STEMI
A. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) merupakan sindroma klinis yang didefinisikan dengan
tanda gejala dan karakteristik iskemi miokard dan berhubungan dengan persisten ST elevasi dan
pengeluaran biomarker dari nekrosis miokard. Cardiac troponin merupakan biomarker yang
digunakan untuk diagnosis infark miokard. (AHA, 2015).
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah
koroner oleh proses degeneratif maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandaikeluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin
dari pembuluh darah coroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi oksigen dan mati. Selain itu STEMI
merupakan Infark yang terjadi diseluruh dinding miokard, dari endocardium ke epicardium dengan
lokasi di anterior, inferior, maupun septal. Karakteristiknya antara lain terdapat elevasi gelombang
ST dan Q pada ECG, adanya isoenzime CK-MB 3-6 jam setelah onset dan terus meningkat hingga 12-
24 jam (Huswar, 2016).
B. ETIOLOGI
Stemi terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2013).
Intinya STEMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertanggani
dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung tersebut.
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor yang menyebabkan seseorang mengalami infark yaitu
faktor yang bisa dimodifikasi atau dirubah dan faktor yang tidak bisa dimodifikasi atau dirubah.
a. Faktor yang bisa dimodifikasi
1) Merokok : Merokok dapat menyebabkan atherosclerosis, peningkatan trombogenesis dan
vasokontriksi, pemicuaritmia, meningkatkan kebutuhan oksigen dan penurunan kapasitas
pengangkuttan oksigen jantung yang membuat jantung berkerja keras dan memudahkan
jantung untuk terjadinya infark.
2) Konsumsi alkohol : Alkohol dapat meningkatkan trombolisis, mengurangi adhesi platelet, dan
meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi namun asumsi masih controversial.
3) Hipertensi sistemik: Dapat memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari
meningkatnya after load yang pada akirnya meningkatkan kebutuhan oksigen jantung
4) Obesitas: Jika seseorang dengan berat badan yang berlebih (obesitas) akan mudah
mengalami peningkatan darah dan peningkatan kolesterol dalam 24 darah yang semua itu
bisa menyebabkan penyakit jantung.
5) Penyakit diabetes : Dikarenakan adanya abnormalitas metabolisme lipid,obesitas, hipertensi
sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis)
6) Kurang olahraga Akhtivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung pembuluh jantung, yaitu sebesar20-40%.
b. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Semakin tua umur seseorang elastisitas pembuluh darah nya berkurang, resiko meningkat
pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya setelah menopouse)
2) Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan
pada perempuan. Hal ini disebabkan oleh faktor ekstrogen dan endogen yang bersifat
protektif pada perempuan.
3) Riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan
faktor resiko independent untuk terjadinya PJK.
4) Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompretitif, kasar, sinis, ambisius, dan
gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antar stress dengan
abnormalitas metabolisme lipid.
D. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendereung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium, disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan, infark sudah
dapat terjadi pada subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi
infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan
ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard
yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark
meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
E. WOC/POHON MASALAH
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CK-MB/CK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara4-6jam, memuncak dalam 12-
24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam. CKMB lebih spesifik terutama bila rasio CKMB: CK
>2.5 % namun nilai keduanya harus meningkat secara serial dalam 24 jam pertama. CKMB
mencapai puncak 20 jam setelah infark. Yang lebih sensitive adalah penilaian rasio CKMB 2
CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah kejadian. CKMB 2 adalah enzim CKMB dari
miokard, yang kemudian diproses oleh enzim karboksipeptidase menghasilkan insomernya,
CKMB.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali
normal dalam 3 atau 4 hari
d. Enzim troponin T
Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil
otot bergaris. Peningkatan kadar cTnT terdekteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT
mencapai puncak 12- 24 jam setelah jejas (samsu, 2010). Peningkatan terus terjadi selama
7-14 hari. CTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama dari pada CKMB. Diagnosis
infark miokard ditegakkan bila ditemukan enzim. troponin T ditemukan dalam 12 jam
pertama sebesar ≥0.03µg/L.
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini
terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS
yang menandakan adanya nekrosis.
3. Coronary Angiography
Merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada jantung dan pembuluh darah. Sering
dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arterikoroner. Kombinasi
nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar
seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardia dan atau hipotensi sedangkan pada pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikuler adalah
S4 dan S3gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan splitparadoksikal bunyi
jantung kedua (Isselbacher, 2008).
Selain pemeriksaan diatas ada pula pemeriksaan penunjang yang diperlukan yaitu
Laboratorium: Creatinin Posfakinase, Laju Endap Darah, Leukosit, Kolesterol, Trigliserida, Kardiak
iso-enzim, Analisa Gas Darah.
G. PENATALAKSANAAN
Untuk kasus dengan gambaran klinis STEMI dengan mula terjadi (onset) < 12 jam dan pada
EKG terlihat ST elevasi persisten atau diduga ada LBBB baru maka harus segera dilakukan reperfusi
baik mekanik maupun farmakologik. Reperfusi mekanik dengan percutaneous coronary translumnal
angioplasty (PTCA) adalah terapi pilihan bila sarana memungkinkan.
Sebelum terapi reperfusi, terapi awal yang diberikan adalah penghilang nyeri (analgetik)
golongan opiates seperti morphine (IV 4-8 mg dengan dosis tambahan 2 mg setiap 15 menit). Ini
penting untuk menghilangkan nyeri dan menenangkan pasien karena bila pasien kesakitan dan
cemas maka akan terjadi takikardia yang dapat meningkatkan beban kerja jantung. Terapi awal lain
adalah pemberian oksigen.
H. KOMPLIKASI
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara
klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri
mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slip page serat otot,
disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya
terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional
dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel
kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat
dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. pada pasien dengan fraksi ejeksi
< 40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitore ACE harus diberikan.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel.
Penatalaksanaan: operasi
Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah raga
tidak teratur
Tanda : Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus.
Tanda :
1) Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri
2) Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
3) Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan konraktilits atau komplain ventrikel
4) Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
5) Friksi ; dicurigai Perikarditis
6) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
7) Edema
8) Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel
9) Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
c. Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
d. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
e. Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
f. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
h. Nyeri atau ketidak nyamanan
Gejala :
1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral)
2) Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
3) Kualitas: “Crushing”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
4) Intensitas: Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
5) Catatan: nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus,
hipertensi, lansia
i. Pernafasan:
Tanda:
1) Peningkatan frekuensi pernafasan
2) Nafas sesak / kuat
3) Pucat, sianosis
4) Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :
1) Dispnea tanpa atau dengan kerja
2) Dispnea nocturnal
3) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
4) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
3. Diagnosa keperawatan
a. D.0005 Pola napas tidak efektif b/d gangguan suplai oksigen
b. D.0008 Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik
miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
c. D.0014 Resiko perfusi Miokard tidak efektif b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner
d. D.0077 Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
4. Intervensi