifik dan akurat untuk dapat mengevaluasi hasil
pengobatan. Kegigihan harus ditunjukkan ketika intervensi tidak berhasil dan
harus direvisi,
sikap disiplin untuk menilai dan mengevaluasi tanda dan gejala klien untuk
menentukan keberhasilan intervensi (Patrisia et al., 2021).
D. Mind Mapping dan Pathway
1. Mind Mapping Kebutuhan oksigenasi

Faktor mempengaruhi Tanda dan gejala


Perubahan fungsi
Penggunaan otot bantu
- Faktor fisiologis pernapasan
napas, takikardia, suara
- Faktor patologis - Hiperventilasi
napas tambahan, sputum
- Faktor perilaku - Gipoventilasi
berlebih, frekuesni napas
- Faktor lingkungan - Hipoksia
meningkat, PCO2
- Hiposekmia
meningkat/menurun,
nilai gas darah
abnormanl, dll.

ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosisi Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi Gangguan penyapihan ventilator Implementasi
Gangguan pertukaran gas
Gangguan ventilasi spontan
Pola napas tidak efektif
2. Pathway

Ganggua Bersihan
Pola
n
Frekuensi jalan
Sputu Konsolid
napas
pertukar
napas, alat mnapas tidakari
an gas napas,
bantu tidak
mengent jaringan
efektif
analisa gas paru

PMN
meningk SDM
Komplain paru
dan
leukos
it
Penumpukan cairan dalam alveoli Jamur, virus, alrgi, asma,
PMN
PPOK, pneumnia, TB
mengi

Eksudat dan sirosis masuk


Perubahan ke alveoli dan menembus
anatomis pada pembuluh darah
pembuluh
darah
DAFTAR PUSTAKA

Nurohmat, & Ruswadi, I. (2021). Etika Keperawatan (Abdul (ed.)). CV. Adanu
Abimata.

Pangkey, B. C. A., Hutapea, A. D., Simbolon, I., Sitanggung, Y. F., & Pertami, S. B.
(2021). Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Yayasa Kita Menulis.

Paryono, Isabella, N., Risal, M., Munir, M., Mulyanti, S., Lestari, F. V. A., Diyono,
Setiani, D. Y., Warsini, Aminingsih, S., & Hotimah, N. H. (2021). Keperawatan
Dasar: Teori dan Praktek (W. Satyaningsih (ed.); 1 ed.). Tahta Media Group.

Patrisia, I., Juhdelina, Kertika, L., Pakpahan, M., Siregar, D., & Biantoro. (2021).
Asuhan Keperawatan pada Kebutuhan Dasar Manusia (A. Karim (ed.)). Yayasa
Kita Menulis.

Sumiyati, Anggriani, D. D., Kartika, L., Arkianti, M. M. Y., Sudra, R. I., Hutapea, A.
D., Sari, M. H. N., Rumerung, C. L., Sihombing, R. M., Umara, A. F., &
Sitanggang, Y. F. (2021). Anatomi Fisiologi (A. Karim (ed.); Cetakan 1).
Yayasa Kita Menulis.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1 ed.). DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI.

Utami, N. W., Agustine, U., & P, R. E. H. (2016). Etika Keperawatan dan


Keperawatan Profesional (1 ed.). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Weekley, M. S., & Bland, L. E. (2021). Oxygen Administration. StatPearls.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551617/
WHO. (2022). Oxygen. https://www.who.int/health-topics/oxygen#tab=tab_1

Williams, P., & O’Neill, P. A. (2018). DeWit’s fundamental concepts and skills for
nursing. 920.

Anda mungkin juga menyukai