Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
PTCA adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak
atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter
dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan
dan diletakkan diantara daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan
dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak. PTCA tersebut digunakan sebagai
penyanggah agar pembuluh darah terbuka sehingga aliran darah dan oksigen kembali
lancer. PTCA dilakukakn pada klien yang mempunyai lesi yang menyumbat minimal
70% lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak daerah jantung yang berisiko
mengalami iskemia (Muttaqin, 2009).
Penyempitan pembuluh darah terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat. Sering
mengkonsumsi makanan berlemak jenuh (berkolesterol tinggi), bergula tinggi, merokok,
dan jarang berolahraga adalah factor umum penyebab penyempitan pembuluh darah yang
dapat memicu serangan jantung. Seiring perkembangan teknologi dunia kedokteran, kini
penyempitan pembuluh darah yang dapat memicu serangan jantung dapat diatasi dengan
metode pemasangan PTCA pada pembuluh darah jantung yang mengalami penyempitan.
Berdasarkan American Heart Association, 427.000 bedah coronary artery bypass
graft (CABG) dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2004. Angka tersebut membuat
bedah CABG menjadi operasi yang paling banyak dilakukan. Bedah CABG
direkomendasikan pada kelompok pasien tertentu dengan penyempitan dan oklusi arteri
jantung (penyakit arteri koroner). Operasi CABG membuat rute baru di sekitar arteri yang
menyempit dan teroklusi sehingga melancarkan aliran darah untuk mengantar oksigen
dan nutrisi ke otot jantung.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui apa pengertian PTCA
2. Mahasiswa mampu mengetahui indikasi dan kontraindikasi PTCA

1
3. Mahasiswa mampu mengetahui prosedur tindakan PTCA
4. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi tindakan PTCA
5. Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien PTCA

1.3 Manfaat
1. Memahami tentang tindakan PTCA
2. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan PTCA
3. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien PTCA di lapangan
4. Sebagai salah satu referensi mengenai tindakan PTCA

2
BAB 2
ISI

2.1 Definisi
2.1.1 Pengertian PTCA
Banyak pengertian tentang angioplasti koroner transluminal perkutan atau biasa
disingkat dengan PTCA ( Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty)
diungkapkan oleh berbagai sumber antara lain :
a) Menurut Suzanne dan Brenda (2002) angioplasty koroner transluminal perkutan adalah
usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri coroner dengan memecah plak atau ateroma
yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung
berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan diletakkan
diantara daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan dikempiskan dengan
cepat untuk memecah plak.
b) Percutaneous Transluminal CoronaryAngioplasty (PTCA), atau Angioplasti Koroner,
adalah prosedur non-bedah dengan invasi minimal yang digunakan untuk membuka
pembuluh darah yang menyempit. Prosedur ini menggunakan kateter yang lentur dengan
balon di ujungnya yang dikembungkan pada tekanan tinggi didalam dinding arteri yang
menyempit. Tindakan ini akan merontokkan plak arteri dari pembuluh darah dan
memperbaiki aliran darah ke otot jantung. Prosedur ini bisa memperbaiki beberapa gejala
yang menyebabkan penyumbatan arteri, seperti nyeri dada atau sesak napas.
c) Tindakan "peniupan" atau "balonisasi" atau "Angioplasti" bertujuan untuk melebarkan
penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter khusus yang ujungnya
mempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan tepat ditempat penyempitan
pembuluh darah jantung. Untuk menyempurnakan hasil peniupan ini, kadang - kadang
diperlukan tindakan lain yang dilakukan dalam waktu yang sama, seperti pemasangan
ring atau cincin penyanggah (Stent), pengeboran kerak di dalam pembuluh darah
(Rotablation) atau pengerokan kerak pembuluh darah (DirectionalAtherectomy).
d) PTCA yaitu prosedur memasukkan kateter kedalam pembuluh darah melalui tusukan

3
kecil di kulit. Transluminal yaitu prosedur yang dilakukan di dalam pembuluh
darah.Coronary yaitu pembuluh darah arteri di jantung. Angioplasti yaitu teknik
membuka lumen pembuluh darah dengan menggunakan balon.)
e) PTCA adalah suatu prosedur terapi untuk memperbaiki aliran darah ke miokard dengan
menempatkan balon kateter pada daerah penyempitan koroner dan mengembangkannya.
Diharapkan lumen tersebut akan lebih lebar dari semula sehingga terjadi perbaikan aliran
darah. Stent adalah alat yang ditanamkan pada pembuluh darah koroner secara mekanis.
PTCA dan stent adalah prosedur perkembangan lanjut dari PTCA dengan menambahkan
suatu alat di daerah stenosis pada koroner untuk mempertahankan pembukaan pembuluh
darah koroner secara mekanis. PCI adalah Percutaneus Coronary Intervention yaitu
istilah lain dari PTCA dengan pemasangan stent.

2.1.2 Indikasi PTCA


a. Penyakit jantung coroner
b. Angina tidak stabil.
c. Infark miokard dengan hemodinamik memburuk.
d. Kelainan Katub dengan CAD.
e. Primary PTCA pada IMA.

2.1.3 KontraindikasiAngioplasti koroner trasluminal perkutan jarang dilakukan pada :


1) Pasien dengan oklusi arteri koroner kiri utama yang tidak menunjukkan aliran
kolateral ke arteri sirkumflexa dan desendens anterior.
2) Yang mengalami stenosis di daerah arteria koroner kanan dan aorta.
3) Yang arteri koronernya menunjukkan aneurisma proksimal atau distal stenosis.
4) Fungsi ventrikel kirinya sudah tidak jelas.

