KONSEP OKSIGENASI
Dosen Pengampu : Ns. Imelda Pujiharti, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An Disusun Oleh :
2. Anatomi Fisiologi
A. Anatomi
Organ sistem pernafasan terdiri dari 2 bagian yaitu sistem pernafasan bagian atas dan sistem pernafasan
bagian bawah. Sistem pernafasan bagian atas menjamin udara yang masuk dalam keadaan bersih. Pada
bagian ini udara di hangatkan, disaring dan
dilembabkan. Sedangkan pada sistem pernafasan bagian bawah terjadi proses pertukaran O2 dengan
CO2.
Organ pernafasan bagian atas terdiri atas hidung, faring , laring. Sedangkan organ pernafasan bagian
bawah adalah trakea, bronkus dan paru paru. Pada paru paru terdapat bronkheolus dan alveolus.
Gambar 8.1: Anatomi Organ Pernafasan
Sumber: (P.D. Anderson, 1999)
a) Hidung
Hidung adalah organ sistem pernafasan paling luar. Di awali dari Rongga Hidung atau Cavum Nasalis.
Udara dari luar pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui rongga hidung. Rongga hidung di lapisi oleh
selaput lendir yang berfungsi menangkap atau menjebak benda asing agar tidak masuk lebih dalam ke
rongga hidung.
b) Faring (Tenggorokan)
Faring terletak di belakang rongga hidung. Faring merupakan percabangan dari saluran pernafasan dan
saluran pencernaan. Saluran pernafasan terletak pada bagian depan di sebut Nasofaring dan saluran
pencernaan terletak pada bagian belakang di sebut Orofaring.
Fungsi faring adalah sebagai jalan masuknya udara saat bernafas dan sebagai jalan material makanan
yang masuk ke lambung saat makan. Nasofaring dan Orofaring bekerja secara bergantian. Ketika
bernafas Orofaring akan tertutup untuk memberi jalan udara. Ketika sedang makan Nasofaring akan
tertutup untuk memberi jalan pada makanan. Secara normal ada pengaturan otomatis saat kita bernafas,
makan dan berbicara. Pengaturan tersebut di lakukan oleh fungsi saraf. Dalam kondisi tertentu ketika
seseorang melakukan aktivitas makan sambil berbicara, bisa jadi mengacaukan pengaturan tersebut dan
akibatnya tersedak, makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan. Jika hal tersebut terjadi,
spontan tubuh akan mengeluarkan semua benda asing yang turut bersama udara masuk ke saluran nafas.
Dalam kondisi tersedak reaksi tubuh adalah batuk seketika itu juga untuk mendorong makanan atau
minuman keluar dari saluran nafas. Sering kali makanan atau minuman akan keluar melalui rongga
hidung. Faring juga menyiapkan ruang dengung untuk memberikan efek resonansi suara pada saat
berbicara, sehingga suara akan lebih berkualitas(Patwa Apeks, 2015).
Trakea terletak pada leher di bawah laring dan di depan esophagus dan cervical ke 6 sampai dengan
thorax dan mediastinum. Pada bagian pengkal, trakea bercabang 2 yang di sebut dengan bronkus.
Trakea berfungsi menyalurkan udara pernafasan dari rongga hidung menuju paru paru melalui bronkus.
e) Bronkus
Bronkus merupakan saluran yang di mulai dari percabangan pangkal trakea, bronkus menghubungkan
trakea dengan paru paru. Percabangan mengarah pada paru kanan dan paru kiri. Bronkus di susun oleh
tulang rawan dan otot otot halus yang bagian dalamnya di selimuti oleh selaput lendir. Tulang rawan
mempertahankan saluran tetap kokoh dan tidak mengempis selama periode inspirasi dan ekspirasi. Pada
bagian pangkalnya, bronkus bercabang menjadi bronkiolus. Semakin mendekati percabangan, tulang
rawan semakin menipis. Sementara otot otot halus akan semakin tebal.
f) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran berbentuk seperti tabung dan merupakan percabangan dari bronkus.
