Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK KEPERAWATAN

07.42 | Diposting oleh Wury Diyah |

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia memiliki sejumlah dorongan, tujuan dan kebutahan yang unik dan selalu
menuntut untuk dipuaskan. Bumi ini terdiri dari orang- orang seperti ini yang bergerak dari
segala penjuru, melalui massa dan ruang didalam perjalan mereka jika perjalan ini
dibayangkan sebagai sebuah kapsul yang memuat satu orang yang melintasi kapsul – kapsul
lain, maka setiap akan bersifat otonomi, dan manusia tidak dapat diperhitungkan secara
sosilogis; dan teori system umum akan berlaku.
Di satu segi, manusia adalah kapsul- kapsul tetapi kebutuhan- kebutuhanya dipenuhi
dengan menjadi tergantung (dependen) dan saling tergantung (interdependep) dengan kapsul
lain. Bila semua orang dan kapsul- kapsul mereka menginkan hal- hal yang komplemen,
yaitu, apa yang dinginkan oleh seseorang adalah apa yang ingin diberikan oleh orang lain,
dan apa yang ingin dipertahankan oleh seseorang adalah apa yang tidak dinginkan oleh orang
lain, apa system- system dapat hadir dengan itegrasi total. Tetapi, harmoni seperti ini tidak
hadir didalam realita konflik hadir didalam ketidakadaan integrasi total yang harmonis.
Karenanya , konflik selalu ada meskipun ditekan.manusia memmang tidak berfikir
menyakini, dan meinginkan hal yang sama. Konflik adalah sebuah kemutlakan; pemimpin
harus belajar untuk secara efektif menfasilitasi penyelesauian konflik diantara orang –orang
agar tujuan dapat tercapai, inilah yang merupakan isi dari bab ini. Bab mulai dengan
pengertian konflik, diikuti oleh bahasan tentang tipe dan penyebab konflik. Isi area ini
menyusun tahap proses konflik serta strategi dan manajemen konflik. Penyelesaian serta hasil
produktif dan destruktif dari konflik menjadi topic akhir.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan konflik ?
1.2.2 Apa saja tipe-tipe konflik ?
1.2.3 Apakah penyebab konflik ?
1.2.4 Bagaimana proses konflik ?
1.2.5 Bagaimanakah strategi dan manajemen konflik ?
1.2.6 Bagaimanakah cara penyelesaian konflik ?
1.2.7 Apa saja hasil dari konflik ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mnegetahui yang dimaksud dengan konflik
1.3.2 Mnegetahui tipe-tipe konflik
1.3.3 Mnegetahui penyebab konflik
1.3.4 Mnegetahui proses konflik
1.3.5 Mnegetahui strategi dan manajemen konflik
1.3.6 Mnegetahui cara penyelesaian konflik
1.3.7 Mnegetahui hasil dari konflik

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konflik


Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari
perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di
dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil
yang destruktif atau konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu
perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara
perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan
konflik sebagai suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan
tersebut dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam
kelompok (intragroup conflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya
pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu taupun pada tatanan
yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat.
Konflik dianggap sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik
seharusnya diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan
pertumbuhan positif individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan
orang lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.

2.1 Tipe konflik


Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya pada
kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik dalam organisasi
secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik vertika atau horizontal. Konflik vertical
meliputi perbedaan antara pemimpin dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh
komunikasi dan kurang penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri
atau orang lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff dan ada hubungan dengan
praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan antar departemen:
1. Konflik di dalam pengirim
Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut pelayanan
yang tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak pengontrak staff
tambahan
2. Antar pengirim
Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari
keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan
untuk memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin
bahwa mereka dapat mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan
menggunakan metode keperawatan tim
3. Antar pesan
Orang yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur
keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang sedang berusaha
untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya, dengan menempatkan
semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga
merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan kedua
pelayanan tersebut dirumah sakitnya.
4. Peran pribadi
Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif). Contoh perawat
percaya bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat
yang mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari kedudukannya
dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa tercapai, jika tidak boleh
dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5. Antar pribadi
Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang berbeda.
Contoh direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah posisi baru.

6. Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang
berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan.
Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk
mengikuti program pendidikan berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar murah tetapi
puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7. Antar kelompok
Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen keperawatan
menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara organisional berada
dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa
mereka harus mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8. Peran mendua
Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh
seorang pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan
tidak mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9. Beban peran yang terlalu
Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana
muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40
tempat tidur di unit penyakit kronis dan akut pada dinas malam.

2.3 Penyebab Konflik


Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu
organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi
ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas,
kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.

1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat
menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini
dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan
menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu
dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan
hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak
untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul
ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja
seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi
tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi,
misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan
rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat
berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya,
terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat
berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi
ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan
diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau
menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan
dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi
ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa
direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap
perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan
yang dilakukan profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya
dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat
yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi
kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim
kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak
sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih
dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik
antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah
kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung
jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas
memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa
bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali
mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu
yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara
lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat
yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan
sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan
untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan
kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan
melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay
kelompok.
8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute
terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya
persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat
terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu
pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak
jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu
tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan
konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu
ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak
nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan
organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan
motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata
anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila
individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk
menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian
imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah
yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak
seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa
yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan
terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
2.4 Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam
enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang
dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian
akibat konflik. Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti
yang sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada
dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di
dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya
bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara
subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan
sebagai suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan
takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut,
beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif,
aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah
atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku
untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian
siantara yang terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah
selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat
memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang berbeda.
Kondisi-kondisi pendahulu
Konsep yang dipersepsi
Konflik yang dirasakan
Perilaku yang dinyatakan
Penyelesaian atau penekanan konflik
Penyelesaian akibat konflik

Gambar 2.1 Proses Konflik

2.5 Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik


Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya konflik. Strategi-
strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama.
Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok
atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi.
Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang
potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur
kembali untuk pertemuan penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik
diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya. Strategi
akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung
keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan
kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu
kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan cara menunjukkan
kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait
dengan tugas dan tanggungjawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui
peningkatan motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat. Strategi
kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat
konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah stabil, perlu
dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian
masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah
dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik
untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya
menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik
Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada
umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan tersebut berkisar pada kegiatan berikut.
1. Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2. Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat
orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi mereka
meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
3. Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai
adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4. Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan
pengertian.
5. Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6. Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7. Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu
yang tidak menentu.
8. Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9. Mempertahankan komunikasi dua arah.
10. Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11. Menghindari penolakan berlebihan.
12. Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13. Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan
kerja.
14. Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15. Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16. Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17. Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
18. Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.

2.6 Penyelesaian Konflik


Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal keperawatan harus
dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk
menyelesaikannya. Seorang manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif
untuk memfasilitasi penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan”
konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan
yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat,
perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan
secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik.
Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian
mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk
menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi
pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk
ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti penggunaan
disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan
keasertifan.
1. Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang
manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang
berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan
disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan
anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan
terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa
hormat dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2. Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap
perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-
masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap
dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan pengetahuan,
keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan
dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan
karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego
dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu
mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk
menyelesaikan konflik.
3. Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam
penyelesaian konflik. Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk
memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat
melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada
staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian
informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh, pertimbangan matang tentang semua
aspek situasi emosi, dan pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai
realitas, ketengan emosi, harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif,
cara mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4. Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas.
Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen
personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi,
keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas,
penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5. Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau
mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf.
Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat
belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas,
mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya perilaku
asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.

2.7 Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan


Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika
dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak
mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan
tetap harus diambil dalam setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan
memiliki dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat
diambil harus dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus
berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat
langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan, keakuratan,
dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri dari tiga proses yang dilakukan,
yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab dari masalah, dan identifikasi tujuan dari
penyelesaian masalah melalui keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi
masalah, pengambilan keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan
gejala dan apa yang menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses
diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa yang
menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap investigasi situasi
adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan diambil. Pada proses ini, pengambil
keputusan perlu menentukan tujuan dari keputusan yang akan diambil.
Tahap kedua, perumusan alternative solusi. Pada tahap ini, pengambil keputusan
mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk diputuskan guna diambil sebagai
langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif
dihasilkan melalui keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang
dihadapi. Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh
pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam menawarkan
berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan ini berjalan efektif dan
efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu mengendalikan proses pertemuan
secara efektif dan efisien. Pada tahap ini evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai
alternative yang barangkali secara financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara
ditampung dulu, karena pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus
mengevaluasinya terlebih dahulu.
Tahap ketiga, pengujian alternative. Pada tahap ini, pengambil keputusan melakukan
evaluasi dan penilaian terhadap berbagai alternative yang muncul untuk kemudian diambil
satu atau lebih alternative yang dianggap terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi
yang terbaik, maka pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk
mendapatkan alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative. Jika keputusan sudah diambil,
maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan alternative yang telah diputuskan
untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan
bagaimana alternative tersebut dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan
implementasi. Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative tersebut
akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi dilakukan sehingga proses berikutnya
adalah implementasi dari rencana alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang
telah direncanakan dari alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk
memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang
telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses pengawasan terhadap implementasi
alternative. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai
dengan apa yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang efektif tidak memutuskan,
menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek risiko, ketakutan, dan kekhawatiran yang
tidak diinginkan. Pegang teguh, menolak menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan
gangguan, reaksi berlebihan, membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang
mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.

2.8 Hasil Konflik


Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk pertumbuhan individu atau
organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis
1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor
utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan,
dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).

1. Isu
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan tambahan
secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan
dipertahankan dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal
pokok yang dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi (tindakan) bukan reaksi.
2. Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan.
Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif
meliputi penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau
sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin berupa
kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan pribadi tidak
dipaksakan pada orang lain
3. Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan
berjalanya waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa keyakinananya dan perilakunya
adalah benar. Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian
yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4. Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi tertentu saja
membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka
dan jujur, slaing berbagi kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami
orang lain. Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam
memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat tentang sesuatu
isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan
peduli. Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci
terdapat enerji mereka yang dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk
menibulkan kebencian. Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui
penyelesaian konflik yang efektif dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan.
Nielsen (1977) mengatakan bahwa konflik adalah akar perubahan pribadi dan
social’( hlm153). Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang
kreatif, konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari
perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di
dalam individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil
yang destruktif atau konstruktif. Secara structural, konflik dapat vertical, yaitu melibatkan
perbedaan antara pemimpin dan anak buah, atau horizontal, yaitu garis relative staf. Sembilan
tipe konflik tercatat dalam literature : di dalam pengirim, di dalam peran, peran pribadi, antar
pribadi, di dalam kelompok, di antara kelompok, peran mendua, dan beban peran yang terlalu
besar.
Penyebab konflik adalah unik dan bermacam-macam. Tetapi, penyebab umumnya telah
dinyatakan dan dibahas. Penyebab umum ini antara lain perilaku menentang, stress, kondisi
ruangan yang terlalu sempit, kewenangan dokter-perawat yang berlebihan, perbedaan nilai
dan keyakinan, eksklusifisme, peran ganda perawat, kekurangan sumber daya insani,
perubahan, imbalan serta komunikasi. Proses konflik dimulai dengan kondisi pendahulu,
kemudian bergerak ke konflik yang di presepsi dan atau dirasakan. Selanjutnya adalah
perilaku, lalu konflik untuk diselesaikan atau ditekan.
Penyelesaian konflik yang konstruktif adalah sebuah aspek penting dari tanggung jawab
menejerial. Sejumlah pendekatan, termasuk kemungkinan keterlibatan dan menejemen yang
mempunyai tujuan, juga didiskusikan. Tidak ada metoda terbaik untuk memfasilitasi
penyelesaian konflik. Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan tentang
kemungkinan strategi bersamaan dengan pengetahuan tentang proses memimpin dan
mengatur orang; kemudian harus dipilih dan dilaksanakan strategi yang terbaik untuk situasi
yang unuk tersebut.

3.2 Saran
Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar untuk secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Dari hasil
pembahasan di atas, diharap para pembaca baik yang merupakan calon pemimpin ataupun
yang telah menjadi pemimpin, agar dapat me-manajemen institusi atau organisasinya dengan
baik agar terbebas dari konflik yang ada.

DAFTAR RUJUKAN

Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.


Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai