DENGAN RESPIRASI
Oleh :
1. Heriyati P07120721021
2. Moh. Asrul P07120721005
3. Budiyono P07120721027
4. Setyono Hidayat P07120721004
5. Udhiyati P07120721026
PENDAHULUAN
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu
saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings)
pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar
dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan
karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf
kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan
sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan. [4]
3. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dansebagian
di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang
rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsimenyaring benda-
benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada,
batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru- paru,
cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut
bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus). [4]
4. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara
orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut
epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang
cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi
utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada
udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara. [4]
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus
kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya
melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan
sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau
alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam
alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah
menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru. [4]
6. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada
dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru
kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang
tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun
oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya
mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-
cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding
duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus. [4]
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea, karina, bronchus
principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus
respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3
lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus
superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal yang membagi lobus
superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi lobus media dengan lobus
inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus superior dan lobus
inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis
(dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura).[4]
1. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang dindingnya
tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit
dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis silindris
bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis superior,
medius dan inferior. Lamina propria pada mukosa hidung umumnya mengandung banyak
pleksus pembuluh darah. [4]
2. Alat penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan lamina basal
yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel basal dan sel
olfaktoris. [4]
3. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak yang
berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan
sphenoidalis. [4]
4. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu dan
menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas
udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan
laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis mukosa.
Lamina propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu dengan
jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapis gepeng,
mengandung kelenjar mukosa murni. [4]
5. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak antara faring
dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik
mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid
dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia.
Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk
membentuk suara, dan menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatanmukosa
yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah diantara pita suara
disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat
jaringan elastis padat, otot suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan
Inferior. Inervasi: N Laringealis superior. [4]
6. Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh jaringan ikat
fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan
limfoid dan kelenjar. [4]
7. Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki primer
bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental bronki subsegmental. Struktur
bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak
teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang sama
sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatan
memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar
submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil. [9]
8. Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak
mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar.
Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet. [9]
9. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan : epitel kuboid,
kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli). [9]
10. Duktus alveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli bermuara. [9]
11. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya
200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat kolagen,
dan elastis halus. [9]
Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar
tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru.
Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng
terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili
pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan
surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolapsalveoli pada akhir
ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa
(fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel
fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini
terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya. [9]
12. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin,
fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada
dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan pembuluh
limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal. [4]
2.2 BIOKIMIA
1. Reaksi hemoglobin dan oksigen
Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawa O 2
yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat sub unit, masing-
masing mengandung gugus heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada
seorang dewasa normal, sebagian besar hemoglobin mengandung dua rantai α dan dua
rantai β. Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan satu atom besi fero.
Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel.
Atom besi tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O 2 merupakan suatu
reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim
ditulis sebagai Hb + O2 ↔ HbO2 . Karena setiap molekul hemoglobin mengandung empat
unit Hb, maka dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi dengan
empat molekul O2 membentuk Hb4O8. [3]
Hb4 + O2 ↔ Hb4O2
Hb4O2 + O2 ↔ Hb4O4
Hb4O4 + O2 ↔ Hb4O6
Hb4O6 + O2 ↔ Hb4O8
Reaksi ini berlangsung cepat, membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik.
Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat. 4
Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara
pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml.
Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik
napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai 1500 ml. Udara ini
dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume udara
yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer.
Meskipun telah mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-
paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi,
Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.
[3]
B. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil.
Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir
masuk ke paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi
antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih
besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar
maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam,yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secarabersamaan.
2.4 VOLUME UDARA PERNAFASAN
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini
dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia.
Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas
mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi
senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah
jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya
secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan
menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara
pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar
masuk pare-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun
ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume
= inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini
Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas oksigen ( O2 ) dari udara oleh organism
hidup yang digunakan untuk serangkaian metabolism yang akan menghasilkan
karbondioksida (CO2 ) yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Alat
pernafasan setiap makhluk tidaklah sama, pada hewan invertebratea memiliki alat
pernafasan dan mekanisme pernafasan yang berbeda dengan hewan vertebrata.
Sistem respirasi terdiri atas organ-organ yang berfungsi dalam aktivitas metabolism
khususnya produksi atau perubahan energy kimia yang terikat dalam materi organic
menjadi energy siap pakai (ATP) dalam sel. Secara khusus organ respirasi merupakan
media pertukaran O2 dan CO2 dari dalam dan luar tubuh. Udara dari atmosfer masuk ke
dalam tubuh dengan perantara alat pernapasan tertentu. Selanjutnya oksigen yang
diperlukan untuk proses pernapasan masuk ke dalam sel-sel darah kapiler menujuke sel-
sel jaringan tubuh dengan bantuan sistem transpor.
Pernapasan ada dua jenis yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan
dada terjadi karena otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga rusuk terangkat, akibatnya
volume rongga dada membesar. Membesarnya rongga dada membuat tekanan dalam dada
mengecil dan paru-paru mengembang. Padas saat paru-paru mengembang, tekanan udara
diluar lebih besar daripada di dalam paru-paru, akibatnya udara masuk. Sebaliknya, saat
otot antar tulang rusuk berkontraksi, tulang rusuk turun. Akibatnya, volume rongga dada
mengecil sehingga tekanan di dalamnya pun naik. Pada keadaan ini paru-paru mengempis
sehingga udara kelurar. Pada pernapasan perut terjadi karena karena gerakan diafragma.
Jika otot diafragma berkontraksi, rongga dada membersar dan paru-paru mengembang.
Akibatnya, udara masuk ke dalam paru-paru. Saat otot diafragma relaksasi, diafragma
kembali ke keadaaan semula. Saat itu rongga dada menyempit, mengorong paru-paru
sehingga mengempis. Selanjutnya udara dari paru-paruakan keluar.
Daftar Pustaka:
1. Heil, M., Hazel, A. and Smith, J. (2008). The mechanics of airway closure.
RespiratoryPhysiology & Neurobiology, 163(1-3), pp.214-221.
2. Lesauskaite, V. and Ebejer, M. (1999). Age-related changes in the respiratory
system. MalteseMedical Journal, 11(1), p.25.
3. Majumder, N. (2015). Physiology of Respiration. IOSR Journal of Sports and
PhysicalEducation, 2(3), pp.16-17.
4. Patwa, A. and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system
relevant toanaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia, 59(9), p.533.
5. Srinivas, P. (2012). Steady State and Stability Analysis of Respiratory Control
System using Labview. International Journal of Control Theory and Computer
Modeling, 2(6), pp.13-23.
6. White, S., Danowitz, M. and Solounias, N. (2016). Embryology and evolutionary
history of the respiratory tract. Edorium Journal of Anatomy and Embryology, 3,
pp.54-62.
7. Mitrouska, I., Klimathianaki, M. and Siafakas, N. (2004). Effects of Pleural
Effusion on Respiratory Function. Canadian Respiratory Journal, 11(7), pp.499-
503.
8. Kelly, F. (2014). Influence of Air Pollution on Respiratory Disease. European
Medical Journal, 2, pp.96-103.
9. Kennedy, J. (2012). Clinical Anatomy Series‐ Lower Respiratory Tract Anatomy.
Scottish Universities Medical Journal., 1(2), pp.174‐179.
10. Fikriyah, S. and Febrijanto, Y. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok pada mahasiswa laki-laki di asrama putra. Jurnal STIKES, 5(1), pp.99-
108.
