Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENDENGAN SINDROM KORONER AKUT


DI IGD RSUP DR. SARDJITO
Periode Praktek Tangggal 26 November 2018 s/d 2 Oktober 2018

Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:
Rafita Ramdan Nurul Fuadah
18/436146/KU/21002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
SINDROM KORONER AKUT

A. Pengertian
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang mencakup spektrum kondisi
klinis yang ditandai dengan iskemia miokard secara akut, diakibatkan karena
ketidakseimbangan antara ketersediaan oksigen dengan kebutuhannya. Infark miokard mengacu
pada rusaknya otot-otot jantung secara permanen disebabkan karena penurunan aliran darah di
arteri koroner. Iskemia berlangusng selama 30-45 menit yang dapat menyebabkan kerusakan
seluler yang ireversibel dan kematian otot atau nekrosis jantung sehingga pada bagian
miokardium yang terkena infark atau nekrosis akan berhenti untuk berkontraksi secara
permanen (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016). Biasanya seseorang yang mengalami infark
miokard akan muncul nyeri dada secara mendadak dan terus berlanjut meskipun beristirahat.
Seseorang tersebut juga dapat merasa cemas dan gelisah, kulitnya terutama pada membran
mukosa menjadi pucat dan teraba dingin, denyut nadi dan pernapsan meningkat. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kurangnya suplai darah ke seluruh tubuh (Yasmara, Nursiswati, & Arafat,
2016).Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram(EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi(Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015):
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevationmyocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segmentelevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

B. Etiologi
Penyebab dari infark miokard dipicu oleh hambatan aliran darah ke arteri koroner sehingga
menimbulkan kemarian miokardium. Faktor risiko seseorang yang dapat mengalami infark
miokard adalah usia dan jenis kelamin. Semakin bertambahnya usia, maka kualitas pembuluh
darah akan semakin buruk, sehingga lansia berisiko tinggi mengalami infark miokard.
Sedangkan wanita sebelum masa menopause memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan
laki-laki dikarenakan keberadaaan hormon estrogen menjaga elastisitas pembuluh darah. Selain
itu pola hidup yang tidak sehat menjadi faktor pencetus serangan infark. Merokok dan
konsumsi minuman beralkohol merupakan pemicu aterosklerosis penyebab infark miokard akut
serta pola makan yang tidak sehat juga berkontribusi terhadap risiko infark miokard. Selain itu,
faktor risiko lain yang dapat menyebabkan sindrom koroner akut ialah adanya tekanan darah
tinggi (hipertensi) dikarenakan akan meningkatkan kerja jantung bertambah sehinggan akan
meningkatkan kekuatan untuk memompa, jika sudah terjadinya aterosklerosis maka oksigen
untuk miokard berkurang dan dibutuhkan oksigen lebih banyak karena terjadinya hipertrofi
jaringan dan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Selanjutnya adalah diabetes meilitus
yang menyebabkan proses penebala membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah
korornaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung, dislipidemia yang
dihubungkan dengan hiperlipidemia yang merupakan terjadinya peningkatan kadar kolesterol
pemicu ateroskeloris.(Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016).

C. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluhdarah koroner
yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahankomposisi plak dan penipisan
tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalurkoagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus).Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secaratotal
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluhkoroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yangmenyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan alirandarah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan
iskemiamiokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20
menitmenyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).Infark miokard tidak
selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darahkoroner. Obstruksi subtotal yang disertai
vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitasmiokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemiahilang),
distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran danfungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak sepertiditerangkan di atas. Mereka mengalami SKA
karena obstruksi dinamis akibatspasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan
oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP).Beberapa faktor
ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telahmempunyai plak aterosklerosis(Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
Proses aterosklerotik dimulai ketika adanya luka pada sel endotel yang bersentuhan
langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar,
sehingga zat-zat di dalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan
plak yang semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai
menebal dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang
menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri.
Semakin lama semakin banyak plak yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu.Pada sebaian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga mengakibatkan oklusi artei koroner. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.Pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis
(kolagen, ADP epinefrin dan serotonin) memicu aktivitas trombosit, selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktivitas
trombosit juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi faktor VII dan X
sehingga menkonversi protombin menjadi trombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan
trombus pada kaskade koagulasi akan menyebabkan oklusi oleh trombus sehingga
menyebabkan aliran darah berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI (Darliana,
2017).

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang mungkin muncul (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016):
1. Sistem Kardiovaskular
Tanda dan gejala yang timbul pada sistem kardiovaskular adanya nyeri dada, palpitasi
(berdebar-debar), bunyi jantung S3, S4, dan mur-mur, distensi atau peningkatan tekanan
vena jugularis, peningkatan tekanan darah sebagai dampak dari stimulasi saraf simpatik,
penurunan tekanan darah sebagai dampak penurunan kontaktilitas otot jantung, nadi kecil
akibat dari atrial fibrilasi, dan gambaran EKG menunjukkan adanya takikardia, bradikardia,
dan disritmia.
2. Sistem Pernapasan
Tanda dan gejla yang timbul pada sistem pernapasan meliputi napas pendek, dispnea (sesak
napas), takipnea, dan suara crackles jika infark miokard sudah menyebabkan kongesti
pulmonar, maka edema paru merupakan kondisi yang dapat terjadi.
3. Sistem Pencernaan
Dampak infark miokard pada sistem pencernaan adalah mual dan muntah.
4. Sistem Perkemihan
Penurunan curah jantung menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Jika hal tersebut
berlanjut akan terjadi penurunan produks urine dan dapat mengindikasikan adanya syok
kardiogenik.
5. Kulit
Kulit akan teraba dingin, tampak pucat, lembab, dan berkeringat. Hal tersebut merupakan
efek dari stimulasi saraf simpatik akibat dari penurunan kontraktilitas sekaligus ebagai
indikasi adanya syok kardiogenik. Kondisi tersebut dapat menyebabkan edema.
6. Sistem Saraf
Peningkatan stimulasi saraf simpatik dapat memicu perasaan cemas, kelelahan, nyeri kepala
ringan. Hal tersebut sebgai respon terhadapa penurunan kontaktilitas jantung dan oksigenasi
serebral. Jika terjadi nyeri kepala semakin memberat disertai dengan gangguan
pengelihatan, gangguan bicara, gangguan motorik, dan perubahan status kesadaran maka hal
tersebut dapat merupakan indikasi adanya perdarahan ontraserebral pada penderita dengan
pengobtan trombolitik.
7. Psikologis
Penderita mungkin akan sangat ketakutan disertai perasaan akan mati atau justru oasien
akan menyangkal terhadap apa yang dihadapainya.
E. Pemeriksaan Penunjang
Informasi yang diperoleh dalam menentukan diagnosis dari anamnesis,pemeriksaan fisik,
elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada,diagnosis awal pasien dengan
keluhan nyeri dada dapat dikelompokkansebagai berikut: non kardiak, Angina Stabil,
Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2015).
1. Riwayat:
a. Kemingkinan penyakit jantung koroner dengan peningkatan frekuensi, tingkat
keparahan, atau durasi angina
a. Gejala utama nyeri substernum atau nyeri tekan yang parah dan menetap serta
kemungkinan menyebar ke lengan kiri, leher, dan sebelah bahu serta kemungkinan
menetap selama 12 jam atau lebih. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa
menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan
penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.
b. Mengalami nyeri ringan dan tidak menganggu pencernaan
c. Perasaan akan datangnya kematian, keletihan, mual, muntah, dan napas pendek
d. Kematian mendadak (dapat terjadi tanda awal dan satu-satunya indikasi IM)
e. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,diabetes mellitus,
riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasiatas risiko tinggi, risiko sedang,
risiko rendah menurut NCEP (NationalCholesterol Education Program)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Ansietas yang ekstrem dan gelisah
b. Dispnea
c. Diaforesis
d. Takikardia
e. Hipertensi
f. Bradikardia dan hipotensi, pada IM inferior
g. S4, S3, dan celah paradoksikal S2 pada disfungsi ventrikel
h. Murmur sistolik pada insufisiensi mitral
i. Friction rub perikardium pada IM transmural atau perikarditis
j. Demam derajat ringan selama beberapa hari
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Kadar kreatinin kinase (CK) serum meningkat (normal Pria 5-35 Ng/mgL; Wanita 5-
25 Ng/mL), terutama isoenzim CK-MB (normal 0-6%)
2) Kadar laktat dehidrogenase serum meningkat; isoenzim LD1 (ditemukan pada
jaringan jantung) lebih tinggi dibangdingkan LD2 (dalam serum)
3) Peningkatan hitung leukosit biadanya tampak pada hari kedua dan berlangusng
selama 1 minggu
4) Mioglobin (hemoprotein yang ditemukan pada otot jantung dan otot lurik) yang
dilepas saat terjadi kerusakan otot dalam 2 jam setelah IM terdeteksi
5) Kadar troponin meningkat dalam 4-6 jam cedera miokardium dan dapat teteap
meningkat selama 5-11 hari
6) Hitung darah lengkap dapat menunjukkan anemia
7) Kadar protein C-rekatif serum meningkat
8) Profil kimi adapat menunjukkan kadar elektrolit abnormal
b. Pencitraan
1) Scan kedokteran nuklir dapat mengidentifikasi kerusakan otot yang sangaat parah
dengan mengambil akumulasi nukleotida radioaktif yang tampak sebgai “hot spot”
pada film. Pencitraan perfusi miokardium menunjukkan “cold spot” pada sebgain
besar pasien selama beberapa jam pertama setelah IM transmural
2) Ekokardiografi menunjukkan diskinesia dinding ventrikel pada IM transmural dan
membantu dalam mengevaluasi fraksi ejeksi
c. Prosedur Diagnostik
1) Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukupbervariasi,
yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/persangkaan
baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupuntidak persisten, atau
depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombangT. Penilaian ST elevasi
dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapanyang bersebelahan. Nilai
ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMIuntuk pria dan perempuan pada
sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Padasadapan V1-V3 nilai ambang untuk
diagnostik beragam, bergantung pada usiadan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi
segmen ST di sadapan V1-3 pada priausia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia
<40 tahun adalah ≥0,25 mV.Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi
segmen ST di lead V1-3,tanpa memandang usia, adalah =0,15 mV. Bagi pria dan
wanita, nilai ambangelevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah =0,05 mV,
kecuali pria
usia<30 tahun nilai ambang =0,1 mV dianggap lebih tepat. Depresi segmen ST yang
resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi,
dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior
(elevasidi V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama
dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebutadalah
kandidat terapi reperfusi.

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan


elevasisegmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non
elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/
UAP).Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar =0,05mV
di sadapan V1-V3 dan =0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengandepresi
segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit),
dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris
=0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untukiskemia akut.
2) Kateterisasi arteri pulmonalis dapat dilakukan unutk mendeteksi gagal jantung kiri
atau kanan dan unutk membantau respons terhadap terapi
F. Pengobatan
Terapi awal yang dibutuhkan ialah(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
2015):
1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
arteri<95% atau yang mengalami distress respirasi diberikan pada semua pasien SKA
dalam 6 jam.. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama
6 jam pertama.
2. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidakdiketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalutlebih terpilih mengingat
absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebihcepat.
3. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkandengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMIyang direncanakan untuk
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosispemeliharaan 75
mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapireperfusi menggunakan agen
fibrinolitik, penghambat reseptor ADPyang dianjurkan adalah clopidogrel)
4. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dadayang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jikanyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiaplima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin
intravena diberikanpada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)dapat dipakai
sebagai pengganti.
5. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagipasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
G. Asuhan Keperawatan
Fokus Pengkajian menurut Darliana (2017) ialah:
1. Tingkat Kesadaran
Orientasi pasien terhadap tempat,waktu dan orang dipantau dengan ketat.Perubahan
penginderaan berarti jantungtidak mampu memompa darah yang cukupuntuk oksigenasi
otak.
2. Nyeri Dada
Nyeri dada bisa menjalar ke bagianlengan kiri, ke leher, rahang bawah,
gigi,punggung/interskapula, perut dan dapat jugake lengan kanan. Nyeri juga dapat di
jumpaipada daerah epigastrium dan menstimulasigangguan pada saluran percernaan
sepertimual, muntah. Rasa tidak nyaman didadadapat menyebabkan sulit bernafas,
keringatdingin, cemas dan lemas. Nyeri dada tidakselalu ditemukan pada pasien
STEMIterutama pada pasien yang lanjut usiaataupun menderita diabetes mellitus.

3. Frekuensi dan Irama Jantung


Frekuensi dan irama jantung perludipantau secara terus menerus. Adanyadisritmia dapat
merupakan petunjukketidakseimbangan suplai dengan kebutuhanoksigen jantung dan di
pantau terhadapperlunya diberikan terapi antidisritmia. Bilaterjadi disritma tanpa nyeri
dada, makaparameter klinis lain selain oksigenasi yangadekuat harus di cari, seperti
kadar kaliumserum terakhir.
4. Bunyi Jantung
Bunyi jantung harus diauskultasisecara terus-menerus, karena bunyi jantungabnormal
dapat timbul. Deteksi dini S3yangdiikuti penatalaksanaan medis yang agresifdapat
mencegah edema paru yangmengancam jiwa. Adanya bunyi murmuryang sebelumnya
tidak ada menunjukkanperubahan fungsi otot miokard sedangkanfriction rub
menunjukkan adanyaperikarditis.
5. Tekanan Darah
Tekanan darah di ukur dan di monitoruntuk menentukan respon terhadap nyeri
dankeberhasilan terapi khususnya vasodilator.
6. Denyut Nadi Perifer
Denyut nadi perifer dievaluasi secarateratur. Perbedaan frekuensi nadi periferdengan
frekuensi denyut jantungmenegaskan adanya disritmia seperti atrialfibrilasi. Denyut nadi
perifer paling sering dievaluasi untuk menentukan kecukupanaliran darah ke ekstremitas
7. Status Volume Cairan
Pengukuran intake dan output cairanpenting dilakukan. Cairan yang seimbangdan
cenderung negatif akan lebih baik untukmenghindari kelebihan cairan dankemungkinan
gagal jantung. Berkurangnyahaluran urine (oliguria) yang disertaihipotensi merupakan
tanda awal shockkardiogenik.
H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (iskemia).
2. Risiko Penurunan Curah Jantung dengan faktor risiko perubahan preload, afterload, frekuensi, irama jantung.
3. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit dengan faktor risiko gangguan mekanisme pengaturan dan kelebihan volume cairan.
I. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Domain 12 kenyamanan, Kelas 1 Setelah dilakukan asuhan keperawatan tingkat nyeri Aktivitas:
Kenyamanan fisik pasien menurun dengan indikator: 1. Lakukan pengkajian nyeri yang
Indikator Target komprehensif (PQRST) (lokasi,
Definisi: Pengalaman sensori dan
Nyeri yang dilaporkan* 5 karakteristik, durasi, frekuensi,
emosional yang tidak menyenangkan kualitas, berat yeri dan faktor
Ekspresi wajah nyeri* 5
yang muncul akibat kerusakan jaringan Frekuensi napas^ 5 pencetus)
yang actual atau potensial atau 5 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
Denyut nadi^
digambarkan dalam hal kerusakan mengenai ketidaknyamanan
Tekanan darah^ 5
sedemikian rupa (international 3. Pasikan perawatan analgesik bagi
association for the study of pain); awitan pasien dilakukan dengan pemantauan
Keterangan: ketat
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas * ^ 4. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
ringan hingga berat dengan akhir yang 1 Berat Deviasi berat terhadap kualitas hidup pasien (tidur,
dapat diantisipasi atau diprediksi dan 2 Cukup berat Deviasi cukup berat nafsu makan, perasaan, performa kerja,
berlangsung kurang dari 6 bulan 3 Sedang Deviasi sedang tanggung jawab peran)
Batasan Karakteristik: 4 Ringan Deviasi ringan 5. Berikan informasi mengenai nyeri
a. Bukti nyeri dengan standar periksa 5 Tidak ada Tidak ada deviasi (penyebab, lama, antisipasi)
nyeri 6. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri
b. Ekspresi wajah nyeri
7. Ajarkan metode famakologi dalam
c. Keluhan nyeri mengurangi nyeri

Pemberian Analgesik
Aktivitas:
1. Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik
2. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
3. Cek perintah pengobatan meliputi
obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang diresepkan
2. Risiko Penurunan Curah Jantung Keefektifan Pompa Jantung Perawatan Jantung
Domain 4. Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan asuhan keperawatan keefektifan Aktivitas:
Kelas 4. Respon Kardiovaskular/ pompa jantung pasien meningkat dengan indikator: 1. Evaluasi adanya nyeri dada (
Pulmonal Indikator Target intensitas,lokasi, durasi)
Definisi:Rentan terhadap Tekanan darah sistol* 5 2. Monitor EKG
ketidakadekuatan jantung memompa Tekanan darah diastol* 5 3. Monitor TTV
darah untuk memenuhi kebutuhan Denyut nadi perifer* 5
metabolisme tubuh yan dapat 4. Catat adanya tanda dan gejala
Keseimbangan cairan* 5
menganggu kesehatan. penurunan curah jantung
Pucat^ 5
Faktor Risiko: Sianosis^ 5 5. Monitor status pernafasan yang
a. Perubahan afterload Dyspnea^ 5 menandakan gagal jantung
b. Perubahan frekuensi jantung Keterangan: 6. Monitor abdomen sebagai indikator
c. Perubahan irama jantung * ^ penurunan perfusi
d. Perubahan preload 1 Deviasi berat Berat 7. Monitor balance cairan
2 Deviasi cukup berat Cukup berat 8. Monitor nilai laboratorium
3 Deviasi sedang Sedang 9. Monitor adanya perubahan tekanan
4 Deviasi ringan Ringan
darah
5 Tidak ada deviasi Tidak ada
10. Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
11. Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
12. Monitor toleransi aktivitas pasien
13. Monitor adanya sesak napas,
kelelahan, tekipneu dan ortopneu
14. Anjurkan untuk menurunkan stress
3. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Keseimbangan Elektrolit Manajemen Elektrolit
Domain 2. Nutrisi, Kelas 5. Hidrasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan keseimbangan Aktivitas:
Definisi: Kerentanan mengalami elektrolit pasien meningkat dengan indikator: 1. Mengambil spesimen untuk analisis
Indikator Target 2. Monitor nilai serum elektrolit yang
perubahan kadar elektrolit serum yang
Serum natrium 5 normal
dapat menganggu kesehatan. 3. Catat asupan dan haluran
Serum potassium 5
Faktor Risiko: Serum kalium 5 4. Berikan cariran sesuai resep
a. Gangguan mekanisme pengaturan Serum PH 5 5. Monitor kehilangan cairan
b. Kelebihan volume cairan Kreatinin 5 6. Posisikan pasien untuk bantuan
BUN 5 ventilasi
Keterangan : 7. Pantau tanda-tanda kegagalan nafas
1 : deviasi berat dari kisaran normal
2 : deviasi cukup berat dari kisaran normal
3 : deviasi sedang dari kisaran normal
4 : deviasi ringan dari kisaran normal
5 : tidak ada deviasi
Daftar Pustaka

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam. (I. Nurjannah, &
R. D. Tumanggor, Eds.) Indonesia: Elsevier.

Darliana, D. (2017). Manajemen Pasien ST Elevasi Miokardinal Infark (STEMI). Idea Nursing
Journal, 14-20.

Farissa, I. P. (2012). Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST Elevasi (STEMI) yang
Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Karya Tulis Ilmiah.

ISIC. (2014, October 5). Serangan Jantung Tipe STEMI (ST-Elevation Myocardial Infarction).
Retrieved from The Indonesian Society of Interventonal Cardiology:
http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/serangan_jantung_tipe_
stemi_st-elevation_myocardial_infarction_5

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). GUIILLAIIN BARRE SIINDROM. Jakarta:


Depkes. Retrieved from www.depkes.go.id

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes Classification
(NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. (I.
Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Eds.) Indonesia: Elsevier.

NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. (T. H. Herdman, S. Kamitsuru, Eds., B. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, &
M. A. Subu, Trans.) Jakarta: Buku Kedokteran ECG.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom


Koroner Akut Edisi Ketiga. Jakarta: Centra Communicarion.

Safitri, E. (2013). ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) Anteroseptal Pada Pasien Dengan Faktor
Resiko Kebiasaan Merokok Menahun Dan Tingginya Kadar Kolesterol Dalam Darah.
Medula, 60-68.

Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah
Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC. doi:ISBN 978-
979-044-707-3

Anda mungkin juga menyukai