PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker usus besar atau kanker kolorektal adalah salah satu dari penyakit
kanker dengan prevalensi yang cukup tinggi. Kanker kolorektal merupakan keganasan
atau pertumbuhan sel abnormal pada area usus besar dan rektum. Jumlah penderita
kanker usus besar dan rektum cukup banyak di Indonesia, khususnya di perkotaan.
Kanker usus besar merupakan jenis kanker ketiga terbanyak di Indonesia menurut
Depkes dengan jumlah kasus 1,8 dalam 100.000 penduduk (RS Dharmais, n.d).
Rahmianti (2013) menuliskan, sekitar 608.000 orang di dunia meninggal akibat
kanker kolorektal setiap tahun menurut World Healh Organization (WHO), sedangkan
di Indonesia sendiri, pada setiap tahunnya sekitar 1.666 orang meninggal akibat
kanker kolorektal.
Faktor resiko kanker kolorektal lebih sering terdapat pada gaya hidup
masyarakat di perkotaan, diantaranya ialah obesitas, diet tinggi lemak, konsumsi
daging merah, konsumsi makanan olahan, kurangnya konsumsi buah dan sayur,
konsumsi alkohol, merokok dan kurangnya olahraga secara teratur dan terukur
(Newton, 2009).
Penatalaksanaan pada kanker kolorektal meliputi penatalaksanaan medis,
bedah dan keperawatan. Penatalaksanaan bedah dilakukan tergantung pada tingkat
penyebaran dan lokasi tumor itu sendiri. Salah satu tindakan bedah yang dilakukan
adalah dengan pembentukan kolostomi. Mayers (1996) dalam Simanjuntak &
Nurhidayah (2007) menyebutkan bahwa alasan paling sering dilakukannya tindakan
kolostomi adalah adanya karsinoma pada kolon dan rektum dimana karsinoma adalah
tumor ganas yang tumbuh dari jaringan epitel. Kolostomi memungkinkan feses tetap
keluar dari kolon meskipun terjadi obstruksi pada kolon yang diakibatkan oleh massa
tumor.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami dan menganalisis tindakan kolostomi dari segi advokasi, sosial, dan
spiritual.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian kolostomi
b. Untuk mengetahui tujuan dilakukan tindakan kolostomi
c. Untuk mengetahui jenis dan resiko dari tindakan kolostomi
d. Untuk mengetahui perawatan pasca operasi kolostomi
e. Untuk mengetahui efek samping dari tindakan kolostomi
C. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari tindakan kolostomi?
2. Apa tujuan dilakukannya tindakan kolostomi?
3. Bagaimana jenis- jenis dan resiko dari tindakan kolostomi?
4. Bagaimana perawatan pasca operasi kolostomi?
5. Bagaimana efek samping dari tindakan kolostomi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kolostomi
Kanker adalah sebuah proses penyakit yang ditandai dengan adanya sel
abnormal yang ditransformasikan oleh mutasi genetik dari sel DNA (Smeltzer &
Bare, 2002).
Kanker kolorektal adalah kanker yang terdapat pada kolon dan rektum. Zhang
(2008) mengatakan kanker kolorektal merupakan bentuk malignansi yang terdapat
pada kolon asending, transversal, desending, sigmoid dan rektal. Kanker kolorektal
dapat didefinisikan sebagai keganasan atau pertumbuhan sel abnormal pada area usus
besar (kolon) dan rektum.
Kolostomi merupakan suatu tindakan membuat lubang pada kolon
transversum kanan maupun kiri atau kolonutaneuostomi yang disrbut juga anus
prenaturalis yang dibuat sementara atau menetap. Kolostomi pada bayi dan anak
hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa
merupakan keadaan yang patologis. kolostomi pada bayi dan anak kadang bersifat
sementara. kolostomi dapat menimbulkan komplikasi dan perubahan konsep diri
pasien.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kolostomi merupakan suatu
membuat lubang di dinding perut dengan tujuan untuk mengeluarkan feses yang dapat
bersifat sementara atau permanen.
B. Tujuan Dilakukan Kolostomi
Kolostomi bertujuan untuk membantu mengeluarkan isi saluran cerna, pada
berbagai kondisi di mana usus besar rusak akibat cedera atau penyakit, misalnya
kanker. Pada kanker usus besar atau kanker kolorektal, bagian usus yang dekat
dengan dubur dan terkena kanker akan diangkat terlebih dahulu, sehingga anus sudah
tidak lagi menjadi saluran pembuangan kotoran. Kolostomi untuk kondisi ini bersifat
permanen. Selain kanker, beberapa kondisi yang mungkin juga memerlukan
kolostomi permanen adalah:
1. Penyumbatan atau cedera di area usus besar.
2. Penyakit radang usus, misalnya penyakit Crohn dan kolitis ulseratif.
3. Polip kolorektal.
4. Perforasi atau robekan pada usus besar dan anus.
5. Infeksi berat pada usus besar, misalnya diverkulitis.
Sedangkan kolostomi yang bersifat sementara bertujuan untuk mengalihkan
kotoran dari usus atau saluran pencernaan bagian bawah, agar penanganan pada area
yang bermasalah lebih mudah dilakukan. Kolostomi sementara biasanya dilakukan
pada anak-anak dengan cacat lahir pada anus dan usus besar, seperti pada penyakit
Hirschsprung.
Pada operasi yang melibatkan usus besar, mungkin juga akan dibuat kolostomi
sementara agar area usus besar yang baru dioperasi tersebut bisa pulih. Biasanya,
masa pemulihan berlangsung selama 12 minggu, namun bisa berbeda pada masing-
masing orang.
C. Jenis-Jenis Kolostomi dan Risikonya
Secara umum, prosedur kolostomi ada dua macam, yaitu kolostomi yang
bersifat permanen dan yang bersifat sementara. Prosedur pengerjaannya bisa
dilakukan dengan cara pembedahan konvensional (laparotomi) atau melalui bedah
laparoskopi.
Kolostomi permanen dilakukan jika terdapat kerusakan berat pada usus besar
sehingga sebagian usus tidak bisa lagi berfungsi dengan normal, atau jika terdapat
kerusakan permanen yang tidak dapat diperbaiki. Sedangkan kolostomi sementara
dilakukan untuk membantu pemulihan usus besar yang bermasalah namun masih
dapat diperbaiki, agar bagian yang terganggu tidak dilalui kotoran sampai kembali
pulih dan berfungsi seperti biasa.
Layaknya tindakan bedah secara umum, prosedur kolostomi juga berisiko
menimbulkan beberapa komplikasi. Risiko pembedahan kolostomi yang dapat terjadi
yakni:
1. Perdarahan.
2. Infeksi.
3. Kerusakan organ di sekitar lokasi kolostomi.
4. Terbentuknya jaringan parut yang menyumbat usus besar.
5. Hernia.
6. Terbukanya kembali luka bekas operasi.
D. Perawatan Kolostomi
Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 6
pascaoperatif. Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih
perawatan ini. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana
menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi. Menurut Brunner dan
suddarth (2000), ada beberapa yang harus diperhatikan dalam menangani kolostomi,
antara lain;
1. Perawatan Kulit Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada
kolostomi transversal, terdapat feses lunak dan berlendir yang mengiritasi kulit.
Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan sedikit
mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering
mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barrier kulit
protektif di sekitar stoma, dan mengamankannya dengan meletakan kantung
drainase. Kulit dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan
waslap lembab serta lembut. Adanya kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun
bertindak sebagai agen abrasif ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan
fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutupi stoma
2. Memasang Kantung Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat.
Lubang kantung harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan
terlebih dahulu. Barier kulit peristoma dipasang. Kemudian kantung dipasang
dengan cara membuka kertas perekat dan menekanya di atas stoma. Iritasi kulit
ringan memerlukan tebaran bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
3. Mengangkat Alat Drainase Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai
sepertiga sampai seperempat bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan
kantung lepas dari diskus perekatnya dan keluar isinya. Pasien dapat memilih
posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan perlahan mendorong kulit
menjauh dari permukaan piringan sambil menarik kantung ke atas dan menjauh
dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan mencegah adanya
isi fekal yang tercecer keluar
4. mengirigasi Kolostomi Tujuan pengirigasian kolostomi adalah untuk
mengosongkan kolon dari gas, mukus, dan feses. Sehingga pasien dapat
menjalankan aktivitas sosial dan bisnis tanpa rasa takut terjadi drainase fekal.
Dengan mengirigasi stoma pada waktu yang teratur, terdapat sedikit gas dan
retensi cairan pengirigasi
E. Risiko dan Efek Samping Prosedur Kolostomi
Kolostomi adalah salah satu jenis operasi besar sehingga membutuhkan obat
bius. Sama seperti operasi lainnya, ada risiko efek samping yang mungkin terjadi
setelah operasi berlangsung. Mulai dari reaksi alergi pada obat bius hingga faktor
kantong kolostomi itu sendiri.
Seperti yang mungkin sudah Anda tahu, feses alias kotoran manusia
mengandung bakteri dan zat-zat limbah yang harus segera dibuang. Pada orang-orang
yang menjalani jenis operasi ini, fesesnya tidak lagi dikeluarkan lewat anus tapi justru
melalui lubang di perut.
Akibatnya, kotoran yang keluar bisa saja menyebabkan iritasi dan peradangan
di area sekitar lubang perut. Kantong kolostomi yang menempel di perut juga bisa
memberikan efek yang sama.
Selain itu, risiko efek samping lain yang mungkin terjadi setelah operasi kolostomi
adalah:
1. Iritasi kulit
2. Kerusakan pada organ lain di sekitar usus besar
3. Hernia
4. Perdarahan di dalam perut
5. Usus menonjol melalui stoma lebih dari yang seharusnya
6. Muncul jaringan parut dan menyumbat usus
7. Luka terbuka pada area sekitar usus besar.
BAB III
ANALISA
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (penerjemah :
Waluyo, A) Jakarta : EGC
Sudoyo, W. A.,dkk. (2006). Ilmu Penyakit Daalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
MedicineNet (2016). Colostomy A Patients Perspective By Craig J. M.
Krans, B. & Sullivan, D. Healthline (2016). Colostomy.
Canada Care Medical. (n.d). Colostomy Care. 7 juli 2019.
http://www.canadamedicalcare.com/ostomy/ColostomyCare.php
ANALISA TINDAKAN KOLOSTOMI DARI SEGI ADVOKASI, SOSIAL DAN
SPIRITUAL
Disusun Oleh :