Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP OKSIGENASI

Dosen Pengampu : Ns. Imelda Pujiharti, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An Disusun Oleh :

1. Siti Nur Afifah 1720220013


2. Kamelia Nur Insani 1720220014
3. Fikri Haikal Adriansyah L 1720220033

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH 2023

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP OKSIGENASI


1. Definisi
Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses kehidupan karena oksigen
sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen di dalam tubuh harus terpenuhi
karena apabila berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama
akan menyebabkan kematian. Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan
dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, pembebasan jalan napas dari sumbatan yang
menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan memperbaiki organ pernapasan agar berfungsi secara
normal (Hidayat & Uliyah, 2015).
Oksigenasi merupakan kebutuhan fisiologis utama bagi manusia. Tubuh memerlukan oksigen untk
mempertahankan kehidupan. Pada seseorang yang sehat oksigen 21% (dalam udara bebas) cukup untuk
mendukung fungsi normal. Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yaitu : ventilasi, perfusi, dan
difusi. Agar pertukaran gas dapat terjadi maka organ, saraf, dan otot pernapasan harus utuh dan sistem
saraf pusat harus mampu mengatur siklus pernapasan (Lynn, 2011).
Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan oksigen yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel.
Tanpa oksigen dalam waktu tertentu sel akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan
kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu
menoleransi kekurangan oksigen hanya 3-5 menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari 5
menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen. Secara normal elemen ini diperoleh dengan
cara menghirup oksigen setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen untuk kemudian diedarkan ke
seluruh jaringan tubuh (Hidayat & Uliyah, 2015).

2. Anatomi Fisiologi
A. Anatomi

Organ sistem pernafasan terdiri dari 2 bagian yaitu sistem pernafasan bagian atas dan sistem pernafasan
bagian bawah. Sistem pernafasan bagian atas menjamin udara yang masuk dalam keadaan bersih. Pada
bagian ini udara di hangatkan, disaring dan
dilembabkan. Sedangkan pada sistem pernafasan bagian bawah terjadi proses pertukaran O2 dengan
CO2.

Organ pernafasan bagian atas terdiri atas hidung, faring , laring. Sedangkan organ pernafasan bagian
bawah adalah trakea, bronkus dan paru paru. Pada paru paru terdapat bronkheolus dan alveolus.
Gambar 8.1: Anatomi Organ Pernafasan
Sumber: (P.D. Anderson, 1999)

a) Hidung

Hidung adalah organ sistem pernafasan paling luar. Di awali dari Rongga Hidung atau Cavum Nasalis.
Udara dari luar pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui rongga hidung. Rongga hidung di lapisi oleh
selaput lendir yang berfungsi menangkap atau menjebak benda asing agar tidak masuk lebih dalam ke
rongga hidung.

Gambar 8.2 : Anatomi Hidung


(‘Medical Diagram Nasal cavities’, 2004)
Di dalam rongga hidung terdapat 2 kelenjar, yaitu kelenjar minyak atau kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat atau kelenjar Sudoriferus. Terdapat rambut atau bulu hidung. Sedangkan rambut atau bulu
hidung berfungsi untuk menyaring kotoran yang terbawa udara saat bernafas. Di dalam rongga hidung
juga terdapat konka hidung. Konka memiliki pembuluh darah kapiler yang banyak sekali, konka
berfungsi menghangatkan udara di dalam rongga hidung.

b) Faring (Tenggorokan)
Faring terletak di belakang rongga hidung. Faring merupakan percabangan dari saluran pernafasan dan
saluran pencernaan. Saluran pernafasan terletak pada bagian depan di sebut Nasofaring dan saluran
pencernaan terletak pada bagian belakang di sebut Orofaring.

Fungsi faring adalah sebagai jalan masuknya udara saat bernafas dan sebagai jalan material makanan
yang masuk ke lambung saat makan. Nasofaring dan Orofaring bekerja secara bergantian. Ketika
bernafas Orofaring akan tertutup untuk memberi jalan udara. Ketika sedang makan Nasofaring akan
tertutup untuk memberi jalan pada makanan. Secara normal ada pengaturan otomatis saat kita bernafas,
makan dan berbicara. Pengaturan tersebut di lakukan oleh fungsi saraf. Dalam kondisi tertentu ketika
seseorang melakukan aktivitas makan sambil berbicara, bisa jadi mengacaukan pengaturan tersebut dan
akibatnya tersedak, makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan. Jika hal tersebut terjadi,
spontan tubuh akan mengeluarkan semua benda asing yang turut bersama udara masuk ke saluran nafas.
Dalam kondisi tersedak reaksi tubuh adalah batuk seketika itu juga untuk mendorong makanan atau
minuman keluar dari saluran nafas. Sering kali makanan atau minuman akan keluar melalui rongga
hidung. Faring juga menyiapkan ruang dengung untuk memberikan efek resonansi suara pada saat
berbicara, sehingga suara akan lebih berkualitas(Patwa Apeks, 2015).

c) laring (Pangkal Tenggorok)


Laring adalah sebuah saluran yang di kelilingi oleh tulang rawan, terletak antara orofaring dengan trakea.
Selain sebagai saluran keluar masuknya udara, laring merupakan bagian dari sistem pernafasan yang
berfungsi memproduksi bunyi atau suara. Suara terbentuk saat selaput yang ada pada pangkal tenggorok
bergetar dan di lewati udara dari
paru paru. Di dalam laring terdapat selaput mukosa yang tersusun dari jaringan epitel berlapis pipih dan
tebal, cukup kuat untuk menahan getaran suara pada laring. Pada pangkal laring terdapat susunan tulang
rawan yang membentuk jakun, pada pangkal ini juga terdapat katup yang di sebut dengan epiglotis.
Epiglotis menutup saat makan dan membuka saat bernafas (Patwa Apeks, 2015).

d) Trakea (Batang Tenggorok)


Trakea adalah organ pernafasan yang bentuknya seperti tabung, membentuk saluran sepanjang leher dan
sebagian pada rongga dada. Panjang trakea kurang lebih 10 – 11 cm dengan diameter kurang lebih 2 cm.
Trakea memiliki dinding yang tipis dan kaku, di kelilingi oleh cincin tulang rawan. Trakea memiliki
silia pada bagian dalam yang berfungsi menyaring benda asing yang masuk ke saluran nafas bersama
udara.

Trakea terletak pada leher di bawah laring dan di depan esophagus dan cervical ke 6 sampai dengan
thorax dan mediastinum. Pada bagian pengkal, trakea bercabang 2 yang di sebut dengan bronkus.

Trakea berfungsi menyalurkan udara pernafasan dari rongga hidung menuju paru paru melalui bronkus.

e) Bronkus
Bronkus merupakan saluran yang di mulai dari percabangan pangkal trakea, bronkus menghubungkan
trakea dengan paru paru. Percabangan mengarah pada paru kanan dan paru kiri. Bronkus di susun oleh
tulang rawan dan otot otot halus yang bagian dalamnya di selimuti oleh selaput lendir. Tulang rawan
mempertahankan saluran tetap kokoh dan tidak mengempis selama periode inspirasi dan ekspirasi. Pada
bagian pangkalnya, bronkus bercabang menjadi bronkiolus. Semakin mendekati percabangan, tulang
rawan semakin menipis. Sementara otot otot halus akan semakin tebal.

f) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran berbentuk seperti tabung dan merupakan percabangan dari bronkus.
Bronkiolus di bentuk oleh jaringan epitelium. Dinding Bronkiolus terbentuk dari otot polos yang
berfungsi mengatur jalan nya udara serta
kestabilan temperatur. Pangkal bronkiolus bercabang cabang dan terdapat gelembung gelembung
alveolus.

g) Paru Paru
Paru paru terletak pada rongga dada menghadap ke tengah Mediastinum. Paru paru di bungkus oleh
selaput pleura, bagian dalam yang langsung membungkus paru paru adalah lapisan viseral dan bagian
luar yang berhubungan dengan rongga dada adalah lapisan parietal. Dalam keadaan normal paru paru
mengembang dan mengempis dengan leluasa. Kavum pleura mengandung cairan surfaktan yang
berfungsi melumasi permukaan lapisan pleura agar paru paru terlindung dari luka gesekan dengan
dinding dada saat paru paru mengembang dan mengempis (Silverthon C, 2001).

Gambar 8.3 : Anatomi Paru

Paru paru merupakan organ yang sebagian besar terdiri dari gelembung gelembung yang di sebut dengan
alveoli atau alveolus. Alveolus merupakan organ pernafasan terkecil dengan diameter 1 s.d 2 mm,
berbentuk kantung, berdinding sangat tipis, terletak pada percabangan brokiolus. Antara alveolus satu
dengan alveolus lain di batasi oleh septum yang memiliki pori. Dinding alveolus di kelilingi pembuluh
darah kapiler yang berbentuk pleksus, pada kapiler inilah respirasi menjalankan fungsinya. Di alveolus
ini terjadi proses pertukaran antara oksigen(O2) yang di ambil dari udara bebas dengan Karbon dioksida
(CO2) sisa pembakaran yang terjadi di dalam tubuh. Pertukaran gas terjadi melalui proses difusi (Patwa
Apeks, 2015). Alveolus bergabung dalam satu sakus membentuk satu duktus , duktus duktus kemudian
membentuk bronchus respiratori dan kemudian membentuk lobus paru.

B. Fisiologi Sistem Pernafasan


Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan oksigen sebagai bahan bakar melakukan metabolisme.
Kebutuhan oksigen yang tidak tercukupi menimbulkan masalah. Otak yang tidak tersuplai oksigen
dalam hitungan menit akan menimbulkan masalah yang fatal. Anoksia serebral dapat berujung pada
kematian. Dalam menjalankan fungsi pernafasan, tubuh melaksanakan 2 macam pernafasan. Pernafasan
yang terjadi di paru paru di sebut pernafasan eksternal dan yang terjadi pada sel di sebut dengan
pernafasan dalam atau internal.

a) Pernafasan luar( eksternal)


yang dimaksud pernafasan luar adalah pernafasan yang terjadi di paru paru. Pertukaran udara yang
terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler. Udara yang mengandung oksigen di
hirup melalui hidung atau mulut. Masuk melalui saluran nafas dan sampai pada Alveolar yaitu
gelembung gelembung yang ada diparu paru. Proses ini terjadi secara difusi dalam kapiler pulmonar
yang mengelilingi alveolar. Darah selanjutnya di bawa menuju jantung dan dari jantung di
transformasikan ke seluruh tubuh untuk proses metabolisme. Dalam proses tersebut karbon dioksida
yang merupakan hasil buangan dari paru menembus membran alveolar, selanjutnya CO2 di keluarkan
melalui saluran bronkus menuju hidung atau mulut untuk di buang ke udara bebas(Silverthon C, 2001).

Terdapat 4 proses dalam pernafasan eksternal:

1) Ventilasi, yaitu gerakan pernafasan atau keluar masuknya udara dalam alveolar dengan udara luar.
2) Aliran darah melalui paru paru, yaitu darah yang kaya akan O2 di alirkan ke seluruh tubuh dan darah
yang kaya CO2 dari seluruh tubuh di alirkan menuju paru paru.
3) Distribusi, yaitu pengantaran arus darah ke seluruh tubuh secara merata sesuai kebutuhan sampai ke
ujung ujung organ perifer.
4) Difusi, di dalam proses difusi, gas karbon dioksida(CO2) lebih mudah menembus membran alveolar
di bandingkan dengan gas Oksigen(O2).
Proses pertukaran O2 dan CO2 terjadi ketika tubuh merespons adanya sinyal bahwa konsentrasi O2
dalam darah perlu di tingkatkan. Kondisi tersebut merangsang pusat pernafasan pada otak. Sebagai
respons maka pusat saraf mengirimkan sinyal untuk meningkatkan frekuensi pengambilan oksigen pada
udara bebas. Maka proses bernafas dimulai. Oksigen dari udara masuk ke paru paru dan melalui proses
difusi selanjutnya di transformasi ke jantung dan di edarkan ke seluruh tubuh dalam ikatan HBO2 atau
asam hematin. Sedangkan CO2 di lepas dari paru paru menuju udara bebas melalui mulut atau hidung
(Silverthon C, 2001)

b) Pernafasan Dalam
Pernafasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel tubuh. Hal ini
terjadi saat tubuh melaksanakan proses oksidasi glukosa atau molekul lainnya untuk memperoleh energi.
Proses oksidasi ini membutuhkan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida sebagai sisa metabolisme.

Transport Oksigen(O2) dari alveoli menuju jaringan melalui darah. Transport CO2 mengalir dari sel yang
ada di jaringan menuju alveoli paru. Oksigen yang mengalir ke jaringan larut dalam Haemoglobin.
Jumlah kedua gas yang ditransport ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2
tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2
yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia reversibel, yang mengubahnya menjadi senyawa
lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi
CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah menjadi 17 kali (Silverthon C, 2001).
c) Sistem Pengangkutan Oksigen Dalam Tubuh

Gambar 8.4 : Transportasi Oksigen (O2) dalam Tubuh


Manusia (Silverthon C, 2001)
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem kardiovaskuler. Oksigen yang
masuk ke jaringan sesuai dengan jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru paru, pertukaran gas
yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.
Aliran
darah bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah
ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik) hemoglobin(Silverthon C,
2001).

Transpor oksigen melalui lima tahap sebagai berikut:

1) Tahap I:
Proses mengalirnya O2 yang ada di atmosfer ke paru paru. Keadaan ini terjadi akibat adanya perbedaan
tekanan parsial. Tekanan parsial oksigen(paO2) atmosfer 159 mmHg dan tekanan parsial O2 dalam
paru paru 105 mmhg. Karena tekanan dalam lebih kecil maka O2 mengalir dari luar masuk ke paru
paru.

2) Tahap II:
Proses mengalirnya O2 dari jantung menuju paru paru. Darah dari jantung yang menuju paru memiliki
tekanan parsial 40 mmhg. Tekanan parsial O2 yang tinggi di dalam alveolar mengakibatkan Oksigen
mengalir dari alveolar menuju pembuluh darah. Perpindahan O2 ini di lakukan dengan cara difusi.
Setelah proses difusi selesai maka tekanan parsial O2
dalam pembuluh darah naik menjadi 100 mmhg dan siap untuk di lanjutkan peredarannya ke seluruh
tubuh.

3) Tahap III:
Transportasi O2 dari pembuluh darah ke seluruh tubuh.

Jumlah oksigen yang diangkut ke seluruh jaringan di pengaruhi oleh kadar hemoglobin dalam darah.
Oksigen yang terikat pada hemoglobin darah yang dapat di angkut. Oleh karena itu, pada kasus kasus
tertentu ketika pasien mengalami sesak, maka selain memberikan asupan oksigen dari luar pemeriksaan
kadar hemoglobin menjadi prioritas. Misalnya pasien dengan gagal ginjal, pendarahan akut dan lain lain.
Derajat kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen(O2) di pengaruhi oleh tekanan parsial karbon
dioksida(CO2) atau PH.

4) Tahap IV:
Oksigen di bawa melalui cairan Interstisial.

Perbedaan tekanan parsial oksigen dalam darah (100 mmhg) dengan tekanan parsial oksigen dalam
cairan interstisial (20 mmhg) merangsang perpindahan oksigen dari pembuluh darah ke dalam cairan
interstisial. Perpindahan di lakukan dengan cara difusi.

5) Tahap V
Oksigen di bawa dari interstisial menuju sel.

Perbedaan tekanan parsial(PaO2) antar cairan interstisial dengan tekanan parsial oksigen pada sel (0-20
mmhg) mengakibatkan perpindahan O2 dari interstisial menuju sel. Berikutnya di dalam sel terjadi raksi
oksidasi senyawa yang bersumber dari nutrisi yaitu karbohidrat, lemak dan protein yang menghasilkan
H20, CO2 dan energi (Pearce, 2009).

d) Proses Pernafasan (Respirasi)

Bernafas adalah proses menghirup oksigen(O2) yang berasal dari udara bebas dan menghembuskan
karbon dioksida(CO2) dari paru ke udara bebas melalui hidung atau mulut, yang di lakukan secara
bergantian dan terus menerus.

