Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan
aliran udara disaluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran
udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) adalah didefinisikan sebagai penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK dapat bermanifestasi dari
bronkitis kronik, emfisema atau gabungan keduanya.3
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai kelainan saluran napas yang ditandai
oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dua tahun berturut - turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya 2. Emfisema
didefinisikan sebagai suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.2
Sementara itu, definisi kerja PPOK menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2010 adalah penyakit dengan efek
ekstrapulmonal signifikan dengan karakteristik keterbatasan aliran udara yang
tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara terjadi progresif dan
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas
berbahaya.3
Teori! ditambah!
1. Depkes RI, TOT Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular Ditjen PP &
PL , 2007.
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis: Pedoman Praktis Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2004. [http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf]
3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy
for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. 2010.
[http://www.goldcopd.org/Guidelines/guidelines-resources.html]

B. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru


Pernapasan secara harafiah berarti pergerakan oksigen (O 2) dari atmosfer
menuju ke sel dan keluarnya karbondiaoksida (CO 2) dari sel ke udara bebas.
(Sylvia,2006).
Fungsi utama proses respirasi adalah untuk memperoleh O2 agar dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel.
(Sherwood,2001).
Saluran pernapasan terbagi emnjadi dua yaitu saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernapasan bagian bawah.
1. Saluran Napas Bagian Atas
a. Hidung dan Rongga hidung (Nassal)
Hidung dan rongga hidung membentuk pembukaan eksternal udara
untuk system pernapasan dan merupakan bagian pertama dari system
saluran pernapasan, hidung adalah struktur wajah yang terbentuk dari
tulang rawan (kartilago), tulang, otot, dan kulit yang mendukung dan
melindungi bagian anterior rongga hidung. Rongga hidung adalah ruang
kosong dalam hidung dan tengkorak yang dilapisi dengan rambut dan
selaput lendir. Fungsi rongga hidung untuk menghangatkan,
melembabkan, dan sebagai filter terhadap udara yng memasuki tubuh
sebelum mencapai paru-paru. (Sloane,2003).
Gambar 1 Anatomi Hidung
Sumber : Evelyn,2009

b. Faring
Faring (tekak) adalah pipa barotot berukuran 12,5 cm yang berjalan
dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan usofagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid. (Evelyn,2009). Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofaring) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
(Arif,2008)
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring atau tekak
tempat terletaknya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengan sebagai suara. (Arif,2008)
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang
keluar masuk dan juga sebagai jalan makanan dan minuman yang ditelan,
faring juga menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara
percakapan.(Arif,2008)
Gambar 2 Anatomi Faring
Sumber : https://07oneklikbiologi.wordpress.com

c. Laring
Laring terdiri dari rangkain cincin tulang rawan yang dihubungkan
oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga
diantara pita suara (yaitu glottis) bermuara kedalam trakea dan
membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah. Glottis
merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bagian
bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi,
tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu
menelan, gerakan laring keatas, penutupan glottis, dan fungsi seperti pitu
dari epiglottis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan
untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk kedalam esophagus. Jika
benda asing masih mampu masuk melampaui glottis, fungsi batuk yang
dimiliki laring akan membantu mengahalau benda dan secret keluar dari
saluran pernapasan bagian bawah.(Sylvia,2006)

2. Saluran Napas Bagian Bawah


a. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu
kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inchi). Struktur trakea dan
bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu
dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea pipih
dibandingkan sekelilingnya karena cincin tulang rawan didaerah itu tidak
sempurna, dan letaknya tepat di depan esophagus.
b. Bronkus
Kedua bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan ke bawah dan kesamping kea rah tampak paru-paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada yang kiri; sedikit lebih tinggi
daripada arteri pulmonaris dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut
bronkus lobus atas; cabang kdua timbul setelah cabang utama lewat
dibawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus lobus tengah keluar
dari bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing
daripada yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonaris sebelum
dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
(Evelyn,2009).

cari gambar lain!


Gambar 3 Laring, trakea, dan bronki beserta cabang-cabangnya
Sumber : Evelyn, 2009

c. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir
yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas
d. Alveolus
Alveoli merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2, terdapat
sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas
70 m2. 5
Terdiri atas 3 tipe :
1) Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveoli
2) Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan
dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
3) Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan.

e. Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang
ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada
diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai
dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-
paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan
kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001)
Gambar 4 Paru-paru
Sumber : Putz ddk, 2001

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi


menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang
langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang
disebut kavum pleura (Guyton,2007).

