Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERSALINAN LAMA DAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah keperawatan Maternitas II
Dosen Pembimbing : Ratnawati

Disusun oleh
Kelompok 3:
Kisdiyanti 17.1335.S
Laela Rizki R.
Luluk Dian F.
Luluk Erni W.S
M. Arif Aulia

Nevita Candr P
Naylil Maghfiroh

PROGRAM STUDI SARJANA KEPRAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
A. PERSALINAN LAMA
1. Pengertian
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi
dan lebih dari 18 jam pada multi (rustam mochtar, 1998)
Menurut winkjosastro, 2002. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase
laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran
bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.
Partus lama disebut juga distosia, di definisikan sebagai persalinan abnormal/
sulit (Sarwono, 2010)
2. Etiologi
Menurut Sarwono (2010) sebab-sebab persalinan lama dapat digolongkan menjadi 3
yaitu:
a. Kelainan Tenaga (Kelainan His)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak
dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan. Jenis-
jenis kelainan his yaitu:
1) Inersia Uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih
kuat dan lebih dahulu pada bagian lainnya. Selama ketuban masih
utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu maupun janin kecuali jika
persalinan berlangsung terlalu lama.
2) Incoordinate Uterine Action
Disini sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat, juga di luar his
dan kontraksinya berlansung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya koordinasi antara bagian
atas, tengah dan bagian bawah menyebabkan his tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan. Tonus otot yang menaik menyebabkan nyeri
yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan
hipoksia janin.
b. Kelainan Janin
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam
letak atau bentuk janin (Janin besar atau ada kelainan konginetal janin).
c. Kelainan Jalan Lahir
Kelainan dalam bentuk atau ukuran jalan lahir bisa menghalangi kemajuan
persalinan atau menyebabkan kemacetan.

3. Tanda Gejala
Menurut Rustam Mochtar (1998) gejala klinik partus lama terjadi pada ibu dan juga
pada janin.
a. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat
dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema
serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
b. Pada janin :
1) Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan negarif, air
ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
2) Kaput succedaneum yang besar
3) Moulage kepala yang hebat
4) Kematian  Janin Dalam Kandungan (KJDK)
5) Kematian Janin Intra Parental (KJIP)
Menurut Manuaba (2010), gejala utama yang perlu diperhatikan pada partus lama
antara lain :
a.   Dehidrasi
b. Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus
c. Pemeriksaan abdomen : meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri segmen
bawah rahim
d. Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan
ketuban bercampur mekonium
e. Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas,
terdapat kaput pada bagian terendah.
f. Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian
g. Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai ruptura uteri, kematian
karena perdarahan atau infeksi.
4. Klasifikasi dan Pemeriksaan Penunjang
a. Fase laten memanjang
Yaitu fase laten yang melampaui 20 jam pada primi gravida atau 14 jam pada
multipara
b. Fase aktif memanjang
Yaitu fase aktif yang berlangsung lebih dari 12 jam pada primi gravida dan lebih
dari 6 jam pada multigravida. Dan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam.
c. Kala 2 lama
Yaitu kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multipara.

5. Patofisiologi
Persalinan normal rata-rata berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal
pembukaan sampai lahirnya anak. Apabila terjadi perpanjangan dari fase laten (primi
20 jam, multi 14jam) dan fase aktif (primi 1,2 cm per jam, multi 1,5 cm per jam) atau
kala pengeluaran (primi 2 jam dan multi 1 jam), maka kemungkinan akan timbul partus
lama. Partus yang lama, apabila tidak segera diakhiri, akan menimbulkan:

 Kelelahan ibu,Karena mengejan terus, sedangkan intake kalori biasanya kurang.


 Dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa/elektrolit karena intake cairan
kurang.
 Infeksi rahim; terjadi bila ketuban pecah lama, sehingga terjadi infeksi rahim yang
dipermudah karena adanya manipulasi penolong yang kurang steril.
 Perlukaan jalan lahir; terjadi karena adanya disproporsi kepala panggul juga
manipulasi dan dorongan dari penolong.
 Gawat janin sampai kematian janin karena asfiksia dalam rahim.

6. Komplikasi
Ibu
a. Infeksi sampai sepsis
b. Asidosis sampai gangguan elektrolit
c. Dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ
d. Robekan jalan lahir
e. Fistula buli-buli, vagina, rahim, rektum
Anak
a. Gawat janin sampai meninggal
b. Lahir dengan asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap.
c. Trauma persalinan
d. Patah tulang dada, lengan, kaki, kepala karena pertolongan.

