Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP

Selasa, 02 September 2014

Laporan Pendahuluan Konstipasi


Laporan Pendahuluan Konstipasi

Konsep Dasar

1. Definisi

Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak normal
yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri.

Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali
per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai
rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).

Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya
konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang
berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum
adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan
batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon,
rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).

Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar,
kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi
epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama
berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya
konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter
dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

2. Etiologi
Obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipersensitif, opioid, antasida
dengan aluminium)
Gangguan rektal/anal (hemoroid, fisura)
Obstruksi (kanker usus)
Kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler
Kondisi endokrin
Keracunan timah
Gangguan jaringan pembuluh
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan
ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses,
seperti yang terjadi pada emfisema.
3. Manifestasi Klinis
Distensi abdomen
Borborigimus
Rasa nyeri dan tekanan
Penurunan nafsu makan
Sakit kepala
Kelelahan
Tidak dapat makan
Sensasi pengosongan tidak lengkap
Mengejan saat defekasi
Eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering

4. Patofisiologi

Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dengan pengaruh
dari sepertiga fungsi utama kolon : (1) transpor mukosa, (2) aktifitas mioelektrik, atau (3) proses
defekasi. Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat
tahap kerja : rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot
sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan
salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa rektal dan muskulatur menjadi tidak
peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk
menghasilkan dorongan peristaktik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah
untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya
setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah
proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak
responsif terhadap rangsangan normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada
proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

5. Komplikasi
Hipertensi arterial
Imfaksi fekal
Hemoroid dan fisura anal
Megakolon

6. Penatalaksanaan

a. Pengobatan non-farmakologis

1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang
disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita
dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan
gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan,
sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan
kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan
rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia
lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak
serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat
meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus.
untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi
konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan
kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat
otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut

b. Pengobatan farmakologis

Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan
biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :

1. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose,
Psilium.
2. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak
kastor, golongan dochusate.
3. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
4. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini
yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai
untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat
dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola
emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya
hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta
stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif
serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh,
nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.

Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan
komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen
diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

3. Intervensi Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur

Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)

Kriteria hasil :
Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
Konsistensi feses lembut
Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi
Mandiri
Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi
Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu


makan

Tujuan : menunjukkan status gizi baik

Kriteria Hasil :
Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Nilai laboratorium dalam batas normal
Melaporkan keadekuatan tingkat energy
Intervensi
Mandiri
Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal
makan.
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari
rumah.
Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Kaji turgor kulit pasien

Kolaborasi
Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
Ajarkan metode untuk perencanaan makan

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen


Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang

Kriteria Hasil :
Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah
nyeri
Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-
analgesik secara tepat.

Intervensi
Mandiri
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan
melakukan penggalihan melalui televisi atau radio
Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek
analgesik opiate
Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia

Penutup

1. Kesimpulan

Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali
per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai
rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh
penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.

Manifestasi klinis yang sering muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan
tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan
tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering.
Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah hipertensi arterial, imfaksi fekal,
hemoroid dan fisura anal, megakolon
Penatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat,
bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar
pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.


DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
http://erni-jasmita.blogspot.com/2012/04/askep-konstipasi.html

wiwik di 23.02

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

‹ Beranda ›
Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai