Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS ACS ( ACUTE CORONARY SYNDROME )
DI RUANG ARJUNA RSU KERTHA USADA
TANGGAL : 03 OKTOBER 2019

OLEH :
NI KADEK ANGGRENIASIH
17089014005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2019
ACS ( ACUTE CORONARY SYNDROME )

A. Konsep Dasar Penyakit

1. DEFINISI
Acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu syndrome yang
terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu angina tidak stabil, infork
miokard non elevasi st, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina
pectoris pasca infark dan pasca tindakan intervensi coroner perkuatan.
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang
diakibatkan oleh gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat
progresif, terjadi perubahan secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil.
Sindrom. Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain
sehingga akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah
untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina tidak stabil, non
ST segmen elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard.
Sindrom Koroner Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah
arteri koroner, yaitu: STEMI, non STEMI dan unstable angina pectoris.
(mulyadi., 2015).
Terminology SKA digunakan untuk menggambarkan keadaan
gangguan aliran darah coroner parsial hingga total miokard secara akut. SKA
dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu angina pectoris tidak stabil, infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard dengan
elevasi segmen ST (NSTEMI).

2. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun lebih dari 1 juta penduduk amerika menderita Acute
Coronary Syndrome, faktor resiko Acute Coronary Syndrome meliputi jenis
kelamin (pria lebih tinggi resikonya), usia (pria >45 tahun dan wanita > 55
tahun ) riwayat keluarga dengan kardiovaskuler dan resiko yang dimodifikasi.
Pada survey rumah tangga mengenai kesehatan yang telah dilakukan
oleh badan ulbang depkes RI, penyakit kardiovaskuler angka prevalensinya
bergeser dari urutan ke-9 pada tahun 1972 menjadi urutan ke-6 pada tahun
1980 dengan 5,9 kasus per 1000 penduduk secara spesifik prevalensinya,
penyakit kardiovaskuler khususnya infark miokard pada kelompok umur
kurang dari 40 tahun sebesar 3.1% dan pada kelompok umur kurang dari 40
tahun sampai dengan 49 tahun sebesar 19,9%, sedangkan insiden serupa yang
terjadi dijawa tengah, kejadian infark miokard secara umum sebesar
1,03%dan gejala angina pectoris (agen uluhati) sebesar 0,50%.
3. ETIOLOGI
1. Faktor penyebab
a. suplai oksigen kemiokard berkurang yang disebabkan oleh tiga faktor :
a) faktor pembuluh darah yang meliputi aterosklerosis sparme dan
arteritis.
b) Faktor sirkulasi yang meliputi hipotensi, stenosis, aorta dan
insofisiensi.
c) Faktor darah yang meliputi anemia, hipoksemia dan polisikemia.
b. curah jantung meningkat
a) aklisitas berlebihan
b) emosi
c) makan terlalu banyak
d) hipertiroidisme
c. kebutuhan oksigen miokard meningkat ketika terjadi kerusakan seperti
dibawah ini :
a) kerusakan miokard
b) hipertropi miokard
c) hypertensi diastolic

2. Faktor predisposisi
a. Faktor resiko biologis yang mempengaruhi dan tidak diubah yaitu :
a) usia > 48 tahun
b) jenis kelamin yaitu insiden pada pria lebih tinggi
sedangakan pada wanita meningkatkan setelah menopause
c) iiereditas
d) ras
b. faktor resiko yang dapat diubah yaitu :
a) mayor : hiperlipidema, hipertensi, merokok, diabetes,
diet tinggi lemah.
b) minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian, stress
psikologis berlebihan.
4. KLASIFIKASI
Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut
menurut Braunwald (1993) adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,
dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan,
terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan
1 bulan pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:
1. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti
anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan
hipoksia karena gagal napas.
2. Kelas B: Primer.
3. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah
diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat,
dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena.
5. TANDA dan GEJALA
ACS NSTEMI timbul sebagai nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang
berlangsung selama 20 menit atau lebih. Nyeri digambarkan sebagai tekanan,
rasa seperti diikat, rasa berat, seperti terbakar, atau sensasi seperti diperas atau
diremas, biasanya di dada bagian tengah atau epigastrum; keluhan ini dapat
menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, atau punggung.
Rasa tidak nyaman dapat disertai kelemahan, dyspnea, diaphoresis,
atau ansietas, yang tidak hilang dengan NTG. Pasien diabetes mungkin tidak
menunjukkan tanda dan gejala IMA klasik. Pasien lansia dapat mengalami,
sesak, edema paru, pusing dan perubahan status mental (Jones & Fix, 2009).
Brunner & Suddarth, 2002 dan Torpy, et all (2008) menyebutkan tanda
dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien ACS adalah :
a. Nyeri dada (uncomfortable), tidak nyaman, rasa ditekan,
diremas atau rasa penuh
b. Rasa tidak nyaman pada badan bagian atas: Nyeri atau tidak
nyaman di kedua lengan, punggung, leher, rahang, atau perut.
c. Sesak nafas
d. Gejala lain termasuk berkeringat, mual, dan pusing

6. PATOFISIOLOGI

ACS merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah


ke arteri miokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara
suplay O2 ke iokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat
menimbulkan nyeri yang kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme
aerobik menjadi anaerob yang menghasilkan asam laktat yang merangsang
timbulnya nyeri. Hal ini terjadi pada pla coroner yang kaya lipid dengan
fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque).Ini disebut fase plaque disruption
‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue
factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa
complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab
terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi,
dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner.Ini disebut
fase acute thrombosis ‘trombosi akut’.Proses inflamasi yang melibatkan
aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong
terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut.Sel inflamasi tersebut
bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam
antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang
menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur
plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP
merupakan petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan
mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan
CRP meskipun troponin-T negatif.Endotelium mempunyai peranan
homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor
maupun vasodilator lokal.Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi
disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak).Disfungsi endotel ini
dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa
spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH
(nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell
Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi
pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan
gagal jantung.Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk
radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-
monooxygenases.Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase
yang poten.Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah
melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte
chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis
yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu.Pada
keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni
endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor
relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel,
serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.Melalui efek melawan,
TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas
miokard, dilatasi coroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.
Sindrom coroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan
obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi
disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang
menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress
mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut, khususnya IMA,
dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang
berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu
dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin).
Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung
meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran coroner juga
meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai
pencegahan dan terapi.

7. WOC

Kolestrol

Arterosklerosis

Berbentuk plak

Pembentukan thrombus pada permukaan plak

Konsulidasi thrombus akibat efek fibrin

Perdarahan dalam plak

Penimbunan lipid terus menerus

lesi arterosklerosis

fibrosa pembungkus plak pecah

penyumbatan arteri coroner

ACS (acute coronary syndrome)

Iskemia

Penurunan O2
kontraksi paru menurun metobolisme anaerob

hipoksia

nyeri dada pembentukan asam laktat penurunan pH sel

nyeri akut produksi asam meningkat mengganggu fungsi ventrikel kiri

Asam lambung meningkat perubahan kontraksi

Mual, muntah Penurunan curah jantung

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

8. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tampilan umum
Pasien tampak pucat, berkeringat dan gelisah akibat aktifitas simpatis
berlebihan, demam derajat sejang (<38⁰c) bisa timbul setelah 12-24 jam
pasca infark.
2. Denyut nadi
Sinus takikardi (100-120x/menit) terjadi sepertiga pasien. Peningkatan
tekanan darah moderat merupakan alubat dari pelepasan kotekolamin,
sedangkan jika hipotensi maka hal tersebuat merupakan akibat dari
aktifitas vagus berlebih, dehidrasi.
3. Pemeriksaan jantung
Terdengar bunyi jantung S4 dan S3 atau murmur .
4. Pemeriksaan paru
Ronchi pernapasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat
gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru maka hal
itu merupakan komplikasi infark luas.
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. EKG : menunjukkan peningkatan gelombang S-T, iskemia berarti
penurunan atau dekatnya gelombang T, menunjukkan cedera.
2. Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
dapat mempengaruhi kontraktilitas.
3. GDA/ osimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses
penyalut paru akut atau kronis
4. Laboratorium : darah lengkap.
10. DIAGNOSIS
Berbagai diagnosis banding dari sindrom coroner akut :
1. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera : diseksi aorta , perforasi
ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli paru tension pneumothorax.
2. Non iskemik : miokarditis, pericarditis kardiomiopati hipertropik, angina
vasospastik.
3. Non kardiak : ulkus peptikum, ulkus duodenum, nyeri otot dinding dada.
11. PENATALAKSANAAN
Menurunkan atau mengurangi faktor resiko yang dapat diubah ;
olahraga,merokok, dan pembatasan makanan berlemak.Individu mengalami
stres, dan terutama yang memiliki riwayat penyakit jantung dalam keluarga,
harus diajarkan menurunkan resiko dan mencari pertolongan medis segera jika
terjadi tanda-tanda lain.

12. KOMPLIKASI
1. Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
2. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat
memompa keluar semua darah yang diterimanya.

3. Distrimia adalah komplikasi tersering pada infark.

4. Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark
besar.

5. Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung (biasanya berapa


hari setelah infark).

6. Setelah IM sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel


miokardium yang mati.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a) Anamnese
1 Data umum
a) Identitas pasien yang meliputi nama, umur, alamat, tempat/tanggal
lahir, jenis kelamin, agama, suku, diagnose medis, No. RM, tanggal
MRS, golongan darah.
b) Identitas penanggung jawab yaitu meliputi nama, hubungan dengan
pasien, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan telp/No. HP.
2 Riwayat kesehatan saat ini
a) Keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan pasien.
b) Alasan masuk RS : hal/ kejadian pertama kali yang
menyebabkan masuk rumah sakit.
c) Riwayat penyakit : tanyakan pada pasien apakah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi.
3 Riwayat kesehatan dahulu
a) Penyakit yang pernah dialami : tanyakan pada pasien apakah
pernah memiliki penyakit lain, seperti DM, hipertensi.
b) Penyakit perawatan : tanyakan pada pasien sebelumnya pernah
mernah melakukan perawatan/mendapatkan perawatan di RS /
tidak pernah.
c) Riwayat operasi : tanyakan pada pasien apakah pernah
mengalami operasi di RS.
d) Riwayat pengobatan : tanyakan pada pasien sebelumnya
pernah melakukan pengobatan.
e) Kecelakaan yang pernah dialami
f) Riwayat alergi : tanyakan apakah memiliki riwayat alergi.
4 Riwayat psikologi dan spiritual
5 11 pola fungsional GORDON
1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Pada pasien ACS mengerti tentang pemeliharaan atau
kesehatan serta mengikuti anjuran dokter dan perawat.
2. Pola nutrisi / metabolic
Pada pasien ACS sebelum sakit biasa makan 3x sehari, jenis
nasi, lauk, sayur.
3. Pola eliminasi
Pada pasien ACS sebelum sakit BAB dan BAK teratur
4. Pola aktifitas dan latian
Pada pasien ACS melakukan aktifitas selama sakit pasien masuk
dibantu oleh keluarga
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilisasi ditempat tidur 

Berpindah 

Ambulasi 
5. Pola tidur dan istirahat
Pada pasien ACS sebelum sakit bisa tidur ±7 jam pada malam
hari.
6. Pola kognitif – perpseptual
Pada pasien ACS kognitif-perpsepsi dalam keadaan normal.
7. Pola persepsi diri / konsep diri
Pada pasien ACStidak merasa rendah diri dengan kondisinya
saat ini.
8. Pola seksual dan reproduksi
Pada pasien ACS memiliki keluarga.
9. Pola peran – hubungan
Pada pasien ACS pola hubungan antara keluarga maupun saat
diruangan dengan pasien lainnya baik.
10. Pola manajemen
Pada pasien ACS jika bosan dengan suasana rumah sakit
keluarga selalu menghibur.
11. Pola keyakinan nilai
Pada pasien ACS yakin bisa cepat pulang dari rumah sakit dan
melanjutkan aktifitas kembali.
b) Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita Tb
Paru mudah terjadi infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
7. Sistem urinary
oliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem musculoskeletal
Penyebaran bakteri , penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemik jaringan)
2. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktivitas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d meningkatnya
asam laktat
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Rencana tindakan keperawatan

Tujuan intervensi rasional

1 Nyeri akut b/d agen NOC label NIC label untuk mengetahui
cidera biologis (iskemik Point level skala nyeri dan
Point
jaringan) setelah intensitas nyeri
managemen
dilakukan
untuk mengurangi
tindakan O : observasi
rasa nyeri pasien
keperawatan skala nyeri
diharapkan pasien
nyeri pasien
N : berikan
berkurang
posisi yang
dengan kreteria
nyaman
hasil :
1. Skala nyeri E : ajarkan
berkurang teknik
(0-1) nonfarmakologi
2. pasien (relaksasi nafas
mengatakan dalam)
rasa nyaman
C : kolaborasi
setelah nyeri
dengan dokter
berkurang
dalam
pemberian obat
analgetik

2 Penurunan curah NOC label NIC label Untuk


jantung b/d perubahan Efektifitas Perawatan mengetahui
kontraktivitas pompa jantung jantung keadaan umum
setelah pasien
O : kaji TTV,
dilakukan
status Suara nafas
tindakan
pernapasan tambahan dapat
keperawatan
status mental menjadi
diharapkan
parameter curah
curah jantung N : auskultasi
jantung normal
pasien kembali suara paru
normal dengan terhadap suara
kreteria hasil : tambahan
1. tidak ada
E : ajarkan
penurunan
pasien untuk
kesadaran
membatasi
2. TTV dalam
aktifitasnya
rentang
normal C : kolaborasi
TD : 110/70 – dengan dokter
130/90 mmHg dalam
S : 36-37⁰c pemberian obat
N : 60-
100x/menit
RR : 16-
20x/menit

3 Ketidakseimbangan NOC label NIC label Untuk


nutrisi kurang dari Status nutrisi Manajemen mengetahui
kebutuhan tubuh b/d setelah nutrisi apakah pasien
meningkatnya asam dilakukan O : kaji adanya mempunyai alergi
laktat. tindakan alergi makanan terhadap makanan
keperawatan atau tidak
N : berikan
diharapkan
makanan Untuk mencegah
nutrisi pasien
sedikit tapi terjadinya mual
terpenuhi
sering
dengan kreteria Untuk memeuhi
hasil : E : ajarkan kebutuhan nutrisi
1. Pasien tidak pasien untuk pasien
mengalami melakukan oral
mual hygine sebelum
2. Nafsu makan makan
meningkat
C : kolaborasi
3. Nutrisi yang
dengan ahli gizi
masuk sesuai
dalam
dengan
pemberian diet
kebutuhan
yang tepat

4. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan


disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

5. Evaluasi

Evaluasi dibuat berdasarkan S.O.A.P dan ditentukan keberhasilannya


berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. butcher, howard K. dkk. 2016. Nursing interventions


classification (NIC) edisi 6.elsevier. mocomedia.

Herdman, T. Heather, Kamitsuru, Shigemi. 2017. NANDA-I Diagnosis


Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11.Buku Kedokteran.
EGC.

Moorhead, sue.johnson, marion. Dkk. 2016. Nursing outcomes classification


(NOC) edisi 5. Elsevier. Mocomedia.

Dix Wiryawan.2016.Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada


pasien ACS
NSTEMI.https://www.academia.edu/27917466/Laporan_Pendahuluan.
(diakses pada tanggal 03 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai