OLEH :
NI KADEK ANGGRENIASIH
17089014005
1. DEFINISI
Acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu syndrome yang
terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu angina tidak stabil, infork
miokard non elevasi st, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina
pectoris pasca infark dan pasca tindakan intervensi coroner perkuatan.
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang
diakibatkan oleh gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat
progresif, terjadi perubahan secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil.
Sindrom. Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain
sehingga akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah
untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina tidak stabil, non
ST segmen elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard.
Sindrom Koroner Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah
arteri koroner, yaitu: STEMI, non STEMI dan unstable angina pectoris.
(mulyadi., 2015).
Terminology SKA digunakan untuk menggambarkan keadaan
gangguan aliran darah coroner parsial hingga total miokard secara akut. SKA
dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu angina pectoris tidak stabil, infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard dengan
elevasi segmen ST (NSTEMI).
2. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun lebih dari 1 juta penduduk amerika menderita Acute
Coronary Syndrome, faktor resiko Acute Coronary Syndrome meliputi jenis
kelamin (pria lebih tinggi resikonya), usia (pria >45 tahun dan wanita > 55
tahun ) riwayat keluarga dengan kardiovaskuler dan resiko yang dimodifikasi.
Pada survey rumah tangga mengenai kesehatan yang telah dilakukan
oleh badan ulbang depkes RI, penyakit kardiovaskuler angka prevalensinya
bergeser dari urutan ke-9 pada tahun 1972 menjadi urutan ke-6 pada tahun
1980 dengan 5,9 kasus per 1000 penduduk secara spesifik prevalensinya,
penyakit kardiovaskuler khususnya infark miokard pada kelompok umur
kurang dari 40 tahun sebesar 3.1% dan pada kelompok umur kurang dari 40
tahun sampai dengan 49 tahun sebesar 19,9%, sedangkan insiden serupa yang
terjadi dijawa tengah, kejadian infark miokard secara umum sebesar
1,03%dan gejala angina pectoris (agen uluhati) sebesar 0,50%.
3. ETIOLOGI
1. Faktor penyebab
a. suplai oksigen kemiokard berkurang yang disebabkan oleh tiga faktor :
a) faktor pembuluh darah yang meliputi aterosklerosis sparme dan
arteritis.
b) Faktor sirkulasi yang meliputi hipotensi, stenosis, aorta dan
insofisiensi.
c) Faktor darah yang meliputi anemia, hipoksemia dan polisikemia.
b. curah jantung meningkat
a) aklisitas berlebihan
b) emosi
c) makan terlalu banyak
d) hipertiroidisme
c. kebutuhan oksigen miokard meningkat ketika terjadi kerusakan seperti
dibawah ini :
a) kerusakan miokard
b) hipertropi miokard
c) hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi
a. Faktor resiko biologis yang mempengaruhi dan tidak diubah yaitu :
a) usia > 48 tahun
b) jenis kelamin yaitu insiden pada pria lebih tinggi
sedangakan pada wanita meningkatkan setelah menopause
c) iiereditas
d) ras
b. faktor resiko yang dapat diubah yaitu :
a) mayor : hiperlipidema, hipertensi, merokok, diabetes,
diet tinggi lemah.
b) minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian, stress
psikologis berlebihan.
4. KLASIFIKASI
Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut
menurut Braunwald (1993) adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,
dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan,
terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan
1 bulan pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:
1. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti
anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan
hipoksia karena gagal napas.
2. Kelas B: Primer.
3. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah
diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat,
dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena.
5. TANDA dan GEJALA
ACS NSTEMI timbul sebagai nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang
berlangsung selama 20 menit atau lebih. Nyeri digambarkan sebagai tekanan,
rasa seperti diikat, rasa berat, seperti terbakar, atau sensasi seperti diperas atau
diremas, biasanya di dada bagian tengah atau epigastrum; keluhan ini dapat
menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, atau punggung.
Rasa tidak nyaman dapat disertai kelemahan, dyspnea, diaphoresis,
atau ansietas, yang tidak hilang dengan NTG. Pasien diabetes mungkin tidak
menunjukkan tanda dan gejala IMA klasik. Pasien lansia dapat mengalami,
sesak, edema paru, pusing dan perubahan status mental (Jones & Fix, 2009).
Brunner & Suddarth, 2002 dan Torpy, et all (2008) menyebutkan tanda
dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien ACS adalah :
a. Nyeri dada (uncomfortable), tidak nyaman, rasa ditekan,
diremas atau rasa penuh
b. Rasa tidak nyaman pada badan bagian atas: Nyeri atau tidak
nyaman di kedua lengan, punggung, leher, rahang, atau perut.
c. Sesak nafas
d. Gejala lain termasuk berkeringat, mual, dan pusing
6. PATOFISIOLOGI
7. WOC
Kolestrol
Arterosklerosis
Berbentuk plak
lesi arterosklerosis
Iskemia
Penurunan O2
kontraksi paru menurun metobolisme anaerob
hipoksia
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
8. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tampilan umum
Pasien tampak pucat, berkeringat dan gelisah akibat aktifitas simpatis
berlebihan, demam derajat sejang (<38⁰c) bisa timbul setelah 12-24 jam
pasca infark.
2. Denyut nadi
Sinus takikardi (100-120x/menit) terjadi sepertiga pasien. Peningkatan
tekanan darah moderat merupakan alubat dari pelepasan kotekolamin,
sedangkan jika hipotensi maka hal tersebuat merupakan akibat dari
aktifitas vagus berlebih, dehidrasi.