Gambar 5. Paru-paru
Sumber : Tortora,2012
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam
paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer.
Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik
pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan
dibagi menjadi dua yaitu : 5
Otot-otot inspirasi
1) Prime mover
a) Diafragma
b) M. intercostalis Externa
2) Otot-otot bantu napas
a) m. scalenus anterior
b) m. scalenus medius
c) m. sternocleidomastoideus
d) m. pectolaris major
Otot-otot ekspirasi
1) prime mover
a) m. intercostalis interna
2) otot-otot bantu napas
a) m. rectus abdominis
b) m. obliques abdominis eksternus
c) m. obliques abdominis internus
d) m. transversus abdominis

Gambar 6 Otot-otot Pernapasan


Sumber : Tortora,2012

3. Fisiologi Saluran Pernapasan


Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan
karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara
kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut.7
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung
paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen
dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada
lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis.
Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia
surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk
mengempis.
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma
menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan
tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar
yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan volume
udara bertambah.
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi
menaikkan volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan
intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke
posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir
inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan
recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke
luar dari paru-paru.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.7
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen
dari alveol ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.7

a. Volume dan kapasitas paru


1) Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau
diekspirasi pada setiap kali pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml
pada rata-rata orang dewasa.
2) Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang
diinspirasi setelah volume tidal, dan biasanya mencapai ± 3000 ml.
3) Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih
dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir
ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya ± 1100 ml.
4) Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada
dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.7

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru


dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1) Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan
inspirasi. Besarnya ± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang
dapat dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan
mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.
2) Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan
inspirasi + volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan
besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi
normal.
3) Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan
merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari
paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan
kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
4) Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC)
adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru
setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa
minimum. Hasil ini didapat setelah seseorang menginspirasi
dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan cepat
5) Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini
didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakn pernafasan
dalam dan inspirasi maksimal yang kemudian diekspirasikan
secara paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin, dengan
cara ini kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan
dalam satu detik. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas
vital + volume residu. Besarnya ± 5800ml, adalah volume
maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin dengan
inspirasi paksa.Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita ±
20 – 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet dan
orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan
astenis.7
Posisi tubuh juga mempengaruhi volume dan kapasitas paru, biasanya
menurun bila berbaring, dan meningkat bila berdiri. Perubahan pada posisi
ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu kecenderungan isi abdomen menekan
ke atas melawan diafragma pada posisi berbaring dan peningkatan volume
darah paru pada posisi berbaring, yang berhubungan dengan pengecilan
ruang yang tersedia untuk udara dalam paru.7

Gambar 7 Spirogram dari Volume dan Kapasitas Paru


Sumber : Tortora,2012

C. Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi
mukus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian
ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan
hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan
prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%3.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun
2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit
tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab
kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di
Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa Barat
seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa Selatan
seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian
terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi
mencapai empat kali lipat4.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai
PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI 1992
menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki
peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia1.

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis: Pedoman Praktis Diagnosis Dan


Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2004. [http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf]
4. Macnee W. Chronic Bronchitis and Emphysema. In Seaton A, Seaton D,
Leitch AG editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Disease. Vol 1. 5th
ed. London. Blackwell Science; 2000: Hal : 617-695.
5. Hasleton, P.S. Spencer’s Pathology of The Lung Fifth Edition. McGraw
Hill.1996. pg : 598-599.

D. Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Faktor- faktor yang bermakna termasuk diantaranya merokok ( sebagian
besar), polusi udara ( efeknya pada non-perokok sangat kecil), disertai dengan
komponen genetic dan kostitusi. ( Soernarno,1993)
1. Kebiasaan merokok (PDPI,2011)
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya PPOK. Kebiasaan merokok adalah
satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai
penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada
perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan bukan
perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbiditi dan mortaliti
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan perokok sigaret. Tipe lain dari jenis rokok yang populer
di berbagai negara tidak dilaporkan. Risiko PPOK pada perokok tergantung
dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok
pertahun dan lamanya merokok ( Indeks Brinkman ) Tidak semua perokok
berkembang menjadi PPOK secara klinis,karena dipengaruhi oleh faktor
risiko genetik setiap individu. Perokok pasif (atau dikenal sebagai
environmental tobacco smoke-ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya
gejala respirasi dan PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah
inhalasi pertikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat berisiko terhadap
janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan
sistem imun awal. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
1) Perokok aktif
2) Perokok pasif
3) Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
1) Ringan : 0-200
2) Sedang : 200-600
3) Berat : > 600
Asap rokok merupakan penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya.Identifikasi merokok sebagai faktor risiko yang paling biasa
ditemui untuk PPOK telah menyebabkan penggabungan program berhenti
merokok sebagai elemen kunci dari pencegahan PPOK, serta intervensi
penting bagi pasien yang sudah memiliki penyakit.
2. Dilatasi bronkus(bronkietaksis), menyebabkan gangguan pada susunan dan
fungsi dinding bronkus sehingga bakteri mudah terjadi. (Soemantri,2009)
3. Polusi udara
4. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
5. Riwayat infeksi saluran nafas
6. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk
7. Berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer, 2001)
Masih ada lanjutan belum lengkap

E. Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK dikarakteristikkan dengan adanya inflamasi bronkus di sepanjang
saluran pernapasan, parenkim paru dan system pembuluh darah pulmonary.
Terdapat peningkatan jumlah magrofag, sel limfosit T ( terutama CD8+) dan
neutrophil diberbagai bagian paru. Sel inflamasi yang teraktifkan ini akan
melepaskan berbagai mediator inflamasi yang dapat merusak struktur paru atau
memperlambat inflamasi neutrofilik. Inflamasi di paru-paru disebabkan oleh
paparan partikel dan gas yang yang terhirup. Asap rokok dapat memicu inflamasi
dan secara langsung merusak paru-paru. (Budiman,2010)
Sedangkan tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
salran pernapasan bawah yang disebabkan oleh Microbacterium tuberculosis.
Bakteri ini bisa menular dan bila terhirup oleh individu yang memiliki kekekbalan
tubuh kurang akan mengakibatkan bakteri tersebut masuk kedalam saluran
pernapasan (alveoli) dan terjadilah inflamasi pada saluran pernapasan.
Seseorang dengan tuberkulosisi paru akan memiliki faktor resiko lebih besar
terkena PPOK yang diperparah oleh faktor-faktor lain seperti asap rokok.
Merokok dapat meningkatkan resiko infeksi kuman Microbacterium tuberculosis.
Sevcara bilogis, hubungan merokok dengan peningkatan resiko tuberculosis paru
adalah melalui penurunan respon kekebalan tubuh dan gangguan mekanis fungsi
silia sehingga meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya PPOK. (PDPI,2013)
Oleh karena mucocillaiary defence dari paru mengalami kerusakan, maka
meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi, ketika timbul infeksi,
kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia, sehingga produksi
mucus akan meningkat. Dinding bronkial meradang dan menebal(sering kala
sampai 2 kali kekekbalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mucus kental ini
bersama-sama dengan produki mucus yang banyak akan menghambat beberapa
aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronik mula-
mula memperngaruhi hanya pada bronkus besar, dan pada akhirnya seluruh
saluran napas akan terkena.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkus menyebabkan obstruksi jalan
napas, terutama saat ekspirasi. Jalan napas mengalami kolaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal paru-paru. Obstruktif ini menyebabkan ventilasi
alveolar, hipoksia dan asidosis. Pasien akan mengalami kekurangan oksigen
jaringan dan timbul rasio ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. Pasien
akan terlihat sianosis ketika mengalami kondisi ini. Sebagai kompensasi dari
hipoksemial, terjadilah polisitemia (overproduksi eritrosit).
Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi
pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidsk
ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit
karpulmonal dan CHF (Soemantri,2009).

F. Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Gejala yang terdapat pada penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
1. Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak
makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut
(eksaserbasi). Kadang dijumpai batuk darah
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas
(mansjoer, 2001), sesak napas bersifat progresif (makin berat) dan sehari
penuh, terutama pada musim dimana udara dingin dan berkabut. Selanjutnya
sesak napas terjadi bila bergerak sedikit saja dan lama kelamaan dapat terjadi
sesak napas yang berat, sekalipun dalam keadaan istirahat. Pada sebagian
pasien sesak justru datangnya pada malam hari, terutama pada pasien yang
berusia tua sehingga menyebabkan tidur pasien terganggu.
4. Adakalanya terdengar bunyi wheezing atau mengi
5. Pada pemeriksaan auskultasi terdengar suara ronkhi saat inspirasi.

Gejala PPOK pada eksaserbasi akut : (Budiman,2010)


1. Peningkatan volume sputum
2. Perburukan pernapasan secara akut
3. Dada terasa berat (Chest tightness)
4. Peningkatan purulensi sputum
5. Peningkatan kebutuhan bronkodilator
6. Lelah dan lesu
7. Peningkatan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah, terengah-engah)

Gejala pada kasus PPOK berat : (Budiman,2010)


1. Cyanosis (kulit membiru akibat terjadinya kegagalan respirasi)
2. Gagal jantung kanan (cor pulmonale) dan edema perifer
3. Plethoric complexion, yaigtu pasien menunjukkan gejala wajah yang
memerah yang disebabkan polycythemia (erythrocytosis, jumlah eritrolit yang
meningkat).
G. Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Dalam proses penegakkan diagnosis, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang dalam kasus PPOK untuk menyingkirkan diagnosis yang yang
mungkin. Pemeriksaan tersebut diantaranya sebagai berikut : (Soemantri, 2009)
1. Chest X-Ray
2. Pemeriksaan fungsi paru
3. Total Lung Capasity (TLC)
4. FEV1/FVC
5. Arterial Blood Glasses (ABGs)
6. Bronkogram
7. Sputum kultur
8. ECG
9. Exercise ECG
Selain menggunakan beberapa pemerksaan penunjang diatas, penegakan
diagnosis juga dapat dilakukan melalui assesmen oleh fisioterapis yang meliputi
riwayat penyakit dan pemeriksaan secara klinis untuk mengetahui serta
menentukan tujuan yang akan dicapai dari tindakan terapi.

10. Prognosis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


11. Teknologi Fisioterapi
1. Nebulizer
Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk merubah obat dari bentuk
cair ke bentuk partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat bermanfaat apabila
dihirup atau dikumpulkan dalam organ paru. Nebulizer merupakan alat medis
yang digunakan  untuk memberikan cairan obat dalam bentuk uap/ aerosol ke
dalam saluran pernafasan. 24
Nebulizer merupakan alat dengan mesin tekanan udara yang
membantu untuk pengobatan asma dalam bentuk uap/ aerosol basah. Terdiri
dari tutup, “mouthpiece” yang dihubungkan dengan suatu bagian atau masker,
pipa plastik yang dihubungkan ke mesin tekanan udara. 24

2. IRR
Infra Red Radiation (IRR) merupakan pancaran gelombang
elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700-4 juta A.21 IRR selain
berasal dari matahari dapat pula diperoleh secara buatan dari bantalan listrik
dan carbon pendek. Bantalan listrik akan mengeluarkan sinar infra merah
gelombang panjang, pendek dan sinar visible. Carbon pendek akan
mengeluarkan sinar infra merah yang disertai sinar visible dan juga sinar ultra
violet. IRR dapat diklasifikasikan menjadi: 24
a. Berdasarkan panjang gelombang
Gelombang panjang (non penetrating) panjang gelombang di atas
12.000 A s/d 150.000 A. daya penetrasi hanya sampai superficial
epidermis (0.5 mm).
Gelombang pendek (penetrating) panjang gelombang 7.700-12.000 A,
daya penetrasi lebih dalam sampai jaringan sub kutan dan dapat
mempengaruhi ssecara langsung terhadap pembuluh kapiler, pembuluh
lymphe, ujung syaraf dan jaringan di bawah kulit.
b. Berdasarkan Type
- Type A: panjang gelombang 780-1500 A. penetrasi dalam
- Type B: 1500-3000 A. penetrasi dangkal
- Type C: 3000-10000 A. penetrasi dangkal
Generator inframerah terbagi menjadi dua yaitu non luminous dan
luminous generator. Non luminous hanya mengandung infra merah
saja sedangkan luminous generator selain mengandung IR juga sinar
visible dan UV. Pengobatan non luminous disebut Infra Red radiation.
Pancaran max; 40000, generator kecil kekuatan 500 watt, sedang-besar
; 750-1500 watt, sedangkan luminous generator pengobatannya sering
disebut dengan radiant heating, mempunyai kekuatan 60, 1000 sampai
1500 watt. Menggunakan IRR dapat memperoleh efek fisiologis dan
efek terapeutik. Efek fisiologis yang bisa diperoleh dari pemakaian
IRR yaitu:
1) Meningkatkan metabolisme
2) Vasodilatasi pembuluh darah
3) Pigmentasi, hal ini terjadi karena adanya perusakan sebagian sel-
sel darah merah di tempat tsb
4) Pengaruh terhadap syaraf sensoris
5) Pengaruh terhadap jaringan otot
6) Destruksi jaringan; bila berlangsung lama sehingga di luar toleransi
jaringan penderita
7) Menaikkan temperature tubuh
8) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat; terjadi karena pengaruh
rangsangan panas yang dibawa ujung-ujung syaraf sensoris
sehingga mengaktifkan kelenjar keringat

Sedangkan efek terapeutik yang bisa diperoleh yaitu:


1) Mengurangi nyeri
2) Relaksasi otot
3) Meningkatkan sirkulasi darah
4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme

3. Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK) et causa Tuberkulosis Paru

Anda mungkin juga menyukai