1) Inspirasi
Proses menghirup udara yang mengandung oksigen dari udara bebas melalui hidung disebut Inspirasi.
Setelah masuk ke rongga hidung, udara akan masuk ke paru paru melalui saluran pernafasan. Di alveolar
paru terjadi proses difusi dan oksigen di ikat oleh hemoglobin(HBO2). Selanjutnya di bawa menuju
jantung dan siap di transportasikan ke seluruh tubuh.

Mekanisme Inspirasi :
Diafragma dan muskulus intercostalis externa berkontraksi volume dan rongga thorax
bertambah tekanan intra pleura akan berkurang paru akan berkembang tekanan intra
pulmonal akan menurun udara akan masuk kedalam organ paru.

2) Ekspirasi

Proses menghembuskan udara yang mengandung CO2 hasil metabolisme dari paru paru menuju udara
bebas di sebut ekspirasi.

Metabolisme pada sel menghasilkan energi dan Karbon dioksidaCO2) sebagai produk sisa.

Karbon dioksida sebagai produk sisa oksidasi di sel akan diikat oleh hemoglobin dalam ikatan HBCO2.
Selanjutnya melalui pembuluh darah vena di bawa menuju jantung. Melalui katup jantang kanan darah di
pompa menuju alveolar paru. Perbedaan tekanan parsial mengakibatkan pelepasan CO2 dan Pengikatan
O2. Selanjutnya CO2 di keluarkan menuju udara bebas melalui hidung atau mulut (Pearce, 2009).
Mekanisme Ekspirasi:
Diafragma dan muskulus intercostalis externa melakukan relaxasi Volume
dan rongga thorax berkurang Tekanan intrapleura bertambah negatif Paru
mengkerut (volume mengecil) Tekanan intra pulmonal meninggi diatas
tekanan Atmosfir Udara akan keluar dari Paru.

Volume udara pernafasan


a) Udara Tidal atau udara respirasi : adalah udara yang masuk dan di keluar melalui hidung atau
mulut dalam keadaan normal. Jumlah udara tidal adalah 500 cc.
b) Udara komplementer : adalah volume udara yg masih bisa masuk setelah nafas normal, sehingga paru
paru bisa mengembang maksimal(2000 cc).
c) Udara suplementer : adalah volume udara yang masih bisa di keluar kan seteleh nafas normal, paru
paru mengecil (1300 cc)
d) Kapasitas Vital : adalah volume udara yg masih bisa di dikeluarkan setelah menarik nafas
maksimal (3800 cc)
e) Udara Residual : Volume udara yg tersisa dlm paru paru stelah mengeluarkan nafas maksimal
(1600 cc)
f) Kapasitas Total : Volume maksimal isi dari paru paru (kapasitas vital + udara suplementer). g)
Hawa ruang mati : udara yg tidak ikut pertukaran (ada di ruang mulut dan hidung sampai
bronchiolus).
Frekuensi Pernafasan
Frekuensi pernafasan adalah jumlah periode inspirasi dan ekspirasi dalam 1 menit. 1 periode nafas adalah
satu inspirasi dan 1 ekspirasi. Pernafasan normal pada orang dewasa rata rata 18 s.d 20 kali per menit.
Bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kecepatan mengindikasikan adanya penyesuaian yang di
lakukan oleh tubuh. Ketika tubuh menerjemahkan sinyal tekanan parsial O2 (PaO2) dalam darah
menurun, maka otak akan berespons untuk mengirimkan perintah meningkatkan frekuensi nafas.

Selain kondisi tersebut ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi frekuensi pernafasan diantaranya
adalah: a) Usia
Semakin tua usia manusia, frekuensi pernafasan semakin rendah karena kebutuhan energi juga semakin
sedikit.

b) Jenis Kelamin
Laki laki memiliki frekuensi pernafasan lebih tinggi di bandingkan wanita. Hal ini karena aktivitas laki
laki pada umumnya lebih berat di banding wanita. Sehingga laki laki membutuhkan oksigen lebih tinggi
dan menghasilkan karbon dioksida lebih tinggi juga jika di bandingkan dengan wanita.

c) Suhu Tubuh
Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka frekuensi pernafasan akan semakin tinggi karena terjadi
peningkatan metabolisme. Metabolisme memerlukan Oksigen.
d) Posisi atau Kedudukan Tubuh
Posisi seseorang menentukan frekuensi pernafasan. Posisi berdiri tanpa sandaran memerlukan energi
yang berbeda dengan posisi berdiri dengan bersandar yang memiliki titik tumpu, begitu juga duduk di
kursi dengan posisi jongkok . Tentunya posisi yang menguras energi memerlukan oksigen yang lebih
banyak sehingga frekuensi bernafasnya juga lebih tinggi.

e) Aktivitas
Seseorang yang melakukan aktivitas berat tentunya memerlukan energi yang lebih besar. Energi di
peroleh melalui proses oksidasi yang memerlukan oksigen. Tentunya akan memiliki frekuensi nafas
lebih tinggi.

3. Tanda dan Gejala


Adanya penurunan tekanan inspirasi ckspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi
permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior
posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas
yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen,
iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehítam-hitaman),
hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnomal frekuensi, irama dan kedalaman nafas
(NANDA, 2013).

4. Penatalaksanaan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian oksigen melebihi
pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa,
menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO 2 > 60 % mmHg atau SaO2
> 90 %.
Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :

1) Perubahan frekuensi atau pola napas

2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas

3) Hipoksemia

4) Menurunnya kerja napas

5) Menurunnya kerja miokard

6) Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah inhalasi
oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau
subtioning (Abdullah ,2014).

a. Inhalasi oksigen

Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan oksigen kedalam
paru-paru melalui saluran pernapsan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada
pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan
memenuhi kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia (Hidayat, 2009).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah
dan sistem aliran tinggi.

1) Sistem aliran rendah

Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri
dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Pemberian oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

a) Nasal kanula/binasal kanula.


Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen dengan aliran 1 -6
liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana

Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5 – 10 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 40 - 60 %. c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup muka dengan
kantong rebreathing memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi.
Pada saat pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran
oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.

d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup,
satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya
mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen
dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%.
2) Sistem aliran tinggi

Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe
pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari
sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran
sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju
sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat,
misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
b. Fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase,
clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).

1) Perkusi

Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung pasien yang menyerupai
mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret
pada dinding bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar.

2) Vibrasi

Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan getaran yang kuat dengan
menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar, tindakan ini bertujuan
untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus
terlepas.
3) Postural drainase

Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari berbagai segmen paru
dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam pengeluaran sekret tersebut
dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.

4) Napas dalam dan batuk efektif

Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan
batuk efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan batuk
secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring,
trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas (Hidayat, 2009).

5) Penghisapan lendir

Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak
mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan
napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif D.0001 Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi

Definisi
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten.
Penyebab
Fisiologis
1. Spesma jalan nafas
2. Hipersekresi jalan nafas
3. Disfungsi neuromeskuler
4. Benda asing di dalan jalan nafas
5. Adanya jalan nafas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan nafas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis anatesis)
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif (tidak tersedia) 1. Batuk tidak efektif 2. Tidak
mampu batuk 3. Sputum berlebih 4. Mengi, wheezing dan/atau ronchi
kering 5. Mekonium jalan nafas (pada neonatus)

Tanda dan Gejala Minor


Subjektif Objektif 1. Dispnea 1. Gelisah
2. Sulit bocara 2. Sianosis
3. Ortopnea 3. Bunyi Nafas Menurun 4. Frekuensi Nafas Berubah 5.
Pola Nafas Berubah
Kondisi Klinis Terkait :
1. Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multipel
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diasnotik (mis, bronkospi, transesophageal echocardiography
(TEE))
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas

Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (18-19)

2. Gangguan Pertukaran Gas


Gangguan Pertukaran Gas D.0003 Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi

Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler.

Penyebab
Fisiologis
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
Situasional
4. Merokok aktif
5. Merokok pasif
6. Terpajan polutan

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif 1. Dispnea 1. PCO2 meningkat/menurun 2. PO2
menurun 3. takikardia
4. Ph arteri meningkat/menurun 5. Bunyi nafas tambahan
Tanda dan Gejala Minor
Subjektif Objektif 1. Pusing 1. Sianosis

2. Pengeliatan Kabur 2. Diaforesis


3. Ortopnea 3. Gelisah
4. nafas cuping hidung 5. Pola nafas abnormal
(cepat/lambat,regular/ireguler, dalam/dangkal
6. warna kulit abnormal (mis, pucat, kebiruan) 7.
Kesadaran menurun

Kondisi Klinis Terkait :


1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas

Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (22-23)

3. Gangguan Ventilasi Spontan


Gangguan Ventilasi Spontan D.0004 Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi

Definisi
Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak mampu
bernapas secara adekuat.

Penyebab
1. Gangguan metabolisme
2. Kelelahan otot pernapasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif 1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu nafas
meningkat 2. Volume tidak menurun 3. PCO2 meningkat 4.
Po2
menurun
5. SaO2 menurun

Tanda dan Gejala Minor


Subjektif Objektif (tidak tersedia) 1. Gelisah
2. takikardia

Kondisi Klinis Terkait :


1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Asma
3. Cedera kepala
4. Gagal napas
5. Bedah jantung
6. Adult respiratory distress syndrome (ARDS)
7. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
8. Prematuritas
9. Infeksi saluran nafas

Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (24-25)

4. Pola Nafas Tidak Efektif


Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif D.0005 Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi

Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas tulang dada
4. Deformitas dinding dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (mis, elektroensefalogram (EEG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilitasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif 1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernapasan 2. Fase
ekspirasi memanjang 3. Pola pernapasan abnormal (mis, takipnea,
bradypnea, hiperventilasi, kusmaul, chynea-stroke)

Tanda dan Gejala Minor


Subjektif Objektif 1. Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip 2. Pernapasan
cuping hidung 3. Diameter thoraks anterior- Posterior meningkat 4.
Ventilasi semenit menurun 5. Kapasitas ekspirasi menurun 6. Tekanan
inspirasi menurun 7. Ekskurasi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait :
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Mutiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegi
9. Intoksikasi alkohol

Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (26-27)

5. Risiko Aspirasi
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif D.0006 Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi

Definisi
Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring,
benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkhial akibat disfungsi
mekanisme.

Faktor Risiko
1. Penurunan tingkat kesadarn
2. Penurunan refleks muntah dan/atau batuk
3. Gangguan menelan

4. Disfagia
5. Kerusakan mobilitas fisik
6. Peningkatan residu lambung
7. Peningkatan tekanan intragastric
8. Penurunan motilitas gastrointestinal
9. Sfingter esofagus bawah inkompeten
10. Perlambatan pengosongan lambung
11. Terpasang selang nasogastrik
12. Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube
13. Trauma/pembedahan leher, mulut, dan/atau wajah
14. Efek agen farmakologis
15. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan,d an bernapas

Kondisi Klinis Terkait :


1. Cedera kepala
2. Stroke
3. Cedera medula
4. Spinalis guillain barre syndrome
5. Penyakit parkinson
6. Keracunan obat dan alkohol
7. Pembesaran uterus
8. Miestenia gravis
9. Fistula trakeoesofagus
10. Striktura esofagus
11. Sklerosis multipel
12. Labiopalatoskizis
13. Atresia esofagus
14. Laringomalasia

Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (28-29)

B. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Dx 1 : Setelah dilakukan intervensi Latihan batuk efektif (I.01006)
bersihan jalan selama 3x24 jam maka bersihan Observasi :
nafas tidak jalan nafas membaik dengan -identifikasi monitor adanya
efektif kriteria hasil : -Batuk efektif restensi sputum
(D.0001) meningkat (5) -monitor adanya tanda dan gejala
-Produksi sputum meningkat infeksi saluran napas
(5) -Mengi menurun (5) -monitor input dan output cairan
-wheezing menurun (5) mis (jumlah dan karakteristik)
-mekonium (pada neonatus) Terapeutik :
menurun (5) -atur posisisemi fowler atau fowler
-Dispnea menurun (5) -pasang perlak dang bengkok
-ortopnea menurun (5) dipangkuan pasien
-sulit bicara menurun (5) -buang sekret pada tempat
-sianosis menurun (5) sputum Edukasi :
-gelisah menurun (5) -jelaskan tujuan dan prosedur
-frekuensi napas membaik (5) batuk efektif
-Pola napas membaik (5) -anjurkan tarik nafas dalam melalui
(L.01001) hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu(dibulatkan)
selama 8 detik
-anjurkan mengukangi tarik nafas
dalam hingga 3 detik
-anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke3 Kolaborasi :
-kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu

Setelah dilakukan intervensi selama Pemantauan Respirasi


Gangguan (I.01014) Observasi :
3x24 jam maka diharapkan
pertukaran -identifikasi faktor yang
pertukaran gas meningkat dengan
gas mempengaruhi asupan gizi (mis.
kriteria hasil : -tingkat kesadaran
(D.0003) Pengetahuan,
meningkat (5) -dispnea menurun
(5) ketersediaan makanan,
-bunyi napas menurun (5) agama/kepercayaan, budaya,
-takikardia menurun (5) mengunyah tidak adekuat, gangguan
-pusing menurun (5) menelan, gangguan obat-obatan atau
-Pengelihatan kabur menurun pascaoperasi) -identifikasi perubahan
(5) -diaforesis menurun (5) berat badan -identifikasi kelaianan
pada kulit (mis. Memar yang
-gelisah menurun (5)
berlebihan, luka yang sulit sembuh,
-napas cuping hidung menurun
dan pendarahan)
(5) -PCO2 membaik (5)
-identifikasi kelaianan pada rambut
-PO2 membaik (5)
(mis. Kering, tipis, kasar, dan mudah
patah)
Pola napas -pH arteri membaik (5) -identifikasi polamakan
tidak efektif -sianosis membaik (5) (mis.kesukaan/ketidaksukaan
(D.0005) -pola napas membaik (5) makanan, konsumsi makanan cepar
-warna kulit membaik (5) saji, makan terburu-buru)
(L.01003) -identifikasi kelainan pada kuku
(mis, berbentuk sendok, retak,
mudah patah, dan bergerigi
-identifikasi kemampuan menelan
(mis. Fungsi motorik wajah,refleks
menelan, dan refeks gag)
-identifikasi klainan rongga mulut
(mis. Perdangan, gusi berdarah, bibir
kering, dan retak luka)
-identifikasi eliminasi (mis. Diare,
darah, lendir, dan eliminasi yang tidak
teratur) -monitor mual dan muntah
-monitor asupan oral
-monitor warna konjungtiva
-monitor hasil oabolatorium (mis.
Kadar kolesterol, albumin serum,
transferrin, kreatin, hemoglobin,
hematokrit, dan elektrolit darah)
Terapeutik :
-Timbang berat badan
-ukur antropometrik komposisi
tubuh (mis. Index massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan lipatan
kulit
-hitung perubahan berat badan
-atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
-dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
-jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
-informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Setelah dilakukan intervensi


selama 3x24 jam maka pola
napas membaik dengan kriteria
Manajemen jalan napas
hasil :
(I.145009) Observasi :
-dispnea menurun (5)
-Monitor pola napas (frekuensi,
-pengguanaan otot bantu
napas menurun (5) kedalaman, usaha napas)
-Monitor bunyi napas tambahan
(misalnya: gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)

-pemanjangan fase ekspirasi -Monitor sputum (jumlah, warna,


menurun (5) -aroma) Terapeutik :
-ortonea menurun (5) -Pertahankan kepatenan jalan napas
-pernapasan pursed-lip (5) dengan head-tilt dan chin-lift (jaw
-pernapaspasan cuping hidung thrust jika curiga trauma fraktur
menurun (5) servikal) -Posisikan semi-fowler atau
-frekuensi nafas membaik (5) fowler -Berikan minum hangat
-kedalaman napas membaik -Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
(5) -ekskursi dada membaik -Lakukan penghisapan lendir kurang
(5) dari 15 detik
-kapasitas fital membaik (5) -Lakukan hiperoksigenasi
-Diameter thoraks sebelum penghisapan
anterior-posterior membaik (5) endotrakeal
-tekanan ekspirasi membaik -Keluarkan sumbatan benda padat
(5) -tekanan inspirasi dengan forsep McGill
membaik (5) -Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
-Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
-Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

C. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Implementasi Evalusi Sumatif
Dx 1 : Latihan batuk efektif (I.01006) S : klien mengatakan
bersihan jalan Observasi : sputumnya masih ada
nafas tidak -Mengidentifikasi monitor sedikit, klien mengatakan
efektif adanya restensi sputum sudah dapat melakukan
(D.0001) Hasil : klien mengatakan dahaknya batuk efektif, pasie
sudah berkurang. mengatakan sudah tidak
-Memantau adanya tanda dan ada gelisah.
gejala infeksi saluran napas
Hasil : klien sudah tidak terlihat O : suara nafas klien
adanya tanda-tanda infeksi saluran sudah vesikuler, sianosis
napas. -Memantau input dan output klien sudah tidak ada,
cairan mis (jumlah dan karakteristik) pola nafas klien sudah
Hasil : input dan output cairan membaik, RR : 23
klien balance. x/menit.
Terapeutik :
-Mengatur posisi semi fowler atau A : masalah teratasi
fowler Hasil : klien mengatakan sebagian
nyaman dengan posisi yang diberikan
(fowler). P : intervensi di
-Memasang perlak dan bengkok lanjutkan : Manajemen
dipangkuan pasien jalan nafas
Hasil : klien mengatakan tidak (I.01011)
keberatan menaruh perlak dan Observasi
bengkok - Monitor sputum.
dipanguannya. Terapeutik
-Membuang sekret pada tempat - Lakukan penghisapan
sputum Hasil : klien mengatakan lendir kurang dari
sudah 15
membuang sekret pada detik.
tempatnya. Edukasi :
-Menjelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
Hasil : klien mengatakan sudah
mengerti tentang batuk efektif.
-Menganjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu(dibulatkan) selama 8 detik.
Hasil : klien mengatakan sudah
dapat melakukan hal tersebut secara
mandiri. -Menganjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga 3 detik.
Hasil : klien mengatakan sudah
dapat mengulangi anjuran tersebut.
-Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke3.
Hasil : klien mengatakan sudah
bisa melakukan anjuran tersebut.
Gangguan Kolaborasi : S : klien mengatakan
pertukaran gas -Berkolaborasi pemberian mukolitik sudah tidak pusing, klien
(D.0003) atau ekspektoran, jika perlu mengatakan pandangannya
sudah tidak buram lagi,
klien mengatakan masih
gelisah sedikit.

O : klien tampak sadar


Pemantauan Respirasi penuh, klien tampak sudah
(I.01014) Observasi : dapat bernafas dengan
-Mengidentifikasi faktor yang teratur, irama nadi klien
mempengaruhi asupan gizi (mis. sudah
Pengetahuan, ketersediaan makanan, kembali normal 80
agama/kepercayaan, budaya, x/menit, hasil Pco2, pO2
mengunyah tidak adekuat, gangguan dan pH arteri klien sudah
menelan, gangguan obat-obatan atau membaik, klien sudah
pascaoperasi). Hasil : klien tidak ada sianosis, suara
mengatakan bahwa nafas klien vesikuler,
pengetahuan tentang gizi masih warna kulit klien sudah
kurang. -Mengidentifikasi perubahan membaik, klien masih
berat badan. Hasil : klien mengatakan terlihat gelisah.
berat badanya menurun.
-Mengidentifikasi kelainan pada kulit A : masalah teratasi sebagian
(mis. Memar yang berlebihan, luka
yang sulit sembuh, dan pendarahan). P : intervensi di
Hasil : klien mengatakan jika ada lanjutkan : Redusi
luka sulit untuk sembuh. ansietas (I.09314)
-Mengidentifikasi kelainan pada Observasi
rambut (mis. Kering, tipis, kasar, dan - Identifikasi saat
mudah patah) tingkat ansietas
Hasil : klien mengatakan berubah.
rambutnya kering dan mudah - Monitor tanda-tanda
patah. ansietas.
-Mengidentifikasi pola makan Terapeutik
(mis.kesukaan/ketidaksukaan - Gunakan penekatan
makanan, konsumsi makanan cepar yang tenang dan
saji, makan terburu-buru). meyakinkan.
Hasil : klien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan cepat saji.
-Mengidentifikasi kelainan pada
kuku (mis, berbentuk sendok,
retak, mudah patah, dan bergerigi.
Hasil : klien mengatakan kukunya
mudah patah.
-Mengidentifikasi kemampuan
menelan (mis. Fungsi motorik
wajah,refleks menelan, dan refeks
gag)
Hasil : klien mengatakan jika
menelan tidak ada nyeri.
-Mengidentifikasi klainan rongga
mulut (mis. Perdangan, gusi
berdarah, bibir kering, dan retak
luka)
Hasil : klien mengatakan gusinya
tidak berdarah.
-Mengidentifikasi eliminasi (mis.
Diare, darah, lendir, dan eliminasi
yang tidak teratur)
Hasil : klien mengatakan BAB dan
BAK nya tidak ada darah.
-Memantau mual dan muntah
Hasil : klien terlihat sudah tidak
muntah. -Memantau asupan oral
Hasil : klien terlihat sudah mau
minum banyak.
-Memantau warna konjungtiva
Hasil : konjungtiva klien sudah
tidak anemis.
-Memantau hasil labolatorium
(mis. Kadar kolesterol, albumin
serum, transferrin, kreatin,
hemoglobin,
hematokrit, dan elektrolit darah)
Hasil : hasil lab klien sudah
normal. Terapeutik :
-Menimbang berat badan
Hasil : berat badan klien sudah
stabil. -Mengukur antropometrik
komposisi tubuh (mis. Index
massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan lipatan
kulit) Hasil : hasil antrometrik klien
sudah stabil.
-Menghitung perubahan berat badan
Hasil : perubahan berat badan klien
tidak terlalu signiftikan.
-Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
Hasil : klien mengatakan perawatan
yang diberikan sesuai dengan kondisi
klien. -Mendokumentasikan hasil
pemantauan Hasil : respirasi klien
sudah terlihat normal.

Edukasi :
-Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
Hasil : klien mengatakan sudah
mengerti tentang prosedur yang
dilakukan. -Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Hasil : klien mengatakan sudah
mendapatkan informasi dari
perawat tentang pemantauan yang
dilakukan.
Pola napas Manajemen jalan napas S : klien mengatakan
tidak efektif (I.145009) Observasi : masih ada sesak sedikit,
(D.0005) -Memantau pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha O : RR 25x/menit,
napas) diameter thoraks
Hasil : frekuensi dan kedalaman anterior-posterior
nafas klien sudah terlihat membaik membaik, kedalaman
-Memantau bunyi napas tambahan nafas klien membaik,
(misalnya: gurgling, mengi, klien masih dispnea.
wheezing, ronchi kering)
Hasil : suara nafas klien sudah A : maslah teratasi sebagian.
vesikuler. -Memantau sputum
(jumlah, warna, - aroma) P : intervensi di
Hasil : jumlah sputum klien sudah lanjutkan Pemantauan
tidak banyak. respirasi
Terapeutik : (I.01014)
-Mempertahankan kepatenan jalan Observasi
napas dengan head-tilt dan chin-lift - Monitor pola nafas
(jaw thrust jika curiga trauma fraktur - Monitor saturasi
servikal) Hasil : klien terlihat sudah oksigen.
dapat Terapeutik
mempertahankan kepatenan jalan - Atur interval
nafas. -Memposisikan semi-fowler pemantauan respirasi
atau fowler Hasil : klien mengatakan sesuai kondisi pasien.
bahwa posisi fowler dapat - Dokumentasikan hasil
mengurangi sesak. pemantauan
-Memberikan minum hangat
Hasil : klien mengatakan jika minum
hangat dapat memperlancar jalan
nafas. -Melakukan fisioterapi dada,
jika perlu Hasil : klien terlihat lebih
membaik setelah diberikan
fisioterapi dada. -Melakukan
penghisapan lendir kurang dari 15
detik
Hasil : lendir klien sudah dikit.
-Melakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal
Hasil : klien terlihat nyaman
setelah diberikan hiperksigenasi.
-Mengeluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
Hasil : klien sudah dapat bernafas
lebih baik setelah mengeluarkan
sumbatan yang ada pada hidung.
-Memberikan oksigen, jika perlu
Hasil : klien terlihat nyaman
diberikan oksigen.
Edukasi

-Menganjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
Hasil : klien mengatakan sudah
minum 2000 ml atau 2L / hari.
-Mengajarkan Teknik batuk efektif
Hasil : klien mengatakan sudah
dapat melakukan batuk efektif.

Kolaborasi

Membemberian bronkodilator,
ekspektor an, mukolitik, jika perlu.

D. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Evaluasi hasil
Dx 1 : bersihan jalan napas S:
tidk efetif (D.0001) -klien mengatakan sudah bisa melakukan batuk
efektif -klien mengatakan dahaknya berkurang
-klien mengatakan sudah tidak sesak napas
-klien mengatakan sudah bisa berbicara dengan
lancar -klien mengatakan sudah nyaman/tidak
gelisah O :
-klien sudah bisa melakukan batik efektif
-sputum klien berkurang
-sudah tidak ada suara napas tambahan pada
klien -saturasi oksigen klien membaik (99)
-klien terlihat tidak kesulitan saat berbicara
-kulit klien sudah tidak membiru
-klien tampak nyaman
-RR klien normal (18)
-klien terlihat bernapas dengan stabil
A:
Masalah teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.

Dx 2 : gangguan pertukaran
gas (D.0003) S:
-klien mengatakan sudah tidak sesak napas
-klien mengatakan sudah tidak pusing
-klien mengatakan pengelihatannya sudah
kembali membaik
-klien mengatakan sudah tidak gelisah
O:
-klien sudah sadar dengan nilai gcs 15
-saturasi oksigen klien membaik (99)
-sudah tidak ada suara napas tambahan pada
klien -detak jantung klien sudah tidak cepat
(88)
-keringet klien sudah tidak ada
-klien terlihat nyaman
-sudah tidak ada cuping hidung pada klien
-PCO2 normal (35-45 mmHg)
-PO2 normal (83-108 mmHg)
-pH normal (7,35-7,45)
- RR klien normal (18)
-kulit klien sudah tidak pucat.

A:
Masalah teratasi.
P:
Intervensi dihentikan

Dx 3 : pola napas tidak S:


efektif (D.0005) -klien mengatakan sudah tidak sesak
-klien mengatakan sudah bisa bernafas dengan lega

O:
-klien tampak tidak sesak nafas
-klien bernafas tanpa menggunakan otot bantu
-RR klien membaik (normal 16-20)
-saat bernafas, thoraks klien naik-turun dengan stabil

A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA

Asrawati. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. N DENGAN ASMA


BRONKIAL DI RUANG PERAWATAN DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH TARAKAN. perpus borneo tarakan, 87.
Eki. (2017). asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien
dengan CHF di Irna penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil. perpustakaan kemenkes
padang, 20.
Elis Anggeria, d. (2023). KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA. Yogyakarta:
DEEPUBLISH DIGITAL .
Ginting, D. S. (2022). ANATOMI FISIOLOGI TUBUH MANUSIA. Padang Sumatera Barat:
PT GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI.
internasional, N. (2013). diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi . EGC, 6.

Anda mungkin juga menyukai