Bronkiolus di bentuk oleh jaringan epitelium. Dinding Bronkiolus terbentuk dari otot polos yang
berfungsi mengatur jalan nya udara serta
kestabilan temperatur. Pangkal bronkiolus bercabang cabang dan terdapat gelembung gelembung
alveolus.
g) Paru Paru
Paru paru terletak pada rongga dada menghadap ke tengah Mediastinum. Paru paru di bungkus oleh
selaput pleura, bagian dalam yang langsung membungkus paru paru adalah lapisan viseral dan bagian
luar yang berhubungan dengan rongga dada adalah lapisan parietal. Dalam keadaan normal paru paru
mengembang dan mengempis dengan leluasa. Kavum pleura mengandung cairan surfaktan yang
berfungsi melumasi permukaan lapisan pleura agar paru paru terlindung dari luka gesekan dengan
dinding dada saat paru paru mengembang dan mengempis (Silverthon C, 2001).
Paru paru merupakan organ yang sebagian besar terdiri dari gelembung gelembung yang di sebut dengan
alveoli atau alveolus. Alveolus merupakan organ pernafasan terkecil dengan diameter 1 s.d 2 mm,
berbentuk kantung, berdinding sangat tipis, terletak pada percabangan brokiolus. Antara alveolus satu
dengan alveolus lain di batasi oleh septum yang memiliki pori. Dinding alveolus di kelilingi pembuluh
darah kapiler yang berbentuk pleksus, pada kapiler inilah respirasi menjalankan fungsinya. Di alveolus
ini terjadi proses pertukaran antara oksigen(O2) yang di ambil dari udara bebas dengan Karbon dioksida
(CO2) sisa pembakaran yang terjadi di dalam tubuh. Pertukaran gas terjadi melalui proses difusi (Patwa
Apeks, 2015). Alveolus bergabung dalam satu sakus membentuk satu duktus , duktus duktus kemudian
membentuk bronchus respiratori dan kemudian membentuk lobus paru.
1) Ventilasi, yaitu gerakan pernafasan atau keluar masuknya udara dalam alveolar dengan udara luar.
2) Aliran darah melalui paru paru, yaitu darah yang kaya akan O2 di alirkan ke seluruh tubuh dan darah
yang kaya CO2 dari seluruh tubuh di alirkan menuju paru paru.
3) Distribusi, yaitu pengantaran arus darah ke seluruh tubuh secara merata sesuai kebutuhan sampai ke
ujung ujung organ perifer.
4) Difusi, di dalam proses difusi, gas karbon dioksida(CO2) lebih mudah menembus membran alveolar
di bandingkan dengan gas Oksigen(O2).
Proses pertukaran O2 dan CO2 terjadi ketika tubuh merespons adanya sinyal bahwa konsentrasi O2
dalam darah perlu di tingkatkan. Kondisi tersebut merangsang pusat pernafasan pada otak. Sebagai
respons maka pusat saraf mengirimkan sinyal untuk meningkatkan frekuensi pengambilan oksigen pada
udara bebas. Maka proses bernafas dimulai. Oksigen dari udara masuk ke paru paru dan melalui proses
difusi selanjutnya di transformasi ke jantung dan di edarkan ke seluruh tubuh dalam ikatan HBO2 atau
asam hematin. Sedangkan CO2 di lepas dari paru paru menuju udara bebas melalui mulut atau hidung
(Silverthon C, 2001)
b) Pernafasan Dalam
Pernafasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel tubuh. Hal ini
terjadi saat tubuh melaksanakan proses oksidasi glukosa atau molekul lainnya untuk memperoleh energi.
Proses oksidasi ini membutuhkan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida sebagai sisa metabolisme.
Transport Oksigen(O2) dari alveoli menuju jaringan melalui darah. Transport CO2 mengalir dari sel yang
ada di jaringan menuju alveoli paru. Oksigen yang mengalir ke jaringan larut dalam Haemoglobin.
Jumlah kedua gas yang ditransport ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2
tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2
yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia reversibel, yang mengubahnya menjadi senyawa
lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi
CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah menjadi 17 kali (Silverthon C, 2001).
c) Sistem Pengangkutan Oksigen Dalam Tubuh
1) Tahap I:
Proses mengalirnya O2 yang ada di atmosfer ke paru paru. Keadaan ini terjadi akibat adanya perbedaan
tekanan parsial. Tekanan parsial oksigen(paO2) atmosfer 159 mmHg dan tekanan parsial O2 dalam
paru paru 105 mmhg. Karena tekanan dalam lebih kecil maka O2 mengalir dari luar masuk ke paru
paru.
2) Tahap II:
Proses mengalirnya O2 dari jantung menuju paru paru. Darah dari jantung yang menuju paru memiliki
tekanan parsial 40 mmhg. Tekanan parsial O2 yang tinggi di dalam alveolar mengakibatkan Oksigen
mengalir dari alveolar menuju pembuluh darah. Perpindahan O2 ini di lakukan dengan cara difusi.
Setelah proses difusi selesai maka tekanan parsial O2
dalam pembuluh darah naik menjadi 100 mmhg dan siap untuk di lanjutkan peredarannya ke seluruh
tubuh.
3) Tahap III:
Transportasi O2 dari pembuluh darah ke seluruh tubuh.
Jumlah oksigen yang diangkut ke seluruh jaringan di pengaruhi oleh kadar hemoglobin dalam darah.
Oksigen yang terikat pada hemoglobin darah yang dapat di angkut. Oleh karena itu, pada kasus kasus
tertentu ketika pasien mengalami sesak, maka selain memberikan asupan oksigen dari luar pemeriksaan
kadar hemoglobin menjadi prioritas. Misalnya pasien dengan gagal ginjal, pendarahan akut dan lain lain.
Derajat kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen(O2) di pengaruhi oleh tekanan parsial karbon
dioksida(CO2) atau PH.
4) Tahap IV:
Oksigen di bawa melalui cairan Interstisial.
Perbedaan tekanan parsial oksigen dalam darah (100 mmhg) dengan tekanan parsial oksigen dalam
cairan interstisial (20 mmhg) merangsang perpindahan oksigen dari pembuluh darah ke dalam cairan
interstisial. Perpindahan di lakukan dengan cara difusi.
5) Tahap V
Oksigen di bawa dari interstisial menuju sel.
Perbedaan tekanan parsial(PaO2) antar cairan interstisial dengan tekanan parsial oksigen pada sel (0-20
mmhg) mengakibatkan perpindahan O2 dari interstisial menuju sel. Berikutnya di dalam sel terjadi raksi
oksidasi senyawa yang bersumber dari nutrisi yaitu karbohidrat, lemak dan protein yang menghasilkan
H20, CO2 dan energi (Pearce, 2009).
Bernafas adalah proses menghirup oksigen(O2) yang berasal dari udara bebas dan menghembuskan
karbon dioksida(CO2) dari paru ke udara bebas melalui hidung atau mulut, yang di lakukan secara
bergantian dan terus menerus.
1) Inspirasi
Proses menghirup udara yang mengandung oksigen dari udara bebas melalui hidung disebut Inspirasi.
Setelah masuk ke rongga hidung, udara akan masuk ke paru paru melalui saluran pernafasan. Di alveolar
paru terjadi proses difusi dan oksigen di ikat oleh hemoglobin(HBO2). Selanjutnya di bawa menuju
jantung dan siap di transportasikan ke seluruh tubuh.
Mekanisme Inspirasi :
Diafragma dan muskulus intercostalis externa berkontraksi volume dan rongga thorax
bertambah tekanan intra pleura akan berkurang paru akan berkembang tekanan intra
pulmonal akan menurun udara akan masuk kedalam organ paru.
2) Ekspirasi
Proses menghembuskan udara yang mengandung CO2 hasil metabolisme dari paru paru menuju udara
bebas di sebut ekspirasi.
Metabolisme pada sel menghasilkan energi dan Karbon dioksidaCO2) sebagai produk sisa.
Karbon dioksida sebagai produk sisa oksidasi di sel akan diikat oleh hemoglobin dalam ikatan HBCO2.
Selanjutnya melalui pembuluh darah vena di bawa menuju jantung. Melalui katup jantang kanan darah di
pompa menuju alveolar paru. Perbedaan tekanan parsial mengakibatkan pelepasan CO2 dan Pengikatan
O2. Selanjutnya CO2 di keluarkan menuju udara bebas melalui hidung atau mulut (Pearce, 2009).
