Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus
Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang
disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya
meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran
perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia.
(Susan Martin Tucker, dkk, 1998)

B. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-
lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat
pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
3. Secara khusus, etiologi ISK berdasarkan jenisnya
a. Sistis
1) Disebabkan oleh bakteri dari vagina yang berpindah dari uretra ke
kandung kemih.
2) Wanita yang menderita isk setelah melakukan hubungan intim,
dikarenakan uretra yang cidera.
3) Vistula vesikovaginal (hubungan abnormal antara kandung kemih
dan vagina )
4) Akibat pemasangan kateter atau alat yang digunakan selama
penbedahan

b. Urethritis
1) Penyebab bisa berupa bakteri, jamur atau virus yang berasal dari
usus besar sampai ke vagina melalui anus.
2) Nesseria gonorrhoea penyebab gonore, bakteri yang masuk ke
vagina atau penis pada saat melakukan hubungan seksual.
3) Paling sering disebabkan oleh gonococus

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
 Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
 Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
 Hematuria
 Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
 Demam
 Menggigil
 Nyeri panggul dan pinggang
 Nyeri ketika berkemih
 Malaise
 Pusing
 Mual dan muntah
Tanda dan gejala Uretritis
 Mukosa memerah dan oedema
 Terdapat cairan eksudat yang purulent
 Ada ulserasi pada urethra
 Adanya rasa gatal yang menggelitik
 Good morning sign
 Adanya nanah awal miksi
 Nyeri pada saat miksi
 Kesulitan untuk memulai miksi
 Nyeri pada abdomen bagian bawah

D. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:


1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak
baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut
terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa
superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab
sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa
macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini
terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko
uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung
kencing menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus
spp yang memproduksi urease.

E. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme
patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak
langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur
utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
 masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain:
factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek
daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor
tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam
traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya
dekubitus yang terinfeksi.
 Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal

Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya
rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada
beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga
mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine
yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat
jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
 Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
 Mobilitas menurun
 Nutrisi yang sering kurang baik
 System imunnitas yng menurun
 Adanya hambatan pada saluran urin
 Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan
distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini
mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih
menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen
menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi
predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang
menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter
yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah:
jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering
ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting
adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
 Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter
urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter
dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
(tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif:
maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif
jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,
klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
 Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal
atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau
evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.
G. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius
dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan
atas:
 Terapi antibiotika dosis tunggal
 Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
 Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
 Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan
infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi,
factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera
ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis
rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang
ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap
bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk
mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
 Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
 Interansi obat
 Efek samping obat
 Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi
keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
 Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
 Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau
malh membahnayakan/
 Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
 Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?

Penatalaksanaan menurut klasifikasi:


TMP-SMX atau FQ PO selama 3 hari (tanpa komplikasi) atau selama 10-14 hari
(komplikasi)
Sistisis Bakteriuria asimtomatik pada perempuah hamil atau pernah mengalami
pembedahan urologi sebelumnya → antibiotik selama 3 hari
Tangani untuk Neisseria dan ChlaMydia
Uretritis Neisseria; seftriakson 125 mg IM x 1 atau ofloksasin 400 mg PO x 1
Chlamydia; doksisiklin 100 mg PO x 7 d atau aztromisin 1 g PO x 1
Prostatitis TMP-SMX atau FQ PO x 14 – 28 hari (akut) atau 6-12 minggu (kronis)
Pasien rawat jalan; FQ atau amoksilin/klavulanat atau sefalosporin
generasi I PO selama 14 hari
Pasien rawat inap; [ampisilin IV + gentamisin] atau
Pielonefritis ampisilin/sulbaktam atau FQ selama 14 hari
(perubahan IV menjadi PO apabila pasien secara klinis membaik dan tidak
demam selama 24-48 jam dan kemudian diselesaikan dengan
pemberian selama 14 hari)

H. Komplikasi Infeksi Saluran Kemih


Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke
dalam saluran kemih yang lebih distal, misalnya kandung kemih. Pada
beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses
ini dipermudah refluks vesikoureter. Komplikasi infeksi saluran kemih,
diantaranya :
a. Infeksi saluran kemih akut tipe sederhana (sistisis) yaitu non-
obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self
limited disiase) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK pada kehamilan yang dapat menyebabkan abortus, bayi lahir
prematur dan BBLR.
c. Pielonefritis akut, disebabkan karena endotoksin yang
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, seringkali secara bersamaan
terjadi kerusakan beberapa organ.
d. Edema paru, insufisiensi pernapasan terdapat 2% - 8% pada
pielonefritis kehamilan, hal ini disebabkan karena toksin dari bakteri dapat
merubah permeabilitas membran alveoli dan kapiler sehingga
menyebabkan edema pada paru.
e. Anemia ditemukan pada 25% - 66% kehamilan dengan
pielonefritis. Anemia hemolitik timbul karena lopipolisakarida kuman
yang dapat merusak membran sel darah merah.
f. Obstruksi saluran kemih
g. Gangguan fungsi ginjal

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
a. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera
masalah yang mengancam kehidupan.
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey
bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah
berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan
berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai
sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway,
circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu
dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey
perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen.
1) Airway :
Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera. Partikel-partikel
benda asing seperti darah, muntahan, permen karet, gigi palsu, atau tulang.
Obstruksi juga dapat di sebabkan oleh lidah atau edema karena trauma
jaringan. Jika pasien tidak sadar, selalu dicurigai adanya fraktur spinal
serfikal dan jangan melakukan hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan
tidak ada kerusakan. Gunakan chin lift dan jaws thrust secara manual untuk
membuka jalan napas.
2) Breathing :
Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan dan observasi untuk
ekspansi bilateral dada. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya krekels,
wheezing atau tidak adanya bunyi napas. Jika pernapasan tidak adekuat atau
tidak ada dukungan pernapasan pasien dengan suatu alat oksigenasi yang
sesuai.
3) Circulation :
Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, dan catat irama dan ritmenya
dan mengkaji warna kulit Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi
dada tertutup. Kaji tekanan darah. Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur
intravena dengan jarum besar (16-18). Mulai penggantian volume per
protokol. Cairan kristaloid seimbang (0,9 % salin normal atau ringer’s
lactate ) biasanya di gunakan. Kaji adanya bukti perdarahan dan kontrol
perdarahan dengan penekanan langsung.
4) Disability
Pengkajian yang cepat pada status neurologis pasien diperlukan pada saat
pasien tiba di ruang UGD. Pemeriksaan meliputi tingkat kesadaran pasien dan
status neurologisnya. Pemeriksaan dilakukan dengan mengkaji GCS
(Glasgow Coma Scale) pasien, ukuran dan reaksi pupil, dan tanda
lateralizing. Jika GCS kurang, bisa menjadi tanda bahwa pasien akan
mengalami penurunan reflex jalan nafas sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan jalan nafas yang paten. Dalam keadaan ini, penggunaan
airway definitive diperlukan. Skor GCS maksimum (15) mengindikasikan
level kedasaran yang optimal, sedangkan skor minimal (3) mengindikasikan
pasien mengalami koma (Planas, 2017).
5) Exposure
Pasien harus melepaskan/dilepasan pakaiannya untuk memastikan bahwa
tidak ada injuri atau hal lainnya yang tertinggal. Pasien kemudian harus
ditutupi dengan selimut hangat untuk mengurangi resiko hipotermia
b. Secondary Survey
Setelah primary survey, secondary survey dilakukan untuk memastikan
evaluasi yang komprehensif dan menyeluruh terhadap penyakit pasien. Secondary
survey care adalah pemeriksaan teliti dan menyeluruh dari kepala sampai kaki
(head to toe examination), termasuk reevaluasi tanda vital. Secondary survey care
baru dilakukan setelah primary survey care selesai, resusitasi dilakukan dan ABC
dalam keadaan stabil (American College of Surgeons, 2008).
Secondary survey meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, dan melakukan
pemeriksaan penunjang lainnya
1) Anamnesa
1. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat atau adanya faktor-faktor
resiko:
 Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
 Adakah obstruksi pada saluran kemih?
2. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi
nosokomial.
 Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
 Imobilisasi dalam waktu yang lama.
 Apakah terjadi inkontinensia urine?
3. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
 Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor
predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
 Adakah disuria?
 Adakah urgensi?
 Adakah hesitancy?
 Adakah bau urine yang menyengat?
 Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan
konsentrasi urine?
 Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih
bagian bawah
 Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi
saluran kemih bagian atas
 Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih
bagian atas.
4. Pengkajian psikologi pasien:
 Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan
pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut
kekambuhan terhadap penyakitnya.

Riwayat “AMPLE” patut diingat (American College of Surgeons, 2008):


A : Allergy
M : Medication (obat yang diminum saat ini)
P : Past illness (penyakit penyerta)
L : Last meal
E : Event (berhubungan dengan kejadian trauma)
2). Pemeriksaan Fisik
Pada waktu mlakukan inspeksi keadaan umum pasien mengalami tanda-tanda
penurunan mental seperti neuropati perifer, Pada waktu palpasi adanya nyeri
tekan pada bagian kandung kemih.
3). Pemeriksaaan Penunjang
1. Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting
adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
 Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter
urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter
dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
(tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif:
maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif
jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,
klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
 Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal
atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau
evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung kemih
dan struktur traktus urinarius lainnya.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun strikur urinari lainnya.
3. Retensi urin berhubungan dengan sumbatan, tingginya tekanan urethra
yang disebaabkan oleh kelamahan destrusor, inhibisi arkus refleks, sfingter
yang kuat )
4. Hipertermi
5. Intoleransi aktivitas

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap
ini kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat. Pada tahap yang perlu
dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak
dicapai yakni apakah terdapat: Nyeri yang menetap atau bertambah, perubahan
warna urine, dan pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit,
perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I
Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan


Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih
Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai