Anda di halaman 1dari 15

Penugasan 3

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF GAGAL


JANTUNG / HEART FAILUR
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif
Dosen Pengampu: Aisyah Dzil Kamalah, M. Kep.

Disusun Oleh Kelompok 1:


1. Devita Listiani 17.1305.S
2. Dian Ayu Pertiwiningrum 17. 1308.S
3. Luluk Erni Slamet W. 17. 1342.S
4. Noviandita Putri 17. 1360.S
5. Riska Andriyani 17. 1380.S

Kelas 3B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN AJARAN 2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang aktif dan holistik
dan diberikan sejalan dengan kemajuan penyakit. Perawatan paliatif
diberikan dari awal penyakit didiagnosis, menjalani pengobatan, serta
kematian dan proses berkabung. Perawatan paliatif mencakup bagaimana
memanajemen gejala dan nyeri, memberikan dukungan sosial dan
spiritual. Perawatan paliatif merupakan perawatan yang dicapai dengan
efektif dengan mengelola rasa sakit dan hal lainnya yang membuat tidak
nyaman seperti kelelahan, dyspnea, mual, muntah, gelisah, sembelit,
anoreksia, depresi, kebingungan, serta menyediakan psikologis dan
perawatan spiritual dari awal di diagnosis dan terus sepanjang seluruh
program pengobatan dalam kehidupan pasien. (Becker, 2009)
Perawatan paliatif biasanya diberikan kepada pasien dengan
penyakit terminal. Pasien terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami penyakit/sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh
sehingga sangat dekat dengan proses kematian (Suseno, 2004). Salah satu
contoh penyakit terminal adalah penyakit gagal jantung/heart failure.
Muttaqin (2012), mengatakan bahwa gagal jantung yaitu keadaan
ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal.
Gagal jantung dapat dialami oleh setiap orang dari berbagai usia. Misalnya
neonates dengan penyakit jantung congenital atau orang dewasa dengan
penyakit jantung arterosklerosis, usia pertengahan dan tua sering pula
mengalami kegagalan jantung (Ni Luh Gede Yasmin, 1993).
Gagal jantung kongesif merupakan satu – satunya penyakit
kardiovaskuler yang insiden dan prevalensinya terus meningkat. Resiko
kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5 – 10 % per tahun pada
kasus gagal jantung ringan, yang akan meningkat menjadi 30 – 40 % pada
gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang
paling sering memerlukan perawatan ulang dirumah sakit (readmission),
meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal.
(Ardiansyah, 2012).

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
konsep teori tentang gagal jantung/heart failur dan asuhan keperawatan
pada pasien gagal jantung/heart failure.
BAB II

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN
Gagal jantung yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian vena dalam keadaan normal . (Muttaqin, 2012)
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan
fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan atau hanya dapat memenuhi kebutuhan
jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian. (Fachrunnisa, dkk,
2015)
Gagal jantung dikenal dengan beberapa istilah yaitu gagal jantung
kiri, kanan, dan kombinasi atau kongesive. Pada gagal jantung kiri
terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vaso kontriksi perifer yang
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Gagal jantung kanan ditandai
dengan adanya edema perifer, asites dan peningkatan tekanan vena
juburalis. Gagal jantung congestive adalah gabungan dari kedua gambaran
tersebut. Namun demikian, kelainan fungsi jantung kanan maupun kiri
sering terjadi secara bersamaan.

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA)

Kelas Definisi Istilah


I Klien dengan kelainan jantung tetapi Disfungsi ventrikel kiri
tanpa pembatasan pada aktivitas fisik yang asimptomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikit pembatasan
III Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabkan banyak pembatasan
aktivitas fisik
IV Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung berat
dimanifestasikan dengan segala
bentuk aktivas fisik akan
menyebabkan keluhan

C. ETIOLOGI
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, yang berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi atterial, dan penykit otot
degenerative atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan
pada gilirannya juga turut mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi,
karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung dapat merusak serabut jantung dan
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi organ jantung.
Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
melalui jantung (misalnya stenosis katup semiluner) serta
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya tamponade
pericardium, perikarditis, konstriktif, atau stenosis katup siensi katup
AV). (Ardiansyah, 2012)

D. PATOFISIOLOGI
Bila kekuatan jantung untuk merespons stress tidak mencukupi
dalam memnuhi kebutuhan metabolism tubuh, jantung akan gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadilah yang
namanya gagal jantung. Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa
dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami
payah dan kegagalan respons fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
respons primer, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis,
meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon, dan hipertrovi
ventrikel. Ketiga respons ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung.
Mekanisme - mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal
pada gagal jantung dini pada keadaan normal. (Ardiansyah, 2012)

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat
bergantung pada etiologinya. Namun, manifestasi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Meningkatnya volume intravaskuler.
2. Kongesif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.
3. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan
batuk dan napas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekanaan
sistemik.
5. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan
dan organ.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya
pelepasan rennin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan
sekresi aldostoron, retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler.
7. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya
disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri.
(Ardiansyah, 2012)

F. TANDA DAN GEJALA


1. Dipsnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat
ataupun beraktivitas (gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas gerak yang
minimal atau sedang).
2. Ortopnea, yakni kesulitan bernapas saat penderita berbaring.
3. Paroximal, yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah
pasien duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah atau
setelah pergi berbaring ke tempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak/lendir
(sputum) berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam
jumlah banyak.
5. Mudal lelah, di mana gelaja ini muncul akibat cairan jantung yang
kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen
yang normal, disamping menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
munculnya rasa sesak saat bernapas, dan karena si penderita
mengetahui bahwa jantungnya tidak berfungsi dengan baik.
7. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan
gejala berikut:
a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen,
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen,
c. Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan
status vena di dalam rongga abdomen,
d. Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi
renal dan didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring,
e. Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan.

G. KOMPLIKASI
1. Shock kardiogenik
Ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.
Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala yang
khas terjadi pada kasus shock kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut. Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau
lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh
ventrikel, karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan
oksigen miokardium.
2. Edema paru-paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang
muncul di bagian tubuh mana saja, termasuk faktor apa pun yang
menyebabkan cairan interstitial paru-paru meningkat dari batas
negative menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru-paru yang
paling umum adalah:
a. Gagal jantung sisi kiri (penyikat katup mitral) yang mengakibatkan
peningkatan tekanan kapiler paru-paru, sehingga membanjiri ruang
interstitial dan alveoli.
b. Kerusakan pada membran kapiler paru-paru yang disebabkan oleh
infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang
berbahaya (misalnya gas klorin atau gas sulfur dioksida). Masing-
masing infeksi tersebut menyebabkan kebocoran protein plasma,
sehingga dengan cepat cairan keluar dari kapiler.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KHUSUS
1. Pengkajian Primer yang dilakukan meliputi :
a. Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan nafas, adanya benda asing. Pada
klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan nafas bersih .
Dilakukan juga pengkajian adnya suara nafas tambahan seperti
snooring.
b. Breathing
Frekwensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c. Circulation
Dilakukan pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
d. Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

2. Pengkajian Sekunder yang dilakukan antara lain :


a. Anamnesis dapat menggunakan pola AMPLE ( Alergi, Medikasi,
Past Illness, last meal, environment)
b. Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti
foto thoraks, dll.
c. Keadaan umum: kesadaran, bangun tubuh, postur tubuh, warna
kulit, turgor kulit.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d agen cidera biologis.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan.
3. Ansietas kematian b.d ancaman kematian

C. Intervensi
1. Nyeri b.d agen cidera fisikBiologis
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
d. Lakukakan penanganan nyeri dengan nafas dalam
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

2. Intolerandi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen dengan


kebutuhan
a. Kaji TTV
b. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang menyebabkan kelelahan.
c. Monitor kelelahan fisik dan emosional.
d. Monitor pola dan jam tidur.
e. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman.
f. Anjurkan tirah baring.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang meningkatkan asupan
makanan.

3. Ansietas kematian b.d ancaman kematian


a. Identifikasi level kecemasan pada pasien.
b. Berikan pengetahuan yang adekuat tentang penyakit yang diderita
pasien.
c. Jelaskan semua prosedur pemeriksaan dan pengobatan.
d. Dekati pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi rasa
takut.
e. Dengarkan pasien dengan penuh perhatian.
f. Berikan lingkungan yang mendukung untuk mengurangi rasa
cemas.
g. Dukung pasien untuk menggunakan mekanisme yang positif.
h. Instrusikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.

D. IMPLEMENTASI
1. Dx 1:
a. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
b. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Mengevaluasi pengalaman nyeri masa lampau
d. Melakukakan penanganan nyeri dengan nafas dalam
e. Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

2. Dx 2:
a. Mengkaji tanda-tanda vital.
b. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang menyebabkan
kelelahan.
c. Memonitor kelelahan fisik dan emosional.
d. Memonitor pola dan jam tidur.
e. Menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman.
f. Menganjurkan tirah baring.
g. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi tentang meningkatkan
asupan makanan.

3. Dx 3:
a. Mengidentifikasi level kecemasan pada pasien.
b. Memberikan pengetahuan yang adekuat tentang penyakit yang
diderita pasien.
c. Menjelaskan semua prosedur pemeriksaan dan pengobatan.
d. Mendekati pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi
rasa takut.
e. Mendengarkan pasien dengan penuh perhatian.
f. Memberikan lingkungan yang mendukung untuk mengurangi rasa
cemas.
g. Mendukung pasien untuk menggunakan mekanisme yang positif.
h. Menginstrusikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.

E. EVALUASI
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari
hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
keperawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai
berikut:
1. Daftar tujuan-tujuan pasien.
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
3. Bandingkan antara tujuan dan perkembangan pasien.
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau
tidak.
(Tarwoto, 2010)
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
CHF merupakan keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan
dengan meningkatkan tekanan pengisian. (Fachrudin et all, 2015)
Umumnya pasien yang mengalami penyakit ini yang sudah berada
pada fase akhir sulit untuk melakukan aktivitas dan biasanya pasien sudah
tidak kooperatif lagi untuk melakukan berbagai macam hal dalam proses
penyembuhan, sehingga diperlukan peranana perawat untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien sehingga pasien dalam proses menjelang ajal dalam
keadaan damai.

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca makalah ini mengetahui hal apa saja
yang dapat dilakukan dalam melakukan penanganan pada pasien yang
menderita penyakit terminal, pasien menjelang ajal. Seorang perawat harus
senantiasa memperbaiki ilmu pengetahuannya sehingga ketika turun di
lapangan seorang perawat tersebut mampu mengaplikasikan dalam dunia
kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Yodang. 2018. Buku Ajar Keperawatan Paliatif. Jakarta: TIM


Ardianta, D. 2017. Upaya Penatalaksanaan Intoleransi Aktivitas Pada
CHF. Jakarta: EGC.
Aspiani, Ry. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler Aplikasi Nic and Noc. Jakarta: EGC.
Murraqin, A. 2012. Asuhan Keprawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hemmatologi. Yogyakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai