Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Desain Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan” tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk melengkapi tugas Riset Keperawatan, selain itu
untuk mengetahui dan memahami tentang Desain Penelitian Kualitatif dalam
Riset Keperawatan secara mendalam. Penulis mengucapkan terima kasih pada
pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan
dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.

Bandung, Kamis 14 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1. Latar Belakang.................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3. Tujuan Penulisan Makalah..................................................................................4
1.4. Manfaat Penulisan Makalah................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
2.1. Jenis Penelitian Kualitatif.....................................................................................5
A. Pengertian Kualitatif...........................................................................................5
B. Rasional Penelitian Kualitatif.............................................................................5
C. Ciri-ciri Penelitian Kualitatif..............................................................................6
D. Langkah-langkah Penelitian Kualitatif.............................................................8
E. Rumusan Fokus Masalah....................................................................................9
F. Kerangak Teoritis................................................................................................9
2.2. Penulisan Latar Belakang Penelitian.................................................................10
A. Latar Belakang..................................................................................................10
2.3. Pendekatan Teori Penelitian Kualitatif.............................................................15
2.4. Sampling Dalam Penelitian Kualitatif...............................................................15
2.5. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif..................................18
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
3.1. Kesimpulan..........................................................................................................13
3.2. Kritik dan Saran..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan metode yang ada (Moleong, 2011). Informan pada penelitian kualitatif
berjumlah minimal 5-6 orang (Streubert & Carpenter, 2003).

Penelitian dalam bidang keperawatan merupakan proses kegiatan ilmiah


yang sistematik untuk mengembangkan pembuktian dasar (evidence-based) yang
dapat dipercaya mengenai berbagai isu penting pada semua area keperawatan. Isu-
isu penting tersebut dapat diidentifikasi pada berbagai tatanan praktik
keperawatan, baik praktik di komunitas maupun praktik di rumah sakit.
Pendidikan dan administrasi keperawatan, keprofesian keperawatan, dan informasi
keperawatan (Polit & Beck, 2012). Penelitian keperawatan dilakukan untuk
menjawab berbagai pertanyaan atau menemukan alternatif penyelesaian masalah
manusia (klien dan keluarganya atau kelompok masyarakat). Para peneliti
keperawatan mempelajari respons manusia dari berbagai masalah kesehatan, baik
yang bersifat aktual, risiko maupun yang potensial sehingga menghasilkan
penemuan atau luaran penelitian (research outcomes). Hasil penelitian tersebut
kemudian diaplikasikan pada tata laksana praktik keperawatan sehari-hari,
sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan perawat kepada klien telah
berdasarkan pembuktian ilmiah.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:

1. Jenis Penelitian Kualitatif


2. Penulisan Latar Belakang Penelitian Kualitatif
3. Pendekatan Teori Penelitian Kualitatif
4. Sampling Dalam Penelitian Kualitatif
5. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif
6. Focus Group Discusion
7. Deep Interview
8. Triangulasi
9. Saturasi Data
10. Penyusunan Transkip Verbatim
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan makalah ini secara umum adalah agar mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan tentang Desain Penelitian Kualitatif dalam Riset
Keperawatan”.

2. Tujuan Khusus

Tujuan penulisan makalah ini secara khusus adalah mahasiswa mampu


menjelaskan tahapan Desain Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan.

1.4. Manfaat Penulisan Makalah


Memberikan informasi dan wawasan kepada pembaca mengenai Desain Penelitian
Kualitatif dalam Riset Keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Jenis Penelitian Kualitatif


A. Pengertian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penelitian
yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami. Mengingat
orientasinya demikian, maka sifatnya mendasar dan naturalistis atau bersifat
kealamian, serta tidak bisa dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan.
Oleh sebab itu, penelitian semacam ini sering disebut dengan, naturalistic inquiry,
atau field study.
Dalam bidang pendidikan, penelitian kualitatif pada umumnya dilakukan
dalam konteks penelitian evaluasi, penelitian pedagogik dan penelitian tindakan.
Sebagaimana dijelaskan pada bab pertama, penelitian evaluasi adalah penelitian
yang bertujuan menilai keberadaan suatu organisasi atau penyelenggaraan
pendidikan. Penelitian pedagogik adalah penelitian yang bertujuan untuk
merumuskan bentuk dan cara-cara melaksanakan proses belajar-mengajar yang
dipandang efektif. Adapun penelitian tindakan adalah penelitian yang bertujuan
untuk menemukan permasalahan dan/atau kendala dari praktek penyelenggaraan
pendidikan, dan berdasarkan kendala yang ditemukan diupayakan untuk
ditemukan cara mengatasinya, yang selanjutnya langsung diterapkan dalam
rangka memperbaiki praktek pendidikan itu.
Bila kita menyimak konteks penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan
seperti dikemukakan di atas, maka produknya adalah tesa dan teori-teori yang
dianggkat dari dasar (grounded theory). Tesa yang dihasilkan terutama terkait
dengan konteks penelitian evaluasi dan penelitian tindakan. Adapun teori yang.
dihasilkan terkait dengan konteks penelitian pedagogik. Khusus mengenai teori
yang dihasilkan, biasanya teori ini bersifat teori dasar , atau disebut juga dengan
teori hipotetik. Mengingat sifat teori itu. adalah hipotetis, maka untuk
menjadikannya sebagai teori sains kependidikan perlu dilakukan verifikasi dan
diuji melalui penelitian-penelitian lebih lanjut.
B. Rasional Penelitian Kualitatif
Pendekatan penelitian kualitatif menjadi populer, terutama dalam bidang
psikologi sosial dan sosiologi, juga dalam bidang pendidikan, setelah banyak ahli-
ahli terkait merasakan banyaknya kelemahan dari penelitian yang dilakukan dalam
bidang-bidang tersebut, yang dilakukan di laboratorium menggunakan eksperimen.
Di antara kritik utama terha- dap penelitian laboratorium dalam bidang-bidang itu
adalah:
1) Melalui penc1itian laboratorium, banyak seka1i makna dari apa
yang terjadi menjadi hilang akibat banyaknya kontrol terhadap
tingkah laku.
2) Karena skenarionya bersifat artifisial (bukan situasi sebenarnya),
mengakibatkan apa yang terjadi di laboratorium berbeda dengan
kenyataan dalam kehidupan sebenarnya:
3) Tingkah laku dalam kehidupan sebenarnya tidak bisa hanya dikaji dari
hubungannya dengan dua atau tiga variabel bebas sebagaimana
dilakukan dalam eksperimen (Reis, 1983).
Selain itu, para ah1i terkait juga memandang bahwa tingkah laku dalam
kehidupan sebenarnya mempunyai hubungan dengan berbagai faktor atau
variabel. 01eh karenanya, memandang bahwa suatu bentuk tingkah hanya
mempunyai hubungan dengan beberapa varlabel bebas saja adalah naïf.
Sedangkan untuk melakukan penelitian, terutama pene- litian laboratorium,
menganalisis hubungan antara tingkah laku dengan berbagai variabel bebas
secara kompleks, hampir sulit dilakukan. Untuk kepentingan itu, diper1ukan
pendekatan yang dipandang tepat, yaitu dengan penelitian kualitatif .
C. Ciri-ciri Penelitian Kualitatif
Ciri-ciri pene1itian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif
adalah sebagai berikut:
1. Tatanan alami merupakan sumber data yang bersifat langsung dan peneliti
itu sendiri menjadi instrumen kunci.
Dalam melaksanakan penelitian kua1itatif, pene1iti menggunakan
waktu cukup lama untuk langsung berbaur dengan situasi sebenarnya
sebagai sumber data (contoh di kelas, atau dalam kehidupan keluarga).
Meskipun dia sendiri menggunakan alat, seperti tape recorder, atau catatan
lapangan, namun semua itu akan bermakna bila peneliti memahami
konteks terjadinya atau munculnya suatu peristiwa. Jadi, kunci
keberhasilan pene1itian ini terletak pada pemahaman pene1iti pada konteks
suatu peristiwa atau gejala.
2. Bersifat deskriptif.
Penelitian kualitatif hanya bersifat mendeskripsikan makna
data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan
menunjukkan bukti-buktinya.
Pemaknaan terhadap fenomena itu banyak bergantung pada
kemampuan dan ketajaman peneliti dalam menganal isisnya. Menurut
Spradley (1979), bagi peneliti kualitatif yang berkemampuan tinggi,
terhadap sebuah lelucon pun dia mampu memberi makna, sehingga
dihasilkan penemuan yang berarti. Dalam melakukan analisis itu peneliti
mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat radikal, sehingga
pemaknaan terhadap suatu gejala saja, dalam deskripsi yang dibuatnya,
bersifat luas, dan tajam.

3. Penelitian kualitatif memperdulilkan proses, bukan hasil atau produk

. Berbeda dengan umumnya penelitian, terutama penelitian kuantitatif


yang memperdulikan produk atau basil, dalam penelitian kualitatif
keperduliannya adalah pada proses, seperti interaksi tertentu. Oleh sebab itu,
dalam penelitian kualitatif pertanyaan yang diajukan lebih bersifat radikal,
seperti mengapa terjadi perkelahian antar pelajar? Untuk memperoleh
jawaban itu melalui penelitian, tentu diperlukan analisis yang luas,
kompleks, dan mendalam baik dari sudut anak itu sendiri, keluarganya,
hubungannya dengan guru, prestasi belajar , hubungannya dengan teman
sebaya, dan sebagainya.
4. Analisis datanya bersifat induktif.
Penetitian kualitatif tidak berupaya mencari bukti-bukti untuk
pengujian hipotesis yang diturunkan dari teori, seperti halnya dalam
pendekatan kuantitatif. Akan tetapi, peneliti berangkat ke lapangan untuk
mengumpulkan berbagai bukti melalui penelaahan terhadap fenomena, dan
berdasarkan basil penelaahan itu dia merumuskan teori. Jadi, penelitian
kuantitatif bersifat dari bawah ke atas (bottomup), tidak seperti penelitian
kuantitatif yang bersifat dari atas ke bawah (top-down). Oleh karena itu,
dalam penelitian kualitatif teori yang dirumuskan disebut dengan teori yang
dianggkat dari dasar atau grounded theory. Meskipun demikian, bukan
berarti peneliti berangkat ke lapangan tanpa pegangan atau perencanaan.
Sebab bila demikian, maka data yang dikumpulkan menjadi tidak terencana
dan tidak terorganisasi. Untuk itu, sebagai pegangan peneliti dalam
mengumpulkan data dari lapangan, biasanya dia memiliki kerangka kerja
atau kerangka acuan yang bersifat asumsi teoritis sebagai pengorganisasi
kegiatan pengumpulan data.
5. Kepedulian utama penelitian kualitatif
pada "makna". Dalam penelitian kualitatif, keikutsertaan peneliti
dalam suatu proses atau interaksi dengan tatanan (setting) yang menjadi
objek penelitiannya merupakan salah satu kunci keberhasilan. Dalam keikut
sertaan itu peneliti tidak menangkap makna sesuatu dari sudut
pandangannya sendiri sebagai orang luar, tetapi dari pandangan dia sebagai
subjek yang ikut serta dalam proses dan interaksi terlibat. Sebagai contoh,
dalam meneliti sebab-sebab munculnya kenakalan remaja, pada saat peneliti
mengumpulkan bukti-bukti tentang hubungan anak dengan orang tua, maka
di satu pihak dia membuat pemaknaan fenomena dari sudut pandang anak,
dan juga dari sudut pandang orang tua. Dengan demikian pemaknaan yang
dibuat akan lebih berarti dalam mengungkap gejala tersebut. Demikian pula
pada saat mengumpulkan bukti-bukti yang terkait dengan interaksi anak
guru, serta interaksi anak dengan subjek dan tatanan sosial lain.
D. Langkah-langkah Penelitian Kualitatif
Kegiatan yang hampir tidak dapat dipisahkan dari langkah-
langkah penelitian, adalah penyusunan proposal. Proposal pene1itian
berfungsi mengkomunikasikan rencana yang terkait dengan pelaksanaan
penelitian kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Untuk pene1itian
yang akan dijadikan suatu karya akademik, seperti Skripsi, tesis, atau
disertasi, pihak yang berkepentingan adalah pembimbing atau promoter ,
sedangkan untuk proyek yang dibiayai oleh pihak lain, yang
berkepentingan adalah penyandang dana. Selain itu, proposal sebagai
suatu rencana, juga diperlukan oleh peneliti sendiri sebagai panduan
dalam melaksanakan proyek penelitiannya.
Sebagaimana lainnya dalam pelaksanaan penelitian, proposal
disusun sebelum penelitian dilaksanakan. Dalam pene1itian kualitatif,
cara menyusun proposal dan bentuknya berbeda dengan lajimnya
proposal pene1itian. Proposal penelitian kua1itatif bisa disusun dengan
dua cara, yaitu:
1) setelah peneliti melakukan penelitian pendahuluan, dan
2) disusun tanpa dasar hasil studi pendahuluan.
Menyimak pelaksanaan pene1itian kualitatif yang lebih lentur,
terutama dalam bal kemungkinan peneliti melakukan perubahan, baik
terhadap fokus masalah maupun kerangka kerja teoritis nya berdasarkan
temuan di lapangan, cara pertama akan lebih menjamin kesesuaian antara
proposal yang disusun dengan pelaksanaan dan hasil yang dilaporkan.
kedua dipandang sangat spekulatif, karena dalam hal ini peneliti hanya
menduga-duga apa yang akan dilakukan, apa yang mungkin terjadi dan
keadaan sebenarnya di lapangan.
Bentuk proposal pene1itian kualitatif secara umum memuat uraian
tentang apa yang akan diteliti, bagaimana meneliti nya, serta sumbangan-
sumbangan apa yang dapat diberikan oleh pene1itian tersebut. Apa yang
akan diteliti terkait dengan fokus penelitian, serta masalah-masalah
mendasar yang akan dicari jawabannya. Bagaimana meneliti terkait
dengan desain dan kerangka kerja teoritis yang digunakan, sumber data,
dan teknik dalam mengumpulkan dan menganalisis data.
Adapun sumbangan yang diberikan adalah antisipasi peneliti
tentang basil-hasil yang diharapkan diperoleh dan sumbangannya,
terutama bagi dunia ilmu pengetahuan kependidikan (untuk pene1itian
kua1itatif) yang dilakukan da1am konteks pedagogis) , atau UJI untuk
perbaikan ( untuk yang dilakukan dalam konteks evaluasi dan tindakan).
Da1am pelaksanaan penelitian, secara garis besar langkah-langkah
yang ditempuh adalah:
1) merumuskan fokus masalah penelitian;
2) menyusun kerangka kerja teoritis;
3) pelaksanaan penelitian untuk mengumpulkan data;
4) analisis data, dan
5) menyusun laporan.
E. Rumusan Fokus Masalah
Orientasi masalah yang menjadi fokus penelitian kualitatif sangat berbeda
dengan penelitian kuantitatif. Perbedaan itu terletak pada keperduliannya, yaitu
pada proses dan interaksi.
Da1am penelitian kuantitatif, keperdulian masalah adalah pada basil dan
produk. Oleh sebab itu, masa1ah penelitian ini besarnya dibuat da1am suatu
rumusan yang mempertanyakan hubungan antara dua atau lebih variabel. Da1am
penelitian kualitatif, hubungan variabel itu tidak secara eksplisit dituangkan
dalam rumusan masalah, karena yang menjadi keperduliannya adalah pada proses
atau interaksi.
Oleh karena itu rumusannya berorientasi pada mempertanyakan mengapa
gejala itu muncul, atau bagaimana proses munculnya gejala itu. Dengan orientasi
masalah seperti itu, dapat dimungkinkan dilakukan analisis secara mendalam.
muncul, atau bagaimana proses munculnya gejala itu. Dengan orientasi masalah
seperti itu, dapat dimungkinkan dilakukan analisis secara mendalam.
F. Kerangak Teoritis
Kerangka kerja teoritis adalah semacam kerangka kerja yang akan
digunakan untuk memandu peneliti mengumpulkan dan menganalisis data yang
terkait dengan apa yang diteliti. Bogdan and Biklen (1983), menamakan ini
dengan istilah asumsi teoritis atau theoretical assumption. Kerangka kerja ini
disusun oleh peneliti sendiri, berdasarkan organisasi pemikiran yang bersifat
nalar, baik berdasarkan penelaahan mendalam terhadap realita, ataupun dengan
mengacu kepada suatu teori, konsep atau pandangan tertentu.
Sebagai contoh, peneliti akan melakukan penelitian yang terkait dengan
proses terbentuknya. sistem nilai pada anak. Sebelum dia berangkat ke lapangan
untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu disusun kerangka kerja. Misalnya,
peneliti membuat asumsi teoritis bahwa sistem nilai itu terbentuk melalui sistem
lingkungan anak. Sistem lingkungan itu meliputi sistem makro (sistem
lingkungan keluarga, dan Lingkungan sekolah), sistem ekso (lingkungan di luar
1ingkungan keluarga namun masih memi1iki keterkaitan, seperti tempat kerja
orang tua dan sanak family anak yang bersangkutan), dan sistem makro (tatanan
masyarakat, termasuk sistem nilai yang dianut oleh masyarakat). Berdasarkan
kerangka ini peneliti mengumpulkan bukti-bukti, baik yang terkait dengan
interaksi anak-orang tua, anak dengan saudara-saudara nya, anak-guru, anak dan
sebaya nya, anak dengan sanak famili lain, dan seterusnya). Dengan membuat
kerangka kerja teoritis seperti ini, semua data yang dikumpulkan dan bagaimana
menganalisisnya dipandu oleh kerangka tersebut.
2.2. Penulisan Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang
Latar belakang masalah merupakan bagian pendahuluan yang sangat
fundamental ketika kita menyusun sebuah proposal penelitian khususnya penelitian
pendidikan matematika. Latar belakang masalah harus mencerminkan suatu alasan
pentingnya masalah perlu diangkat pada sebuah penelitian. Dengan kata laian,
melakukan sebuah penelitian harus berangkat dari suatu masalah yang selanjutnya di
eksplorasi melalui suatu pengujian dengan metodologi ilmiah sehingga dapat
ditemukan solusi dari permasalahan yang ada.
Seorang mahasiswa yang sedang menyusun proposal penelitian sebagai tugas
akhir perkuliahan selalu dihadapkan pada pertanyaan “apa masalahnya?” sehingga
Anda ingin meneliti tentang suatu kajian tertentu oleh seorang dosen yang sedang
menguji dalam kegiatan sidang proposal penelitian ataupun sidang skripsi. Dalam
beberapa kesempatan menguji skripsi penulis mencoba mengajukan pertanyaan yang
sama dan jawaban mahasiswa hampir seluruhnya seragam. Diantara jawaban-jawaban
mahasiswa yang berkembang, peneliti memberikan sebuah kesimpulan bahwa
sebagian mahasiswa masih belum memahami tentang bagaimana menyusun latar
belakang masalah yang baik. Berikut alasan penulis:

1. Mahasiswa memberikan alasan bahwa permasalahan dibidang matematika


dikarenakan oleh hasil belajar matematika ataupun kemampuan matematis
siswa masih rendah, akan tetapi mahasiswa tidak mengikutsertakan bukti hasil
penelitian yang valid.
2. Mahasiswa mengajukan data dari TIMMS atau PISA tentang peringkat
Indonesia dalam bidang matematika, akan tetapi tanpa menyertakan bagaiman
instrumen yang digunakan oleh TIMMS atau PISA, sampel yang digunakan,
tingkat satuan pendidikan, waktu penelitian dan data lain terkait kemampuan
matematis apa yang diukur.
3. Mahasiswa melakukan klaim bahwa pembelajaran yang dilakukan guru
belum efektif dengan bahasa yang tendensius menggunakan common sense
bukan ilmiah kepada guru, akan tetapi tidak didukung dengan data penelitian
tentang bagaimana mengajar guru.
4. Mahasiswa memberikan argumentasi permasalahan penelitian atas dasar
pengalaman mengajar dengan memberikan kesimpulan siswa mengalami
kesulitan belajar matematika, akan tetapi tidak mengikutsertakan data berupa
bukti observasi, kemampuan siswa ataupun wawancara secara mendalam.
5. Mahasiswa mengungkapkan suatu perlakuakan (model, metode, atau
pendekatan pembalajaran) sebagai eksperimentasi dalam sebuah penelitian,
akan tetapi tidak memperhatikan apakah karakteristik perlakuan tersebut dapat
mengakomodir karakteristik kemampuan matematis.
6. Mahasiswa mengungkapkan kelebihan kelebiahan suatu perlakuan (model,
metode, atau pendekatan pembalajaran) sebagai kalim bahwa perlakuan tersebut
layak untuk diteliti, akan tetapi tidak mengikutsertakan hasil penelitian
sebelumnya tentang perlakuan yang sama seperti kefektifitasan perlakuan,
fenomena yang terjadi atas perlakuan, dan saran kajian selanjutnya tentang
kajian suatu perlakuan.
7. Tidak menyoroti tentang pentingnya masalah yang diangkat atas dasar
feonomena yang berkembang dari masalah yang diteliti.
8. Tidak menyinggung keterkaitan masalah yang akan diteliti dengan
metodologi yang digunakan (kuantitatif atau kualitatif), terkadang suatu
masalah cocok dilakukan dengan metodologi kualitatif dan ada juga masalah
yang dapat digali dan dijastifikasi dengan metodologi kuantitaf bahakan
campuran keduanya.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin berbagi bagaimana
menyusun latar belakang masalah dalam “bab pendahuluan” supaya lebih baik.
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun latar belakang
masalah:
1. Memahami apa itu masalah
Sebelum kita melakukan sebuah kajian ataupun penelitian
terlebih dahulu menentukan masalah yang ingin diteliti. Sebuah
permasalahan dalam penelitian merupakan titik awal yang
berfungsi sebagai pemersatu ide awal dengan fenomena-fonomena
yang terjadi dalam bidang pendidikan matematika. Biasanya kita
dihadapkan pada sebuah pertanyaan “apakah masalah yang ingin
diteliti sudah banyak yang mengkaji? apakah masalah yang akan
kita teliti hal yang baru?” dalam setiap mengajukan sebuah
proposal penelitian berupa skripsi, tesis ataupun disertasi. Penulis
berpendapat bahwa pertanyaan-pertanyan seperti itu penting untuk
diajukan, akan tetapi hal tersebut tidak serta merta dapat
menngugurkan kajian yang akan kita lakukan. Masalah yang sudah
banyak diteliti dapat kita gali secara mendalam untuk mencari tahu
pada bagian mana hasil sebuah penelitian perlu dikaji lebih lanjut.
Dalam artian sebuah penelitian sebelumnya memiliki hasil
penelitian yang akan merekomendasikan suatu temuan untuk dikaji
lebih lanjut, dari rekomendasi itulah kita dapat mengangkat sebuah
permasalahan yang baru.
Pernyataan sebuah permasalahan harus mengandung
konteks dapat mengungkap seberapa penting penelitian yang akan
kita lakukan berkontribusi terhadap kemajuan bidang matematika.
Menurut Ruseffendi (2005) maslah dikatakan baik apabila memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Masalah dapat diteliti, dalam artian masalah tersebut
dapat dicari solusinya melalui pengumpulan data yang
kemudian dianalisis.
b. Adanya kontribusi terhadap pengetahuan sesuai dengan
bidang yang dikaji
c. Pemecahanya baik bagi peneliti, yaitu dengan
memperhatikan tingkat kemampuan peneliti, ketersediaan
literatur yang dimiliki dan sesuai dengan tingkat
keterbatasan peneliti dalam hal waktu, biaya, daerah
penelitian, generalisasi dan sebagainya.

Pastikan dalam menentukan masalah bahwa masalah yang ingin diangkat


dapat diteliti, dapat diukur, dan dapat dianalisis. Biasanya dalam penelitian
pendidikan matematika menentukan sebuah masalah penelitian di representasikan
dalam bentuk variabel-variabel penelitian. Pastikan setiap variabel dapat diukur
dengan menggunakan sebuah instrumen baik berbentuk tes, angket, wawancara
ataupun observasi. Variabel yang terukur tentunya memiliki indikator-indikator
yang harus dikaji secara teoritis.
Permasalahan juga harus memiliki kontribusi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang matematika. Kita dapat mengaitkan dengan bidang
ilmu lain, akan tetapi tidak boleh melupakan bahwasanya masih dalam koridor
perkembangan pendidikan matematika. Disamping itu, sejalannya sebuah
permasalahan terhadap kontribusi keilmuan dimaksudkan agar seorang peneliti
konsen terhadap bidangnya dan pada akhirnya menjadikan peneliti ahli pada
bidang yang digelutinya.
Masalah yang akan diteliti juga harus mempertimbangkan kemampuan
peneliti dalam hal banyaknya literatur, biaya, waktu, generalisasi dan faktor-faktor
lain yang dapat menyebabkan gagalnya sebuah penelitian. Akan tetapi, jangan juga
menjadi sebuah alasan bagi peneliti untuk tidak termotivasi mencari banyak
literatur dan mencoba untuk mencari alternatif lain dari faktor-faktor yang
dihadapi dalam proses penelitian. Artinya, seorang peneliti harus matang dalam
mempertimbangkan masalah yang akan diteliti dengan seberapa jauh peneliti dapat
mewujudkan solusi dari permasalahan yang diangkat.
2. Studi Literatur
Studi literatur sangat dibutuhkan oleh seorang peneliti untuk
memperkuat alasan pentingnya suatu masalah untuk diteliti. Studi
literatur juga penting bagi seorang peneliti untuk mengetahui isu-isu yang
sedang berkembang baik secara nasional maupun internasional pada
pendidikan matematika. Literatur dapat didapatkan dari jurnal penelitian,
prosiding seminar, dan buku referensi. Akan tetapi, alangkah baiknya
literatur sebuah penelitian diambil dari jurnal penelitian dan prosiding
seminar baik nasinal ataupun internasional yang sudah memiliki ISSN.
Alasanya adalah bahwa tulisan tersebut sudah melalui tahapan reviu oleh
seorang pakar dan layak untuk dipublikasikan. Perlu diingat jangan
menjadikan tulisan seseorang dalam lamaan sebuah web pribadinya
sebagai referensi meskipun yang menulis adalah seorang ahli
dibidangnya. Alasanya, tulisan yang dipublikasikan pada web pribadi
tidak melalui proses justifikasi dari seorang reviewer. Akan teatpi, tidak
salah jika tulisan di web kita jadikan sebagai bahan bacaan yang
selanjutnya kita dapat merujuk daftar pustaka dari tulisan tersebut.
Untuk menemukan isu-isu yang sedang berkembang kita dapat
kunjungi alamt jurnal internasional ataupun nasional yang kredibel. Kita
dapat mengunjungi bagian Arsip dari sebuah jurnal untuk melihat judul-
judul dan mengunduhnya dari terbitan volume terbaru. Biasanya pada
jurnal internasional yang terindeks untuk mengunduh sebuah artikel
dikenakan biaya, akan tetapi kita dapat membacanya secara online. Cari
informasi-informasi penting dari artikel yang kita baca dan daftar pustaka
dari artikel tersebut. Judul-judul atau isu-isu pada terbitan terbaru dapat
kita jadikan pertimbangan untuk menentuklan masalah yang akan kita
angkat dalam penelitian.
3. Cara Menyusn Latar Belakang Masalah Pada Bab Pendahuluan
Setelah kita mendapatkan masalah mengacu pada penjelasan di
atas, maka langkah selanjutnya bagaimana menuliskannya secara
terstruktur pada bab pendahuluan. Latar belakang masalah harus disusun
secara terstruktur sehingga benang merah sebuah permasalahan dapat
dipahami dengan baik oleh para pembaca. Creswell (2010) memberikan
beberapa tips untuk menyusun masalah penelitian pada bab pendahuluan,
yaitu:
a.Tuliskan kalimat pembuka yang dapat menstimulasi keterkaitan
pembaca dan mampu menampilkan masalah yang dapat dipahami
secara rasional oleh pembaca pada umumnya.
b.Sebagai aturan umum, hindari penggunaan kutipan-kutiapan,
khususnya kutipan yang terlalu panjang.
c.Hindari ekspresi-ekspresi idiomatis (kalimat-kalimat yang
membingungkan)
d.Pertimbangkan pengaruh informasi yang berupa angka.
e.Tunjukkan secara jelas masalah yang diangkat (seperti dilema,
isu) yang dapat menuntun pada penelitian.
f. Tunjukkan mengapa masalah itu penting untuk diteliti dengan
cara mengutip referensi yang membenarkan kelayakan peneltian
akan masalah tersebut.
g.Pastikan masalah sudah dijelaskan dalam konstruksi yang
konsisten dengan jenis pendekatan penelitian (kuantitatif, kualitatif
atau penggabungan keduanya)
h.Tuliskan, apakah ada satu atau banyak masalah yang terlibat
penelitian sehingga mengharuskan anda untuk menelitinya? sering
kali dalam beberapa penelitian ada banyak masalah yang perlu
dibahas. Bukan hanya satu masalah saja.
Selain beberapapa tips yang diberikan oleh Creswell, penulis
mencoba memeberikan langkah-langkah menulis latar belakang masalah,
sebagai berikut:
a. Mulailah dengan menuliskan pentingnya sebuah kajian yang
ingin kita teliti, misalakan tentang “kemampuan pemecahan”. Kita
dapat menyoroti dari kurikulum baik pada kurikulum nasional
ataupun kurikulum dari negara-negara lain. Kemampuan
memecahkan masalah sudah masuk dalam kurikulum nasional
(KEMENDIKBUD) dan juga terdapat pada standar kurikulum
amerika (NCTM). Selanjutnya ungkapkan juga kenapa
kemampuan pemecahan masalah perlu dikembangkan dalam
pembelajaran dengan merujuk pada hasil penelitian-penelitian
terdahulu. Misalkan dengan menuliskan:
Kemampuan pemecahan masalah perlu dikemambangkan
dalam pembelajaran matematika tingkat sekolah dasar (Mr. A,
1999, Mr.B, 2000, Mr.C, 2003)*, tingkat sekolah menengah (Mr.
D, 2006), bahkan tingkat perguruan tinggi (Mr. E, 2010) oleh sebab
itu dalam kurikulu nasional kemampuan pemecahan masalah dan
seterusnya.
b. Selanjutnya ungkap fakta-fakta yang terkait masih sulitnya kajian
yang ingin dikembangkan. Kita dapat menyoroti fakta dari sisi
kemampuan matematis, sikap siswa ataupun pembelajaran di kelas.
Misalakan kita akan mengungkap fakta “kemampuan pemecahan
masalah”. Perlu diingat fakta harus didukung dengan data tidak
boleh pernyataan yang tendensius tanpa didukung dengan data.
Data dapat diambil dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Sebagai contoh:
Kemampuan pemecahan masalah matematis pada tingkat
sekolah masih dalam kategori rendah (Mr. A, 1999, Mr.B, 2000,
Mr.C, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Mr.D mengungkap
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis masih menjadi
persoalan bagi guru. Temuan lain mengungkapkan bahwa pada
siswa yang memiliki kemampuan sedang mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan non routine (Mr.E, 2013) dan setersunya.
Kita juga dapat menyoroti bagaimana fakta pembelajaran di
kelas tentang kemampuan pemecahan masalah dengan mengkaji
hasil-hasil penelitian. Misalnya dalam suatu rujukan ditemukan
pernyataan:
dalam pembelajaran matematika tingkat sekolah dasar, soal-
soal yang dikembangkan oleh guru masih belum menyentuh pada
tingkatan kemampuan pemecahan masalah (Mr. A, 1999, Mr.B,
2000, Mr.C, 2003). Disamping itu, guru masih belum dapat
menerpakan metode yang efektif dalam mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah matematis (Mr.E, 2003) dan
seterusnya.
c. Setelah mengungkap beberapa fakta hasil penelitian, selanjutnya
kita mengungkapkan perlakuan yang ingin kita lakukan. Yang perlu
diperhatikan adalah karakteristik perlakuan harus sejalan dengan
karakteristik kemampuan matematis yang dikembangkan. Hindari
pernyataan-pernyataan yang memaksakan atau missing link antar
pernyataan. Sebagai contoh karakteristik kemampuan pemecahan
masalah dapat dijembatani dengan pembelajaran open ended, kita
dapat menuliskan:
Untuk mengmbangkan kemampuan pemecahan masalah
diperlukan sebuah pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik kemampuan pemecahan masala,. salah satunya adalah
pendekatan Open Ended. Pada pendekatan open ended siswa
dihadapkan pada permasalahan terbuka.............(Mr.A, 2007) dan
seterusnya.
Disamping itu ungkapkan juga hasil penelitian sebelumnya
tentang kelebihan-kelebihan pendekatan open ended dalam kaitanya
mengembangkan kemampuan matematis khususnya kemampuan
pemecahan masalah.

d. Selanjutnya kita dapat mengungkapkan dugaan tentang penelitian


akan kita lakukan. Sebagai contoh:
Dari penjelasan di atas maka dapat diduga bahwa terdapat
pengaruh pendekatan open ended terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis dan seterusnya.
e. Perlu diingat bahwa dalam menyusun paragrap terdapat induk
kalimat (kalimat utama) dan anak kalimat (kalimat penjelas).
2.3. Pendekatan Teori Penelitian Kualitatif
A. Teknik Sampling Penelitian Kualitatip

Objek kajian penelitian kualitatif sering bersifat kasuistik. Peneliti tidak


mementingkan generalisasi. Oleh karena itu, sampel ditentukan secara purposif
(sengaja/dengan pertimbangan) sehingga sampel penelitian tidak perlu mewakili
populasi. Adapun pertimbangan penelitian sampel bukan berdasarkan pada aspek
keterwakilan populasi didalam sampel. Pertimbangannya lebih pada kemampuan
sampel (informan) untuk memasok informasi selengkap mungkin kepada peneliti.

2.4. Sampling Dalam Penelitian Kualitatif


Sampel yang digunakan dalam metode penelitian kualitatif adalah sampel
kecil, tidak representatif, purposive (snowball), dan berkembang selama proses
penelitian. Nasution (1992) mengungkapkan bahwa metode kualitatif sampelnya
sedikit dan dipilih menurut tujuan (purpose) penelitian. Penelitian ini sering
berupa studi kasus atau multi kasus. Penelitian kualitatif tidak menggunakan
istilah populasi, tetapi dinamakan situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu
tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity). Berikut ini akan dijelaskan
mengenai penggunaan sampel pada penelitian kualitatif secara rinci.

A. Penggunaan Snaw Ball Sampling

Sampling adalah teknik menarik sampel dari populasi. Populasi yakni


sejumlah unit analisis yang memiliki karakteristik yang sama sesuai kriteria. Snow
ball merupakan salah satu jenis teknik sampling, karena dengan menggunakan
teknik tersebut peneliti selain memperoleh informasi atau data detail, juga jumlah
responden-penelitian.

Sebagai suatu konsep, Snowball sampling merupakan pelabelan


(pemberian nama) terhadap suatu aktivitas ketika peneliti mengumpulkan data dari
satu responden ke responden lain yang memenuhi kriteria, melalui wawancara
mendalam dan berhenti ketika tidak ada informasi baru lagi, terjadi replikasi atau
pengulangan variasi informasi, mengalami titik jenuh informasi. Maksudnya
informasi yang diberikan oleh informan berikutnya tersebut sama saja dengan apa
yang diberikan oleh informan berikutnya tersebut sama saja dengan apa yang
diberikan oleh para informan sebelumnya. Karena digunakannya wawancara
mendalam ini maka, penelitian kualitatif subyek penelitiannya tidak lebih dari 50
responden. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Williamson et.al (1982: 184-
185), “…the typical intensive interview study is based on fewer than fifty
respondents, where as the typical survey is based on several hundreds. Intensive
interviewing (in-depth interview) studies are generally based on small, non
probability samples”. Kurang lebih artinya, ciri khas dari wawancara mendalam
didasarkan pada jumlah responden yang kurang dari 50 responden, sedangkan ciri
dari penelitian survey berkisar ratusan responden. Wawancara mendalam berasal
dari jumlah yang kecil, non probability sampling.

B. Purposive Sampling

Purposive sampling termasuk pada kelompok sampling non-probability.


Terlalu sederhana atau singkat jika purposive sampling diberi batasan sebagai
penarikan sampel dari populasi sesuai dengan tujuan penelitian, apalagi jika
dipersingkat lagi dengan penarikan sampel bertujuan, sehingga menjadi pengertian
yang tidak berguna, yang kurang memberi pemahaman. Tidak ada penarikan atau
seleksi sampel yang tidak disesuaikan dengan tujuan penelitian. Karena itu konsep
atau pemberian nama dengan “sampling purposive” dirasakan kurang tepat.
Karena sampling acak yang probability pun juga purposif.

Bouma Gary D. (1993: 119) dalam bukunya The Research Process, edisi
revisi menyatakan: “Purposive sampling. Some researchers believing that they
can, using judgement or intuition, select the best people or groups to be studied”,
yang berarti pada purposive sampling, peneliti mempercayai bahwa mereka dapat
menggunakan pertimbangannya atau intuisinya untuk memilih orang-orang atau
kelompok terbaik untuk dipelajari atau dalam hal ini memberikan informasi yang
akurat. Kelompok dengan sebutan “the typical and the best people” yang
dipertimbangkan oleh peneliti untuk dipilih sebagai subjek penelitian oleh
Williamson, at.al. (1982: 107) merupakan “respondents who are hard to locate and
crucial to the study”, para responden yang dinilai akan banyak memberikan
pengalaman yang unik dan pengetahuan yang memadai yang dibutuhkan peneliti.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dipahami bahwa purposive


sampling memiliki kata kunci: kelompok yang dipertimbangkan secara cermat
(intuisi) dan kelompok terbaik (yang dinilai akan memberikan informasi yang
cukup), untuk dipilih menjadi responden penelitian. Karena itu purposive sampling
dikenal juga dengan sebutan judgemental sampling. Dikatakan demikian karena
perlu adanya pertimbangan yang cermat dalam memilih kelompok kunci sebagai
sampel. Ada juga yang memberi nama criterion-based selection sampling. Karena
seleksi sampelnya didasarkan pada kriteria tertentu yang khas. Glasser dan Strauss
(1967, dalam Lincoln dan Guba, 1985) menanamkan “theoretical” sampling,
karena diperlukan data yang detail dari responden yang punya kompetensi dan
kapasitas (cerita detail) sebagai tempat proses lahirnya suatu teori.

C. Purposive Sampling Dilanjutkan ke Snow Ball Sampling

Perlu diingat kembali bahwa purposive sampling hanya dapat digunakan


ketika peneliti telah melakukan studi penjajakan dengan baik dan lama, serta
mengetahui karakteristik responden sehingga dapat mengetahui the typical and the
best people.

Dalam penelitian kualitatif tidak hanya bisa hanya berhenti hanya di


purposive sampling, karena dengannya hanya diperoleh jumlah responden yang
memenuhi kriteria, bukan responden-penelitian. Pengumpulan data dengan
intensive-interview harus dilakukan melalui wawancara-mendalam dari satu
responden bergulir ke responden lain yang memenuhi kriteria sampai mengalami
titik jenuh (snow ball sampling).

2.5. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif


Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah peneliti bertindak sebagai
instrumen sekaligus pengumpil data. Instrumen selain manusia (seperti; angket,
pedoman wawancara, pedoman observasi dan sebagainya) dapat pula digunakan,
tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai instrumen
kunci. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti adalah mutlak,
karena peneliti harus berinteraksi dengan lingkungan baik manusia dan non
manusia yang ada dalam kancah penelitian. Kehadirannya di lapangan peneliti
harus dijelaskan, apakah kehadirannya diketahui atau tidak diketahui oleh subyek
penelitian. Ini berkaitan dengan keterlibatan peneliti dalam kancah penelitian,
apakah terlibat aktif atau pasif
Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang wawancara, atau
pengamatan, atau daftar prtanyaan, yang dipersiapkan untuk mendapatkan
informasi. Instrumen itu disebut pedoman pengamatan atau pedoman wawancara
atau kuesioner atau pedoman dokumenter, sesuai dengan metode yang
dipergunakan. Instrumen adalah alat atau yang digunakan penelitian dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
sehingga mudah diolah. Instrumen pengumpul data menurut sumadi suryabrata
adalah alat yanng digunkan untuk merekam pada umumnya secara kuantitatif
keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikolog.
Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengukur
data yang hendak dikumpulkan. Instrumen pengumpulan data ini pada dasarnya
tidak terlepas dari metodepengumpulan data. Bila metode pengumpulan datanya
adalah depth interview (wawancara mendalam), instrumennya adalah pedoman
wawancara terbuka/tidak terstruktur. Bila metode pengumpulan datanya
observasi/pengamatan, instrumennya adalah pedoman observasi atau pedoman
pengamatan terbuka/tidak terstruktur. Begitupun bila metode pengumpulan
datanya adalah dokumentasi, instrumennya adalah format pustaka atau format
dokumen (Ardianto, 2010).
Secara operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur perbandingan antar
atribut yang hendak diuur dengan alat ukurnya. Peneliti sebagai instrumen
penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Peneliti sebagai alat peka dan bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
2) Penelitian sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan
dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test
atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan
pengetahuan semata untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya,
menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia
dapat menafsirkannnya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan
arah pengamatan, untuk mentesHanya manusia sebagai instrumen dapat
mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat
dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,
perubahan, perbaikan dan pelakan.t hipotesis yang timbul seketika.
2.6 Focus Group Discusion

FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.


Karena FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data, maka FGD dilakukan untuk
mengumpulkan data tertentu bukan untuk disiminasi informasi dan bukan pula
untuk membuat keputusan. Sehubungan dengan itu, ketika akan memilih untuk
menggunakannya setiap penyelenggara FGD harus merumuskan atau menetapkan
data yang akan dikumpulkan dengan melakukan FGD.
Pada dasarnya, FGD adalah suatu wawancara mendalam yang dilakukan
oleh peneliti dengan sekelompok orang dalam waktu tertentu. Sekelompok orang
tersebut tidak diwawancarai terpisah, melainkan bersamaan dalam suatu
pertemuan (Afrizal, 2014).
Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui oleh peneliti dalam melaksanakan
FGD, yaitu:
a) Tidak ada jawaban benar atau salah dari responden. Setipa orang
(peserta FGD) harus merasa bebas dalam menjawab, berkomentar atau
berpendapat (positif atau negatif) asal sesuai dengan permasalahan
diskusi.
b) Selain interaksi dan perbincangan harus terekam dengan baik.
c) Diskusi harus berjalan dalam suasana informal, tidak ada peserta yang
menolak menjawab. Meskipun tidak ditanya, peserta dapat memberikan
komentar sehingga terjadi tukar pendapat secarat erus-menerus.
d) Moderator harus mampu membangkitkan suasana diskusi agar tidak ada
yang mendominasi pembicaraan dan tidak ada yang jarang berkomentar
(diam saja).
2.7 Deef Interview(Wawancara Mendalam)

Wawancara merupakan bagian dari metode kualitatif. Dalam metode

kualitatif ini ada dikenal dengan teknik wawancara-mendalam (In-depth

Interview). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara

mendalam (in-depth- interview). Wawancara mendalam merupakan proses

menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan

fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian. Dalam hal ini metode

wawancara mendalam yang dilakukan dengan adanya daftar pertanyaan yang

telah dipersiapkan sebelumnya (Moleong, 2007:186).

Minichiello (dalam Parthami, 2009:30) mendefinisikan wawancara

mendalam sebagai percakapan antara peneliti dan informan yang memfokuskan

pada persepsi diri informan, pengalaman hidup, yang diekspresikan melalui

bahasa informan sendiri. Wawancara mendalam sering digunakan untuk

menggali pengalaman individu realitas sosial yang dikonstruk dalam diri serta

interpretasi seseorang terhadap hal itu.

Dalam wawancara mendalam melakukan penggalian secara mendalam

terhadap satu topik yang telah ditentukan (berdasarkan tujuan dan maksud

diadakan wawancara tersebut) dengan menggunakan pertanyaan terbuka.


Penggalian yang dilakukan untuk mengetahui pendapat mereka berdasarkan

perspektif responden dalam memandang sebuah permasalahan. Teknik

wawancara ini dilakukan oleh seorang pewawancara dengan mewawancarai satu

orang secara tatap muka (face to face). Alasan menggunakan metode ini adalah

peneliti ingin memperoleh informasi dan pemahaman dari aktivitas, kejadian,

serta pengalaman hidup seseorang yang tidak dapat di observasi secara langsung.

Dengan metode ini peneliti dapat mengeksplorasi informasi dari subjek secara

mendalam.

2.8 Triangulasi

Triangulasi adalah istilah yang diperkenalkan oleh N.K.Denzin dengan


meminjam peristilahan dari dunia navigasi dan militer, yang merujuk pada
penggabungan berbagai metode dalam suatu kajian tentang satu gejala tertentu.
Keandalan dan kesahihan data dijamin dengan membandingkan data yang
diperoleh dari satu sumber atau metode tertentu dengan data yang di dapat dari
sumber atau metode lain.

Kepopuleran penggabungan metode ini telah tumbuh selama 40 sampai 50


tahun yang lalu, yaitu pada sekitar tahun 1950-an dan 1960-an. Metode tringulasi
tersebut mulai dipakai  dalam penelitian kualitatif sebagai cara untuk
meningkatkan pengukuran validitas dan memperkuat kredibilitas temuan
penelitian dengan cara membandingkannya dengan  berbagai pendekatan yang
berbeda.

Ide tentang triangulasi bersumber dari ide tentang multiple


operationism yang mengesankan bahwa kesahihan temuan-temuan dan tingkat
konfidensinya akan dipertinggi oleh pemakaian lebih dari satu pendekatan untuk
pengumpulan data. Seperti halnya dengan penelitian-penelitian yang lain,
pencampuran metode penelitian ini tidak tanpa kontroversi, di sana terdapat
banyak keprihatinan yang terlihat tentang waktu dan kepentingan kebutuhan untuk
mengkombinasikan penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam satu penyelidikan.

Selain itu juga pada kalangan penelitian kualitatif, karena menggunakan


terminologi dan cara yang mirip dengan model paradigma positivistik (kuantitatif),
seperti pengukuran dan validitas, triangulasi mengundang perdebatan cukup
panjang di antara para ahli penelitian kualitatif sendiri. Alasannya, selain mirip
dengan cara dan metode penelitian kuantitatif, metode yang berbeda-beda memang
dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang berbeda, tetapi juga akan
menghasilkan data yang berbeda-beda pula. Kendati terjadi perdebatan sengit,
tetapi seiring dengan perjalanan waktu, metode triangulasi semakin lazim dipakai
dalam penelitian kualitatif karena terbukti mampu mengurangi bias dan
meningkatkan kredibilitas penelitian.

Konsep ini dilandasi asumsi bahwa setiap bias yang inheren dalam sumber
data, peneliti, atau metode tertentu, akan dinetralkan oleh sumber data, peneliti
atau metode lainnya. Istilah triangulasi yang dikemukakan oleh Denzin dikenal
sebagai penggabungan antara metode kualitatif dan metode kuantitatif yang
digunakan secara bersama-sama dalam suatu penelitian.

Metode penelitian dengan tehnik triangulasi digunakan dengan adanya dua


asumsi. Yaitu, pertama, pada level pendekatan, tehnik triangulasi digunakan
karena adanya keinginan melakukan penelitian dengan menggunakan dua metode
sekaligus yakni, metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Hal
ini didasarkan karena, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan
tertentu, dan memiliki pendapat dan anggapan yang berbeda dalam memandang
dan menanggapi suatu permasalahan. Suatu masalah jika dilihat dengan
menggunakan suatu metode akan berbeda jika dilihat dengan menggunakan
metode yang lain. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat apabila kedua sudut
pandang yang berbeda tersebut digunakan secara bersama-sama dalam
menanggapi suatu permasalahan sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil
yang lebih lengkap dan sempurna. Pada level pendekatan penelitian,
penggabungan metode kuantitaif dan kualitatif dalam sebuah kegiatan penelitian
ditujukan untuk menemukan sesuatu yang lebih utuh dari objek penelitian.

Asumsi kedua yang mendasari penggunaan tehnik triangulasi yakni, pada


level pengumpulan dan analisis data. Pengumpulan dan analisis data
membutuhkan sebuah prosedur untuk menguji hasil analisis data. Dalam penelitian
dengan mengunakan metode triangulasi, peneliti dapat menekankan pada metode
kualitaitif, metode kuantitaif atau dapat juga dengan menekankan pada kedua
metode. Apabila peneliti menekankan pada metode kualitatif, maka metode
kuantitatif dapat digunakan sebagai fasilitator dalam membantu melancarkan
kegiatan peneliatian, dan sebaliknya jika menekankan metode kuantitatif. Namun.
apabila peneliti memberi tekanan yang sama terhadap kedua metode penelitian
(kuantitatif-kualitatif) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan harus
dilakukan yakni :
1) Dapat digunakan bersama untuk meneliti pada obyek yang sama, tetapi tujuan
yang berbeda. Metode kualitatif digunakan untuk menemukan hipotesis,
sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menguji  hiptesis.
2) Digunakan secara bergantian. Pada tahap pertama menggunakan metode
kualitaif, sehingga ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut diuji
dengan metode kuantitatif.
3)  Metode penelitian tidak dapat di gabungkan karena paradigmanya berbeda.
Tetapi dalam penelitian kuantitatif dapat menggabungkan penggunaan teknik
pengumpulan data (bukan metodenya), sepertinya penggunaan triangulasi
dalam kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif misalnya, teknik pengumpulan
data yang utama menggunakan kuesioner, data yang diperoleh adalah data
kuantitatif. Selanjutnya, untuk memperkuat dan mengecek validitas data hasil
kuesioner tersebut, maka dapat dilengkapi dengan observasi atau wawancara
kepada responden yang telah memberikan angket tersebut, atau orang lain
yang memahami terhadap masalah yang diteliti.
4) Memahami masing-masing metode dan pentingnya metode tersebut dalam
suatu penelitian yang akan dilakukan.
5) Memahami permasalahan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan sehingga
penggunaan metode kualitatif dan metode kuantitatif ini disesuaikan dengan
masalah dan tujuan dari penelitian yang ingin dicapai.
6)  Kedua metode yang digunakan juga dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan prioritas kepentingan, dimana kedua metode dapat
digunakan dalam desain secara bersama-sama namun pada laporan penelitian
hanya diperhitungkan salah satunya saja.
7) Kedua metode juga digunakan berdasarkan pertimbangan keterampilan
peneliti, yang terlibat dalam satu kegiatan penelitian secara simultan apabila
ada hubungan dengan masalah dan tujuan penelitian.
1. Tujuan dalam menggunakan metode triangulasi
Tujuan menggunakan metode triangulasi, pertama adalah menggabungkan
dua metode dalam satu penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan menggunakan satu metode saja dalam suatu penelitian.
Triangulasi lebih banyak menggunakan metode alam level mikro, seperti
bagaimana menggunakan beberapa metode pengumpulan data dan analisis data
sekaligus dalam sebuah penelitian, termasuk menggunakan informan sebagai alat
uji keabsahan dan analisis hasil penelitian. Asumsinya abahwa informasi yang
diperoleh peneliti melaui pengamatan akan lebih akurat apabila juga
digunakan interview atau menggunakan bahan dokumentasi untuk mengoreksi
keabsahan informasi yang telah diperoleh dengan kedua metode tersebut.
Kedua, tujuannya ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama
yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan
data. Cara ini juga mencegah bahaya-bahaya subyektif. Teknik ini adalah sebagai
upaya untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada
dalam konteks pengumpulan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari
berbagai pandangan, dengan kata lain bahwa pihak peneliti dapat
melakukan ‘check and rechek’  temuan-temuannya dengan cara membandingkan.
Sebelum melakukan penelitian dengan menggunakan metode triangulasi, peneliti
harus terlebih dahulu menghitung dan memperkirakan apakah hasil yang akan
diperoleh nantinya dalam peneltian tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan
menggunakan satu metode saja. Selain itu juga diperhitungkan waktu, tenaga dan
dana yang dihabiskan dalam penelitian, apakah akan menghasilkan atau
memperoleh hasil yang memuaskan. Hal ini di dasarkan adanya kekuatan dan
kelemahan pada strategi pengumpulan data secara tunggal, sehingga dengan
menggunakan dua pendekatan metode ini diharapkan bisa mendapatkan akurasi
data dan kebenaran hasil yang di inginkan.
Hal ini di dasarkan atas pernyataan Denzin yang dikutip oleh Patton, ia
menyebutkan logika triagulasi ini berdasar bahwa: “ tidak ada metode tunggal
yang secara keseluruhan bisa mencukupi dan memecahkan masalah, karena setiap
metode menyatakanaspek yang berbeda atasrealita empiris, metode ganda atas
pengamatan haruslah dipakai. Hal inilah yang disebut dengan triangulasi. Saya
sekarang menawarkan sebagai aturan prinsip metodologis final bahwa metode
ganda haruslah digunakan pada setiap penyelidikan”. Teknik triangulasi lebih
mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan. Proses triangulasi
tersebut dilakukan terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan
analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi
perbedaan-perbedaan, dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada
informan.
2. Teknik pengecekan ke absahan data.
Dalam mengecek keabsahan atau validitas data menggunakan teknik
triangulasi, S. Nasution mengungkapkan  bahwa data atau informasi dari satu
pihak harus dichek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber
lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan
metode yang berbeda-beda. Sedangkan menurut Lexy Moleong, triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang
mencolok dalam mendefenisikan triangulasi sebagai teknik pengecekan keabsahan
data. Oleh karena itu, Triangulasi sebagai salah satu tehnik pemeriksaan data
secara sederhana dapat disimpulkan sebagai upaya untuk mengecek data dalam
suatu penelitian, dimana peneliti tidak hanya menggunakan satu sumber data, satu
metode pengumpulan data atau hanya menggunakan pemahaman pribadi peneliti
saja tanpa melakukan pengecekan kembali dengan penelitian lain.
Denzin yang di kutip oleh Patton telah menyebutkan empat tipe
dasar triangulasi:
1) Triangulasi data, adalah penggunaan beragam sumber data dalam
suatu kajian.
2) Triangulasi investigator, adalah penggunaan beberapa evaluator
atau ilmuwan social yang berbeda.
3) Triangulasi teori, adalah penggunaan sudut pandang ganda dalam
menafsirkan seperangkat tunggal data.
4) Triangulasi metodologis, penggunaan metode ganda untuk
mengkaji masalah atau program tunggal, seperti wawancara,
pengamatan dan dokumen.
Dari empat teknik dasar triangulasi di atas dan tidak jauh berbeda, beberapa tokoh
mengembangkan penjelasannya, diantaranya adalah Lexy Moleong, dia
menjelaskan bahwa teknik tersebut adalah:
1) Teknik triangulasi dengan sumber yang berarti membandingkan dan
pengecekan balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda melalui:
a) Perbandingan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
b) Perbandingan apa yang dikatakan seseorang di depan umum dengan
apa yang diucapkan secara pribadi.
c) Perbandingan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan sepanjang waktu.
d) Perbandingan keadaan dan perspektif seseorang berpendapat
sebagai rakyat biasa, dengan yang  berpendidikan dan pejabat
pemerintah.
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa
kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.
Selanjtnya, Burhan Bungin menambahkan bahwa triangulasi sumber data
juga memeberi kesempatan untuk dilakukannya hal-hal sebagai berikut:
a) penilaian hasil penelitian dilakukan oleh responden.
b) mengoreksi kekeliruan oleh sumber data.
c) menyediakan tambahan informasi secara sukarela.
d) memasukkan informan dalam kancah penelitian, menciptakan
kesempatan untuk megikhtisarkan sebagai langkah awal analisis
data
e) menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan.
2) Teknik triangulasi penyidik, dengan memanfaatkan penelitian atau
pengamat lainnya untuk pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
Cara lain adalah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan
yang lainnya, dan pemanfaatan teknik untuk mengurangi pelencengan
dalam pengumpulan suatu data hasil penelitian.
3) Teknik triangulasi teori, berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat
diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu teori atau lebih, dan dapat
dilaksanakan dengan penjelasan banding (rival explanation).
4) Teknik triangulasi dengan metode, yaitu terdapat dua strategi, yaitu:
a) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui
beberapa teknik pengumpulan data,
b) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa data dengan sumber
yang sama.
Dari beberapa penjelasan di atas,  dapat diketahui bahwa triangulasi
ini merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat
multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan
tidak hanya satu cara pandang. Dari beberapa cara pandang tersebut akan
bisa dipertimbangkan beragam fenomena yang muncul, dan selanjutnya
dapat ditarik kesimpulan yang lebih mantap dan lebih bisa diterima
kebenarannya.
Hasil pengumpulan data yang diperoleh seorang peneliti juga
diperiksa oleh kelompok peneliti lain untuk mendapatkan pengertian yang
tepat atau menemukan kekurangan-kekurangan yang mungkin ada untuk
diperbaiki. Selanjutnya, penulis ingin menyatakan bahwa triangulasi bisa
dianggap penting dalam penelitian, kendati pasti menambah waktu dan biaya
serta tenaga. Tetapi harus diakui bahwa triangulasi dapat meningkatkan
kedalaman pemahaman peneliti baik mengenai fenomena yang diteliti
maupun konteks di mana fenomena itu muncul. Bagaimana pun, pemahaman
yang mendalam (deep understanding) atas fenomena yang diteliti 
merupakan nilai yang harus diperjuangkan oleh setiap peneliti.Untuk
memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka jalan penting lainnya
adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam pengamatan dilapangan.
Pengamatan bukanlah suatu teknik pengumpulan data yang hanya
mengandalkan kemampuan pancaindra, namun juga menggunakan semua
pancaindra termasuk adalah pendengaran, perasaan dan insting peneliti.
Dengan meningkatkan ketekunan pengamatan dilapangan maka, derajat
keabsahan data telah ditingkatkan pula.
2.9 Saturasi Data
Menurut Glaser and Strauss (1967: p. 61) saturasi data merupakan kriteria
untuk menilai kapan harus berhenti mengambil sampel berbagai kelompok yang
berkaitan dengan suatu kategori adalah kejenuhan teoretis kategori tersebut.
Kejenuhan berarti bahwa tidak ada data tambahan yang ditemukan sehingga
sosiolog dapat mengembangkan properti dari kategori tersebut. Ketika ia melihat
contoh serupa berulang-ulang, peneliti menjadi yakin secara empiris bahwa suatu
kategori sudah jenuh. Dia pergi keluar dari cara untuk mencari kelompok yang
memperluas keragaman data sejauh mungkin, hanya untuk memastikan bahwa
saturasi didasarkan pada rentang data seluas mungkin pada kategori.
A. Bentuk saturasi 'Hibrid'
Beberapa penulis tampaknya mendukung interpretasi saturasi yang
menggabungkan dua atau lebih model yang didefinisikan di atas, membuat
konseptualisasi yang kurang berbeda. Sebagai contoh, Goulding (2005)
menyarankan bahwa data dan teori harus jenuh dalam grounded theory, dan Drisko
(1997: p. 192) mendefinisikan saturasi dalam hal 'kelengkapan pengumpulan data
dan analisis'. Demikian pula, pandangan Morse tentang saturasi tampaknya
mencakup unsur-unsur saturasi teoretis dan data. Dia mengaitkan saturasi dengan
ide replikasi, dengan cara yang menyarankan proses saturasi data:
Namun, ketika domain telah sepenuhnya sampel - ketika semua data telah
dikumpulkan - maka replikasi data terjadi dan, dengan replikasi ini ... sinyal
kejenuhan (Morse 1995: p. 148).
Morse mencatat di tempat lain bahwa dia dapat mengetahui kapan murid-
muridnya telah mencapai kejenuhan, ketika mereka mulai berbicara tentang data
dalam istilah yang lebih umum dan ‘dapat dengan mudah memberikan contoh
ketika ditanya. Siswa-siswa ini mengetahui data mereka '(Morse 2015: p. 588). Ini
juga menunjukkan bentuk saturasi data. Namun, Morse juga mengusulkan bahwa
saturasi kurang ketika ‘ada terlalu sedikit contoh dalam setiap kategori untuk
mengidentifikasi karakteristik konsep, dan untuk mengembangkan teori’ (Morse
2015: p. 588). Perspektif ini tampaknya ditempatkan dengan kuat dalam gagasan
pengembangan teori (seperti bagian lain dari makalah yang dikutip oleh Morse
memperjelas), meskipun penekanan berat ditempatkan pada tingkat data dan cara
data mencontohkan teori, dengan demikian tampaknya membangkitkan kejenuhan
data dan teoritis.
2.10 Penyusunan Transkip Verbatim
Penyusunan transkrip Peneliti mencatat data yang diperoleh, yaitu semua
hasil wawancara dicatat dengan mengubahnya dari rekaman suara menjadi bentuk
tertulis secara verbatim, begitu juga hasil catatan lapangan terhadap partisipan,
lingkungan dan aktivitas partisipan yang dibuat, sebagai tambahan untuk analisis
selanjutnya. Untuk mendapatkan kelengkapan transkripsi, maka peneliti berkali-
kali mendengarkan rekaman pada tape recorder dengan mencocokkan dengan
transkrip yang sudah ditulis dengan verbal yang didengar. Untuk menghindari bias
data baik oleh pengaruh internal maupun eksternal peneliti, maka peneliti meminta
bantuan kepada teman yang lain sebagai second listener untuk membantu
mendengarkan dan mencocokkan hasil verbatim. Peneliti mengunakan 2 orang
second listener yang memiliki pengalaman dalam bidang penelitian kualitatif.
Pembacaan Transkrip Setelah transkrip disusun, maka peneliti membaca
hasil transkrip berulang-ulang untuk memperoleh ide yang dimaksud 94 partisipan.
Dalam proses membaca berulang tersebut, peneliti memilih kutipan kata dan
pernyataan yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti, kutipan kata yang
dipilih adalah pernyataan bermakna (meaning unit). Meaning unit merupakan
pernyataan partisipan yang mengandung makna sesuai dengan tujuan penelitian,
dalam hal ini ada beberapa meaning unit yang digunakan dalam mencari proses
mengorganisir data. Meaning unit membuat peneliti lebih fokus dalam melakukan
anailisis isi.
Penentuan dan Pembuatan Kategori Peneliti mengulang proses pembacaan
semua hasil transkrip partisipan kemudian ditentukan kategori data. Pernyataan
yang bermakna sama atau hampir sama akan dijadikan kategori. Penyusunan
kategori sangat ditentukan oleh kemampuan peneliti memahami dan memvalidasi
suatu makna kalimat, maka dalam pengkategorian diperlukan juga pendapat dari
external reviewer yang lebih berpengalaman, memerlukan analisis kalimat dalam
waktu yang lama. Hal ini dilakukan dengan meminta bantuan dari teman dan
pembimbing.
Melakukan abstraksi data Abstraksi data yaitu mengelompokan data yang
memilki makna yang sama kemudian dibuat label terhadap data tersebut, dalam
membuat abstraksi data merupakan tahap yang penting 95 dalam analisis konten,
karena dalam tahap ini peneliti membuat makna atau mengartikan data sesuai
dengan isi dari data tersebut, abstraksi data dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

a. Coding Coding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistemasi


data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan
gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan demikian akan dapat
menemukan makna dari data yang dikumpulkannya (Poerwandari, 2005).

b. Membuat kategori Pembuatan kategori untuk menguraikan arti yang ada


dalam penyataan atau coding yang telah diidentifikasi. Peneliti menelaah
coding yang ditemukan untuk dibentuk menjadi sebuah kategori.

c. Menyusun tema Pada tahap menyususn tema peneliti membaca seluruh


katagori yang ada, membandingkan dan mencari persamaan diantara kategori
tersebut. Peneliti menganalisis dan mencari hubungan antara kategori untuk
menemukan makna, dan mengeliminasi data yang tidak di gunakan atau
peneliti melakukan reduksi dan penambahan ddata. Peneliti kemudian
menyatukan kategori-kategori serupa dan 96 mengelompokan menjadi sebuah
tema. Tema juga didapatkan dari sub tema atau sub-sub tema, untuk kemudian
yang sejenis dikelompokkan dalam bentuk terstruktur dan terkonsep yang
disebut tema. Tema ini sangat dipengaruhi oleh hasil verbatim dalam transkrip,
dan didasarkan pada tinjauan teori. Dalam tahap ini peneliti melakukan coding
dan pengelompokan data ke dalam berbagai kategori untuk selanjutnya
dipahami secara utuh dan ditelusuri tema-tema utama yang muncul. Peneliti
kembali ke diskripsi aslinya untuk validasi tema.

Deskripsi Lengkap Peneliti mengintegrasikan hasil secara keseluruhan


ke dalam bentuk diskripsi naratif mendalam dari fenomena yang diteliti.
Deskripsi yang disusun adalah lengkap, sistematis dan jelas.
Penyusunan Laporan Hasil Analisis Sebagai langkah akhir peneliti
kembali ke partisipan untuk klarifikasi data hasil wawancara berupa transkrip
yang telah dibuat kepada partisipan, untuk memastikan apakah sudah sesuai
dengan apa yang disampaikan oleh partisipan atau belum. Pada tahap ini ada
pengurangan atau penambahan hasil 97 transkrip yang telah disusun peneliti
berdasarkan persepsi partisipan
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari materi ini, Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan metode yang
ada (Moleong, 2011). Informan pada penelitian kualitatif berjumlah minimal 5-6
orang (Streubert & Carpenter, 2003).

Penelitian dalam bidang keperawatan merupakan proses kegiatan ilmiah yang


sistematik untuk mengembangkan pembuktian dasar (evidence-based) yang dapat
dipercaya mengenai berbagai isu penting pada semua area keperawatan. Isu-isu
penting tersebut dapat diidentifikasi pada berbagai tatanan praktik keperawatan, baik
praktik di komunitas maupun praktik di rumah sakit. Pendidikan dan administrasi
keperawatan, keprofesian keperawatan, dan informasi keperawatan (Polit & Beck,
2012).

Tujuan Umum adalah agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan


Desain Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan.Tujuan khusus adalah
mahasiswa mampu menjelaskan seperti apa Desain Penelitian Kualitatif dalam Riset
Keperawatan dan mampu menjelaskannya.

3.2. Kritik dan Saran


Disini pula kita temukan pengetahuan dan wawasan yang baru yang belum
kita ketahui seluruhnya. Semoga makalah dengan judul “Desain Penelitian Kualitatif
dalam Riset Keperawatan” ini dapat menjadi sumber inspirasi teman-teman untuk
membuat makalah dengan tema yang sama. Mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini ada kata-kata yang tidak berkenan di hati pembaca maupun banyak
kekurangan pada makalah ini. Semoga dalam penyusunan makalah berikutnya,
penulis lebih baik dan lebih teliti dari sebelumnya. Dan menjadikan makalah ini
sebagai suatu manfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Ary, Donald, Lucy Cheser Jacobs, dan Christine K. Sorensen, Introduction to Research in


Education, Eight Edition, USA: Wadsworth Cengage Learning. 2010.
Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana. 2010.
Creswell, J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers
Ardianto, Alvinaro. (2010). Metode Penelitian Untuk Public Relations Kuantitatif dan
Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Drisko JW. Strengthening qualitative studies and reports. J. Soc. Work Educ.
1997;33(1):185–187. doi: 10.1080/10437797.1997.10778862.

Glaser BG, Strauss AL. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative
Research. Chicago: Aldine; 1967.

Goulding C. Grounded theory, ethnography and phenomenology: a comparative analysis


of three qualitative strategies for marketing research. Eur. J. Mark. 2005;39(3/4):294–
308. doi: 10.1108/03090560510581782.

Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta


Lainnya. Bandung: Tarsito
Suryabrata, Sumadi. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Raharjo, Mudjia, Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif, Oktober,2010.

Anda mungkin juga menyukai