Anda di halaman 1dari 5

Review Jurnal Asuhan Keperawatan Kritis Esensial

1. Personal hygiene

Personal hygiene adalah perawatan sendiri yang dilakukan untuk


mempertahankan kesehatan, akan tetapi pada pasien yang dirawat di ICU
dengan tingkat kesadaran yang menurun dan umumnya dibawah pengaruh obat
– obatan memerlukan perawatan yang menyeluruh salah satunya perawatan
personal hygiene / memandikan. Pentingnya memandikan pada pasien kritis
adalah untuk menjaga kebersihan tubuh, memperlancar sistem peredaran darah,
saraf, merelaksasikan otot, menambah kenyamanan, mempertahankan
kebersihan kulit dan mengurangi infeksi akibat kulit kotor.
Tindakan personal hygiene memandikan oleh perawat pada pasien kritis
sering dilakukan diatas tempat tidur. Ada beberapa cara memandikan pasien di
tempat tidur yaitu metode tradisional dan disposable bed baths. Pada jurnal
yang berjudul “ Perbedaan Jumlah Kuman Pada Pasien Kritis yang
Dimandikan dengan Metode Tradisonal Ditambah Aseptik Debngan Dispsable
Bed Baths di Ruang PEDIA” ditulis oleh Vivan Septiyana Achmad
dipublikasikan pada 1 Oktober 2020 ini membahas mengenai perbedaan
jumlah pada pasien kritis yang dimandikan dengan metode tradisonal ditambah
aseptik dengan disposable bed baths di ruang pediatric intensive care RSUP
Hasan Sadikin.
Pada penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental, pretest dan
post test design, dengan responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok I dimandikan dengan metode tradisional ditambah antiseptik
chlorxidine gluconat 4% dan kelompok II dengan disposable bed baths. Pada
kedua kelompok dilakukan pengambilan apus kuman dikulit ketiak sebelum
dimandikan dan 2 jam kemudia setelah dimandikan.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji wilcoxon didapatkan hasil
perbedaan jumlah kuman dengan nilai p value = 0,005 dari nilai alpha 0,05.
Metode tradisional ditambah antiseptik chlorxidine gluconat 4% lebih banyak
membunuh 63.130 koloni kuman daripada disposable bed baths.

2. Perawatan mata

Perawatan mata pada pasien di ICU merupakan bagian dari perawatan


pasien kritis yang esensial, hal itu dikarenakan pasien kritis mengalami
peningkatan risiko terjadinya lecet kornea dan keratitis akibat ketidakmampuan
mata untuk menutup, berkedip, dan adanya paparan mikroorganisme. Jurnal
yang berjudul “ Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Intracerebral
hemorrhage dengan Intervensi Inovasi Perawatan Mata Menggunakan Aqua
Bidest untuk Pencegahan terjadinya Ocular Surface di Ruang Instalasi Care
Unit RSUD Abdul Wahab Shahranie Tahun 2018 ” ditulis oleh Nurhamzah
Wiyoko dan Pipit Fariani dipublikasikan pada 16 Januari 2018 ini membahas
mengenai perawatan mata pada pasien Intracerebral Hemorrage di ICU dengan
menggunakan aquabides untuk mencegah terjadinya Ocular Surface Disorder
(OSD).
Occular Surface Disorder ditemukan pada 28 dari 143 pasien (20%) yang
berad di IU lebih dari 7 hari. Sedangkan Aquabides adalah air yang telah
dimurnikan dengan destilasi (reverse osmosis) dan tidak mengandung substansi
tambahan seperti tidak mengandung bahan anti mikroba, logam – logam, zat
pereduksi, pirogen, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini peneliti mengetahui kefektifan pemberian intervensi
perawatan mata menggunakan Aquabides dalam mencegah terjadinya OSD di
ruang ICU pada pasien Intracerbral Hemorrage selama 3 hari.
Setelah dilakukan uji intervensi selama 3 hari didapatkan hasil bahwa
Aquabides efektif dalam mencegah terjadinya Occular Surface Disorder pada
pasien Intracerbral Hemorrage di ruang ICU.

3. Transportasi pasien kritis


Transportasi pasien antar ruangan maupun transportasi pasien dari
kendaraan atau sebaliknya merupakan salah satu keterampilanyang wajib dimiliki
setiap perawat terutama dalam kasus kegawatdaruratan, karena itu perawat
memiliki peranan penting karena tidak semua orang dapat melakukan transportasi
kecuali petugas kesehatan maupun orang yang telah mendapat pelatihan tentang
transportasi pasien. Standar prosedur operasional (SPO) transportasi pasien
merupakan hal yang wajib dipatuhi dan dilakukan agar memperlancar tugas
perawat sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan. Standar prosedur
operasional transportasi pasien meliputi tahap persiapan alat, tahap persiapan
pasien dan tahap pelaksanaan. Tahap pelaksanaan transportasi pasien terbagi
menjadi dua yaitu pelaksanaantransportasi pasien dari brankar ke tempat tidur dan
dari kursi roda ke tempat tidur.
Penanganan transportasi pasien yang tidak sesuai dengan prosedur akan
menyebabkan berbagai masalah seperti keadaan pasien memburuk atau bahkan
berujung pada kematian. Kesalahan dalam pelaksanaan transportasi pasien dapat
merugikan perawat itu sendiri maupun instansi terkait terutama merugikan
pasien.Transportasi pasien baik kasus trauma maupun kasus non trauma memilki
resiko tersendiri, namun yang terpenting dalam transportasi adalah dengan
mencegah cedera maupun memperparah cedera dimana kualitas dan keamanan
pasien menjadi prioritas utama. Dalam Jurnal yang berjudul “
PENATALAKSANAAN TRANSPORTASI PASIEN DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RUMAH SAKIT ” ditulis oleh Rudi Kurniawan dkk dipublikasikan
pada 1 Februari 2017 ini membahas mengenai Penatalaksanaan Transportasi
Pasien Trauma dan Non Trauma di IGD RSUD di Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Populasi pada
penelitian yaitu pasien trauma dan non trauma di salah satu IGD RSUD
Kabupaten di Jawa Barat tahun 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien
trauma dan non trauma di IGD yang akan di pindahkan ke ruang rawat inap
sebanyak 40 responden, Teknik yang digunakan adalah accidental sampling.
Pengkategorian penatalaksanaan transportasi pasien trauma dan non
trauma setiap variabel dikatakan sesuai standar prosedur operasional (SPO) jika
semua prosedur dilakukan dan dikatakan tidak sesuai SPO jika salah satu atau
lebih prosedur tidak dilakukan. Analisa univariat menggunakan perhitungan
distribusi frekuensi. Dalam penelitian ini didaptkan hasil : 1) Penatalaksanaan
transportasi pasien tahap persiapan alat sejumlah 29 (72,5 %) responden
melaksanakan sesuai SPO dan 11 (27,5 %) responden tidak sesuai SPO. 2)
Penatalaksanaan transportasi pasien tahap persiapan pasien sejumlah 32 (80%)
responden melaksanakan sesuai SPO dan 8 (20%) responden tidak sesuai SPO.
Penatalaksanaan transportasi pasien tahap pelaksanaan sejumlah 9 (22,5 %)
responden melaksanakan sesuai SPO dan 31 (77,5 %) responden tidak sesuai
SPO.
Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, sebagian kecil petugas
belum melakukan penatalaksanaan transportasi sesuai SPO sehingga
membahayakan pasien. Pihak rumah sakit lebih meningkatkan kualitas maupun
kemampuan dalam transportasi pasien dengan memberian pelatihan kepada
perawat sebaiknya secara berkala.

Anda mungkin juga menyukai