2.1.4 Prosedur Tindakan PTCA dan Stent


Sebelum dilakukan tindakan PTCA dan stent dilakukan pemeriksaan koroner
angiografi untuk mengidentifikasi letak dan prosentase sumbatan arteri koroner. Setelah
pasien diletakkan di meja khusus di ruang tindakan, dokter akan menyuntikkan anestesi
lokal pada pangkal paha dan menusukkan jarum dan seathintroduser dan kemudian

4
memasukkan balon kateter melalui arteri femorali hingga ke arteri koroner yang
tersumbat. Kemudian balon dikembangkan beberapa kali dengan tekanan tertentu,
dengan selalu memonitor proses pelebaran sumbatan dan keadaan pasiennya. Pengisian
balon akan menekan plaque dinding arteri sekaligus membuka dan melebarkan sumbatan.
Pada pemasangan stent maka dilakukan pengembangan balon beberapa kali didaerah
sumbatan, kemudian stent ditanam atau dipasang untuk mempertahankann pembukaan
arteri koroner yang cenderung restenosis.
PTCA dilaksanakan di laboraotorium kateterisasi jantung. Lesi ditentukan lokasi,
panjang dan kalsifikasinya sebelum kawat penunjuk dimasukkan melalui arteri yang
dituju.Kemudian kateter berujung balon yang bisa dikembangkan dimasukkan melalui
kawat penunjuk dan dipasang sesuai letak lesi. Balon diisi dengan larutan kontras
bertekanan selama kurang lebih 30 sampai 60 detik, kemudian akan memecah atau
menekan lesi arteriosklerosik jika kateter berujung balon telah dipasang pada posisi yang
benar. Tunika media dan adventisia arteria koroner juga ikut teregang. Pengembangan
mungkin diperlukan sampai beberapa kali untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
Biasanya ditentukan dengan peningkatan lebar lumen arteri sebanyak 20 % atau lebih.
Cara lain untukmengukur keberhasilan PTCA adalah bila stenosis yang tersisa kurang
dari 50% atau perbedaan tekanan darah dari sisi yang mengalami lesi ke sisi yang lainnya
kurang dari 20 mmHg dan tidak ada tanda klinis trauma arteri. (Suzanne dan Brenda
(2002).

Menurut Santoso T (1997) PTCA pada infark akut dapat dilaksanakan sebagai berikut.
a. Direct PTCA : PTCA dilaksanakan tanpa sebelumnya penderita diberi terapi
thrombolitik. Tujuannya untuk reperfusi dan menyelamatkan miokardium.
Keuntungannya adalah thrombolitik terkontraindikasi, terapi dapat lebih tepat karena
anatomi koroner diketahui, pembuluh darah dapat lebih baik dibuka, dapat meningkatkan
harapan hidup, dan mengurangi resiko perdarahan. Kerugiannya adalah biaya, fasilitas
dan tenaga ahliterbatas, keterlambatan pelaksanaan bila harus menyiapkan laboratorium
kateter, serta problem restenosis dan reklusi belum sepenuhnya diatasi.
b. Rescue (salvage) PTCA : dilaksanakan bila trombolisis gagal. Tujuannya untuk
reperfusi dan menyelamatkan miokardium.

5
c. Immediate PTCA :PTCA dilaksanakan setelah thrombolisis yang berhasil. Tujuannya
mencegah reoklusi, memepercepat penyembuhan miokardium.
d. Delayed PTCA : PTCA dilaksanakan 1-7 hari setelah thrombolisis. Tujuannya untuk
mencegah reoklusi dan mempercepat penyembuhan miokardium (Sentoso, 1997).

2.1.5 Komplikasi PTCA


Selama masa pemulihan dapat terjadi sobekan arteri, penyempitan arteri secara
mendadak, dan spasme arteri koroner. Komplikasi tersebut memerlukan penatalaksanaan
bedah darurat. Semua kandidat PTCA juga harus merupakan kandidat bedah pintas arteri
koroner. Kamar operasi jantung dan tim harus siap sedia selama PTCA.
1. Angina
2. Aritmia
3. Perdarahan
4. Spasme mendadak dari pembuluh darah koroner.
5. Hipotensi
6. Reoklusi
7. Iskemia tungkat
8. Infark miokard
9. Kematian

2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Pasca Tindakan


a. Pasien dipantau di ruang rawat intensif cardiovaskular.
b. Observasi tekanan darah dan nadi tiap jam selama 6 jam, lalu tiap 4 jam sampai pagi
hari.
c. Heparin drill 1000 unit/jam diberikan minimal 12 jam sesuaikan nilai hasil ACT.
d. Periksa ACT tiap 4 jam setelah prosedur dan usahakan nilai ACT kurang dari 120
detik.
e. Perhatikan tanda-tanda perdarahan ditempat penusukan.
f. Perhatikan pulsasi nadi,khususnya sebelah distal tempat penusukan.
Selesai prosedur dapat makan dan minum.

6
2.1.7 Implikasi Keperawatan Klien PTCA
Setelah dilakukan pemasangan PTCA, klien dianjurkan untuk rawat inap. Klien
yang tidak mengalami komplikasi dapat pulang satu hari setelahnya. Klien kembali ke
unit dengan kanula vaskuler perifer besar tetap terpasang. Klien dipantau dengan ketat
akan adanya pendarahan. Kanula baru dilepas bila hasil pemeriksaan bekuan darah kita
telah kembali ke 1,5-2 kali harga normal laboratorium.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan EKG
2. Laboratorium darah
3. Pemeriksaan dengan echocardiograf
4. Pemeriksaan photo thorax

2.2 Prinsip Dasar

PTCA merupakan prosedur untuk membuka penyumbatan atau


penyempitan pembuluh darah jantung. Setelah menjalani PTCA, harapan
hidup seseorang yang pernah atau berisiko mengalami serangan jantung dapat meningkat
dan risiko untuk serangan jantung berikutnya dapat berkurang.

PTCA bertujuan untuk meningkatkan aliran darah pada jantung. Mekanisme ini
dilakukan dengan memasukan dan menggembungkan balon kecil di bagian pembuluh
darah yang tersumbat untuk membantu memperluas salurannya. Prosedur ini sebenarnya
termasuk umum dalam penanganan penyakit jantung, terutama pada pasien di atas 65
tahun.

PTCA kerap dikombinasikan dengan penempatan tabung kawat kecil yang


disebut dengan stent atau ring. Sebagian jenis ring dilapisi obat-obatan yang akan
membantu menjaga aliran darah dalam pembuluh darah tetap terbuka. Pemasangan ring
bertujuan membuka dinding pembuluh darah dan mencegahnya kembali menyempit.