Mekanisme Ekspirasi:
Diafragma dan muskulus intercostalis externa melakukan relaxasi Volume
dan rongga thorax berkurang Tekanan intrapleura bertambah negatif Paru
mengkerut (volume mengecil) Tekanan intra pulmonal meninggi diatas
tekanan Atmosfir Udara akan keluar dari Paru.
Selain kondisi tersebut ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi frekuensi pernafasan diantaranya
adalah: a) Usia
Semakin tua usia manusia, frekuensi pernafasan semakin rendah karena kebutuhan energi juga semakin
sedikit.
b) Jenis Kelamin
Laki laki memiliki frekuensi pernafasan lebih tinggi di bandingkan wanita. Hal ini karena aktivitas laki
laki pada umumnya lebih berat di banding wanita. Sehingga laki laki membutuhkan oksigen lebih tinggi
dan menghasilkan karbon dioksida lebih tinggi juga jika di bandingkan dengan wanita.
c) Suhu Tubuh
Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka frekuensi pernafasan akan semakin tinggi karena terjadi
peningkatan metabolisme. Metabolisme memerlukan Oksigen.
d) Posisi atau Kedudukan Tubuh
Posisi seseorang menentukan frekuensi pernafasan. Posisi berdiri tanpa sandaran memerlukan energi
yang berbeda dengan posisi berdiri dengan bersandar yang memiliki titik tumpu, begitu juga duduk di
kursi dengan posisi jongkok . Tentunya posisi yang menguras energi memerlukan oksigen yang lebih
banyak sehingga frekuensi bernafasnya juga lebih tinggi.
e) Aktivitas
Seseorang yang melakukan aktivitas berat tentunya memerlukan energi yang lebih besar. Energi di
peroleh melalui proses oksidasi yang memerlukan oksigen. Tentunya akan memiliki frekuensi nafas
lebih tinggi.
4. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian oksigen melebihi
pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa,
menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO 2 > 60 % mmHg atau SaO2
> 90 %.
Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
3) Hipoksemia
6) Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah inhalasi
oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau
subtioning (Abdullah ,2014).
a. Inhalasi oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan oksigen kedalam
paru-paru melalui saluran pernapsan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada
pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan
memenuhi kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia (Hidayat, 2009).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah
dan sistem aliran tinggi.
Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri
dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Pemberian oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5 – 10 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 40 - 60 %. c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup muka dengan
kantong rebreathing memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi.
Pada saat pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran
oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup,
satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya
mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen
dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%.
2) Sistem aliran tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe
pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari
sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran
sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju
sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat,
misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase,
clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung pasien yang menyerupai
mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret
pada dinding bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan getaran yang kuat dengan
menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar, tindakan ini bertujuan
untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus
terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari berbagai segmen paru
dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam pengeluaran sekret tersebut
dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan
batuk efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan batuk
secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring,
trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas (Hidayat, 2009).
5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak
mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan
napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif D.0001 Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten.
Penyebab
Fisiologis
1. Spesma jalan nafas
2. Hipersekresi jalan nafas
3. Disfungsi neuromeskuler
4. Benda asing di dalan jalan nafas
5. Adanya jalan nafas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan nafas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis anatesis)
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (18-19)
Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler.
Penyebab
Fisiologis
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
Situasional
4. Merokok aktif
5. Merokok pasif
6. Terpajan polutan
Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (22-23)
Definisi
Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak mampu
bernapas secara adekuat.
Penyebab
1. Gangguan metabolisme
2. Kelelahan otot pernapasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif 1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu nafas
meningkat 2. Volume tidak menurun 3. PCO2 meningkat 4.
Po2
menurun
5. SaO2 menurun
Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (24-25)
Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas tulang dada
4. Deformitas dinding dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (mis, elektroensefalogram (EEG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilitasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (26-27)
5. Risiko Aspirasi
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif D.0006 Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi
Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring,
benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkhial akibat disfungsi
mekanisme.
Faktor Risiko
1. Penurunan tingkat kesadarn
2. Penurunan refleks muntah dan/atau batuk
3. Gangguan menelan
4. Disfagia
5. Kerusakan mobilitas fisik
6. Peningkatan residu lambung
7. Peningkatan tekanan intragastric
8. Penurunan motilitas gastrointestinal
9. Sfingter esofagus bawah inkompeten
10. Perlambatan pengosongan lambung
11. Terpasang selang nasogastrik
12. Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube
13. Trauma/pembedahan leher, mulut, dan/atau wajah
14. Efek agen farmakologis
15. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan,d an bernapas
Referensi
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diasnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (28-29)
B. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Dx 1 : Setelah dilakukan intervensi Latihan batuk efektif (I.01006)
bersihan jalan selama 3x24 jam maka bersihan Observasi :
nafas tidak jalan nafas membaik dengan -identifikasi monitor adanya
efektif kriteria hasil : -Batuk efektif restensi sputum
(D.0001) meningkat (5) -monitor adanya tanda dan gejala
-Produksi sputum meningkat infeksi saluran napas
(5) -Mengi menurun (5) -monitor input dan output cairan
-wheezing menurun (5) mis (jumlah dan karakteristik)
-mekonium (pada neonatus) Terapeutik :
menurun (5) -atur posisisemi fowler atau fowler
-Dispnea menurun (5) -pasang perlak dang bengkok
-ortopnea menurun (5) dipangkuan pasien
-sulit bicara menurun (5) -buang sekret pada tempat
-sianosis menurun (5) sputum Edukasi :
-gelisah menurun (5) -jelaskan tujuan dan prosedur
-frekuensi napas membaik (5) batuk efektif
-Pola napas membaik (5) -anjurkan tarik nafas dalam melalui
(L.01001) hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu(dibulatkan)
selama 8 detik
-anjurkan mengukangi tarik nafas
dalam hingga 3 detik
-anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke3 Kolaborasi :
-kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
Edukasi :
-jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
-informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
C. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Implementasi Evalusi Sumatif
Dx 1 : Latihan batuk efektif (I.01006) S : klien mengatakan
bersihan jalan Observasi : sputumnya masih ada
nafas tidak -Mengidentifikasi monitor sedikit, klien mengatakan
efektif adanya restensi sputum sudah dapat melakukan
(D.0001) Hasil : klien mengatakan dahaknya batuk efektif, pasie
sudah berkurang. mengatakan sudah tidak
-Memantau adanya tanda dan ada gelisah.
gejala infeksi saluran napas
Hasil : klien sudah tidak terlihat O : suara nafas klien
adanya tanda-tanda infeksi saluran sudah vesikuler, sianosis
napas. -Memantau input dan output klien sudah tidak ada,
cairan mis (jumlah dan karakteristik) pola nafas klien sudah
Hasil : input dan output cairan membaik, RR : 23
klien balance. x/menit.
Terapeutik :
-Mengatur posisi semi fowler atau A : masalah teratasi
fowler Hasil : klien mengatakan sebagian
nyaman dengan posisi yang diberikan
(fowler). P : intervensi di
-Memasang perlak dan bengkok lanjutkan : Manajemen
dipangkuan pasien jalan nafas
Hasil : klien mengatakan tidak (I.01011)
keberatan menaruh perlak dan Observasi
bengkok - Monitor sputum.
dipanguannya. Terapeutik
-Membuang sekret pada tempat - Lakukan penghisapan
sputum Hasil : klien mengatakan lendir kurang dari
sudah 15
membuang sekret pada detik.
tempatnya. Edukasi :
-Menjelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
Hasil : klien mengatakan sudah
mengerti tentang batuk efektif.
-Menganjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu(dibulatkan) selama 8 detik.
Hasil : klien mengatakan sudah
dapat melakukan hal tersebut secara
mandiri. -Menganjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga 3 detik.
Hasil : klien mengatakan sudah
dapat mengulangi anjuran tersebut.
-Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke3.
Hasil : klien mengatakan sudah
bisa melakukan anjuran tersebut.
Gangguan Kolaborasi : S : klien mengatakan
pertukaran gas -Berkolaborasi pemberian mukolitik sudah tidak pusing, klien
(D.0003) atau ekspektoran, jika perlu mengatakan pandangannya
sudah tidak buram lagi,
klien mengatakan masih
gelisah sedikit.
Edukasi :
-Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
Hasil : klien mengatakan sudah
mengerti tentang prosedur yang
dilakukan. -Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Hasil : klien mengatakan sudah
mendapatkan informasi dari
perawat tentang pemantauan yang
dilakukan.