Asuhan Keperawatan Perianestesi
1. Pengkajian
1. Identitas Klien :
Nama : An.U
Umur : 9 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Desa Probangan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosa medis :Tonsilitis
Rencana Operasi : Tonsilektomy
Berat Badan : 25 kg
Tinggi Badan : 135 cm
No. Rekam Medis : 09-39-62
Tanggal masuk : Selasa, 09-03-2021
Dokter Bedah : Dr. Bhakti Sp.THT
Dokter Anestesi : Dr. Curniawaty Sp.An
Rencana Anestesi : General Anestesi dengan NTT
TAHAP PRE ANESTESI
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan mengalami nyeri telan dan merasa dilehernya ada yang
mengganjal sekitar 2 minggu terakhir
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri telan sekitar 2 minggu terakhir, dan
didiagnosa oleh dokter pasien mengalami tonlitis, dan akan dilakukan Tindakan
operasi tonsilektomy dengan rencana anestesi general anestesi dengan Nasotrakheal
tube pada tanggal 9 Maret 2021.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan
belum pernah dilakukan operasi, baik kecil maupun besar
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit
menular atau keturunan
2. Kelengkapan Rekam Medis
Persetujuan bedah, persetujuan anestesi, hasil laboratorium
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : Compos mentis (E4,V5,M6)
c. TTV : TD: 100/60 mmHg; N: 107 x/mnt; RR 15 x/mnt
d. AMPLE
Alergi : tidak ada
Medication : tidak mengonsumsi obat rutin
Post illness : belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
Lastmeal : 04.00 WIB
Enviromental : tinggal di lingkungan padat penduduk
e. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala mechochepal, kulit kepala nampak bersih,
tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
f. Mata
Inspeksi : konjungtiva tidak anemis, sclera putih, klien tidak memakai
lensa kontak
g. Telinga
Inspeksi : bentuk simestris, tidak ada gangguan fungsi pendengaran
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
h. Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
i. Mulut
Inspeksi : tidak ada gigi goyang, klien tidak memakai kawat gigi, T2,
Terdapat nyeri telan
j. Wajah
Inspeksi : tidak ada lesi
k. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran tiroid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
l. Kulit
Inspeksi : tidak kering
Palpasi : turgor kulit baik
m. Dada
1). Paru-paru
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada penggunaan otot
pernafasan tambahan
Palpasi : ekspansi dada maksimal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
ketinggalan gerak antara taktil fremitus kanan dan kiri
Perkusi : suara resonan
Auskultasi : suara vesikuler
2). Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak pada ICS ke-5 medial linea
midclavicularis sinistra
Palpasi : tidak ada pergeseran ictus cordis
Perkusi : tidak ada pelebaran batas jantung, suara redup
Auskultasi : suara jantung S1, S2, regular tidak ada suara tambahan
n. Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat bekas luka, tidak ada benjolan, bentuk simetris
Auskultasi : peristaltik usus 20x/mnt
Palpasi : tympani di seluruh kuadran abdomen
Perkusi : tidak ada nyeri tekan di seluruh kuadran abdomen, hepar tidak
teraba
o. Genitalia
Tidak terpasang kateter, jenis kelamin perempuan
p. Ekstremitas
1) Atas
Inspeksi : terpasang infus line abocath ukuran 20 cairan RL 16 tpm dengan
infus set makro pada tangan kiri, tidak ada edema pada area tusukan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2) Bawah
Inspeksi : kaki lengkap, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Kekuatan Otot :
5 5
5 5
4. Pemeriksaan psikologis
Keluarga klien mengatakan bahwa klien belum pernah menjalani pembedahan
sebelumnya, klien tampak cemas karena takut dioperasi
5. Status ASA
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik, seperti kelainan jantung bawaan,
tidak didapati adanya gangguan sistemik sehingga dapat dikategorikan klien
memiliki status fisik ASA I
6. Kebutuhan Cairan
a. Monitoring cairan
Kebutuhan cairan klien selama operasi yang harus terpenuhi
1. Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan pasien selama operasi yang harus terpenuhi
1) Rumus maintenance (M) = 4cc x 10 kg pertama
2cc x 10 kg kedua
1cc x 10 kg ketiga
= 4 cc x 10 kg = 40 cc
2 cc x 10 kg = 20cc
1 cc x 6 kg = 6cc
= 66cc
2) Rumus pengganti puasa (PP) = lama puasa x BB
= 6 jam puasa x 26 kg
= 156 cc
3) Rumus stress operasi (SO) = jenis op (b/s/k) x BB
= 8 x 26 kg
= 208cc
b. Prinsip pemberian cairan durante operasi (Jam I-IV)
1) Jam I : M + ½ PP + SO = 66 + 78 + 208 = 352
2) Jam II dan III: M + ¼ PP + SO = 66 + 39 + 208 = 313
3) Jam IV : M + SO = 66 + 208 = 274
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium 5 Maret 2021
Darah Lengkap
8. Rencana Anestesi:
a. Mengecek TTV : Persiapan mesin
1) Mengecek sumber gas apakah sduah terpasang dan tidak ada kebocoran
2) Mengecek isi volatile agent
3) Mengecek kondisi absorben
4) Mengecek apakah ada kebocoran mesin
5) Persiapan bedside monitoe yaitu pulse oxymetri dan spignomamanometer
b. Persiapan alat :
1) S : laryngoscope, stetoskop
2) T : Nasotracheal tube
3) A : NPA
4) T : Tape, hypafix
5) I : Introducer : Forcep Magil
6) C : Connector
7) S : Suction, spuit
c. Persiapan obat
1) Premedikasi : Ondansentron 4 mg, Sulfas Athropine 0,25 mg, Midazolam1Mg
2) Induksi : propofol 100 mg, fentanyl 150 mcg, Ketamin 50 mg, atracurium 5
mg
3) Obat lain : Asam Tranexamat 500mg
d. Persiapan klien di Ruang Penerimaan
1) Mengecek kelengkapan status klien
2) Klien telah puasa sejak pukul 04:00 WIB
3) Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien
mengatakan takut dan cemas menjalani operasi.
4) Pasien terpasang infus line abocath ukuran 20 cairan RL 16 tpm dengan infus
set makro pada tangan kiri, tidak ada edema pada area tusukan, infuse lancar
5) Klien telah memakai baju dan topi operasi
6) Memposisikan klien
TAHAP INTRA ANESTESI
1. Jenis Pembedahan : Tonsilektomy
2. Jenis Anestesi : General Anestesi
3. Teknik Anestesi : Nasotracheal tube
4. Mulai Premedikasi : 10.05
5. Induksi : propofol 100 mg, ketamin 50 mg
6. Posisi : Supine
7. Mulai Operasi : 10.15
8. Medikasi Tambahan : Asam Tranexamat 500 mg
9. Cairan Durante Operasi : RL 500 ml
10 Selesai Operasi : 11:45
1. Motorik 2 2
2. Pernafasan 2 2
3. Sirkulasi 2 2
4. Kesadaran 1 2
5. Aktivitas 1 2
A. Analisis Data
No. Data Masalah Etiologi
Pre Anestesi
1. DO : Ansietas berhubungan
- Pasien tampak cemas dengan sekunder
- Pasien tampak pucat akibat penyakit
- Pasien tampak menangis dan prosedur
- TD : 128/68 mmHg invasive
- N : 130 x/menit
DS :
- Keluarga pasien
mengatakan pasien belum
pernah dilakukan
tindakan operasi dan
anestesi sebelumnya
- Pasien mengatakan
dirinya takut akan
dioperasi
2. DO : Nyeri Akut berhubungan
- Pasien tampak menahan dengan gangguan
sakit rasa nyaman
- TD : 128/68 mmHg
- N : 130 x/menit
- RR : 25 x/menit
- Skala nyeri 5
DS :
- Keluarga pasien
mengatakan pasien nyeri
saat menelan makanan
Intra Anestesi
1. DO : Risiko Aspirasi berhubungan
- TD : 95/52 mmHg dengan
- N : 132 x/menit terpasangnya
DS : - selang NTT
(Nasotrakheal
tube)
2. DO : Risiko berhubungan
- TD : 90/55 mmHg Ketidakefektifan dengan risiko
- N : 135 x/menit Bersihan Jalan Nafas gangguan fungsi
- RR : 12 x/menit pernafasan
- SpO2 : 92 %
- Terdengar suara gurgling
DS : -
Post Anestesi
1. DO : Mual berrhubungan
- TD : 120/70 mmHg dengan efek
- N : 130 x/menit anestesi
- RR : 16 x/menit
DS :
1. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan kepada pasien dan 1. Strategi keperawatan berbeda
keperawatan anestesi selama 1 x keluarga pasien mengenai tergantung pada tingkat kecemasan
15 menit berkurang/hilang prosedur operasi dan prosedur 2. Beberapa ketakutan didasarkan pada
dengan kriteria hasil : anestesi yang akan dijalani informasi yang tidak akurat, yang
1. Pasien paham akan prosedur menggunakan pernyataan dapat diatasi dengan data akurat
operasi yang akan dijalani langsung dan sederhana 3. Efek dari obat sedasi salah satunya
2. Pasien mengatakan 2. Pandu pasien untuk berdoa yaitu menghilangkan kesadaran
cemasnya sudah berkurang sebelum tindakan operasi pasien sementara.
3. TTV pasien dalam batas 3. Kolaborasi dengan dokter untuk
normal pemberian obat sedasi
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kolaborasi dengan dokter 1. Analgesik adalah golongan obat yang
keperawatan anestesi selama 1 x pemberian obat pereda nyeri berfungsi untuk pereda rasa nyeri.
15 menit berkurang/hilang yang optimal dengan analgesic 2. Observasi berfungsi untuk menilai
dengan kriteria hasil : 2. Observasi reaksi non verbal objek yang sedang diamati. Manfaat
1. Pasien mengatakan nyeri maupun verbal dari nyeri nya dapat mengetahui tingkat
berkurang dari skala nyeri 5 efektifitas suatu obat atau tingkat rasa
menjadi skala nyeri 3 nyeri yang dialami.
2. TTV pasien dalam batas
normal
INTRA ANESTESI
1. Risiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring TTV pasien 1. Observasi dan memastikan tidak
keperawatan anestesi selama 1 x 2. Kolaborasi dengan dokter adanya gangguan pasca selang
1 jam berkurang/hilang dengan pemberian obat anti mual pernapasan pasien yang dapat
kriteria hasil : 3. Monitor posisi selang menyebabkan gangguan pernafasan
1. TTV pasien dalam batas nasotrakeal tube agar tidak sampai gagal intubasi pada pasien.
normal terlipat dan tidak ada gangguan 2. Mengetahui skala nyeri terkini pasien
2. Tidak terjadi risiko aspirasi lain untuk menetukan tindakan
ditandai dengan selanjutnya yang sesuai
- suara nafas vesikuler, 3. Observasi dan memastikan tidak
- pernafasan: 20 x/m, adanya gangguan pasa selang
- saturasiO2: 99%, pernapasan pasien yang dapat
- gerakan dada simetris menyebabkan gangguan pernafasan
kanan dan kiri, sampai gagal intubasi pada pasien.
- posisi selang nasotrakeal
tube tidak terlipat
2. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien dengan benar 1. Posisi jawtrush dapat membenatu
Ketidakefektifan keperawatan anestesi selama 1 x (jawtrush) membebaskan jalan nafas.
Bersihan Jalan Nafas 1 jam berkurang/hilang dengan 2. Isap secret dari jalan nafas 2. Adanya secret dijalan nafas membuat
kriteria hasil : menggunakan suction pasien sulit untuk bernafas karena
1. TTV pasien dalam batas adanya sumbatan.
normal
2. Tidak ada suara tambahan
(gurgling)
POST ANETESI
1. Mual Setelah dilakukan tindakan 1. Kolaborasi dengan dokter 1. Mual dan muntah pasca operasi dapat
keperawatan anestesi selama 1 x pemberian obat anti mual menyebabkan aspirasi, ketegangan
15 menit berkurang/hilang (ondansetron 4 mg) pada jahitan, peningkatan intra cranial
dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan penyebab mual kepada dan ketidakseimbangan cairan
1. Pasien mengatakan sudah pasien dan keluarga pasien elektrolit
tidak mual 2. Pemberian obat antimual pada pasien
2. TTV pasien dalam batas saat operasi efektif mengatasi rasa
normal mual
2. Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Kunci pembatas bed pasien 1. Kunci pembatas bed pada pasien
keperawatan anestesi selama 1 x 2. Kuranggi kerentanan klien berfungsi untuk mencegah pasien
15 menit berkurang/hilang terhadap risiko jatuh, seperti terjatuh.
dengan kriteria hasil : luruskan leher dan tulang 2. Pasien post operasi cenderung lemah
1. Pasien tidak terjatuh belakang, jangan biarkan dan memiliki tingkat risiko jatuh
2. Pasien dan keluarga pasien ekstremitas terjulur dari tempat yang tinggi.
paham akan adanya risiko tidur 3. Aldrete score adalah penilaian
jatuh 3. Pantau kondisi kesadaran kesadaran untuk pasien yang dibius
pasien dengan general anestesi. Dan untuk
4. Pantau aldrete score pasien menilai apakah pasien sudah bisa
5. Edukasi kepada pasien dan dipindahkan ke ruang perawatan atau
keluarga pasien akan adanya belum.
risiko jatuh
Paraf
Ulya
Nyeri Akut 9 Maret 2021, pukul 09.15 9 Maret 2021, pukul 09.30
1. Berkolaborasi dengan dokter pemberian S:
obat pereda nyeri yang optimal dengan - Pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi skala 3
analgesic O:
2. Mengobservasi reaksi non verbal maupun - Pasien tampak lebih tenang
verbal dari nyeri - TTV : TD : 128/68 mmHg, N : 130 x/menit, SpO2 :
98%, RR : 16 x/menit
A : Masalah nyeri akut teratasi
P : Monitoring TTV pasien
Paraf
Aprilia
Intra Anestesi
Resiko Aspirasi 9 Maret 2021, pukul 10.15 6 Maret 2021, pukul 10.30
1. Memonitoring TTV pasien S:-
2. Mengkaji adanya suara nafas tambahan, gerakan O:
dada, frekuensi nafas - Tidak ada suara nafas tambahan
3. Memonitor posisi selang naso trakeal tube agar - Gerakan dada kanan dan kiri sama
tidak terlipat dan tidak ada gangguan lain - Pasien diposisikan supine
- Tidak ada secret tersisa
- Nafas terpantau melalui mesin monitor
- Tidak ada kebocoran dan bengkok pada
Nasotrakeal Tube
- TTV : TD : 110/70 mmHg, N : 132 x/menit, SpO2 :
96%, RR : 20 x/menit
A : Masalah resiko Aspirasi teratasi
P : Intervnsi dilanjutkan
Paraf
Gunawan
Ketidakefektifan 9 Maret 2021, pukul 10.30 9 Maret 2021, pukul 10.40
bersihan jalan napas 1. Memposisikan pasien dengan benar (jawtrush) S:-
2. Mengisap secret dari jalan nafas menggunakan O:
suction - Tidak ada suara napas tambahan
- Tidak ada sisa sekret
- TTV: : TD : 110/70 mmHg, N : 132 x/menit, SpO2
: 99%, RR : 20 x/menit
A: masalah Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasiP:
intervensi dilanjutkan
Paraf
Ulya
Post Anestesi
Mual 9 Maret 2021, pukul 12.00 9 Maret 2021, pukul 12.10
1. Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat anti S:
mual (ondansetron 4 mg) - Pasien mengatakan paham akan penyebab mual
2. Menjelaskan penyebab mual kepada pasien dan yang dialaminya
keluarga pasien - Pasien mengatakan sudah tidak mual
O:
- Pasien tampak lebih tenang
- TTV: : TD : 118/87 mmHg, N : 129 x/menit, SpO2
: 99%, RR : 20 x/menit
A: masalah mual pasien teratasi
P: intervensi dihentikan
Paraf
Gunawan
Resiko Jatuh 9 Maret 2021, pukul 12.00 9 Maret 2021, pukul 12.15
1. Mengunci pembatas bed pasien S:
2. Mengurangi kerentanan klien terhadap risiko - Pasien paham akan resiko jatuh
jatuh, seperti luruskan leher dan tulang O:
belakang, jangan biarkan ekstremitas terjulur - Pasien tampak tenang
dari tempat tidur - Pasien aman dan tidak ada resiko jatuh
3. Memantau kondisi kesadaran pasien - TTV : TD :108/85 mmHg, N : 135 x/menit, SpO2 :
4. Memantau alderete score pasien 100%, RR :16 x/menit
5. Mengedukasi pasien dan keluarga tentang A : Masalah resiko jatuh teratasi
resiko jatuh P : Intervensi dihentikan
Paraf
Aprilia