3. Pemeriksaan jantung
Terdengar bunyi jantung S4 dan S3 atau murmur .
4. Pemeriksaan paru
Ronchi pernapasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat
gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru maka hal
itu merupakan komplikasi infark luas.
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. EKG : menunjukkan peningkatan gelombang S-T, iskemia berarti
penurunan atau dekatnya gelombang T, menunjukkan cedera.
2. Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
dapat mempengaruhi kontraktilitas.
3. GDA/ osimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses
penyalut paru akut atau kronis
4. Laboratorium : darah lengkap.
10. DIAGNOSIS
Berbagai diagnosis banding dari sindrom coroner akut :
1. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera : diseksi aorta , perforasi
ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli paru tension pneumothorax.
2. Non iskemik : miokarditis, pericarditis kardiomiopati hipertropik, angina
vasospastik.
3. Non kardiak : ulkus peptikum, ulkus duodenum, nyeri otot dinding dada.
11. PENATALAKSANAAN
Menurunkan atau mengurangi faktor resiko yang dapat diubah ;
olahraga,merokok, dan pembatasan makanan berlemak.Individu mengalami
stres, dan terutama yang memiliki riwayat penyakit jantung dalam keluarga,
harus diajarkan menurunkan resiko dan mencari pertolongan medis segera jika
terjadi tanda-tanda lain.
12. KOMPLIKASI
1. Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
2. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat
memompa keluar semua darah yang diterimanya.
4. Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark
besar.
1. Pengkajian Keperawatan
a) Anamnese
1 Data umum
a) Identitas pasien yang meliputi nama, umur, alamat, tempat/tanggal
lahir, jenis kelamin, agama, suku, diagnose medis, No. RM, tanggal
MRS, golongan darah.
b) Identitas penanggung jawab yaitu meliputi nama, hubungan dengan
pasien, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan telp/No. HP.
2 Riwayat kesehatan saat ini
a) Keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan pasien.
b) Alasan masuk RS : hal/ kejadian pertama kali yang
menyebabkan masuk rumah sakit.
c) Riwayat penyakit : tanyakan pada pasien apakah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi.
3 Riwayat kesehatan dahulu
a) Penyakit yang pernah dialami : tanyakan pada pasien apakah
pernah memiliki penyakit lain, seperti DM, hipertensi.
b) Penyakit perawatan : tanyakan pada pasien sebelumnya pernah
mernah melakukan perawatan/mendapatkan perawatan di RS /
tidak pernah.
c) Riwayat operasi : tanyakan pada pasien apakah pernah
mengalami operasi di RS.
d) Riwayat pengobatan : tanyakan pada pasien sebelumnya
pernah melakukan pengobatan.
e) Kecelakaan yang pernah dialami
f) Riwayat alergi : tanyakan apakah memiliki riwayat alergi.
4 Riwayat psikologi dan spiritual
5 11 pola fungsional GORDON
1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Pada pasien ACS mengerti tentang pemeliharaan atau
kesehatan serta mengikuti anjuran dokter dan perawat.
2. Pola nutrisi / metabolic
Pada pasien ACS sebelum sakit biasa makan 3x sehari, jenis
nasi, lauk, sayur.
3. Pola eliminasi
Pada pasien ACS sebelum sakit BAB dan BAK teratur
4. Pola aktifitas dan latian
Pada pasien ACS melakukan aktifitas selama sakit pasien masuk
dibantu oleh keluarga
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi
5. Pola tidur dan istirahat
Pada pasien ACS sebelum sakit bisa tidur ±7 jam pada malam
hari.
6. Pola kognitif – perpseptual
Pada pasien ACS kognitif-perpsepsi dalam keadaan normal.
7. Pola persepsi diri / konsep diri
Pada pasien ACStidak merasa rendah diri dengan kondisinya
saat ini.
8. Pola seksual dan reproduksi
Pada pasien ACS memiliki keluarga.
9. Pola peran – hubungan
Pada pasien ACS pola hubungan antara keluarga maupun saat
diruangan dengan pasien lainnya baik.
10. Pola manajemen
Pada pasien ACS jika bosan dengan suasana rumah sakit
keluarga selalu menghibur.
11. Pola keyakinan nilai
Pada pasien ACS yakin bisa cepat pulang dari rumah sakit dan
melanjutkan aktifitas kembali.
b) Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita Tb
Paru mudah terjadi infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
7. Sistem urinary
oliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem musculoskeletal
Penyebaran bakteri , penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemik jaringan)
2. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktivitas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d meningkatnya
asam laktat
3. Rencana Asuhan Keperawatan
1 Nyeri akut b/d agen NOC label NIC label untuk mengetahui
cidera biologis (iskemik Point level skala nyeri dan
Point
jaringan) setelah intensitas nyeri
managemen
dilakukan
untuk mengurangi
tindakan O : observasi
rasa nyeri pasien
keperawatan skala nyeri
diharapkan pasien
nyeri pasien
N : berikan
berkurang
posisi yang
dengan kreteria
nyaman
hasil :
1. Skala nyeri E : ajarkan
berkurang teknik
(0-1) nonfarmakologi
2. pasien (relaksasi nafas
mengatakan dalam)
rasa nyaman
C : kolaborasi
setelah nyeri
dengan dokter
berkurang
dalam
pemberian obat
analgetik
4. Implementasi
5. Evaluasi