7
2.3 Kriteria dan peran perawat
Peran perawat pada asuhan keperawatn pasien dengan tindakan Pre PTCA adalah :
1. Memberikan edukasi mengenai tindakan dan prosedur tindakan PTCA
2. Mempersiapkan pasien untuk tindakan PTCA, lakukan pencukuran rambut kemaluan
dan tangan.
3. Puasakan pasien 4 – 6 jam sebelum tindakan
4. Mempersiapkan administrasi, form persetujuan tindakan dan transfer pasien.
5. Berikan therapy sesuai order dokter

Peran perawat pada asuhan keperawatn pasien dengan tindakan Post PTCA adalah :
1. Amati posisi akses kateter adanya perdarahan atau hematoma dan menilai denyut nadi
perifer pada bagian ekstremitas yang dilakukan kateterisasi (dorsalis pedis dan tibialis
posterior pulsa di ekstremitas bawah pulse, radial dalam ekstremitas atas) setiap 15 menit
selama 1 jam, dan kemudian setiap 1 sampai 2 jam sampai pulse stabil.
2. Evaluasi suhu dan warna ekstremitas yang terkena dan setiap pasien keluhan nyeri,
mati rasa kesemutan, atau sensasi untuk menentukan tanda-tanda insufisiensi arteri,
laporkan perubahannya segera.
3. Memantau adanya disritmia dengan mengamati monitor jantung atau dengan menilai
pulsa apikal dan perifer untuk perubahan dalam tingkat dan irama.
4. Menginformasikan pasien bahwa jika prosedur ini dilakukan percutaneously melalui
arteri femoral, pasien akan tetap pada istirahat di tempat tidur dengan kaki yang lurus dan
kepala diangkat ke 30 derajat selama 2 sampai 6 jam dengan penekanan untuk mencegah
perdarahan (Hamel, 2009). 20
5. Untuk kenyamanan, pasien bisa berbalik dari sisi ke sisi tetap dengan kaki yang lurus.
6. Menginformasikan pasien jika prosedur ini dilakukan melalui arteri radialis, pasien
akan tetap pada istirahat di tempat tidur tangan lurus selama 2 sampai 6 jam dengan bebat
/ fiksasi (Hamel, 2009).
7. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dada dan perdarahan atau tiba-tiba
ketidaknyamanan dari akses tusukan kateter segera (Juli, 2012).
8. Mendorong cairan untuk meningkatkan output urin dan mengeluarkan obat kontras.

8
9. Pasien post kateterisasi jantung / PCI diobservasi selama 24 jam dan apabila tak ada
komplikasi diperbolehkan rawat jalan / pulang

2.4 Isu legal etik terkait


1. Persetujuan tindakan PTCA
Persetujuan tindakan dari pasien atau keluarga merupakan hal yang mutlak
diperlukan sebelum dilakukan tindakan PTCA untuk menghindarkan tim rumah sakit dari
tuntutan hukum bila ada hal-hal yang terjadi sehubungan dengan tindakan yang dilakukan
serta untuk melindungi pasien dari mal praktek.:
 Setiap tindakan pembedahan kecil, sedang, maupun besar harus ada persetujuan
operasi secara tertulis. Persetujuan operasi ini berdasarkan ketentuan Permenkes
No.585/MEN.KES/PER/1989, Perihal : Persetujuan Tindakan Medik.
 Persetujuan tindakan diperoleh dari pasien/keluarga yang bersangkutan atau
perwalian yang sah menurut hukum. Izin dapat diperoleh dari pasien yang
bersangkutan, keluarga atau perwalian yg sah menurut hukum.
 Dalam keadaan emergency pasien tidak sadar, tidak ada keluarga/perwalian
persetujuan operasi dapat diberikan oleh Direktur RS yang bersangkutan/pejabat
yang berwenang.
 Pasien harus mendapat informasi yang lengkap dan jelas tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan serta akibatnya.
 Persetujaun merupakan dasar pertanggungjawaban yang sah bagi dokter kepada
pasien/keluarga/wali/.
 Persetujuan operasi harus disimpan dalam berkas dokumen pasien/rekam medis.
2. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu aspek dari suatu proses akhir dalam
perioperatif yang mencerminkan pertanggungjawaban dari tim dalam pelaksanaan
tindakan PTCA kepada pasien/masyarakat dan rumah sakit. Adapun pencatatan dan
pelaporan tersebut meliputi :
a. Asuhan keperawatan
b. Registrasi pasien

9
c. Pemakaian obat-obatan, harus ditulis dengan lengkap dan jelas di formulir yang telah
tersedia.
d. Peristiwa/kejadian luar biasa harus segra dilaporkan sesuai dengan sistem yang
berlaku.
e. Catatan kegiatan rutin
f. Catatan pengiriman bahan pemeriksaan laboratoroum harus ditulis lengkap, jelas dan
singkat pada formulir yang telah tersedia.
g. Laporan tindakan PTCA harus ditulis lengkap, jelas dan singkat oleh operator
3. Keselamatan dan keamanan kerja
Keselamatan dan keamanan kerja ditujukan kepada pasien, petugas, dan alat, meliputi
hal-hal berikut :
a. Keselamatan dan keamanan pasien. Untuk menjamin keselamatan dan keamanan
pasien semua anggota tim meneliti kembali identitas pasien, rencana tindakan, faktor-
faktor alergi, respon pasien selama tindakan, menghindari pasien dari bahaya fisik akibat
penggunaan alat/kurang teliti.
b. Keselamatan dan keamanan petugas
 Melakukan pemeriksaan periodik sesuai ketentuan
 Beban kerja harus sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan petugas
 Perlu adanya keseimbangan antara kesejahteraan , penghargaan dan
pendidikan berkelanjutan
 Melakukan pembinaan secara terus menerus dalam rangka mempertahankan
hasil kinerja.
 Membina hubungan kerja sama yang baik inter dan antara profesi, dalam
pencapaian tujuan tindakan pembedahan.

2.4 Asuhan keperatan teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian prabedah
a. Pengkajian fisik
- Sistem pernafasan
Gerakan dada, suara nafas, frekuensi nafas

10
- Sistem kardiovaskular
Frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah, denyut nadi
perifer.
- Sistem pencernaan.
Status nutrisi dan cairan, berat dan tinggi badan
.- Sistem perkemihan
Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolaritas, edema perifer
.- Sistem muskoloskeletal
Tingkat aktivitas klien, kekuatan otot
.- Sistem integument
Warna kulit, turgor, suhu, keutuhan
.- Ketidaknyamannan
Sifat, jenis, lokasi, durasi,

b. Pengkajian psikologis
Observasi emosi klien, tingkat kecemasan klien.
c. Pemeriksaan penunjang
- EKG : untuk mengetahui disaritmia.
- Sinar X dada
- Hasil laboratorium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, ureum,
kreatinin.
- Kateterisasi.
- ECHO.

Pengkajian intrabedah.
a. Sistem pernafasan
Observasi gerakan dada, suara nafas, frekuensi nafas.
b. Sistem kardiovaskuler.
Observasi tekanan darah, nadi perifer, irama jantung
c. Sistem neurologi
Observasi tingkat kesadaran klien.

11
d. Sistem pencernaan
Observasi status cairan dan elektrolit.
e. Sistem perkemihan
Observasi haluaran urine.
f. Sistem muskoloskeletal
Observasi aktivitas klien, posisi intraoperatif.
g. Sistem integumen.
Warna kulit, turgor, suhu dan kelembapan.

Pengkajian pascabedah.
a. Status respirasi
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan di berikan sedasi
sebelum dipindahkan ke ICU. Ketika tiba di ICU segera di pasang respirator dan
dilihat slang dan ukuran yang di pakai (melalui mulut dan hidung), gerakan dada,
suara nafas, penentuan ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen,
tekanan positif akhir ekspirasi, kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi
oksigen arteri (SaO2), CO2 akhir tidal, pipa drainase rongga dada, gas darah
arteri, volume tidal dan curah semenit, frekuensi nafas, FIO2, PEEP, dan
karakteristik aspirat, jika warna kehijauan, kental atau berbusa kemerahan
sebagai tanda edema paru dan jika perlu di buat kultur.
b. Sistem kardiovaskuler.
Frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru, tekanan atrium kiri
(LAP), bentuk gelombang dan pipa tekanan darah invasif, curah jantung dan
indeks, tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri paru
(SVO2) bila ada, drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.
c. Sistem neurologi.
Kesadaran di pantau sejak klien mulai bangun atau masih diberikan obat sedatif
pelumpuh otot.
d. Sistem pencernaan.
Observasi status cairan, asupan nutrisi.

12
e. Sistem perkemihan.
Observasi produk urine setiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat
hemolisis dan lain-lain.
f. Nyeri.
Kaji sifat, jenis, lokasi, durasi, ketidaknyamanan, respons terhadap analgetika.
g. Pengkajian komplikasi.
Klien terus menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi,
meliputi :
- Penurunan curah jantung.
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Gangguan pertukaran gas.
- Gangguan peredaran darah otak.

Diagnosa Keperawatan Post PTCA

1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


preload
NOC : setelah melakukan tindakan perawatan selama 3 X 24
jam diharapkan klien menunjukan curah jantung adekuat, dengen kriteria
hasil :
a. Tekanan darah dalam batas normalb. Toleransi terhadap
aktifitasc. Nadi perifer kuatd. Tidak ada distensi vena jugularis
NIC :
a. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,radiasi, durasi, dan faktor
pencetus nyeri).
b. Observasi ttv
c. Catat adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung.
d. Instrusikan klien dan keluarga untuk pembatasan aktifitas
e. Anjurkan klien untuk menggurangi stress

13
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan perubahan
pada parameter fisiologis
NOC: setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam klien dapat
menggontrol nyeri, dengan criteria hasil :
1. Kontrol nyeri :
a. Mengenali kapan nyeri terjadi
b. Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada professional
kesehatan
c. Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
d. Melaporkan nyeri yang terkontrol
NIC:
1. manajemen nyeri :
a. Kaji nyeri secera komprehensif
b. Berikan analgetik sesuai instruksi
c. Evaluasi efektifitas tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
d. Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup

3.Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan


kurang pengetahuan
NOC : setelah melakukan tindakan perawatan selama 3X24
jam diharapkan klien dapat memenuhi criteria hasil :
1. Manajemen Diri :
a. Patuhi pengobatan yang direkomendasikan
b. Menyeimbangkan aktivitas dan tidur
c. Monitor perubahan pada penyakit
d. Menggunakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan

14
NIC :
1. Pendidikan Kesehatan :
a. Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu
dan keluarga
b. Bantu individu dan keluarga untuk memperjelas keyakina dan nilai-nilai
kesehatan
c. Tekankan manfaat kesehatan yang positif
d. Libatkan invidu dan keluarga dalam perencanaan gaya hidup sehat

15
WOC

Hipertensi, Lipidemia (Hiperkolesterol), Statis aliran darah


(Risk Faktor )

Aterosklerosis Koroner

Trombosis Arteri Koroner

CO ↓, Tekanan Diastolik Arteri ↓, ↑


tahanan arteriol koronaria & Tekanan
intramiokardium

Oksigen Miokard ium Terhambat dan


Gangguan pemenuhan O2 di Miokardium

- Nyeri dada - TD↓,Nadi ↑,


Iskemia Miokardium
- Ketidakstabilan - Perubahan JVP
hemodinamik - Gambaran ECG
- Kontraktilitas Abnormal
Infark Miokardium
Jantung menurun - Dengan
- Fungsi Ginjal pemeriksaan
menurun lanjut – ada
- Ketidakseimbangan Nekrosis Miokardium penyumbatan
cairan pada lokasi
koroner

PTCA dan stent

16
2.5 Tinjauan kasus
2.5.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. AK
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Suku Bangsa : Minang
Tanggal Masuk : 1 februari 2020
Tanggal Pengkajian : 3 februari 2020 jam 09.00 WIB
Diagnosa Medis : APS CCS II, CAD 2 VD post PCI 1 BMS LCx (2012),
HT stage II
No. MR : 01078834

2.5.2 Riwayat Penyakit


1 Keluhan utama :
Nyeri dada bila melakukan aktifitas berat.
2 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengatakan nyeri dada saat melakukan aktifitas berat. Pasien pertama kali
dilakukan PCI pada tahun 2017 dengan gejala awal dada terasa berat dan sakit. Nyeri
sampai menjalar ke punggung dan lengan sebelah kiri. Keringat dingin (+). Pasien
kemudian berobat ke rumah sakit daerah tempat pasien tinggal kemudian dirujuk ke RS
M Djamil untuk dilakukan tindakan chateterisasi dengan hasil CAD 2 VD dan dilakukan
PCI di LCx.Setelah dilakukan tindakan PCI, pasien selalu rutin berobat dan control di
rumah sakit daerah tempat tinggal pasien.
Setelah 3 tahun berobat rutin , pada bulan Februari 2020 pasien kembali
merasakan nyeri yang sama pada saat pertama kali serangan.pasien mengatakan skala
nyeri pada saat itu 4/10. Pasien kemudian control dirumah sakit daerah tempat pasien
tinggal dan dirujuk ke RS M Djamil untuk dilakukan pemeriksaan chateterisasi pada

17
tanggal 3 Februari 2020 dengan hasil CAD 2 VD pada LCx-RCA. Dari hasil catheterisasi
itulah pasien kemudian dilakukan tindakan lanjutan PCI pada tanggal 3 Februari 2020.
Setelah dilakukan tindakan PCI , pasien mengatakan dada terasa lebih lapang dan
lega. Skala nyeri 0/10. Pasien tidak merasakan nyeri dada lagi.

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat hipertensi (+) diketahui pasien sejak terkena seranagn awal 2017 dan
tidak terkontrol, diabetes mellitus(-), dislipidemia(+) pasien mengatakan nilai kolesterol
pasien terkadang tinggi namun tidak berobat dan tidak terkontrol,
merokok (-) .

4. Riwayat penyakit keluarga


Setelah dikaji 2 -3 generasi keatas, pasien mengatakan tidak ada keluarga yang
meninggal atau sakit seperti yang dialami pasien.

2.5.3 Pengkajian Pola Kesehatan


1 Pola Persepsi Kesehatan
Sehat merupakan sesuatu yang berharga bagi pasien.
2 Pola Nutrisi
Selama dirumah pasien mengatakan mengatur pola makan namun sesekali pasien
ada memakan makanan yang berlemak.
3 Pola Eliminasi
Tanggal Input Output
Pukul
15-10- 2015

09.00 Minum :50cc Urine:100cc


10.00 Minum :100cc Urine :150
12.30 Minum : 50 cc Urine : 150

18
4 Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien biasanya dirumah hanya bekerja membersihkan pekarangan rumah dan
merawat kebun saja.
5 Pola Istirahat dan Tidur
Selama dirumah pasien mengatakan pola tidur tidak mengalami masalah dan
gangguan. Pasien tidur menggunakan satu bantal.
6 Pola Persepsi Kognitif
Pasien mengatakan bahwa dia sakit jantung dan merupakan penyakit yang serius.
7 Pola Persepsi dan Konsep diri
Pasien merasa sudah nyaman dengan dirinya sebagai laki-laki.
8 Pola Fungsi Peran dan hubungan
Pasien merupakan kepala keluarga yang harus bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Pasien memiliki hubungan baik dengan istri dan
anaknya.
9 Pola Reproduksi dan seksual
Pasien tidak merasa terganggu dengan masalah seksualnya.
10 Pola Mekanisme Koping dan Stres
Pasien mengatakan sudah mengerti dengan tindakan yang telah dilakukan dan
menghadapinya dengan tenang karena tindakan ini merupakan tindakan kedua yang
pasien lakukan.
11 Pola Nilai dan kepercayaan
Selama ini pasien selalu taat untuk beribadah dan tidak ada kepercayaan yang
bertentangan dengan pengobatan yang dijalani saat ini.
2.5.4
Pemeriksaan fisik Pre PCI Post PCI
Keadaan umum Baik Baik
Tingkat kesadaran CM, GCS 15 ( E4 V5 M6 ) CM, GCS 15 ( E4 V5 M6
BB 65 kg )
TB 160 cm 65 kg
TTV TD 135/80 mmhg, HR 90 x/m, RR 160 cm
20 x/m, suhu 36,50c, skala nyeri 0/10

19
TD 133/73 mmhg, HR 96
x/m, suhu 36,50c, skala
nyeri 3/10

1 Kepala
Rambut : Rambut hitam dan mulai beruban, kulit kepala bersih.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sclera tidak ikterik.
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada nafas cuping hidung, terpasang O2
binasal
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran.
Ekspresi wajah : Ekspresi wajah terlihat tenag.
Leher : Tidak terlihat peningkatan JVP.

2 Toraks
Inspeksi :Bentuk paru simetris, integritas kulit utuh,tidak ada haematom,
tidak ada otot bantu nafas, terdapat elektroda untuk monitor EKG.
Epitaksis (-).
Palpasi :Focal premitus normal, RR 20 x/mnt
Perkusi :Bunyi paru sonor
Auskultasi :Suara nafas vasikuler. Tidak ada wheezing, ronchi, maupun rales.

3 Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Teraba ictus cordis di intercosta 5, midcalvicula kiri
Perkusi :Bunyi redup di area jantung
Ausukultasi :BJ 1 dan 2 normal, tidak terdengar bunyi jantung tambahan

4 Abdomen
Inspeksi :Bentuk normal, tidak terlihat distensi
Palpasi :Nyeri tekan dan ascites tidak ada
Auskultasi :Bising usus 15 x/mnt

20
Perkusi :Bunyi timpani

5 Genital
Terlihat cukup bersih.
6 Ekstremitas
Kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri normal (5), akral hangat, capillary refill
2 detik, tidak ada edema, dan pulsasi perifer kuat: +/+. Terpasang IV line di tangan kiri.
Terdapat luka bekas puncture arteri brachialis kanan, tidak ada hematoma, pulsasi perifer
dorsalis pedis kanan teraba sama kuat dengan dorsalis pedis kiri.
7 Kulit
Warna kulit sawo matang, lembab, dan turgor kulit elastis.

2.5..5 Pemeriksaan penunjang


1 Laboratorium tanggal 3 Februari 2020
Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai rujukan
Paket Cholesterol
- Cholesterol total 241 mg/dl 130-220 mg/dl
- Cholesterol HDL 24 mg/dl 40-60 mg/dl
- Cholesterol LDL Dire 110 mg/dl <100 mg/dl
- Trigliserida 66 mg/dl 0-150 mg/dl
- Cholesterol rasio 6,13
Ureum – BUN
- Ureum 32,12 mg.dl 17,98-54,99 mg/dl
- BUN 15,01 mg/dl 8,40-25,70 mg/dl
- Creatinin 1,19 mg/dl 0,72-1,25 mg/dl
EGFR
- EGFR (MDRD) 63 94-126 mg/dl
- Asam urat 9,5 mg/dl 3,5-7,2 mg/dl
- GD sewaktu 96 mg/dl 70-99 mg/dl
- HbA1C 6,2 % 5,7 – 6,4 mg/dl
Paket NA, K, CL

21
- Natrium 140 mmol/L 136-145 mmol/L
- Kalium 4,5 mmol/L 3,5- 5,1 mmol/L
- Chorida 102 mmol/L 98 – 107 mmol/L

2 Laporan hasil chateterisasi tanggal 3 Februari 2020


Dilakukan angiografi, dengan hasil menunjukkan :
 LM : Normal
 LAD : Normal
 LCx : Non significant stenosis, ISR (+) 30%proksimal, total
oklusi di mid, distal mendapat aliran dari RCA
 RCA : Dominan , stenosis 80% di proksimal
Kesimpulan : CAD 2 VD
Hasil fhoto rontgen tanggal 3 Februari 2020
CTR 55 % , segmen Ao (N), Pulmonal (N), pinggang jantung (+), apex downward,
infiltrate
(-), kongesti (-)
3.Hasil EKG
Sinus ryhtme, QRS rate 97 x/ menit, axis LAD, P wave Normal, PR interval 0,16
detik, QRS durasi 0.12 detik, T inverted di V1-V2-V3, M shape di v1-v2
Kesimpulan : sinus ritme dengan RBBB
4 Terapi oral
- Cardioaspirin 1x100 mg
- Vaclo 1x75 mg
- Concor 1x5 mg
- Valsartan 1x80 mg
- Atorvastatin 1x20 mg
- Lansoprazole k/p
5.Laporan hasil chateterisasi
Tanggal 3 Februari 2020
Dilakukan angiografi, dengan hasil menunjukkan :

22
 LM : Normal
 LAD : Normal
 LCx : Non significant stenosis, ISR (+) 30%proksimal, total
oklusi di mid, distal mendapat aliran dari RCA

 RCA : Dominan , stenosis 80% di proksimal


Kesimpulan : CAD 2 VD

Tanggal 3 Februari 2020


Dilakukan PCI dengan hasil :
 CAD 1 VD (post PCI 1 BMS di LCx 2012)
 Evaluasi Stent di LCx : kecil
 Dilakukan PCI 1 DES di proksimal RCA dengan hasil baik

Laboratorium tanggal 3 Februari (post PCI )


Ureum : 31.42 mg/dl
Creatinin : 1,01 mg/dl

3.2 Analisa masalah


Tgl/ Data Masalah Etiologi
Jam
03/02/20 DS : - Resiko perdarahan Efek sekunder
12.15 DO : pemakaian heparin
 Klien post elektif PCI tanggal 03-02-
20 pukul 11.51 WIB di ruang
cateterisasi dan selama proses PCI
pasien mendapat heparin 7500 unit
IV
 Pada saat tindakan PCI dilakukan
insersi di arteri radialis kanan.
Terlihat luka bekas penusukan di
radialis kanan, kemerahan (+)
 Terpasang niciban di radialis kanan

23
 Pasien mendapatkan terapi anti
platelet sebelumnya
 TTV: TD: 133/73 mmHg, HR: 96
x/menit, RR: 17 x/menit, Suhu: 36.5
o
C, Sat. O2 : 99%

03/02/2020 DS : Pasien mengatakan nyeri pada luka Gangguan rasa kerusakan jaringan,
12.15 tusukan di area tangan sebelah nyaman : nyeri tindakan invasive d.d
kanan dengan skala 3/10. terdapat luka puncture
DO : - Terdapat luka bekas puncture
arteri radialis kanan.

04/02/2020 DS : - Resiko penurunan Oklusi di arteri koroner,


12.15 DO : curah jantung penurunan kotraktilitas
 Klien terlihat lelah miokard d.d lcx kecil
 Hasil kateterisasi Terpasang stent di
RCA ( evaluasi angiografi hasil baik,
aliran, TIMI 3 flow)
LCX, kecil,
 TTV: TD: 133/73 mmHg, HR: 96
x/menit, RR: 17 x/menit, Suhu: 36.5
o
C, Sat. O2 : 99%
Riwayat post PCI CAD 2 VD di
LCx tahun 2012

3.3 Diagnosa Keperawatan.


1. Risiko perdarahan b.d efek sekunder pemakaian heparin d.d penggunaan heparin
7500 iu IV selama PCI, anti platelet.

24
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d kerusakan jaringan, tindakan invasive d.d terdapat
luka puncture, klien mengeluh nyeri di area penusukan dengan skala 3/10 d.d terdapat
luka puncture.
3. Resiko penurunan curah jantung ke miokard b.d oklusi di arteri koroner, penurunan
kontraktilitas miokard d.d LCx kecil, stent lama patent

3.4 Intervensi
TGL TUJUAN & KRITERIA PERENCANAAN
03/02/2020 DX 1 1) Kaji keluhan klien.
Risiko perdarahan b.d efek sekunder pemakaian 2) Observasi dan catat TTV
heparin. 3) Observasi dan catat adanya perdarahan dan
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama hematoma pada luka penusukan
5 x 24 jam perdarahan tidak terjadi. 4) Observasi dan catat adanya perubahan
Kriteria: warna kuliat dan cek akral
1) Akral hangat 5) Observasi dan catat adanya perdarahan
2) Pulsasi perifer kuat 6) Anjurkan klien untuk mengistirahatkan
Tidak ada tanda- tanda perdarahan bagian yang dilakukan penusukan.
7) Observasi tanda- tanda perdarahan pada
gusi, melena, hematuria.

03/02/2020 . Dx 2 1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif


Gangguan rasa nyaman,nyeri b.d kerusakan jaringan termasuk: lokasi, karakteriristik, durasi,
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan frekuensi, kualita dan factor presipitasi.
selama 1 x 24 jam pasien tidak mengalami nyeri. 2) Observasi reaksi non verbal dari
Kriteria hasil : ketidaknyamanan.
1) Melapor bahwa nyeri berkurang. 3) Ajarkan teknik non farmakologi
2) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri distraksi, relaksasi nafas dalam.
berkurang 4) Kolaborasi pemberian analgetik bila
3) Tanda vital dalam rentang batas normal tekanan nyeri meningkat.
darah sistolik: < 140 mmHg, diastolik: < 90 5) Observasi tanda – tanda vital
mmHg
Nadi : 60 – 100 x/ menit
saturasi oksigen : 95 – 100%
pernapasan : 16 – 24 x/ menit
4) Tidak mengalami gangguan tidur

03/02/2020 Dx 3 1) Kaji keluhan klien


Resiko penurunan curah jantung ke miokard b.d oklusi 2) Monitor tanda-tanda vital dan catat (1 jam
di arteri koroner pertama setiap 15 menit, satu jam kedua
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan setiap 30 menit, satu jam selanjutnya setiap
selama 2x 24 jam tidak terjadi penurunan darah ke jam).
miokard.

25
Kriteria hasil : 3) Monitor dan catat rekaman EKG dan
1) Tidak ada keluhan nyeri dada pantau frekuensi jantung.
2) Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, saturasi 4) Bantu aktivitas klien.
oksigen, pernapasan) dalam batas normal. Kolaborasi pemberian O2, pertahankan cara
3) Akral hangat, pulsasi perifer teraba kuat masuk heparin sesuai indikasi, pantau data
Tidak menunjukan tanda-tanda disritmia laboratorium enzim jantung, AGD, dan
elektrolit

3.5 Implementasi
TGL
IMPLEMENTASI PARAF
JAM Dx. Kep
03/02/2020
12.30 1,2,3, a. Memonitor & mencatat tanda-tanda vital
TD:133/84mmHg, HR:92x/m, RR:15x/m, T:36,6oC, Sat O2:
99%.
b. Klien BAK dengan menggunakan urinal, jumlah urin keluar
500 cc warna kuning jernih.
c. Memberi minum dan makan snack : 200 cc

13.00 1,2,3 a. Melihat daerah bekas insersi/tusukan sheath di arteri radialis


kanan
Tidak terlihat ada keluar darah, luka terlihat hanya seperti
bekas tusukan jarum, haematom (-), rembes (-)
b. Mengajarkan klien untuk nafas dalam dan distraksi
c. Mengkaji nyeri : lokasi :bekas puncture,skala 3/10, nyeri bila
ditekan.
d. Membantu klien makan dan minum
Klien makan porsi dan minum air putih 200 cc
13.30 1,2,3 a. Memantau dan mencatat hemodinamik
TD: 135/88 mmHg, HR: 90 x/m, RR: 14 x/m, T: 36,7 oC,
Meraba kedua ekstermitas atas dan bawah: Akral hangat,
pulsasi ektremitas kuat: +/+, capillary refill 2 detik, turgor
kulit elastis.
Mukosa bibir terlihat lembab.
b. Mencatat urine output :500 cc
c. Memberi minum : 200 cc
d. Memotivasi klien untuk makan : habis 1 porsi dan minum 200
cc

26
EVALUASI
14.00 1 S : klien mengatakan nyeri luka tusuk berkurang setelah relaksasi nafas
dalam, merasa lebih nyaman
O : keadaan umum : baik, kesadaran: compos mentis cooperativ, klien
terlihat tenang, , sat. O2 99%, TTV: 135/80 mmHg, HR: 90 x/m,
RR: 17 x/m, T: 36,5oC
A : gangguan rasa nyaman : teratasi sebagian dengan teknik relaksasi
nafas dalam, skala nyeri luka puncture: 1/10
P : intervensi dilanjutkan
 Kaji tingkat kenyamanan klien
 Kaji nyeri puncture
 Ajarkan dan motivasi pasien untuk relaksasi nafas dalam dan
distraksi
2 S : klien mengatakan tidak ada keluhan nyeri dada, pusing.
O: tanda –tanda vital: sat. O2 99%, TTV: 135/80 mmHg, HR: 90 x/m,
RR: 20 x/m, T: 36,5oC dengan binasal 3 lpm, pernafasan spontan,
Akral hangat, pulsasi ektremitas kuat: +/+, capillary refill 2 detik,
turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab.
A: resiko penurunan curah jantung : teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
 Kaji keluhan klien pusing, nyeri dada.
 Cek pulsasi perifer teraba kuat, akral klien.
 Pantau monitor tanda- tanda vital
 Pantau laboratorium enzyme jantung, elektrolit

3 S: klien mengatakan tidak ada keluhan


O: akral hangat, pulsasi perifer kuat, tidak terdapat hematoma,tidak
terdapat tanda-tanda perdarahan. Tanda- tanda vital: 135/80 mmHg,
HR: 90 x/m, RR: 20 x/m, T: 36,5oC dengan binasal 3 lpm,
pernafasan spontan.
A: masalah sebagian teratasi
P: intervensi dilanjutkan
 Ajarkan pasien untuk mengenali adanya tanda-tanda perdarahan
 Pantau pemakaian antikoagulan
 Cek pulsasi perifer dan kehangatan ekstremitas

27
BAB 3
PEMBAHASAN

PTCA adalah suatu prosedur terapi untuk memperbaiki aliran darah ke miokard
dengan menempatkan balon kateter pada daerah penyempitan koroner dan
mengembangkannya. Diharapkan lumen tersebut akan lebih lebar dari semula sehingga
terjadi perbaikan aliran darah. Stent adalah alat yang ditanamkan pada pembuluh darah
koroner secara mekanis. PTCA dan stent adalah prosedur perkembangan lanjut dari
PTCA dengan menambahkan suatu alat di daerah stenosis pada koroner untuk
mempertahankan pembukaan pembuluh darah koroner secara mekanis. PCI adalah
Percutaneus Coronary Intervention yaitu istilah lain dari PTCA dengan pemasangan stent.
PTCA dilaksanakan di laboraotorium kateterisasi jantung. Lesi ditentukan lokasi,
panjang dan kalsifikasinya sebelum kawat penunjuk dimasukkan melalui arteri yang
dituju.Kemudian kateter berujung balon yang bisa dikembangkan dimasukkan melalui
kawat penunjuk dan dipasang sesuai letak lesi. Balon diisi dengan larutan kontras
bertekanan selama kurang lebih 30 sampai 60 detik, kemudian akan memecah atau
menekan lesi arteriosklerosik jika kateter berujung balon telah dipasang pada posisi yang
benar. Tunika media dan adventisia arteria koroner juga ikut teregang. Pengembangan
mungkin diperlukan sampai beberapa kali untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
Biasanya ditentukan dengan peningkatan lebar lumen arteri sebanyak 20 % atau lebih.
Cara lain untukmengukur keberhasilan PTCA adalah bila stenosis yang tersisa kurang
dari 50% atau perbedaan tekanan darah dari sisi yang mengalami lesi ke sisi yang lainnya
kurang dari 20 mmHg dan tidak ada tanda klinis trauma arteri. (Suzanne dan Brenda
(2002).

Tindakan Elektif PTCA pada Tn. AK dilakukan dari hasil pengkajian pasien dan
hasil chateterisasi pada tanggal 03 Februari 2020 yang menunjukkan hasil CAD 2 VD
pada RCA dan LCx.
Berdasarkan data tersebut dilakukan tindakan PTCA pada Tn. AK, dengan harapan
aliran darah ke koroner kembali baik dan perfusi ke jaringan kembali normal. Sebelum

28
dilakukan tindakan PTCA, maka dilakukan persiapan terlebih dahulu, seperti tindakan
chateterisasi, penjelasan prosedur PTCA, informed consent, pemeriksaan laboratorium
dan EKG. Tindakan dilakukan sesuai dengan prosedur tetap RSMDJ dan sesuai dengan
teori yang telah kelompok bahas di asuhan keperawatan dengan sindrome koroner akut.
Setelah tindakan PTCA, pasien distabilkan di ruangan bangsal Jantung. Selama di
ruang bangsal jantung haemodinamik pasien relative stabil dan tidak ada masalah yang
signifikan. Tindakan dilakukan sesuai dengan prosedur tetap RSMDJ.
1. Pengkajian Keperawatan
Pada saat pengkajian pasien, kelompok tidak mengalami kendala baik anamnesa
maupun pemeriksaan fisik pada pasien. Hal tersebut dikarenakan post tindakan PTCA
klien tersebut sudah kooperatif dengan penjelasan dan asuhan keperawatan yang akan
diberikan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan post Percutaneous
Coronary Intervention adalah ansietas berhubungan dengan rasa takut, kurang
pengetahuan tentang prosedur tindakan PTCA, resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan penurunan aliran darah ke arteri koroner, resiko penurunan perfusi
jaringan ginjal berhubungan dengan efek samping penggunaan zat kontras, resiko
perdarahan berhubungan dengan efek sekunder pemakaian heparin.
Pada kasus ini kelompok mengangkat 3 diagnosa keperawatan post PTCA pada
Tn.AK dengan alasan:
1) Risiko perdarahan b.d efek sekunder pemakaian heparin d.d penggunaan heparin
7500 iu IV selama PCI, pemberian Vaclo 1 x 75 mg, Cardioaspirin 1x 100 mg. Alasan
diagnosa keperawatan tersebut kelompok angkat karena resiko perdarahan masih
mungkin terjadi akibat pemberian heparin pada saat tindakan PCI, dimana heparin
memiliki fungsi untuk menghambat proses koagulasi darah yaitu dengan memblok
faktor pembekuan dengan cara mencegah protombin menjadi trombin dan waktu
paruh dari heparin sendiri berlangsung 2 sampai 3 hari setelah diberikan.
2) Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan d.d terdapat
bekas puncture, klien mengeluh nyeri di area penusukan dengan skala 3/10. Alasan
kelompok mengangkat diagnosa keperawatan tersebut karena dari data subjektif

29
yang ditemukan saat pengkajian pasien mengeluh nyeri dengan skal 3/10. Dari data
objektif tidak terdapat hematoma, terdapat puncture di arteri radialis kanan.
3) Resiko penurunan curah jantung ke miokard b.d oklusi di arteri koroner, penurunan
kontraktilitas miokard d.d LCx kecil. Alasan kelompok mengangkat diagnosa
keperawatan tersebut karena dari data objektif yang ditemukan saat pengkajian klien
terlihat lelah, hasil PCI tanggal 15 Oktober 2015: RCA : dominan, stenosis 90% di
proksimal , kalsifikasi, dan LCx kecil. TTV: TD: 135/80 mmHg, HR: 90 x/menit,
RR: 20 x/menit, Suhu: 36.5 oC, sat. O2: 99 %, terpasang O2 nasal 3 lpm. Berdasarkan
data tersebut kelompok mengangkat diagnosa keperawatan resiko terjadinya
penurunan curah jantung masih dapat terjadi.

3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Dalam melakukan intervensi kelompok tidak melakukan secara menyeluruh
dikarenakan waktu yang dilakukan dalam memberi asuhan kepada pasien selama 7 jam
(dalam 1 shift ). Seluruh diagnosa keperawatan yang muncul dapat diintervensi walaupun
masalah yang muncul tidak dapat teratasi seluruhnya sehingga perlu follow-up yang
berkesinambungan terhadap masalah keperawatan tersebut.

4. Evaluasi Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, evaluasi yang didapat
ditemukan 3 (tiga) diagnosa dengan masalah teratasi sebagian. Hal ini dikarenakan
intervensi yang dilakukan belum optimal karena waktu yang terbatas.

1. Resiko perdarahan b.d efek sekunder pemakaian heparin d.d penggunaan heparin
7500 iu IV selama PCI, pemberian Vaclo 1 x 75 mg, Cardioaspirin 1x 100 mg,
masalah teratasi sebagian intervensi keperawatan dilanjutkan yaitu :
a. Ajarkan pasien untuk mengenali adanya tanda-tanda perdarahan
b. Pantau pemakaian antikoagulan
c. Cek pulsasi perifer dan kehangatan ekstremitas

30
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan d.d
terdapat bekas puncture, klien mengeluh nyeri di area penusukan dengan skala
3/10, masalah teratasi sebagian intervensi keperawatan dilanjutkan yaitu:
a. Kaji tingkat kenyamanan klien
b. Kaji nyeri puncture
c. Ajarkan dan motivasi pasien untuk relaksasi nafas dalam dan distraksi
3. Resiko penurunan curah jantung ke miokard b.d oklusi di arteri koroner,
penurunan kontraktilitas miokard d.d LCx kecil dan RCA .
Masalah teratasi sebagian intervensi keperawatan dilanjutkan yaitu :
a. Kaji keluhan klien pusing, nyeri dada.
b. Cek pulsasi perifer teraba kuat, akral klien.
c. Pantau monitor tanda- tanda vital
d. Cek pulsasi perifer dan kehangatan ekstremitas

31
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyempitan pembuluh darah terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat. Sering
mengkonsumsi makanan berlemak jenuh (berkolesterol tinggi), bergula tinggi, merokok,
dan jarang berolahraga adalah factor umum penyebab penyempitan pembuluh darah yang
dapat memicu serangan jantung. Seiring perkembangan teknologi dunia kedokteran, kini
penyempitan pembuluh darah yang dapat memicu serangan jantung dapat diatasi dengan
metode pemasangan PTCA pada pembuluh darah jantung yang mengalami penyempitan.
Berdasarkan American Heart Association, 427.000 bedah coronary artery bypass
graft (CABG) dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2004. Angka tersebut membuat
bedah CABG menjadi operasi yang paling banyak dilakukan. Bedah CABG
direkomendasikan pada kelompok pasien tertentu dengan penyempitan dan oklusi arteri
jantung (penyakit arteri koroner). Operasi CABG membuat rute baru di sekitar arteri yang
menyempit dan teroklusi sehingga melancarkan aliran darah untuk mengantar oksigen
dan nutrisi ke otot jantung.
4.2 Saran
Pada tindakan PTCA diharapkan perawat mampu memahami konsep dan
melakukan asuhan perawatan pre, intra, dan post PTCA diantranya memahami
pengertian, indikasi, kontra indikasi, komplikasi, dan patofisiologi PTCA, mampu
melaksanakan persiapan tindakan pre PTCA, mengobservasi klinis klien saat tindakan
PTCA dan mengobservasi keluhan dan klinis post PTCA.
Semoga apa yang kelompok sajikan dapat di jadikan sebagai bahan pertimbangan
dan dapat di jadikan masukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik
bagi pasien. Selain itu kelompok berharap agar tulisan ini menjadi motivasi bagi teman-
teman untuk membuat tulisan yang lebih baik sehingga menambah wawasan bagi semua.

32
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reni Yuli. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular. EGC : Jakarta Mutataqin,
Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Salemba Medika : Jakarta
Kamitsuru, Shigemi & Herdman, T.Heather.(2015). Nanda International Inc.
Diagnosis Keperawatan: Defenisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC : JakartaSmeltzer,
Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. EGC :
Jakarta

33

Anda mungkin juga menyukai