Oleh :
Rita Rizky Setiyani
NPM : 214121098
Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan
kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu : Angina tidak
stabil (unstable angine), STEMI, NON-STEMI. SKA merupakan keadaan darurat jantung
dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
mikardium (Harun, 2007).
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu manifestasi kumpulan gejala-gejala yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau ter hambatnya aliran darah di arteri koroner secara tiba-tiba atau
kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup yang dapat
mengakibatkan Infark Miokard Akut (IMA) STEMI atau Non-STEMI, Angina Pectoris
Tidak Stabil dan Penyakit Jantung Korener.
B. Etiologi SKA
Menurut Nurarif (2013), penyebab SKA yaitu :
1. Faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
2) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
3) Faktor darah : Anemia, hipoksemia,polisitemia.
b. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas yang berlebihan.
2) Emosi.
3) Makan terlalu banyak.
4) Hypertiroidisme.
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard.
2) Hypertropimiocard.
3) Hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia lebih dari 40 tahun.
2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanitameningkat
setelah menopause.
3) Hereditas.
4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diettinggi
lemak jenuh, aklori.
2) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,ambisius,
kompetitif), stress psikologis berlebihan
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus
tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung
1. Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelahistirahat dan
setelah diberikan nitrogliserin.
2. Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapatseperti
tertekan, diperas atau diremas.
3. Region:Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatasperikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapatterjadi nyeri
dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4. Severity (Scale) of Pain: klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau0-10
(visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa beratnyeri yang
dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeriberkisar antara 3-4 (0-4) atau
7-9 (0-10).
5. Time: biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnyadikeluhkan
> 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul padawaktu istirahat, nyeri
biasanya dirasakan semakin berat (progresif) danberlangsung lama.
D. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
5. Emboli Paru
8. Aneurisma Ventrikel
E. Patofosiologi
2. Cek Labolatorium
a. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonit transferase), Troponin I, Troponin T. Peningkatan kadar enzim
merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titerenzim-enzim
ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark,
mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak,uterus, sel,
pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular
dan setelah latihan otot.
b. Elektrolit
Ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal
hipokalemi, hiperkalemi
d. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
e. Kimia Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut
atau kronis
f. AGD/ABG
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
3. Foto RO thorak AP
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
4. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
6. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.
Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah
adanya gelombang Q / QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat
dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami
oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil
berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total,
maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi
segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi.
Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam
bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan
dengan area injury , maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk
ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan
dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria usia ≥ 40tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi
terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa
berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis
Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di
sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20
menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi
gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior
dirasakan seperti diremas - remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri mulai
dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering
terasa nyeri dari pada lengan kanan rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah
jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang istirahat atau pemberian
nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-
debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan
nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan
iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai
dinding inferior.
b. Kelas 1 B Lignocain
Untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
c. Kelas 1 C Flecainide
Untuk ventrikel ektopik dan takikardi
a. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh
darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.
Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat
arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul
gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak
b. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidak nyamanan dan juga mencegah serangan
jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol)
dannon-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol).
d. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan
darah pada arteri, Missal: heparin dan enoksaparin.
e. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan. Jika obat-obatan tidak mampu
menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat dilakukan tindakan
medis.
2. Terapi Medis
Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
Defibrilasi
Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3. Terapi pacemaker
Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang keotot jantung
untuk mengontrol frekuensi jantung.
4. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arterikoroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian
balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya
bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah. Pada angioplasti, dapat
diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap
terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya
bendungan ulang pada arteri.
A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Aktifitas
Gejala :
Kelemahan
Kelelahan
Tidak dapat tidur
Pola hidup menetap
Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Tanda :
1) Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
2) Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
3) Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
4) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
5) Friksi ; dicurigai Perikarditis
6) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
7) Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
8) Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
c. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan
, kerja , keluarga .
d. Eliminasi
Tanda :normal, bunyi usus menurun.
f. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
h. Nyeri atau
ketidaknyamanan Gejala :
1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
2) Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
3) Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
4) Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
5) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus
, hipertensi, lansia
i. Pernafasan:
Gejala :
j. Interkasi
social Gejala :
Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
Kesulitan istirahat dengan tenang
Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
Menarik diri
Kriteria Hasil:
Intervensi :
a. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
Rasional :
Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
c. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anticemas / sedativa sesuai indikasi
(Diazepam / Valium, Flurazepam / Dal-mane, Lorazepam / Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan
dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya
kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
Rasional :
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical –
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
http://ibrahimalirsyad.blogspot.com/2012/04/sm3-cardio-kasus-ami-nanda-nic-
noc.html?m=1 https://www.academia.edu/9895817/laporan_pendahuluan_IMA