Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Laporan Pendahuluan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Medikal Bedah
Pada Program Profesi Ners Universitas Bhakti Kencana Bandung

Dibimbing Oleh:
R. SITI JUNDIAH, S. Kp., M.Kep

Disusun Oleh :

LISNA SHOPIYAH

201FK04082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

BANDUNG

2020
I. KONSEP TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi
Saluran Pernapasan (Syaifuddin, 2012)
Pengertian pernapasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari
pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di
dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan.
Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung
oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas
terjadi pelepasan energi.
a. Alat-Alat Sistem Pernapasan
Alat-Alat Sistem Pernapasan Pada Manusia Terdiri Atas :
a. Rongga Hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis se laput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara.
Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang
berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Disebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga
hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi
untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
b. Faring Tenggorokan
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada
bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke
saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa
menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah
menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan
makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
c. Pangkal Tenggorokan (Laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah
satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung
bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel
berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-
getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara
dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang
membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal
tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut
menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka.
Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila
ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
d. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan
pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan.
Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang
tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-
cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung
bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus).
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan
trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada
bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus
sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru,
bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah
kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus
sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung
paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah,
melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara
berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan
jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
f. Paru-Paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput
yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan
selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang
rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus
tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan
dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap
bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus
respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus
alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.
 Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan
pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume
udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume
udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. 
ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat
kita tarik mencapai 1500 ml.  Udara ini dinamakan udara
komplementer. Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume
udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml. Udara ini
dinamakan udara suplementer. Meskipun telah mengeluarkan napas
sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang
volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara
residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total  = kapasitas vital + volume
residu = 4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.
 Pertukaran Gas Dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara
yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas
udara masuk melalu saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke
dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi
menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam
pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam
darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah
ke seluruh tubuh.
Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga
oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida
yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui
pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus
karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada
waktu kita mengeluarkan napas. Dengan demikian dalam alveolus
terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan karnbondioksida
keluar.
b. Proses Pernapasan

Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi
serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma
berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus. Bersamaan dengan
itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya kedua
jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam
rongga dada berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot
diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil
dan tekanan udara di dalam paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi,  udara
mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih
kecil. Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
a. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara
darah dan udara.
b. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah
ke sel-sel tubuh.
c. Jenis Pernapasan
Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa
inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan
pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi
secara bersamaan.
a. Respirasi/ pernapasan dada

 Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut


 Tulang rusuk terangkat ke atas
 Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada
kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
b. Respirasi/ pernapasan perut

 Otot difragma pada perut mengalami kontraksi


 Diafragma datar
 Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara
pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
d. Frekuensi Pernapasan
Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas
disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan
manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya
frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
a. Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah
frekuensi pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan energy yang
dibutuhkan.
b. Jenis Kelamin
Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta
produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
c. Suhu Tubuh
Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin cepat frekuensi
pernapasannya, hal ini  berhubungan dengan penigkatan proses
metabolism yang terjadi dalam tubuh.
d. Posisi atau kedudukan tubuh
Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda
dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri.Hal ini
berhubungan erat dengan energy yang dibutuhkan oleh organ tubuh
sebagai tumpuan berat tubuh
e. Aktivitas
Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan
membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diamatau santai,
oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi.
Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang
terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO₂) dalam darah.
B. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (stafilokokus, pneuokokus, atau streptokokus) (Smeltzer, 2002).
Pneumonia adalah radang parenkim yang banyak disebabkan oleh virus baik
infeksi primer atau komplikasi dari suatu penyakit virus (Nurarif, 2013).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius (Mutaqqin, 2008).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah
suatu infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru yang disebabkan oleh mikoroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
C. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Berdasarkan anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi, pneumonia dibagi
menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkhopneumonia), dan
pneumonia intersitialis (bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit
radang paru yang biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) bagian atas dan disertai dengan panas tinggi. Keadaan yang menyebabkan
turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi, penyakit menahun, gizi
kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik seperti trauma pada
paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna merupakan
faktor yang mempengaruhi terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO
diberbagai negara berkembang Streptococus pneumonia dan Hemophylus
influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil
isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah
(Depkes, 2009).
Dari seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah
merupakan etiologi tersering dari pneumonia bakteri dan yang paling banyak
diselidiki patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit ini di pengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan
penduduk. Anak laki-laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak
perempuan (Prober, 2009). Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari
penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah
ini :
a. Bakteeri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah
steprokokus pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
b. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini
disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus yang merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan
pada kotoran burung.
d. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada
penderita AIDS.
D. KLASIFIKASI
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, pneumonia dapat
diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi:
1. Berdasarkan Klinik khusus
 Pneumina komuniti (community aquired pneumonia)
 Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia / sosicomial
pneumonia)
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarakan bakteri penyakit
 Pneumonia bacterial/ tipikal
 Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan
Chlamydia
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur
 Berdas arkan predileksi Infeksi
E. TANDA DAN GEJALA
1. Pneumonia Bakteri
Gejala awal :
 Rinitis ringan
 Anoreksia
 Gelisah
Berlanjut sampai
 Demam
 Malaise
 Nafas cepat dan dangkal
 Ekspirasi bebunyi
 Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
 Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
 Leukositosis
 Foto thorak pneumonia lobar
2. Pneumona Virus
Gejala awal :
 Batuk
 Rinitis
Berkembangan menjadi :
 Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk
hebat
 dan lesu
 Emfisema obstruktif
 Ronkhi basah
 Penurunan leukosit
3. Pneumonia Mikolasma
Gejala awal
 Demam
 Mengigil
 Sakit kepala
 Anoreksia
 Mialgia
Berkembang menjadi

 Rinitis
 Sakit tenggorokan
 Batuk kering berdarah
 Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
F. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru.
Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan
peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan
oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel
sistem pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan
peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru (tiga di
paru kanan, dan dua di paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru, infeksi
dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Pneumonia
adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasive yang merupakan
sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae. Kuman
pneumokokus dapat menyerang paru selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah
hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi pneumokokus invasif bias
berdampak pada kecacatan permanen berupa ketulian, gangguan mental,
kemunduran intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga kematian.
G. PATHWAY

Virus bakteri jamur aspirasi

Saluran napas bagian bawah

bronchocilous

alveolus

Peningkatan produk Reaksi radang bronkus Stimulus kemoreseptor


sekret dan alveolus hipotalamus

fibrosus dan pelebaran Set poin bertambah


Akumulasi sekret

Respon mengigil
Obstruksi jalan atelektasis
napas
peningkatan panas
Gangguan difusi tubuh
Gangguan
ventilasi rangsanga
n batuk Gangguan
Hipertermi
Ketidak efektipan pertukaran gas
pola nafas
Nyeri
frekuensi napas pleuritik O2 kejaringan
menurun Evaporasi
Rangsangan RAS meningkat
Nyeri
kelemahan
Perangsang RAS Resiko infeksi
Intoleransi
Destensi abdomen aktivitas Cairan kurang dari
Susah tidur
aktivitas tubuh
Metabolisme
Ancaman muntah
Difisit volum
kehidupan Cadangan lemak digunakan cairan
tubuh (kompensasi)
Ansienta (orang
tua) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
H.
I. Komplikasi
1. Pneumonia Ekstrapulmonar, Pnemonia peumokokus, dengan bakteria
2. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli
paru dan infeksi miokard akut.
3. ARDS (Acute Respiratory Distres Syndrom)
Komplikasinya berupa :
a. Sepsis.
b. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan.
c. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis).
d. Abses paru.
e. Efusi pleura.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pneumonia

a. Hipotensi dan syok.


b. Gagal pernafasan.
c. Atelektasis.
d. Efusi plural.
e. Delirium.
f. Superinfek.
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status
pulmoner.
2) Nilai analisa gas darah : untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi.
3) Hitung darah lengkap dan hitung jenis darah : digunakan untuk
menetapkan adanya bronchopnemonia, infeksi dan proses inflamasi.
4) Pewarnaan gram : untuk seleksi awal anti mikroba
5) Tes kulit untuk tuberkulin : untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan.
6) Jumlah lekosit : terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial. Secara
laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
7) Tes fungsi paru : digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8) Spirometri statik : digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
9) Kultur darah spesimen darah : untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
K. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, akan
tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu therapi secepatnya maka
biasanya diberikan :
Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg
BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab
infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari
resistensi antibiotik
Koreksi gangguan asam bas dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml/botol infus.
Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai
dengan hasil analisis gas darah arteri.
Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang NGT pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.

Jika sekret lndi berlenihan dinerikan salin normal dan beta agbis
mengalami trasparasi mukosien. seperti pemberian terapi nebulizer
dengan flexoid dengan ventolin. Selain bertujuan mempermudah
mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus.
Untuk kasus pneumonia community base :
1) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
2) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
1) Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
2) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif
& Kusuma, 2015,68).
2. Penatalaksanan Keperawatan
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain :
1) Oksigen 1-2 L/menit.
2) IVFD dekstrose 10 % , NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
3) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
4) Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
5) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Nurarif &
Kusuma, 2015).
a. Menjaga Kelancara pernapasan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena
adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru.
Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut harus dikeluarkan
dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2
2 l/menit secara rumat.
 Berikan sikap berbaring setengah duduk
 Longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos
yang sempit.
 Ajarkan bila batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau lendir
tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan segera hilang,
 Beritahukan agar ia tidak selalu berbaring ke arah dada yang sakit,
boleh duduk/miring ke bagian yang lain.
 Baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya.
 Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita.
 Isaplah lendir dan berikan O2 rumat sampai 2 l/menit.
 Pengisapan lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendir di
dalam mulut, pada waktu akan memberikan minum, mengubah
sikap baring/tindakan lain.
 Perhatikan dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah
infus lancar.
b. Kebutuhan istirahat
Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering
hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien
harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat,
usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat
sebaik-baiknya.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pasien pneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang
kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan
yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan
kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5% dan NACL
0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambahkan KCL 10 mEq/500 ml/botol
infus. Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia boleh
menetek selain memperoleh infuse. Beritahukan ibunya agar
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit sekarang Hal yang perlu dikaji :
1) Keluhan yang dirasakan klien
2) Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
b. Riwayat penyakit dahulu Hal yang perlu dikaji yaitu :
1) Pernah menderita ISPA
2) Riwayat terjadi aspirasi
3) Sistem imun anak yang mengalami penurunan
4) Sebutkan sakit yang pernah dialami
c. Riwayat penyakit keluarga
1) Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
2) Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia
d. AlatDemografi
1) Usia : Lebih sering pada bayi atau anak dibawah 3 tahun
2) Lingkungan : Pada lingkungan yang sering berkontaminasi
dengan polusi udara
e. Pola pengkajian Gordon
Hal-hal yang perlu dikaji :
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya orang tua
menganggap anaknya benar-benar sakit jika anak sudah mengalami
sesak nafas.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui kontrol
saraf pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan gaster
sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme).
3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
4) Pola istirahat-tidur
Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena sesak nafas,
sering menguap serta kadang menangis pada malam h ari karena
ketidaknyamanan.
5) Pola akitivitas-latihan
Pasien tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fisik.
6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada
otak.
7) Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat,
tidak suka bermain, ketakutan.
8) Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak diam dan
selalu bersama orang tuanya.
9) Pola seksual-reproduksi
Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah pubertas
mungkin tergangguan menstruasi.
10) Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak mengalami stress adalah anak
menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
tersinggung.
11) Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan
kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi
dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah tapiknea, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non
produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada
semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada
auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah
halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan pada bayi. Gejala lain
pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun,
suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah
yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada
menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi.
Rasa sakit dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut.
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas. Batasan takipnea pada
anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50 kali / menit atau lebih, sementara untuk
anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam pada fase inspirasi. Pada
pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising
gesek pleura.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran
radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang
secara klinis tidak ditemukan apa – apa tetapi gambaran foto thoraks
menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan
antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang
klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau
segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi
akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya
karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular
bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi
pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena S
aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang
diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus
sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan
dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma
akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang
terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto
thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat
alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi
antibiotika.
b. Laboratorium darah
Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil
sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non
bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan
gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita
pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan
darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H.
Influienzae kemungkinan positif 25 –95%.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi


saluran pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan paru
yang menurun.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler oleh adanya edema alveoli.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
6. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia, peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
C. INTERVENSI
1. Diagnosa I
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
saluran pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas
efektif.
b. Kriteria Hasil :
 Tidak ada dispnea
 Perkusi paru sonor
 Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
 Tidak ada batuk produktif
c. Intervensi :
1) Auskultas area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara dan
bunyi nafas lain.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi nafas bronkhial (normal pada bronkhus) dapat
juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels terdengar pada inspirasi
2) Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada/
atau cairan paru.
3) Atur posisi setengah fowler pada anak besar dan ekstensikan kepala
pada bayi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan
lebih kuat.
4) Berikan obat sesuai indikasi: mukoitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgetik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
sekret. Analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan hati-hati.
5) Berikan cairan tambahan IV atau oksigen
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan
(termasuk tak tampak) dan memobilisasikan secret.
2. Diagnosa II
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
efektif.
b. Kriteria hasil:
1) RR = 12-20 x/menit
2) Tidak ada dispnea
3) Pengembangan paru maksimal
c. Intervensi :
1) Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan
semi fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30o.
Rasional : Posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru.
2) Kaji pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi untuk
memantau saturasi oksigen.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada.

3) Ajarkan teknik relaksasi pada anak yang sudah memahami, sudah bisa
atau mengerti.
Rasional : Relaksasi akan membantu menurunkan kecemasan sehingga
kebutuhan O2 tidak meningkat.
4) Kolaborasi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2 tubuh.
3. Diagnosa III
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler akibat edema alveoli.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pertukaran gas
maksimal.
b. Kriteria Hasil :
1) Klien tidak dispnea
2) Klien tidakk ada kebiruan
3) N = 90 - 100 x/menit
4) PO2 normal pada GDA
5) PCO2 normal
6) Warna kulit normal
7) Anak tidak gelisah
c. Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Atur posisi yang dapat meningkatkan kenyamanan
Rasional : Memberikan posisi yang nyaman seperti posisi semi
fowler, membuat bernafas dengan mudah.
3) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya
fianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon
tubuh terhadap demam/ menggigil. Namun sianosis daun telinga,
membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia
sistemik.
4) Pertahankan istirahat tidur dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
5) Kolaborasi pemberian therapi O2 dengan benar
Rasional : Tujuan therapi oksigen adalah mempertahankan P aO2 diatas 60
mmHg.
6) Awasi GDA
Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
4. Diagnosa IV
Hipertemi berhubungan dengan proses peradangan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan panas berkurang.
b. Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam batas normal (>37,8 oC)
2) Akral dingin
3) Anak tidak gelisah
c. Intervensi :
1) Pertahankan lingkungan yang dingin
Rasional : lingkungan dingin akan menurunkan suhu tubuh melalui
kehilangan panas pancaran
2) Berikan kompres hangat basah
Rasional : kompres hangat basah akan mendinginkan permukaan
tubuh secara konduksi.
3) Pantau suhu tubuh anak setiap 2-4 jam, waspadai bila ada kenaikan
suhu tubuh secara tiba-tiba
Rasional : peningkatan suhu tiba-tiba dapat mengakibatkan kejang
4) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : pemberian antipiretik dapat mengurangi demam secara
efektif.
5. Diagnosa V
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kekurangan volume cairan.
b. Kriteria Hasil :
1) Membran mukosa lembab
2) Turgor kulit baik
3) Pengisian kapiler cepat
4) Tanda vital stabil
5) Balance cairan stabil
c. Intervensi :
1) Kaji perubahan tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu / memanjangnya demam, meningkatkan
laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik
berubah dan peningkatan tachicardia menunjukkan kekurangan cairan
sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: Indikator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas
mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, cacat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur
BB sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan
dan kebutuhan penggantian.
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (antiseptik, antiemetic)
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
5) Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai keperluan
Rasional : Pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan,
penggunaan parenteral dapat memperbaiki / mencegah kekurangan.

6. Diagnosa VI
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi nutrisi
kurang dari kebutuhan.
b. Kriteria Hasil :
1) Tidak ada mual ataupun muntah
2) BB stabil
3) Nafsu makan meningkat
4) IMT Stabil
c. Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya sputum
banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini.
4) Berikan makan posri kecil dan sering termasuk makanan kering dan
atau makanan yang menarik.
Rasional : Tindakan ini meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
5) Evaluasi status nutrisi umum, ukur BB
Rasional : Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat
menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi dan /
lambatnya respons terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. (2015). Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2015 - 2017. Jakarta :
EGC

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Pernapasan
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA (North America Nursing Diagnosis Association) NIC-
NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Syaifuddin. (2012). Anatomi dan Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi Edisi 4. Jakarta :
EGC.

Alimul H, A. Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Perawatan.
Jakarta : Salemba Medika.

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta:
EGC.

Bulechek, G. M & Mc Closkey , J. C. 2004. Nursing Interventions Classifications (NIC) Edisi


4. St. Louis Missouri: Mosby.

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Edisi 8. Jakarta
: EGC

Davis Gordon B. 1994. Management System Information. TP. Midas Surya Grafindo, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia (Riskesdas). Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan R.I. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes
RI.

Dinas Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar.
Jakarta: Dinkes RI.

Griffith–Kenney, J.W. & Christensen, P.J. 1986. Nursing Process : Application of Theories,
Frameworks and Model. St. Louis : The. C.V. Mosby Company.

Anda mungkin juga menyukai