Pola napas Manajemen jalan napas S : klien mengatakan
tidak efektif (I.145009) Observasi : masih ada sesak sedikit,
(D.0005) -Memantau pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha O : RR 25x/menit,
napas) diameter thoraks
Hasil : frekuensi dan kedalaman anterior-posterior
nafas klien sudah terlihat membaik membaik, kedalaman
-Memantau bunyi napas tambahan nafas klien membaik,
(misalnya: gurgling, mengi, klien masih dispnea.
wheezing, ronchi kering)
Hasil : suara nafas klien sudah A : maslah teratasi sebagian.
vesikuler. -Memantau sputum
(jumlah, warna, - aroma) P : intervensi di
Hasil : jumlah sputum klien sudah lanjutkan Pemantauan
tidak banyak. respirasi
Terapeutik : (I.01014)
-Mempertahankan kepatenan jalan Observasi
napas dengan head-tilt dan chin-lift - Monitor pola nafas
(jaw thrust jika curiga trauma fraktur - Monitor saturasi
servikal) Hasil : klien terlihat sudah oksigen.
dapat Terapeutik
mempertahankan kepatenan jalan - Atur interval
nafas. -Memposisikan semi-fowler pemantauan respirasi
atau fowler Hasil : klien mengatakan sesuai kondisi pasien.
bahwa posisi fowler dapat - Dokumentasikan hasil
mengurangi sesak. pemantauan
-Memberikan minum hangat
Hasil : klien mengatakan jika minum
hangat dapat memperlancar jalan
nafas. -Melakukan fisioterapi dada,
jika perlu Hasil : klien terlihat lebih
membaik setelah diberikan
fisioterapi dada. -Melakukan
penghisapan lendir kurang dari 15
detik
Hasil : lendir klien sudah dikit.
-Melakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal
Hasil : klien terlihat nyaman
setelah diberikan hiperksigenasi.
-Mengeluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
Hasil : klien sudah dapat bernafas
lebih baik setelah mengeluarkan
sumbatan yang ada pada hidung.
-Memberikan oksigen, jika perlu
Hasil : klien terlihat nyaman
diberikan oksigen.
Edukasi
Kolaborasi
Membemberian bronkodilator,
ekspektor an, mukolitik, jika perlu.
D. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Evaluasi hasil
Dx 1 : bersihan jalan napas S:
tidk efetif (D.0001) -klien mengatakan sudah bisa melakukan batuk
efektif -klien mengatakan dahaknya berkurang
-klien mengatakan sudah tidak sesak napas
-klien mengatakan sudah bisa berbicara dengan
lancar -klien mengatakan sudah nyaman/tidak
gelisah O :
-klien sudah bisa melakukan batik efektif
-sputum klien berkurang
-sudah tidak ada suara napas tambahan pada
klien -saturasi oksigen klien membaik (99)
-klien terlihat tidak kesulitan saat berbicara
-kulit klien sudah tidak membiru
-klien tampak nyaman
-RR klien normal (18)
-klien terlihat bernapas dengan stabil
A:
Masalah teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.
Dx 2 : gangguan pertukaran
gas (D.0003) S:
-klien mengatakan sudah tidak sesak napas
-klien mengatakan sudah tidak pusing
-klien mengatakan pengelihatannya sudah
kembali membaik
-klien mengatakan sudah tidak gelisah
O:
-klien sudah sadar dengan nilai gcs 15
-saturasi oksigen klien membaik (99)
-sudah tidak ada suara napas tambahan pada
klien -detak jantung klien sudah tidak cepat
(88)
-keringet klien sudah tidak ada
-klien terlihat nyaman
-sudah tidak ada cuping hidung pada klien
-PCO2 normal (35-45 mmHg)
-PO2 normal (83-108 mmHg)
-pH normal (7,35-7,45)
- RR klien normal (18)
-kulit klien sudah tidak pucat.
A:
Masalah teratasi.
P:
Intervensi dihentikan
O:
-klien tampak tidak sesak nafas
-klien bernafas tanpa menggunakan otot bantu
-RR klien membaik (normal 16-20)
-saat bernafas, thoraks klien naik-turun dengan stabil
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA