Anda di halaman 1dari 57

PATOLOGI DAN PATOFISOLOGI

SISTEM PERNAPASAN

Oleh :
Kelompok 1
D-IV Keperawatan Tingkat I
Ni Putu Meylitha B.
Ni Luh Suci Novi Ariani
Pande Putu Setianingsih
Ni Putu Soniya Darmayanti

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AJARAN 2014/2015

A. Sistem Pernapasan Pada Manusia

(P07120214013)
(P07120214021)
(P07120214022)
(P07120214040)

Pengertian pernapasan atau respirasi adalah suatu proses ketika tubuh


kekurangan oksigen dan oksigen yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi)
melalui organ pernapasan, pada keadaan tertentu tubuh kelebihan karbondioksida
makan tubuh brusaha mengeluarkan kelebihan tersebut dengan menghembuskan
napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antar O2 dan CO2 di dalam
tubuh.

Gambar 1. Gambar Sistem Pernapasan Manusia


Mekanisme sistem pernafasan:
Respirasi
Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
a. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah
dan udara.
b. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah
ke sel-sel tubuh.
Fisiologi Respirasi
Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utuma, yaitu:
1) Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan
alveoli paru-paru.
1

2) Difusi adalah proses pertukaran O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.
3) Transportasi adalah proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel-sel.
Proses fisiologis respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
a. Difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru (respirasi eksterna)
dan darah sistemik dengan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuainnya dengan
distribusi uara dalam alveolus-alveolus.
c. Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengn darah.
Dalam mengambil napas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara
dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1) Respirasi / Pernapasan Dada
1. Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
2. Tulang rusuk terangkat ke atas
3. Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.
2) Respirasi / Pernapasan Perut
1. Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
2. Diafragma datar
3. Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada
dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Inspirasi
Inspirasi adalah proses menghirup udara atau menarik nafas. Ketika
menghirup udara atau menarik nafas maka paru-paru mengembang, Hal ini
mengakibatkan tekanan udara di dalam paru-paru lebih rendah dari pada
tekanan udara di atmosfir ( lingkungan ). Akibatnya udara mengalir dari luar
ke dalam paru-paru.
Proses Ekpirasi
Ekspirasi adalah proses menghembuskan udara atau mengeluarkan nafas.
Ketika menghembuskan udara atau mengeluarkan nafas maka paru-paru
mengempis. Hal ini mengakibatkan tekanan udara di dalam paru-paru lebih
tinggi dari pada tekanan udara di atmosfir ( lingkungan ), sehingga udara (CO 2
keluar.

Gambar 2. Proses inspirasi dan ekspirasi


Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi
berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika oksigen tembus
selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan
disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg
dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya
40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam
tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu
melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari
jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh CO2 + H2O ---> H2 + CO2
Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan
mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa
bernapas terjadi pelepasan energi.
3

Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hidung
Faring
Trakea
Bronkus
Bronkiouls
Paru-paru

Alat alat pernapasan pada manusia


1) Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk.Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae.
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan
selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam
rongga hidung.
2) Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan


percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke
saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa
menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang
keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan,
faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
3) Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian
di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di
dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang
tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabangcabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung
bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus).
4) Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu

tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel
berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran
suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga
sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang
membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal
tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup
pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal
tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paruparu, misalnya pada waktu kita bicara.
5) Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan
trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian
bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan
sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus
sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus
bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan (bronkus primer)
bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan
bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang
paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding
alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam
alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama
bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paruparu.
6) Bronkiolus

Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis


dan salurannya lebih tipis. Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian
yang lebih halus
7) Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernapasan yang berupa gelembunggelembung udara. Dinding aleolus sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan
berdekatan dengan kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus memungkinkan
terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari
udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke
udara bebas terjadi.
8) Paru-paru (Pulmo)

Gambar 2. Gambar Paru-Paru Manusia


Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan
(pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister)
yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru
disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga

dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura
parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga
bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium
berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi
menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris. Pada
dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut
alveolus.
Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan
pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara
pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 mL. Volume udara tidal
orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 mL. ketika menarik napas
dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai 1500 mL.
Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik napas sekuatkuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 mL. Udara
ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah mengeluarkan napas
sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya
kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi, Kapasitas
paru-paru total = kapasitas vital + volume residu =4500 mL/wanita dan 5500
mL/pria.
Pertukaran Gas dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita
hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu
saluran pernapasan dan akhirnya masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang
terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya
masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat

dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke


seluruh tubuh.
Oksigennya
oksihemoglobin

dilepaskan

kembali

ke

menjadi

dalam

sel-sel

hemoglobin.

tubuh

sehingga

Karbondioksida

yang

dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang
akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan
melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas.
Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen
masuk dan karnbondioksida keluar.
Proses Pernapasan
Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau
inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas,
otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus.
Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari
berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga
dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk. Saat
mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas.
Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik
sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan
besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.
Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa
inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan
pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi
secara bersamaan.
1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk,
sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga dada membesar
serta tekanan udara menurun (inhalasi). Relaksasi otot antar tulang
rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (ekshalasi).

2)

Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot diafragma


(datar dan melengkung), volume rongga dada membesar , paru-paru
mengembang tekanan mengecil (inhalasi). Melengkung volume rongga
dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.

Mekanisme Pernapasan Manusia


Pernapasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
a. Pernapasan dada
Pada pernapasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar
tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot
tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan
tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang
rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka
tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar.
Bertambah besarnya akan menyebabkan tekanan dalam rongga dada lebih
kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan udara kecil pada
rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk
ke dalam tubuh, proses ini disebut proses inspirasi.
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot
dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semula dan menyebabkan tekanan
udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan
dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini
disebut ekspirasi.
b. Pernapasan perut
Pada pernapasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma
dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi
diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada
bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan
tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru (inspirasi).

10

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau


dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi
oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat
dibedakan

atas

dua

jenis,

yaitu pernapasan

luar dan pernapasan

dalam.Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara


dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan
dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan
sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan
tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika
tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.
Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara
akan keluar.
Sehubungan

dengan

udara(inspirasi) dan

organ

pengeluaran

yang

terlibat

dalam

pemasukkan

udara (ekspirasi) maka

mekanisme

pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan


pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
Volume Udara Pernapasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500
cc.

Udara

ini

dikenal

sebagai kapasitas

total udara

pernapasan

manusia.Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses


bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat
digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atauudara
sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan
seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup
dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc
volume udara pernapasan (kapasitas tidal = 500 cc). Kapasitas tidal adalah
jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam

11

keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500
cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume =
1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.
Gas-gas dalam Udara Pernapasan
Persentase gas utama pernapasan dalam udara yang keluar masuk paru-paru
dapat dilihat pada Tabel 1 :
Udara
Gas

sebelum

luar
masuk

paru-paru (%)
Nitrogen (N2)
79,01
Oksigen (O2)
20,95
Karbon dioksida 0,04

Udara

di Udara yang keluar

alveoli (%)

dari paru-paru (%)

80,7
13,8
5,5

79,6
16,4
4,0

(CO2)
Tabel 1. Tabel Persentase Gas Utama Pernapasan dalam Udara yang Keluar
Masuk Paru-paru.
Pertukaran udara berlangsung di dalam avelous dan pembuluh darah yang
mengelilinginya. Gas oksigen dan karbon dioksida akan berdifusi melalui sel-sel yang
menyusun dinding avelous dan kapiler darah. Udara aveolus mengandung zat oksigen
yang lebih tinggi dan karbon dioksida lebih rendah dari pada gas di dalam darah
pembuluh kapiler. Oleh karena itu molekul cenderung berpindah dari konsentrasi
yang lebih tinggi ke rendah, maka oksigen berdifusi dari udara aveolus ke dalam
darah, dan karbon dioksida akan berdifusi dari pembuluh darah ke avelous.
Pengangkutan CO oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 cara yaitu:
a. Karbondioksida larut dalam plasma dan membentuk asam karbonat dengan
enzim anhydrase.
b. Karbondioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin.
c. Karbondioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO) melalui proses
berantai pertukaran klorida.

12

Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernapasan


Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada
kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh,
serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan.
Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen
dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh
lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Selanjutnya,
seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan
membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24
jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan
volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat
konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya
konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang
menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna
darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun
oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi danglobin yang
berupa protein.
Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan
menurut

persamaan

reaksi

bolak-balik

berikut

ini

: Hb4 +

O2 4

Hb

O2(oksihemoglobin, berwarna merah jernih).


Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O 2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2),
perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke
dalam arteri demikian juga difusi CO 2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam
udara inspirasi.
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg,
sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di

13

lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri
yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara
difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O 2nya 104
mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan
O2 nya 104 mmHg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2nya 0 - 40 mmHg. Di
jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2akan mengalir lewat vena
sistemik ke jantung. Tekanan CO 2 di jaringan di atas 45 mmHg, lebih tinggi
dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mmHg. Dari jantung, CO 2 mengalir lewat
arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mmHg. Dari arteri pulmonalis
CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
pada jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mmHg dapat
mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mmHg maka hanya ada
sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan
hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut
reaksi kimia berikut: O2 + H2O (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO 2 sehingga mempengaruhi pH
darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui tiga cara yakni sebagai
berikut.
1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan
2.

enzim anhidrase (7% dari seluruh C).


Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino

hemoglobin (23% dari seluruh CO2).


3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO 3) melalui proses
berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO 2). Reaksinya adalah
sebagai berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO-3

14

Gangguan

terhadap

pengangkutan

CO2 dapat

mengakibatkan

munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal
tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila
terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis.
Energi dan Pernapasan
Energi yang dihasilkan oleh proses pernapasan akan digunakan untuk
membentuk molekul berenergi, yaitu ATP (Adenosin Tri Phospate). Selanjutnya,
molekul ATP akan disimpan dalam sel dan merupakan sumber energi utama untuk
aktivitas tubuh. ATP berasal dari perombakan senyawa organik seperti karbohidrat,
protein dan lemak. Gula (glukosa) dari pemecahan karbohidrat dalam tubuh diubah
terlebih dahulu menjadi senyawa fosfat yang dikatalisis oleh bantuan enzim
glukokinase. Selanjutnya senyawa fosfat diubah menjadi asam piruvat dan akhirnya
dibebaskan dalam bentuk HO dan COsebagai hasil samping oksidasi tersebut.
Proses respirasi sel dari bahan glukosa secara garis besar, meliputi tiga tahapan, yaitu
proses glikosis, siklus Krebs, dan transfer elektron.
Pada pekerja berat atau para atlit yang beraktivitas tinggi, pembentukan energi
dapat dilakukan secara anaerobik. Hal ini disebabkan bila tubuh kekurangan suplai
oksigen maka akan terjadi proses perombakan asam piruvat menjadi asam laktat yang
akan membentuk 2 mol ATP.

A. Patologi dan Phatofisiologi Penyakit


1) Pengenalan Patologi
Patologi merupakan ilmu yang mempelajari penyakit. Patologi
merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri
dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau
kondisi dari bagian tubuh.
Bidang patologi terdiri atas patologi anatomi dan patologi klinik
Ahli patologi anatomi membuat kajian dengan menganalisis jaringan,
struktur atau organ.
Ahli patologi klinik mengkaji pada perubahan pada fungsi yang
nyata pada fisiologi tubuh. Patologi seperti diketahui merupakan basis

15

ilmiah untuk dapat memahami seluk beluk penyakit dan gangguan


dalam tubuh manusia.
Sebagai landasannya, kita perlu mengetahui konsep sel dalam
keadaan normal (biologi sel) karena individu makhluk hidup,
termasuk tubuh manusia tersusun dari sel. Kesehatan individu
berawal dari kesehatan sel-sel tubuh tersebut. Dan jika terjadi
disfungsi sejumlah sel (terutama sel-sel/ jaringan yang penting) maka
akan timbul penyakit.
Dalam mempelajari patologi kita akan sering menggunakan
istilah-istilah terkait, seperti: patogenesis, patofisiologi, etiologi,
manifestasi penyakit, dan sequele
1) Patogenesis
Patogenesis
penyakit
kelangsungan

atau

menyatakan

evolusi

penyakit.

perkembangan,
Patogenesisnya

mencakup bagaimana mekanisme terjadinya penyakit, serta


mekanisme timbulnya kelainan-kelainan akibat penyakit
tersebut.
2) Patofisiologi
Patofisiologi membahas aspek perubahan yang terjadi pada
berbagai fungsi tubuh akibat adanya penyakit.
3) Etiologi
Etiologi adalah penetapan sebab terjadinya suatu penyakit.
Pengertian etiologi juga mencakup identifikasi atas faktorfaktor yang menimbulkan suatu penyakit.
4) Manifestasi penyakit
Manifestasi penyakit adalah tanda dan gejala yang muncul
pada tubuh manusia akibat suatu penyakit.
5) Sequele
Sedangkan sequele adalah dampak dari suatu penyakit.
Apakah seseorang akan sembuh sempurna, sembuh dengan
komplikasi, sembuh dengan gejala-gejala sisa, atau bahkan
mengalami kematian.
B. Karakteristik Penyakit
1. Etiologi (sebab)
16

2.
3.
4.
5.
6.

Patogenesis (mekanisme)
Perubahan patologis dan klinis (mekanisme)
Komplikasi atau cacat (efek)
Prognosis (keluaran)
Epidemiologi (insiden)
ETIOLOGI
Etiologi suatu penyakit adalah penyebabnya sendiri, inisiator
serangkaian peristiwa yang menyebabkan sakitnya penderita. Penyakit
disebabkan oleh berbagai interaksi antara host (misal : genetic) dengan
factor lingkungan. Lingkungan yang menyebabkan terjadinya penyakit
disebut patogen. Bakteri yang menyebabkan penyakit adalah bakteri
patogen, sedang bakteri yang tidak menyebabkan penyakit disebut non
patogen. Secara umum agen penyebab sakit adalah :
Kelainan genetic

Agen infeksi misal : bakteri, virus, parasit dan jamur


Bahan kimia
Radiasi
Trauma mekanik
Pada keadaan dimana penyebab sakit tidak terlihat jelas,
misalnya primer, tidak diketahui (idiopatik), esensial, spontan atau
kriptogenik (misalnya, hipertensi esensial, pneumothorak spontan,
sirhosis kriptogenik).

PATOGENESIS
Patogenesis penyakit merupakan suatu mekanisme yang
menghasilkan tanda dan gejala klinis maupun patologis (Patologi
umum dan sistematis J.C.E Underwood). Termasuk dalam patogenesis

17

penyakit
Proses radang :
Suatu respon terhadap berbagai mikroorganisme dan berbagai jenis
bahan

yang

merugikan

menyebabkan

kerusakan

jaringan

Degenerasi :
Kemunduran sel atau jaringan yang merupakan respon atau kegagalan
dari penyesuaian terhadap berbagai agen.
Karsinogenesis :
Mekanisme dimana bahan karsinogen menyebabkan terjadinya kanker
Reaksi imun :
Suatu efek/reaksi system imun tubuh yang tidak diinginkan.
PROGNOSIS
Prognosis merupakan perkiraan terhadap apa yang diketahui
atau terhadap perjalanan suatu penyakit, sebagai kemungkinan yang
akan dihadapi oleh penderita. Remisi dan kambuh. Remisi merupakan
proses perkembangan dari kondisi aktif menuju kondisi yang tenang.
Bila tanda dan gejala timbul kembali dikenal dengan kambuh
(relapse).
EPIDEMIOLOGI
Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi
(penyebaran) serta determinant masalah kesehatan pada sekelompok
orang atau masyarakat serta determinasinya (faktor-faktor yang
mempengaruhinya).
C. Patologi dan Phatofisiologi Kelainan Fungsi Pernafasan
1. Penyakit obstruksi jalan napas akut
Secara umum, kondisi paru obstruktif menghambat aliran
udara di dalam paru, yang menimbulkan sedikit tahanan pada
inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi. Ini menimbulkan
perpanjangan fase ekspirasi pernapasan.
Klasifikasi penyakit obstruksi jalan napas akut bergantug pada
sifat episodik kondisinya. Dua klasifikasi utama adalah bronkitis
akut dan asma. Pada keduanya obstruksi adalah intermiten dan
reversible.
18

a. Bronkitis akut
1. Pengertian
Bronkitis akut adalah kondisi umum yang disebabkan
oleh infeksi dan inhalan yang mengakibatkan inflamasi
lapisan mukosa percabangan trakeobronkial. Penyebab
infeksi paling umum dari bronkitis akut mencakup virus
influenza

adenovirus,

rinovirus,

dan

organisme

Mycoplasma pneumonia. Bronkitis menyebabkan sekret


mucus berlebihan, bronki membengkak, disfungsi silia yang
menghambat aliran udara ekspirasi. Gejala bronkitis akut
adalah batuk, dengan banyak mukus purulen. Mungkin ada
ronki kering ( mengi ).
2. Etiologi
Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus
seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus
influenza, virus para influenza, dan coxsackie virus.
Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang
menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma
pneumoniae (Ngastiyah; 1997; 37).Penyebab lain dari
bronkitis akut dapat juga oleh bakteri (staphylokokus,
streptokokus,

pneumokokus,

hemophylus

influenzae).

Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti


askariasis

dan

jamur

(Purnawan

Junadi;

1982;

206).Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap


bahan fisik atau kimia. Faktor predisposisi terjadinya
bronkitis akut adalah perubahan cuaca, alergi, polusi udara
dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan
terjadinya bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).
3. Tanda dan gejala
Tanda Bronkitis akut:
a. Tanda toksemi : Malaise, demam, badan terasa lemah,
banyak keringat Diaphoresis, tachycardia, tachypnoe.
b. Tanda iritasi : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan
19

produksi sekret, rasa sakit dibawah sternum


c. Tanda obstruksi: sesak nafas, rasa mau muntah.
Gejala bronkitis berupa:
a) Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
b) Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas
c)
d)
e)
f)

ringan
Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
Bengek
Lelah
Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri

dan kanan
g) Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna
kemerahan
h) Pipi tampak kemerahan
i) sakit kepala
j) Gangguan penglihatan
4. Patofisiologi bronkitis akut
Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total
karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat lain. Di
dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel
radang. Radang juga dijumpai peribronkial dan jaringan
interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan
emphisema

dan

obstruksi

total

yang

menimbulkan

atelektaksis.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik : fokus dada
a. Inspeksi : Irama, kedalaman, frekuensi pernapasan,
kesimetrisan dinding dada saat bernapas, Penggunaan
otot bantu pernapasan, Cuping hidung, cyanosis pada
ekstremitas. Pasien biasanya tampak kurus dengan
barrel-shaped chest (diameter anteroposterior dada
meningkat) kremitus taktil dada berkurang atau tidak
ada
b. Palpasi

Kesimetrisan

dinding

fremitus,Letak trachea.
c. Auskultasi : Ronkhi, vokal fremitus

20

dada,Taktil

d. Perkusi :

Resonance, perkusi dada hipersonor,

peranjakan hak mengecil, batas paru hati lebih rendah,


pekak

jantung

berkurang.

Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang


6. Pemeriksaan penunjang
a. Analisa Gas Darah menunjukkan adanya hipoksia dan
hiperkapnia
b. Foto thorax tampak adanya konsolidasi di bidang paru
menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas paru.
c. Laboratorium Hematrokrit dan Hb meningkat.
d. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1) Tes fungsi paru-paru
2) Gas darah arteri
3) Rontgen dada
4) Pemeriksaan sputum (menunjukkan adanya
mikroorganisme

patogen

seperti

Streptococcus)
7. Penatalaksanaan Bronchitis Akut
Pada
pemeriksaan
menggunakan

spesies

stetoskop

(auskultasi), terdengar ronki, wheezing dengan berbagai


gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-ngik) dan
krepitasi

(suara

kretek-kretek

dengan

menggunakan

stetoskop). Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen


dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk
menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
Sebagian besar pengobatan bronkitis

akut

bersifat

simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat yang lazim


digunakan, yakni:
a) Antitusif (penekan batuk)
DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali
sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri
100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja
dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak.
Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan
dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak,
21

para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan,


terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada
penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas,
penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan dan
diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita
merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
b) Ekspektorant
Adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah
dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant
yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl
guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
c) Antipiretik
(pereda
panas):
parasetamol
(asetaminofen),

dan

sejenisnya.,

digunakan

jika

penderita demam.
d) Bronkodilator (melongarkan napas)
diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin,
aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada
penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat
bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa
bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat
juga digunakan untuk melonggarkan napas pada
bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui
efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami
oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan
keringat dingin. Andaikata mengalami efek samping
tersebut,

maka

setengahnya.

dosis

Jika

obat

masih

diturunkan
berdebar,

menjadi
hendaknya

memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator


jenis lain.
e) Antibiotika.
Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh
kuman berdasarkan pemeriksaan dokter.
b. Asma bronkial
22

1) Pengertian Asma Broonkial


Asma adalah obstuksi jalan napas akut, episodik yang
diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon
pada orang sehat. Asma telah didefinisikan sebagai gangguan
yang dikarakteristikkan oleh paroksisme rekurens mengi dan
dispnea yang tidak disertai oleh penyakit jantung atau
penyakit lain.
Meskipun asma dikarakteristikkan oleh mengi, tidak
semua mengi dihubungkan dengan asma. Mengi local
unilateral dapat disebabkan oleh aspirasi benda asing atau
oleh tumor. Penyebab lain mencakup emboli pulmonal,
infeksi, gagal ventrikel kiri, fibrosis kistik, defisiensi
imunologi, dan penyakit pernapasan karena virus. Mengi
selalu

suatu

tanda

bermakna

yang

harus

diselidiki.

Patogenesis asma mengacu pada non specific hyperirritability


pada percabangan ( pohon ) trakea. Agens peyebab asma
adalah allergen, lingkungan ( polusi ) dan emosi atau stress.
Terapi terhadap asma adalah dengan menghilangkan agens
penyebab dan dengan obat ( inhalasi, oral, parenteral ),
tergantung keadaan.
2) Etiologi asma
a. Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen yang
dikenal (mis., serbuk sari, binatang, amarah makanan dan
jamur). Kebanyak alergen didapat di udara dan
musiman.pasien

dengan

asma

alergik

biasanya

mempunyai riwayat keluarga yang alergik.


b. Asma idiopatik atau non alergik, tidak berhubungan
dengan alergen spesifik. Fakor-faktor, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.

23

c. Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum.


Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun dari bentuk idiopatik nonalergik.
3) Tanda dan gejala
Asma adalah

menjadi

sindrom

klinis

yang

dikarakteristikkan oleh batuk, mengi, dan sesak napas serta


sesak dada yang ditimbulkan oleh alergen, infeksi atau
stimulus

lain.

Stimulus

ini

mencakup

obat,

latihan

(khususnya pada iklim kering dan dingin), stres emosi,


refluksgastroesofagus pada mikroaspirasi, merokok pasif dan
aktif, pemajanan tempat kerja pada bahan kimia, dan polusi
udara.
Tanda dan gejala serangan asmatik sangat berhubungan
dengan status jalan napas. Yang pasti tentang manifestasi
asma adalah jenisnya dan tidak dapat diduga. Gejala asma
mengacu pada triad: dispnea, batuk, dan ronki kering ( mengi
). Ronki kering dapat pula terdapat pada keadaan keadaan
lain seperti aspirasi benda asing, tumor, emboli paru, infeksi,
gagal jatung kiri.
Manifestasi klinis dan patofisiologi dasar asma
GEJALA
PATOFISIOLOGI
Dispnea, ortopnea, batuk, mengi, Spasme
bronkiolus,
sesak

dada,

paradoksik,

peningkatan
penurunan

nadi udara, pendataran diafragmatik


bising

napas, hiperesonans, hipoksia


Takikardia, pernapasan sulit, lapar Peningkatan
udara, retraksi interkostal

buruk,

tanda

lain

kerja

pernapasan,

keletihan, peningkatan konsumsi

oksigen
Sputum kental dan lengket, turgor Peningkatan
kulit

jebakan

dari dehidrasi,

24

produksi

sputum,

demam

yang

dehidrasi
dihubungkan dengan infeksi
Sputum kental hijau atau kuning
Infeksi
Spasme bronkus, eosinofilia, bila Inflamasi
ada alergi
Ketakutan/panic

Ansietas

4) Patofisiologi Asma Bronkial


Meskipun terdapat ketumpangtindihan bermakna antara
dua kelompok, penyebab asma dapat dibagi menjadi dua
kategori utama : ekstrinsik dan intrinsik. Asma ekstrinsik
( alergis ) secara umum mempengaruhi anak atau remaja
muda yang sering mempunyai riwayat keluarga atau pribadi
tentang alergi, bentol-bentol, ruam, dan ekzema. Hasil dari
tes kulit biasanya positif pada alergen spesifik, yang
menunjukkan kemungkinan bahwa asma ekstrinsik adalah
alergis. Obstruksi pernapasan akut, tahanan pada aliran
udara, dan turbulensi aliran udara dikaitkan dengan tiga
respons berikut: 1) spasme bronkus, yang melibatkan irama
peremasan jalan napas oleh otot yang mengitarinya; 2)
produksi mukus kental yang banyak; dan 3) respon inflamasi,
yang mencakup peningkatan permeabilitas kapiler dan edema
mukosa.
Asma intrinsik ( idiosinkratik ) biasanya mempengaruhi
orang dewasa, termasuk mereka yang tidak mengalami asma
atau alergi sebelum usia dewsa tengah. Riwayat pribadi atau
keluarga negatif untuk alergi, eksema, bentol-bentol, dan
ruam.
Suatu serangan asma timbul karena seseorang yang atopi
terpapar dengan allergen yang ada di lingkungan dan
membentuk immunoglobulin (Ig) E, allergen yang masuk

25

akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen


presenting sel (APC), allergen tersebut dipresentasikan ke sel
Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskannya interlukin 2 (IL-2) untuk berproliferasi
menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Bila
proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Jika terpapar 2 kali
atau lebih dengan allergen yang sama allergen tersebut akan
diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan mastosit
dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan perubahan di dalam sel yang menurunkan
kadar cAMP.
Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel,
dan melepaskan mediator-mediator kimia yang meliputi
histamine, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A),
eosinofilik chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A), dan
lain-lain. Mediator tersebut menyebabkan timbulnya tiga
reaksi utama yaitu: kontraksi otot-otot polos baik saluran
nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas. Peningkatan sekresi
kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mucus. Tiga
reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan
gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat
lanjut.

26

2. Penyakit paru obstruksi menahun


Penyakit patru obstruksi menahun ( PPOM ) serupa dengan
asma yaitu aliran udara ekspirasi disumbat dan eksaserbasi serta
kambuhan umum terjadi. Penyakit obstruksi menahun dan akut
berbeda dalam jaringan paru yang tidak kembali ke normal di antara
eksarsebasi pada kondisi menahun. Malahan, kerusakan paru adalah
progresif secara lambat. Dibawah ini merupakan penyakit PPOM:
a. Bronkitis menahun
1. Pengertian
Bronkitis kronis idefinisikan sebagai adanya batuk
produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2
tahun berturut-turut.
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada
bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan
disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar
bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan
keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial
yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk
dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk
lebih dari 2 tahun secara berturut-turut. Inflamasi bronkus terus
menerus dan peningkatan progresif pada batuk produktif dan
dispnea yang tidak dapat dihubungkan dengan penyebab
spesifik, adalah gambaran klasik dari bronkitis menahun.
Istilah ini biasanya digunakan pada individu yanga mengalami
batuk produktif sepanjang selama sedikitnya 3 bulan berturutturut dalam 2 tahun terakhir. Bisanya inflamasi dan batuk ini
adalah respon pada mukosa bronkial terhadap iritasi kronis dari
merokok sigaret, polusi atmosfer, atau infeksi.
Bakteri khususnya Haemophilus
influenza dan
Sterptococcus pneumonia, sering dibiakkan dari jalan napas
ini.

27

Bronkitis ini sangat erat berhubungan dengan emfisema


tetapi biasanya didefinisikan sebagai abnormalitas yang
mencakup sekresi mukus berlebihan dan inflamasi bronkial,
sedangkan emfisema melibatkan degenerasi parenkim alveolar.
Bronkitis dapat menimbulkan hal berikut:
1) peningkatan tahanan jalan napas dengan atau tanpa
perubahan emfisema;
2) gagal jantung kanan ( kor pulmonal ); dan displasia sel
epitel pernapasan, yang dapat berubah menjadi keganasan.
Manifestasi klinis mencakup sianosis, produksi sputum
berlebihan, derajat hiperinflasi ringan, hiperkapnia nyata,
dan hipoksemia berat.
2. Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab bronkhitis , yaitu:
a) Infeksi:
1) Staphylococcus (stafilokokus)
2) Streptococcus (streptokokus)
3) Pneumococcus (pneumokokus)
4) Haemophilus influenza
b) Alergi
c) Rangsangan lingkungan, misal:
asap pabri,
asap mobil
asap rokok
dll.
Selain penyebab diatas, bronkhitis kronis dapat
merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat
tubuh, yaitu:
a) Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan
patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti
menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan
sehingga infeksi bakteri mudah terjadi

28

b) Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi


merupakan cumber bakteri yang dapat menyerang dinding
bronkhus.
c) Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan
susunan dan fungsi dinding bronkhus sehingga infeksi
bakteri mudah terjadi.
d) Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput
lendir bronkhus sehingga drainase lendir terganggu.
Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri.
3. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien
bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi
kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas
pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi
sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang.
Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada
penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala
pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas
sering dan memberikan gejala :
Keluhan-keluhan
a. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk
produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti
pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari
sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur.
Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen,
dapat memberikan bau yang tidak sedap.
Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob,
akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang
sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis,
29

sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila


ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3
bagian :
1) Lapisan teratas agak keruh
2) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
3) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan
nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).
b. Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan
ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus
mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan.
Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling
ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup
banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai
mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai
cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran
darah sistemik ).
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe
justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini
letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak
pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk.,
pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis
paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab
utama komplikasi haemaptoe.
c. Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan
keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas
tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang
terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan
destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi
30

berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis


paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang
ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya
obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar
tergantung pada distribusi kelainannya.
d. Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik,
sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun
pada paru, sehingga sering timbul demam (demam
berulang)
4. Patofisiologi
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien
mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama
kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit
dalam

dua

tahun

berturut-turut.

Secara

patofisiologis,

penebalan dan kekebalan mukosa abronkus akibat dari


vasodilatasi, bendungan, dan edema. Area mukosa dapat
terinfiltrasi

dengan

polimorfonuklear.

leukosit,makrofag,

Sekresi

yang

dan

berlebihan

leukosit
ditambah

penyempitan jalan napas menyebabkan obstruksi pertama pada


ekspirasi maksimal dan selanjutnya aliran udara inspirasi
maksimal.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar
agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat
yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya
respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi,
kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan
besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran
udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:

31

a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada


bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi
mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan
mekanisme pembersihan mukus.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus
besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran
napas. Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan
mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan
napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru.
Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus,
hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02,
iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana
terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis.
Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia
(produksi eritrosit berlebihan)
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik : fokus dada
a. Inspeksi : Irama, kedalaman, frekuensi pernapasan,
kesimetrisan dinding dada saat bernapas, Penggunaan
otot bantu pernapasan, Cuping hidung, cyanosis pada
ekstremitas. Pasien biasanya tampak kurus dengan
barrel-shaped chest (diameter anteroposterior dada
meningkat) kremitus taktil dada berkurang atau tidak
ada
b. Palpasi

:Kesimetrisan

fremitus,Letak trachea.
32

dinding

dada,Taktil

c. Auskultasi
d. Perkusi

:Ronkhi, vokal fremitus


:Resonance, perkusi dada hipersonor,

peranjakan hak mengecil, batas paru hati lebih rendah,


pekak jantung berkurang.
Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi.
Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar
dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.
b. Pemeriksaan fungsi paru.
Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Sedang KRF sedikit naik atau
normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri,
yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1
detik < 80% dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP 1 :
KVP <70%.
c. Pemeriksaan gas darah.
Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan
ventilasi dengan baik sehingga PaCO2 naik dan PO2 turun,
saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi
juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan
eritropoeisis.
d. Pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan
kor pulmonal (hipertrofi atrium dan ventrikel kanan)
e. Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih.
(Ikawati, 2007).
7. Penatalaksanaan
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol
infeksi, dan meningkatkan drainase bronkhial menjadi jernih.
Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:

33

a. Antimicrobial
b. Postural drainase
c. Bronchodilator
d. Aerosolized Nebulizer
e. Surgical Intervention
Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena
bronkitis biasanya disebabkan oleh virus maka belum ada obat
kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk mengatasi gejala
simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia).
Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin. Bila
terdapat bronkospasme berikan bronkodilator. Selain obat
diatas ada beberapa lainnya
1. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan
pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya
sensivitas terhadap CO2.
2. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik.
3. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas,
termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan
antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol
5 mg dan iptakopium bromida 250 mg diberikan tiap 6
jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,2 - 0,15 giu
secara perlahan.

34

Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi


rokok (bila merokok), minum lebih banyak daripada biasanya,
dan tingkatkan intake nutrisi yang adekuat.
Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi
tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri
sekunder dan antibiotik boleh diberikan. Pemberian antibiotik
adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan maka perlu
dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan
kolaps paru segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran
pernafasan dan tuberkulosis.
b. Bronkiektasis
1. Pengertian
Bronkiektasis adalah penyakit menahun pada bronkus dan
bronkiolus, yang dikarakteristikkan oleh dilatasi irreversible
percabangan bronkial dan dihubungkan dengan infeksi menahun
dan inflamasi pasase jalan napas ini.
Kebanyakan individu dengan

bronkiektasis

mengalami

penyakit sistemik dasr, seperti fibrosis kistik, diskinesia silier


primer, atau imunodefisiensi, dimana infeksi jalan napas sangat
dibebani. Secara umum telah disetujui bahwa bronkiektasis
dihubungkan dengan defek pada dinding bronkial, yang mungkin
congenital atau didapat. Karena beberapa derajat infeksi yang
secara umum selalu ada, bronkiektsis dapat digambarkan dengan
baik sebagai kombinasi proses congenital dan didapat yang
dikarakteristikkan oleh inflamasi yang mengakibatkan penggantian
mukosa bronkial oleh jaringan parut fibrosa. Proses ini
menimbulkan destruksi bronkus dan dilatasi permanen bronkus
dan bronkiolus, yang memungkinkan area yang terkena menjadi
sasaran infeksi menahun.
2. Etiologi

35

Etiologi dan faktor predisposisi


Banyak penyebab yang menjadi etiologi maupun faktor
predisposisi terjadinya BE antara lain:
a. Infeksi primer (bakteri, jamur dan virus)
BE mungkin sebagai sequel dari nekrosis setelah
infeksi akibat pengobatan yang buruk atau tidak diobati
sama sekali. Infeksi dapat disebabkan oleh kuman tipikal
seperti Klebsiela, Staphilococcus aureus, Mycobacterium
tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, measles, pertusis,
influenza, herpes simplex dan beberapa tipe adenovirus.
Pada anak respiratory syncytial virus dapat menyebabkan
BE. BE juga bisa juga disebabkan oleh Mycobacterium
avium complex (MAC) yang terjadi pada penderita HIV
b.

dan imunokompremis.
Obstruksi bronkus
Tumor endobronkial, benda asing atau stenosis bronkus
karena penekanan akibat kelenjar getah bening leher yang
membesar dapat menyebabkan BE. Sindrom lobus tengah
kanan merupakan bentuk spesifik obstruksi bronkus yang
akhirnya akan menyebabkan BE karena angulasi abnormal
lobus tersebut. Timbulnya obstruksi bronkus dan infeksi

kronik merupakan faktor predisposisi terbentuknya BE.


c. Fibrosis kistik
Ini merupakan penyakit autosomal resesif dengan
kelainan utama pada paru dengan gambaran umum BE. BE
berhubungan dengan fibrosis kistik terjadi secara sekunder
karena terkumpulnya mucus pada jalan napas bagian atas
dan terjadinya infeksi kronis.
d. Sindroma Young
Gambaran klinis sama denga fibrosis kistik. Sindrom
ini ditemukan BE disertai sinusitis dan azoospermia, sering
terjadi pada pria usia pertengahan.
e. Diskinesia siliar primer

36

Manifestasinya adalah immotile dan/atau diskinetik


silia dan spermatozoa. Keadaan ini menyebabkan gangguan
bersihan mukosilier infeksi berulang dan akhirnya terjadi
BE. Sindrom Kartagener dengan triad gambaran klinik
berupa situs inversus, sinusitis dan BE adalah sebagai
akibat immobility silia pada saluran napas.
f. Aspergilosis bronkopulmoner alergi
Merupakan reaksi hipersensitiviti terhadap inhalan
antigen Aspergilus dengan gambaran bronkospasme, BE
dan reaksi imunologi oleh spesies Aspergilus. Dikatakan
aspergilus bronkopulmoner alergi adalah apabila pada
penderita tersebut ditemukan batuk produktif dan juga
memiliki riwayat asma yang tidak respons dengan terapi
konvensional.
g. Keadaan imunodefisiensi
Imunodefisiensi dapat

terjadii

secara

congenital

maupun didapat. Imunodefisiensi ini melibatkan gangguan


gangguan

fungsi

limfosit

hipogammaglobulinemia

B.

biasanya

penderita
muncul

dengan

saat

anak

dengan riwayat sinusitis atau infeksi paru berulang.


Penderita HIV/AIDS merupakan implikasi terjadinya BE
dan digambarkan dengan timbulnya percepatan kerusakan
bronkus karena infeksi berulang.
h. Defek anatomi congenital
Skuester bronkopulmoner,
Campbell

(defisiensi

congenital

sindroma
kartilago),

WilliamsSindrom

Mounier-Kuhn (tracheobronkomegali), Sindrome SwyerJamer (unilateral hyperlucent lung) dan sindrom yellownail mempermudah timbulnya BE.
i. Penyakit reumatik
Komplikasi rheumatoid arthritis dan sindrom Sjogren
dapat terjadi BE, tetapi patogenesisnya belum jelas.
j. Traksi bronkiektasis

37

Ini merupakan distorsi jalan napas sekunder karena


distorsi parenkim paru dari fibrosis pulmoner.
k. Merokok
Bagaimana merokok dapat menyebabkan terjadinya BE
masih belum jelas namun demikian asap rokok dan infeksi
berulang dapat mempercepat kerusakan dinding bronkus.
3. Tanda dan gejala
Gejala pada BE dapat disebabkan karena BE-nya saja
atau karena penyakit dasarnya. Gejala akibat BE-nya saja dapat
berupa batuk kronik, dahak purulen, panas, lemah dan berat
badan menurun. Gejala paling umum adalah batuk menahun
dengan sputum purulen produktif khususnya pada penyakit
berat dan infeksi akut. Secara khas, sputum purulen juga
berdarah dan berbau menyengat. Dispnea, demam, kelemahan,
dan penurunan berat badan juga ada. Penyakit ini, yang dapat
mempengaruhi semua umur dan jenis kelamin, mempunyai
prognosis buruk pada era pra-antibiotik.

Pada penderita BE sering ditemukan batuk dengan


banyak dahak bersifat purulen terutama terjadi setelah istirahat
lama terlentang yaitu pada pagi hari. Secara makroskopik dapat
dijumpai sputum 3 lapis yaitu lapisan busa, lapisan purulen
(hijau, kuning) dan lapisan mukoid. Dapat juga dijumpai BE
yang kering tidak banyak dahak, hal ini tergantung pada lokasi
BE, misalnya pada tempat yang alirannya baik. Dengan
mengitung volume dahak/24 jam dapat ditentukan berat
ringannya penyakit. Ellis dkk mengelompokkan BE menjadi
38

BE ringan (volume dahak <10 ml/hari), BE sedang (10-150


ml/hari) dan BE berat (>150 ml/hari).
Batuk darah jarang terjadi pada BE kering, lebih
banyak terjadi pada BE dewasa. Gejala sesak napas banyak
ditemukan pada BE luas yang telihat pada gambaran foto
toraks. Pemeriksaan fisik kadang tidak dijumpai kelainan.
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung
pada luas, derajat dan ada tidaknya obstruksi saluran napas.
Pada auskultasi sering dijumpai ronki basah, biasanya pada
basal paru dan sering dijumpai jari tabuh.
c. Tuberkolosis
1. Pengertian
Tuberkolosis ( TB ) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis, atau basil
tuberkel, yang tahan asam. Bila seseorang yang belum pernah
terpapar pada TB, menghirup cukup banyak basil tuberkel ke
dalam alveoli, maka terjadilah infeksi tuberculosis.
2. Etiologi

39

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe
humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman
terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari
pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting
saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk
kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan
tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar
akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer,
peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang
kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut

tuberkulosis
40

post

primer

(reinfection)

adalah

peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang


yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut.
3. Tanda dan gejala
Gejala-gejala

ini

dapat

disebabkan

oleh

kerja

berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang


menyenangkan, karena itu harus dianalisa dengan baik dan
harus lebih berhati-hati apabila dijumpai perubahan sikap dan
temperamen (misalnya penderita yang mudah tersinggung),
perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan,
anak yang tidak suka bermain, atau penyakit yang kelihatan
neurotik.
Gejala khusus:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila
terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju
ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti
infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),
gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
4. Patofisiologi
Reaksi tubuh terhadap basil turbekel tergantung pada
kerentanan orang tersebut, besarnya dosis yan masuk, dan
virulensi organisme. Peradanganterjadi di dalam alveoli

41

( parenkim ) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha


melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organism itu, lalu
dibawa ke sel T. proses radang dan reaksi sel menghasilkan
sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Di
bagian tengah nodul terdapat basil tuberkel. Bagian luarnya
mengalami fibrosis, bagian tengahnya kekurangan makanan,
mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal sebagai
perkijuan. Bagian neokrotik tengah ini dapat mengapur
( klasifikasi ), atau mencair. Materi cair ini dapat di batukkan
keluar, meninggalkan rongga ( kaverne ) dalam parenkimparu (
tampak pada foto toraks ). Bila pada foto toraks hanya tampak
nodul yang telah mengalami perkapuran, maka nodul ini
dikenal sebagai tuberkel Ghon. Adanya tuberkel Ghon disertai
pembesaran kelenjar limfe di hilus paru bersama-sama disebut
sebagai kompleks primer.
Orang dengan koompleks primer telah dibuat peka
terhadap basil tuberkel. Bila orang ini diberi tes tuberculin,
akan member reaksi positif. Tes tuberkulin positif tidak berarti
bahwa yang bersangkutan telah mengidap TB. Orang denga tes
tuberculin positif dan minum INH ( isoniazid ) secara
profilaktik untuk 3-6 bulan, akan member tes negatif.
Perlindungan ini dikatakan untuk seumur hidup. Berbeda
dengan penyakit infeksi lain, pasien yang pernah terinfeksi TB
akan memilikinya seumur hidup. Kecuali pernah mendapat
pengobatan profilaksis dengan INH. Basil tuberkel ini menetap
dalam paru dalam keadaan terbungkus; dikatakan dalam
keadaan tenang. Bila seseorang menghadapi stress fisik atau
emosi, basil ini dapat menjadi aktif kembali dan berkembang
biak. Jika pertahanan tubuh rendah, maka timbul TB aktif. Bila

42

TB timbul beberapa tahun setelah infeksi primer, dikenal


sebagai TB reaktivitas.
5. Pemeriksaan fisik
Pada tuberkulosis

paru,

kelainan

yang

tergantung luas kelainan struktur paru. Pada

didapat

permulaan

perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)


menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6).
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis
tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada
perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran
kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah
ketiak
6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: LED
b. Microbiologis: BTA sputum, kultur resistensi sputum
terhadap M. tuberculosis
1) Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada
akhir bulan ke 2,4 dan 6.
2) Pada kategori 2: spuntum BTA diulani pada akhir bulan
ke 2.5 dan 8.
3) Kultur BTA spuntum diulangi pada akhir bulan ke 2
dan akhir terapi.
c. Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal
dan akhir terapi.
d. Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan
6 bulan.

43

e. Imuno-Serologis:
1) Uji kulit dengan tuberculin (mantoux)
2) Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru
didiagnosa tidak di rawat di rumah sakit. Jika TB paru
terdiagnosa pada individu yang sedang di rawat, klien
mungkin akan tetap di rawat sampai kadar obat terapeutik
telah ditetapkan. Beberapa klien dengan TB aktif mungkin
di rawat di rumah sakit karena alasan:
1) Mereka sakit akut
2) Situasi kehidupan mereka dianggap berisiko tinggi
3) Mereka diduga tidak patuh terhadap program
pengobatan
4) Terdapat riwayat TB sebelumnya dan penyakit aktif
kembali
5) Terdapat penyakit lain yang bersamaan dan bersifat
akut
6) Tidak terjadi perbaikan sesudah terapi
7) Mereka resisten terhadap pengobatan yang biasa,
membutuhkan obat garis ke-2 dan ke-3. Dalam situasi
seperti ini, perawat singkat di rumah sakit diperlukan
untuk memantau keefektifan terapi dan efek samping
obat-obat yang diberikan.
Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai
diberikan tiga jenis medikasi atau lebih untuk memastikan
bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan. Dosis
dari beberapa obat mungkin cukup besar karena basil sulit
untuk dibunuh. Pengobatan berlanjut cukup lama untuk
menyingkirkan atau mengurangi secara substansial jumlah
basil dorman atau semidorman. Terapi jangka panjang yang
tak terputus merupakan kunci sukses dalam pengobatan
TB.

44

Medikasi yang digunakan untuk TB mungkin dibagi


menjadi preparat primer dan preparat baris kedua. Preparat
primer hampir selalu diresepkan pertama kali sampai
laporan hasil kultur dan labolatorium memberikan data
yang pasti. Klien dengan riwayat TB yang tidak selesai
mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten dan
preparat sekunder harus digunakan. Lamanya pengobatan
beragam, beberapa program mempunyai pendekatan dua
fase:
1) Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis
obat, ditujukan untuk menghancurkan sejumlah besar
organisme yang berkembang baik dengan cepat,
2) Fase rumatan, biasanya dengan dua obat, diarahkan
pada pemusnahan sebagian besar basil yang masih
tersisa.
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi
klien yang sebelumnya belum diobati adalah dosis harian
isoniazid, rifampin, dan pirazinamid selama 2 bulan.
Pengobatan ini diikuti dengan isoniazid dan rifampin
selama

bulan.

Kultur

sputum

digunakan

untuk

mengevaluasi keberhasilan terapi. Jika kepatuhan terhadap


pendosisan harian menjadi masalah, maka diperlukan
protokol TB yang memberikan medikasi dua atau tiga kali
seminggu. Program ini biasanya diberikan di klinik untuk
memastikan klien menerima obat yang di haruskan.
Jika medikasi yang digunakan tampak tidak efektif
(misalnya: memburuknya gejala, peningkatan infiltrat, atau
pembentukan kavitas), program harus dievakuasi kembali,
dan kepatuhan klien harus dikaji. Setidaknya dua medikasi
(tidak pernah hanya satu) ditambahkan pada program terapi
TB yang gagal.

45

Medikasi yang digunakan untuk mengobati TB


mempunyai efek samping serius, bergantung pada obat
spesifik yang diresepkan. Toleransi obat, efek obat, dan
toksisitas obat bergantung pada faktor-faktor seperti usia,
dosis obat, waktu sejak obat terakhir yang digunakan,
formula kimia dari obat, fungsi ginjal dan usus, dan
kepatuhan klien. Klien penderita TB yang tidak membaik
atau yang tidak mampu menoleransi medikasi mungkin
membutuhkan pengkajian dan pengobatan pada fasilitas
medis yang mengkhususkan dalam pengobatan TB paru
berkomplikasi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu
dengan TB atau tidak. Sering kali sumber dari infeksi
tidak diketahui dan mungkin tidak pernah ditemukan. Pada
saat yang sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi
sehingga mereka dapat menjalani follow-up untuk
menentukan apakah mereka terinfeksi dan mempunyai
penyakit aktif atau tes tuberculin positif. Keluhan pasien
yang paling umum adalah batuk produktif dan berkeringat
malam hari.
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien
dengan TB mencakup batu produktif, kenaikan suhu tubuh
siang hari, reaksi tuberkulin dengan indurasi 10 mm atau
lebih dan rotgen dada yang menunjukkan infiltrat pulmonal
(Niluh dan Christie, 2003).
c. Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan
secukupnya guna memperbaiki dan mencegah kerusakan
jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi
agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:

46

1) Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk


mencapai berat badan normal
2) Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak
meningkatkan kadar albumin serum yang rendah (75-100
gram)
3) Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total
4) Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total
5) Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total
Macam diet untuk penyakit TBC:
1) Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)
Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)
2) Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)
Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi makro dapat
disesuaikan dengan kondisi tubuh penderita (BB dan TB) dan
penderita dapat diberikan salah satu dari dua macam diet tinggi energi
tinggi protein (TETP) sesuai tingkat penyakit penderita (Denny Indra,
2010).
Dapat dilihat di bawah ini bahan makanan yang dianjurkan dan
tidak diancurkan pada penderita TB paru:
Bahan Makanan

Dianjurkan
Yang Tidak Dianjurkan
Nasi, roti macaroni dan

Sumber karbohidrat

hasil

olahan

tepung

seperti cake, pudding.


Daging sapi, ayam, telur,
Sumber protein

ikan,

susu

kacang

jenis
dan

Dimasak dengan banyak


minyak

kelapa

jenis

kacanghasil Dimasak hanya dengan

sayuran

seperti: bayam, buncis,


daun singkong
47

atau

santan kental

olahannya seperti temped minyak kelapa


an keju
Semua

Sayuran

hasil

olahan sepeti yogurt dan


keju
Semua

Sumber protein nabati

dan

Semua
Buah-buahan

Minuman

Lemak dan minyak

seperti:

segar,
papaya,

semangka, melon
Soft drink, madu, sirup,
teh dan kopi encer
Minyak goreng, mentega,

Minuman rendah kalori

margarine, santan encer, Santan kental


salat
Bumbu

Bumbu

jenis

tidak

tajam

seperti bawang merah,


bawang putih, laos

Bumbu

yang

tajam

seperti cabe dan lada

d. Fibrosis kistik
1. Pengertian
Fibrosis kistik adalah gangguan herediter dimana sejumlah besar
material kental disekresikan. Fibrosis kistik mempengaruhi kelenjar
keringat, bronki, pancreas, dan kelenjar pensekresi mukus dari usus
halus. Meskipun gangguan genetik ada pada saat lahir. Penyakit ini
pada beberapa orang yang terkena tidak terdektesi sampai remaja atau
dewasa awal karena gejala tidak umum, tersembunyi, atau tidak ada.
2. Patofisiologi
Gambaran patologis mencakup kontsentrasi natrium dan klorida yang
tinggi dalam kering dan sekresi mukus serta eleminasi abnormal.
Sekresi mukus kental melalui jalan napas menimbulkan obstruksi jalan
napas yang menimbulkan berbagai kombinasi atelektasis, pneumonia,
bronkitis, emfisema dan kondisi pernapasan lain. Infeksi materi
sekunder umum terjadi. Manifestasi klinis bervariasi, pada beberapa
orang terutama mengalami gejala gastrointestinal dan yang lainnya
mengalami masalah paru berat. Semua manifestasi berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengatasi sekresi berlebihan. Tanda
dan gejala paru umum terjadi dan meliputi batuk menahun, infeksi
paru menetap, dan kor pulmonale.

48

Untuk mendiagnosis penyakit ini, sedikitnya tiga dari empat


kriteria ini penting: 1) peningkatan natrium dan klorida dalam
keringat; 2) defisiensi enzim pankreas dalam sekresi gastrointestinal;
3) infeksi paru menahun, terutama dengan organisme oportunistik
seperti Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus; dan 4)
riwayat keluarga tentang masalah ini.
e. Emfisema
1. Pengertian
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum
dan sring diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena
kejadiansilmutan dari dua kondisi.
2. Klasifikasi Emfisema
KLASIFIKASI
Menyebar atau umum
Fokal
Iregular

DESKRIPSI
Lobulus atau acini seluruh paru yang terkena
Dihubungkan dengan deposisi debu fokal ( mis, debu karbon )
Dihubungkan dengan pengerutan jaringan parut fibrotik, biasanya

Obstruktif
Bula

karena penyakit lama


Disertai dengan Obstruktif bronkial yang dapat dilihat
Ruang emfisematosus lebih dari 1 cm dalam paru yang mengembang;
dapat terjadi pada tipe emfisema apapun

Anatomik, emfisema mencakup bagian paru distal sampai


bronkiolus terminal ( acinus ) dimana pertukaran gas terjadi.
Emfisema mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan
abnormal

yang

disertai

perubahan

destruktif.

Emfisema

dapat

diklasifikasikan sebagai vesikular bila melibatkan ruang distal samapi


bronkiolus terminal dan interlobular atau interstisial bila emfisema
mempengaruhi jarngan di antara ruang udara.
Emfisema tampak berkaitan dengan banyak cedera yang terjadi
jangka panjang.prevalensi dan beratnya paling besar pada individu
lansia. Jaringan elastis dan serat dari alveoli dan jalan napas dirusak.

49

Alveolo membesar, dan banyak dindingnya dihancurkan. Perusakan


alveolar menimbulkan pembentukan ruan udara yang lebih besar
daripada normal, yang sangat menurunkan permukaan difusi alveolar.
Bila proses mulai, proses ini berjalan lambat dan tidak konsisten.
f. Penyakit Paru Restriktif
Penyakit paru restriktif adalah keadaan abnormal yang menyebabkan
penurunan kapasitas total dan kapasitas vital paru. Fase inspirasi dari
pernapasan akan mengalami kesulitan. Berikut ini akan dibahas
sekelompok keadaan ini, yaitu atelektasis, efusi pleural, pneumotoraks,
dan edema paru.
g. Atelektasis
Atelektasis adalah penyakit restriktif akut, akibat kolapsnya jaringan
paru yang tadinya sudah berkembang, atau pengembanganparu yang tidak
sempurna saat lahir. Dua perubahan utama pada atelektasis ialah kompresi
jaringan paru oleh sumber di luar alveoli dan absorpsi yang melibatkan
absorpsi gas dari alveoli.
Atelektasis kompresi dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi pleural,
atau tumor dalam toraks. Atelektasis absorpsi terjadi bila sekret dalam
bronkus dan bronkiolus menyumbat jalan napas dan mencegah masuknya
udara ke dalam alveoli.
Udara yang terperangkap dalam alveoli diabsorpsi dan sakus alveoli
itu kolaps. Timbunan sekret dalam jalan napas merupakan media yang
sangat baik untuk perkembangan bakteri dan terjadi pneumonia stasis.
Atelektasis adalah komplikasi pasca- bedah yang umum, akibat sekret
yang tertahan, karena pasien bedah kurang memiliki respons batuk akibat
obat dan nyeri. Refleks batuk yang tidak efektif berakibat menurunnya
volume tidal , dan pengembangan alveoli yang tidak memadai. Sputum
tambah kental, dan menetap di tempat yang lebih rendah. Pada orang
dewasa, atelektasis lebih banyak terjadi di lobus tengah kanan, karena
sudut bronki dengan bronkus utama agak tajam. Lobus tengah kanan itu
juga lebih peka terhadap pneumonia bakterial. Bila udara terhalang

50

memasuki alveoli, maka alveoli itu kolaps dan surfaktan yang dihasilkan
hanya sedikit atau sama sekali tidak ada. Untuk menghindari kolapsnya
alveoli, hubungan kolateral sering terjadi melalui pori dari kohn.
Manifestasi klinik tergantung jumlah atelektasis yang ada keadaan
ringan mungkin tanpa gejala, namun yang berat bisa disertai dispnea,
takikardia, batuk, demam dan gangguan ekspansi dinding toraks. Analisis
gas darah menunjukkan hipoksia. Hiperkapnia dan penurunan pH
menunjukkan keadaan yang memburuk, menuju gagal pernapasan.
h. Efusi pleural
Cairan pleura normalnya hanya cukup untuk berfungsi sebagai
pelumas pleura visceral dan pariental. Penambahan cairan pleura atau
efusi pleura dapat terjadi akibat penyakit atau trauma seperti gagal jantung
kongestif, neoplasma, infeksi, tromboemboli dan defek kardiovaskuler dan
imunologis. Trauma pada atoraks dapat berakibat pendarahan ke dalam
rongga pleura yang disbut hemotoraks. Efusi pleura seringkali dibagi
dalam kategori eksudat dan transudat. Umumnya penyakit radang dan
yang berakibat destruksi jaringan menghasilkan eksudat dengan berat jenis
di atas 1.017, dengan banyak protein dan dehidrogenase sam laktat (LDH).
Transudat, yang terjadi akibat penyakit seperti ginjal jantung
kongestif, memiliki kadar yang lebih renah, dengan kadar protein < 3,5 g /
dL, dan LDH < 200 unit. Berkumpulnya transudat kadang- kadang disebut
sebagai hidrotoraks. Jika efusi itu mengandung materi purulen, maka
disebut empiema. Bila empiema ini akhirnya berakibat fibrosis dari paru
dan

dinding

toraks,

disebut

fibrotoraks.

Jika

cairan

pleura

mengandungdarah disebut hemotoraks.


Manifestasi klinik tergantung kecepatan efusi. Pada hemotoraks akibat
aneurisma aorta torakal yang pecah, darah dengan cepat mengumpul dan
timbul tanda dan gejala kehilangan darah dan geseran letak mediastinum.
Bila prosesnya lambat, mungkin tertampung sampai 2000 cc cairan dalam
rongga pleura, sebelum ada gejala dispnea. Pada umumnya terdapat
dispnea, kelainan analisis gas darah, sianosis, distensi vena jugularis.

51

Terapi tergantung penyakit penyebab, namun umumnya dengan drainase (


WSD, water sealed drainage ).
i. Pneumotoraks
Pneumotoraks terjadi bila udara masuk ke dalam rongga pleura.
Akibatnya, jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan
cairan. Lebih tepat kalau dikatakan paru kolaps ( jaringan paru elastis).
Udara dapat memasuki rongga pleura melalui lubang pada dinding
toraks, atau dari paru-paru itu sendiri. Yang berasal dari paru sendiri antara
lain lubang yang terjadi akibat adanya patah tulang iga yang menusuk
pleura, ruptur spontan sebuah bleb ( semacam gelembung ) di permukaan
paru. Ruptur trakeobronkial akibat trauma dapat pula berakibat
pneumotoraks.
Pneumotoraks spontan terjadi bila pada seseorang dengan emfisema
( paru yang melebar abnormal akibat penyakit menahun, sehingga paru
dalam keadaan inpirasi terus ), sebuah bleb pada permukaan paru pecah
dan membebaskan udara ke dalam rongga pleura. Kadang kadang udara
dapat memasuki rongga pleura pada inspirasi tetapi karena jaringan
menutupi lubang itu pada ekspirasi, maka udara tidak dapat keluar.
Akibatnya terjadi tension pneumothorax . Hal ini berbahaya
Gejala klinik pneumotoraks adalah dispnea dan nyeri dada mendadak.
Pergeseran letak trakea, suara napas bronkial pada sisi yangbersangkutan.
Pada awalnya terdapat hipoksia akut. Berat ringannya gejala klinik
tergantung

berat

tingkatnya

pneumotoraks.

Gejala

tension

pneumothorax termasuk distress/ gawat paru yang menghebat disertai


sianosis, sternum menonjol, vena leher melebar, CVP meningkat dan
hipotensi.
Tetapi tergantung berat ringannya pneumotoraks. Bila hanya ringan,
udara itu dapat direabsorpsi dalam waktu 1 minggu atau lebih. Reabsorpsi
lebih cepat bila udara itu kaya-oksigen. Pneumotoraks yang lebih parah
harus ditangani dengan aspirasi atau torakostomi ( WSD ).
j. Edema paru

52

Sebenarnya sistem vaskular paru sanggup menampung penambahan


volume darah sampai 3 kali normalnya, namun pada tekanan tertentu,
cairan bocor ke luar masuk jaringan interstisial dan terjadi edema paru.
Penyebaran cairan edema paru tergantung posisi. Pada orang yang
berdiri atau duduk, cairan cenderung mengumpul di dasar paru. Penyebab
paling umum adalah gagal jantung kiri ( yadapat disebabkan MCI,
hipertensi, atau penyakit katup mitral ), radang akut, keracunan gas
tertentu ( CI, nitrogen peroksida ), aspirasi getah lambung, kelebihan
beban ( volume ), asap rokok. Gejala mulai dengan ronki kering, dispnea,
batuk kering ( pada yang ringan ). Kemudian ada dispnea, ortopnea, ronki
kering dan basah, batuk produktif, banyak sputum, mula-mula berbusa,
kemudian bercampur darah. Pada pemeriksaan dengan sinar x terlihat
adanya kardiomegali.
k. Infeksi saluran napas bagian atas ( ISPA)
Saluran pernapasan atas berfungsi menghangatkan, melembabkan, dan
menyaring udara. Bersama udara, masuk berbagai patogen, yang dapat
nyangkut di hidung, farings ( tonsila ), larings, atau trakea, dan dapat
berproliferasi, bila daya tahan tubuh menurun. Penyebaran infeksi ( bila
terjadi ) tergantung pada tergantung pada pertahanan tubuh pula, dan dari
virulensi kuman yang bersangkutan. Contoh ISPA adalah nasofaringitis,
influenza ( virus ) yaitu radang nasofarings, farings, larings, trakea,
disertai pembengkakan membrane mukosa dan keluarnya eksudat serosa
mukopurulen ( infeksi sekunder )
l. Infeksi saluran napas bagian bawah ( ISPB )
Proses infeksi saluran pernapasan dapat disebabkan oleh patogen yang
mengenai saluran pernapasan atas. Infeksi ini menimbulkan berbagai
gambaran patologis dan klinis bergantung pada ketahanan hospes dan
virulensi organism.
1. Pneumonia bakterial
Pneumonia bakterial adalah infeksi umum yang mengancam
hidup pada kebanyakan populasi, khususnya lansia, sakit menahun,
dan kondisi imunosupresi. Manifestasi klinis dari pneumonia

53

bacterial (pneumokokal) meliputi demam, takipnea, nyeri dada


pleuritik, sputum berwarna coklat/ merah. Pneumonia bakterial
juga dapat diakibatkan oleh bakteri Staphylococcus, Streptococcus,
Klebsiela, Pseudomonas, dan Escherichia coli.
Pemeriksaan fisik terhadap fungsi pernapasan
KELAINAN
Atelektasis

INSPEKSI
Tertinggal

PALPASI
Fremitus

PERKUSI
Dull/flat

AUSKULTASI
Suara napas (-)

Dull/flat

Suara napas (-)

sisi sebelah
Fremitus (-)

Hiperesonans/timpani

Suara napas (-)

Gangguan

Hipersonik

pada sisi yang turun


sakit

Trakea/
jantung
tertarik
sisi

Efusi

ke
yang

sakit
Fremitus

Tertinggal

pada sisi yang turun


sakit

Trakea/
jantung
tertarik

Pneumotoraks

Tertinggal

ke

pada sisi yang


Asma

sakit
Hiperinflasi

rendah

diafragma Ekspirasi tambah

pakai

otot ekspansi

ronki kering pada

napas

fremitus

inspirasi

tambahan

turun

ekspirasi

2. Pneumonia virus
Pada orang dewasa hanya ringan dan sembuh sendiri. Pada
anak- anak dapat berbahaya. Tipe virus paling umum adalah virus

54

dan

influenza, adenovirus,virus chickenpox, dan virus sinsitial


pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin.2014. Anatomi Fisiologi Edisi 4.Jakarta: EGC.
Depkes.

(2008).

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

1023/MENKES/SK/XI/2008. Pedoman pengendalian penyakit asma. Jakarta :


Depkes RI.

55

Geiger, M. & Wilson, B.D.J (2008). Respiratory nursing (a core curriculum). New
York: Springer Publishing Company.
John, Esther c & Elliott Daly D. (2006). Patofisiologi (aplikasi pada praktek
keperawatan). Jakarta: ECG.
Mangunegoro, H. dkk. (2004). Asma pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Williams, Lippincott & Wilkins. (2002). Kapita selekta penyakit dengan implikasi
keperawatan edisi 2. Jakarta: EGC.
Retno.2014.Patofisiologis Tuberkolosis. Available:
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
(Diakses pada tanggal 26 Maret 2015 pukul 20.00 WITA)
Subagyo,Ahmad.2013.Bronkiektasis.Available:
http://www.klikparu.com/2013/01/bronkiektasis-be.html (Dikases pada tanggal
26 Maret 2015 pukul 20.30 WITA)
Lena.2014.Definisi Etiologi dan Faktor Resiko Asma. Available:
http://www.slideshare.net/lenawahyu/definisi-etiologi-dan-faktor-resiko-asma
(Dikases pada tanggal 26 Maret 2015 pukul 21.00 WITA)

56

Anda mungkin juga menyukai