7. Penatalaksanaan
Penanganan Umum
a. Perawatan pendahuluan :
Penatalaksanaan penderita dengan partus lama adalah sebagai berikut :
1)        Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk
tanda vital dan tingkat dehidrasinya).
2)        Kaji nilai partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan;
Nilai frekuensi dan lamanya his.
3)        Suntikan cortone acetate 100-200 mg intramuscular.
4)        Penisilin prokain : 1 juta IU intramuscular.
5)        Streptomisin : 1 gr intramuscular.
6)        Infuse cairan : Larutan garam fisiologis (NaCl), Larutan glucose 5-10
% pada janin pertama : 1 liter per jam.
7)        Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan
untuk segera bertindak.
b.  Pertolongan :
Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, manual aid pada
letak sungsang, embriotomi bila janin meninggal, secsio cesaria, dan lain-lain.
Penanganan khusus
a. Fase laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten memanjang di buat secara retrospektif. Jika his berhenti,
pasien disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan
pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, masuk dalam fase laten. Jika fase
laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian
ulang terhadap serviks :
1) Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan
tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum in partu.
2) Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan
amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
a) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
b) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakuakan
pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan seksio sesarea.
3) Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina berbau) :
a) Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
b) Berikan antibiotic kombinasi sampai persalinan.
- Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5mg / kg BB IV setiap 24 jam.
- Jika terjadi persalinan pervaginan stop antibiotic pascapersalinan.
- Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika ditambah
metrinodazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam
selama 48 jam.
b. fase aktif memanjang
1) Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban
masih utuh, pecahkan ketuban.
2) Nilai his :
a) Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya
kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya insertia uteri.
b) Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau malpenetrasi.
c) Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat
c. Kala Dua Lama
1) memimpin ibu meneran jika ada dorongan untuk meneran spontan
2) Jika tidak ada mal posisi /malpresentasi berikan drip oxytocin
3) Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:
a) Jika letak kepala lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang
kepala dari stasion (0) lakukan ekstraksi vakum
b) Jika kepala antara 1/5 - 3/5 di atas simfisis pubis lakukan ekstraksi vakum
c) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis lakukan SC
8. Diagnosa
B. KETUBAN PECAH DINI ( KPD )
1. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat
terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan
aterm. (Saifuddin, 2002).
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina servik (Sarwono, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah di tunggu satu jam, belum ada tanda persalinan (Yulaikhah,
2008). Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian
ketuban pecah dini” (periode latern). Kondisi ini merupakan penyebab terbesar
persalinan prematur dengan segala akibatnya. Early rupture of membrane adalah
ketuban pecah pada fase laten persalinan.
2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkanlaserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil
konsepsi (Manuaba, 2002).
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
1) Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.  (Saifudin.
2002).
3) Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah. (Winkjosastro, 2006).
4) Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan
mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi).
e. Korioamnionitis: adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah
pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f. Penyakit Infeksi: adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya
proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga
memudahkan ketuban pecah.
g. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
h. Riwayat KPD sebelumya.
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu).
3. Tanda dan gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. 
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda
infeksi yang terjadi.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga
urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin
tidak berubah warna, tetap kuning.
1) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan
infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sedehana.
5. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang
dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan
kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi
monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin
6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang
ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan
sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sesl-
sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang
menyebabkan dimulainya persalinan.
           Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear
secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi
dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah
dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.

6. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah sindrom
distress pernafasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat
pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi
untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis ( radang pada korion dan amniom).
Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada KPD.
Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD praterm.
Hipoplasia paru merupakan kompilkasi fatal yang terjadi pada KPD paterm.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau
menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau
menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis
janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada
KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh
karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan
waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada
janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya perode laten.
1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit
ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar
70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah
kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan,dan bila gagal
dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan
dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan
infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD
dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus
tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan
dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan,
sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesaria.
2) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat
di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid
pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya
pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan
konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan
induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung
dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-
komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura
uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari
induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti
halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar
hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi
seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat
janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan
terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan
dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm
KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The
National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak
ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg
tiap 12 jam.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada Ketuban Pecah Dini:
1. Konservatif
 Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
 Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
 Umur kehamilan kurang 37 minggu.
 Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
 Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
 Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
 Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat
janin.
 Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
2. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
 Induksi atau akselerasi persalinan.
 Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
 Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban
Yang harus segera dilakukan:
 Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
 Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini.
Ambil nafas dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
 Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko
terinfeksi kuman.
 Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari,
karena air ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan
pinggang diganjal supaya lebih tinggi.
8. Diagnosa
Resiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban.
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terjadi nya ketegangan
otot rahim
b. Ansietas berhubungan dengan kurang nya pengetahuan atau konfirmasi
tentang penyakit.
c. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik
Daftar Pustaka

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan . Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Manuwaba, Ida Bagus Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Rustam, mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC

Yulaikhah, Lily. 2008. Kehamilan: Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai