Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB):


ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Koordinator : H. Hikmat, S.Kep., M.kep


Dosen Pembimbing : H. Hikmat, S.Kep., M.kep

Oleh :
Rita Rizky Setiyani
NPM : 214121098

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DENGAN MASALAH KARDIOVASKULER: INFARK MIOKARD AKUT/ ACS
(ACUTE CORONARY SYNDROME)

A. Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)


Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah salah satu
manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering
mengakibatkan kematian (Departemen Kesehatan, 2006). SKA merupakan suatu kondisi
kegawatdaruratan meskipun dunia kesehatan cukup maju dalam bidang kardiovaskuler,
angka kematian pada Infark Miokard dan serangan ulang penderita SKA masih cuup
besar (Hamm et al., 2011).

Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan
kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu : Angina tidak
stabil (unstable angine), STEMI, NON-STEMI. SKA merupakan keadaan darurat jantung
dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
mikardium (Harun, 2007).

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu manifestasi kumpulan gejala-gejala yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau ter hambatnya aliran darah di arteri koroner secara tiba-tiba atau
kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup yang dapat
mengakibatkan Infark Miokard Akut (IMA) STEMI atau Non-STEMI, Angina Pectoris
Tidak Stabil dan Penyakit Jantung Korener.

B. Etiologi SKA
Menurut Nurarif (2013), penyebab SKA yaitu :

1. Faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
2) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
3) Faktor darah : Anemia, hipoksemia,polisitemia.
b. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas yang berlebihan.
2) Emosi.
3) Makan terlalu banyak.
4) Hypertiroidisme.
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard.
2) Hypertropimiocard.
3) Hypertensi diastolic

2. Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia lebih dari 40 tahun.
2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanitameningkat
setelah menopause.
3) Hereditas.
4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diettinggi
lemak jenuh, aklori.
2) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,ambisius,
kompetitif), stress psikologis berlebihan

C. Tanda dan Gejala/ Manifestasi Klinis SKA


1. Nyeri :

a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus
tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas.

b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.

c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin.

e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.

2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri epigastrik.

3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung

Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan


denganmengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara
PQRST meliputi :

1. Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelahistirahat dan
setelah diberikan nitrogliserin.
2. Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapatseperti
tertekan, diperas atau diremas.
3. Region:Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatasperikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapatterjadi nyeri
dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4. Severity (Scale) of Pain: klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau0-10
(visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa beratnyeri yang
dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeriberkisar antara 3-4 (0-4) atau
7-9 (0-10).
5. Time: biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnyadikeluhkan
> 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul padawaktu istirahat, nyeri
biasanya dirasakan semakin berat (progresif) danberlangsung lama.

D. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :

1. Aritmia

2. Kematian mendadak

3. Syok kardiogenik

4. Gagal Jantung ( Heart Failure)

5. Emboli Paru

6. Ruptur septum ventikuler

7. Ruptur muskulus papilaris

8. Aneurisma Ventrikel
E. Patofosiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.


Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh sel-sel
endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena
akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung
terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada permukaan
plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan penimbunan
lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut
dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang
pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis,
dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung,
menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya atheroma Dari klasifikasinya, maka
ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan Infark. Iskemia adalah suatu keadaan
kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan
meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan
kematian otot atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian
otot jantung (infark miokard). Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan
mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar
untuk berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan
tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH
sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen
ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami
gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun. Perubahan
kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri
sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris merupakan nyeri
dada yang menyertai iskemia miokardium. Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris
stabil (stable angina), angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina
prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri
yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan
istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat
istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina
Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel yang
ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau
infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark).
F. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
1. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis

2. Cek Labolatorium

a. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonit transferase), Troponin I, Troponin T. Peningkatan kadar enzim
merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titerenzim-enzim
ini mencerminkan luas IMA.

1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark,
mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak,uterus, sel,
pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular
dan setelah latihan otot.

2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)


Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal Dilepaskan oleh
sel otot miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun
kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.

3) LDH (Lactat Dehidrogenase)


Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi
bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam
waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal
1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik. Sebagai indikator nekrosis miokard
dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks protein yang terdapat pada
filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa
jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.

b. Elektrolit
Ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal
hipokalemi, hiperkalemi

c. Sel darah putih


Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMAberhubungan dengan proses inflamasi

d. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.

e. Kimia Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut
atau kronis
f. AGD/ABG
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

g. Kolesterol atau Trigliserida serum


Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.

3. Foto RO thorak AP
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
4. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

5. Pemeriksaan pencitraan nuklir


a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
c. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)

6. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.

7. Digital subtraksion angiografi (PSA)


8. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesi
vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

9. Tes stress olah raga


Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
G. Interpretasi EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.
Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah
adanya gelombang Q / QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat
dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami
oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil
berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total,
maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi
segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.

Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q.


Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang
Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil
atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal
ini tidak berlaku untuk gelombang Q dilead III, aVR, dan V1, karena normalnya
gelombang Q dilead ini lebar dan dalam.

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi.
Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam
bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan
dengan area injury , maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk
ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan
dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih


negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi
daerah iskemik. Elektroda yang terletak didaerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T,
mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard.
Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.

Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Berdasarkan


gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi :

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria usia ≥ 40tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi
terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.

Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa
berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis
Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di
sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20
menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi
gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.

Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior
dirasakan seperti diremas - remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri mulai
dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering
terasa nyeri dari pada lengan kanan rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah
jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang istirahat atau pemberian
nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-
debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan
nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan
iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai
dinding inferior.

H. Penatalaksanaan Medik IMA


1. Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
a. Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. Procainamide untuk
ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmia yang menyertai anastesi.

Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang

b. Kelas 1 B Lignocain
Untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.

Mexiletine untuk aritmia ventrikel dan VT

c. Kelas 1 C Flecainide
Untuk ventrikel ektopik dan takikardi

b. Antiaritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) Atenolol, Metoprolol, Propanolol :


indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi.

c. Antiaritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT


berulang
d. Antiaritmia kelas 4 (calcium channel blocker) Verapamil, indikasi
supraventrikular aritmia
Selain itu Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan SKA diantaranya:

a. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh
darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.
Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat
arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul
gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak

boleh diberikan pada pasiendi atas 75 tahun, Contohnya adalah streptokinase.

b. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidak nyamanan dan juga mencegah serangan
jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol)
dannon-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol).

c. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)


Inhibitors Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi
cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat
kelemahan pada otot jantung, Misalnya captropil.

d. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan
darah pada arteri, Missal: heparin dan enoksaparin.

e. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan. Jika obat-obatan tidak mampu
menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat dilakukan tindakan
medis.
2. Terapi Medis
 Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.

 Defibrilasi
Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.

 Defibrilator kardioverter implantabel


Suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang
mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.

3. Terapi pacemaker
Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang keotot jantung
untuk mengontrol frekuensi jantung.

4. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arterikoroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian
balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya
bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah. Pada angioplasti, dapat
diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap
terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya
bendungan ulang pada arteri.

a. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)


Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian
tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri
koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang
menuju sel-sel otot jantung. Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak
berhenti, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:

 Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan maupn


mengikuti program rehabilitasi
 Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan
kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok,
menurunkan BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengkajian
a. Aktifitas
Gejala :

 Kelemahan
 Kelelahan
 Tidak dapat tidur
 Pola hidup menetap
 Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :

 Takikardi
 Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.

Tanda :

1) Tekanan darah
 Dapat normal / naik / turun
 Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
2) Nadi
 Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
3) Bunyi jantung
 Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
4) Murmur
 Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
5) Friksi ; dicurigai Perikarditis
6) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
7) Edema
 Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
8) Warna
 Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

c. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan

, kerja , keluarga .

Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,


perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri

d. Eliminasi
Tanda :normal, bunyi usus menurun.

e. Makanan atau cairan


Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan

f. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan

g. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)

Tanda : perubahan mental, kelemahan

h. Nyeri atau
ketidaknyamanan Gejala :
1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
2) Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.

3) Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat

4) Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
5) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus
, hipertensi, lansia

i. Pernafasan:
Gejala :

 Dispnea tanpa atau dengan kerja


 Dispnea nocturnal
 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
 Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Nafas sesak / kuat
 Pucat, sianosis
 Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

j. Interkasi
social Gejala :
 Stress
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang
 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
 Menarik diri

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI) dari IMA


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis ( D.0077 )
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan,iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria. ( D.0014 )
3. Kecemasan berhubungan ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
4. Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan frekuensi jantung ( D.0011 )

C. Intervensi Keperawatan (SLKI) dari IMA


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis ( D.0077 )
ditandai dengan :
 Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
 Wajah meringis
 Gelisah
 Delirium
 Perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirs.

Kriteria Hasil:

 Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1


 Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
 Tidak gelisah
 Nadi 60-100 x / menit,
 TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :

a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada.


b. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
c. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
d. Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya ( 2 - 4 L/ menit ).
e. Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan,iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
Ditandai dengan :

 Daerah perifer dingin


 EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
 RR lebih dari 24 x/ menit
 Kapiler refill lebih dari 3 detik
 Nyeri dada
 Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru( tidak selalu )
 HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80 AGD dengan : pa O2< 80mmHg, pa
CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
 Nadi lebih dari 100 x/ menit
 Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :

 Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selamadilakukan tindakan


perawatan di RS.
Kriteria Hasil:

 Daerah perifer hangat


 Tidak sianosis
 Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
 RR 16-24 x/ menit
 Tidak terdapat clubbing finger
 Kapiler refill 3-5 detik
 Nadi 60-100x / menit
 TD 120/80 mmHg

Intervensi :

a. Monitor Frekuensi dan irama jantung


b. Observasi perubahan status mental
c. Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
d. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
e. Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
f. Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium misal EKG,elektrolit , GDA
(Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2). Dan pemberian oksigen.
3. Kecemasan berhubungan ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
Intervensi :

a. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
Rasional :

 Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut


terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan,
perubahan peran sosial dan sebagainya.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap
situasi krisis yang dialaminya.
Rasional :

 Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
c. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anticemas / sedativa sesuai indikasi
(Diazepam / Valium, Flurazepam / Dal-mane, Lorazepam / Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan
dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya
kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
Rasional :

 Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor : Listrik


Penurunan karakteristik miokard.
Tujuan :

 Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakankeperawatan selama di


RS.
Kriteria Hasil :

 Tidak ada edema


 Tidak ada disritmia
 Haluaran urin normal
 TTV dalam batas normal
Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring selama fase akut


b. Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
c. Monitor haluaran urin
d. Kaji dan pantau TTV tiap jam
e. Kaji dan pantau EKG tiap hari
f. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
g. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
h. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
i. Berikan makanan sesuai diitnya
j. Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.


Jakarta: EGC PPNI (2017).Standart intervensi Keperwatan
Indonesia. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical –
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta:


EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

J, Elizabeth. Crowin. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:2009

H, Kalim. Dkk. 2009. Mieloperoksidase Pada Penderita Infark Miokard Akut.


Jakarta: Tidak Diterbitkan.

http://ibrahimalirsyad.blogspot.com/2012/04/sm3-cardio-kasus-ami-nanda-nic-
noc.html?m=1 https://www.academia.edu/9895817/laporan_pendahuluan_IMA

Anda mungkin juga menyukai