Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN STEMI DI RUANG KEMUNING

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

Disusun oleh :
ANIS ZAHRIA
2011040198

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
A. Definisi
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah
terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh
darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-
elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang
lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG.
STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari sindrom koroner
akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi
total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).

B. Etiologi
Berikut ini ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA
Menurut Kumar,(2007) diantaranya yaitu :
1. Faktor yang dapat dirubah :
a) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl
akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan
resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl.
Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko
penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko dari IMA, baik tekanan darah systole
maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan
risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan
individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi
dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga
lainnya dapat meninggal karena stroke
c) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang
lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok
dapat menurunkan risiko secara substansial
d) Diabetes melitus
Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita
diabetes.
e) Stress psikologik.
Stress menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik.
2. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a) Usia
Akumulasi plak merupakan proses yang progressif, manifestasi klinis tidak
akan muncul sampai lesi mencapai ambang kritis, dan mulai menimbulkan
kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Pada usia 40-60
tahun , insidens IMA meningkat lima kali lipat.
b) Jenis kelamin
IMA jarang ditemukan pada wanita premenopause, kecuali jika diabetes,
hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause insiden plak
meningkat lebih besar, karena pengaruh hormon estrogen.
c) Riwayat Keluarga
3. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard, disebabkan tiga faktor :
a) Pembuluh darah
Berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai
sel-sel jantung. Beberapa hal yang mempengaruhi kepatenan pembuluh
darah yaitu: athelerosclerosis, spasme, arteritis.
b) Spasme pembuluh darah
Dipengaruhi pengkonsumsian obat-obatan tertentu, stress emosional atau
nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan merokok.
c) Sirkulasi
Berkaitan dengan faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan,
stenosis atau insufisiensi yang terjadi pada beberapa bagian katup jantung
menyebabkan suplasi oksigen tidak adekuat.
d) Darah
Jika daya angkut darah berkurang, maka suplai oksigen tetap tidak cukup
walaupun pembuluh darah dan pemompaan jantung bagus.
e) Meningkatnya kebutuhan oksigen
Pada orang yang mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi
(meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP saat
meningkatnya kebutuhan oksigen) dapat memicu terjadinya infark, karena
kebutuhan oksigen meningkat sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Hipertrofi miokard dapat memicu terjadinya infark, karena pemompaan
jantung tidak efektif.
C. Tanda Gejala
Pada infark miokard dikenal istilah TRIAS, yaitu:
1. Nyeri :
a) Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan
terusmenerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah
dan abdomen bagian atas.
b) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
2. Laboratorium Pemeriksaan enzim jantung :
a) CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b) LDH/HBDH Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk
kembali normal
c) AST/SGOT Meningkat ( kurang nyata / khusus ) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari 3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan
simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi
kemudian adalah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya
nekrosis
D. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi
dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut
terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari
endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury
terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan
daerah non infark mengalami dilatasi.
E. Pathway
A.
F. Pemeriksaan Penunjang
a) Elektrokardiografi (EKG) Adanya elevasi segmen ST pada sadapan
tertentu
 Lead II, III, aVF : Infark inferior
 Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
 Lead V2-V4 : Infark anterior
 Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
 Lead I, aVL : Infark high lateral
 Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
 Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral Adanya Q valve
patologis pada sadapan tertentu.
b) Ekokardiogram Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai
fungsi jantung khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan
gelombang ultrasoouns
c) Laboratorium- Peningkatan enzim CK-MB, CK 3-8 jam setelah sernagan
puncaknya 10-30 gram dan normal kembali 2-3 hari- Peningkatan LDH
setelah serangan puncaknya 48-172 jam dan kembali normal 7-14 hari-
Leukosit meningkat 10.000 – 20.000 kolesterol atau trigliserid meningkat
sebagai akibat aterosklerosis
d) Foto thorax roentgenTampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan
terlihat pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan
hipertropi ventrikel
e) Percutaneus Coronary Angiografi (PCA)Pemasangan kateter jantung
dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x-ray yang mengetahui
sumbatan pada arteri koroner
f) Tes TreadmillUji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap
aktivitas
G. Penatalaksanaan
a) Istirahat total, Tirah baring, posisi semi fowler.
b) Monitor EKG
c) Diet rendah kalori dan mudah dicerna ,makanan lunak/saring serta
rendah garam (bila gagal jantung).
d) Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
e) Atasi nyeri :
 Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-
ulang.
 Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
 oksigen 2-4 liter/menit.
 sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral
f) Antikoagulan :
 Heparin 20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv
dilakukan atas indikasi
 Diteruskan asetakumoral atau warfarin
 Streptokinase / trombolisis
g) Bowel care : laksadin
h) Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran
pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat
diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian
dapat diturunkan sebesar 40%.
i) Psikoterapi untuk mengurangi cemas

H. Pengkajian
a) Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias
dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
b) Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.

c) Riwayat penyakit sekarang (PQRST)


 Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istirahat.
 Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
 Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau
nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada.
Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
 Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara
4-5 skala (0-5).
 Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama.
Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi
dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
d) Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi
apa yang timbul.
e) Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
f) Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
g) Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
h) Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan.
i) Pemeriksaan Diagnostik
 EKG
 Echocardiogram
Lab  CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH

I. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
oklusi arteri koroner
b) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
c) Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau
kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis,
kolaps jalan napas/ alveolar edem paru/ efusi, sekresi berlebihan/
perdarahan aktif)
d) Penurunan curah jantung berhubungan dengan infark miokard
e) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan miokard infark
f) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan
J. Intervensi Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara 1. Menentukan tindakan
tindakan keperawatan komprehensif yang tepat
selama 2 x 24 jam, 2. Observasi reaksi non verbal 2. Menjadi data
diharapkan nyeri pada dari ketidaknyamanan pendukung penentuan
pasien dapat berkurang 3. Ajarkan teknik nafas dalam Dx
dengan Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien bedrest total 3. Mengurangi rasa nyeri
1. Mampu Mengontrol 5. Anjurkan pasien posisi fowler dengan cara
nyeri atau semi fowler meningkatkan rasa
2. Melaporkan nyeri 6. Cek Riwayat alergi nyaman
berkurang 7. Monitor TTV 4. Mempercepat
3. Mampu mengenali 8. Kolaborasikan dengan kesembuhan
nyeri dokteruntuk pemberian 5. Meningkatkan ekspansi
(skala,intensitas,freku analgetikbila diperlukan paru,memaksimalkan
ensi,dan tanda nyeri) 9. Evaluasi efektifitas ventilasi
4. Menyatakansecara analgesic,tanda – tanda gejala 6. Menurunkan resiko
nyaman bahwa nyeri alergi obat
berkurang 7. Mengetahui keadaan
umum
8. Mengurangi nyeri
9. Menentukan tindakan
selanjutnya
2 Setelah dilakukan 1. Monitor adanya daerah yang 1. Untuk mengetahui akral
tindakan keperawatan peka terhadap panas, dingin, pada pasien
diharapkan masalah tajam, tumpul 2. Untuk mengetahui
gangguan perfusi jaringan 2. Monitor gambar EKG tanda tanda alkalosis
dengan kriteria hasil: 3. Bantu pasien untuk ambulasi metabolik
a. Tanda Vital dalam 4. Kolaborasi pemeriksaan 3. Untuk mengurangi
rentang normal laboratorium (gas darah, resiko dekubitus
- TD : 110 – 130 /70 – BUN, kretinin, elektrolit) 4. Penting sebagai
90 mmHg 5. Kolaborasi dalam pemberian indikator perfusi/fungsi
- HR:80 – 100 X/menit terapi obat organ.
- RR : 20 – 24 X/menit
b. Tidak ada tanda- tanda 5. Untuk mempercepat
peningkatan tekanan penyembuhan
intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
3 Setelah dilakukan 1. Auskultasi suara nafas, catat 1. Menunjukan adanya
tindakan keperawatan adanya krekels bendungna pulmonal/
diharapkan masalah 2. Pantau BGA, nadi Oksimetri penumpukan secret
pertukaran gas teratasi 3. Atur posisi semiflower 2. Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil: 4. Bantu pasien untuk melakukan hipoksemia dan dapat
a. BGA dalam rentang teknik nafas dalam menjadi berat selama
normal 5. Kolaborasi dengan dokter oedem paru
- pH : 7,38-7,42 untuk pemberian terapi 3. Untuk memberikan
- HCO3: 22-28 Oksigen kesempatan paru
- PO2: 75 -100 mm mengembang secara
Hg maksimal
- PCO2: 38-42 mm 4. Memberikan rasa
Hg rileks/ nyaman
- SaO2: 94-100% 5. Untuk proses
b. RR dalam rentang penyembuhan
normal (16-24x/menit)
c.Kebutuhan oksigen
adekuat dibuktikan
dengan pasien tidak
mengeluh sesak nafas
4 Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Mengetahui keadaan
tindakan keperawatan 2. Catat adanya tanda dan gejala umum pasien
selama 2 x 24 jam, penurunan cardiac output 2. Menilai cardiac output
diharapkan penurunan 3. Monitor balance cairan
curah jantung dapat 4. Kaji ulang EKG
teratasi dengan Kriteria 5. Auskultasi bunyi nafas 3. Mengetahui haluaran
Hasil : urine
1. TTV dalam rentang 4. Menunjukkan
normal perbaikan/ kemnajuan
TD : 110 – 130 /70 – infark fungsi ventrikel
90 terutama pada gambar
mmHg ST menunjukkan
N : 80 – 100 kestabilan.
X/menit 5. Mengetahui adanya
RR : 20 – 24 X/menit kongesti paru karena
2. Tidak ada disaritmia penurunan fungsi
3. Penurunan dispnea miokard
4. Tidak ada penurunan
kesadaran
5. Haluaran urine
adekuat
6. Tidak ada edema
paru,perifer,dan
ascites
7. AGD dalam batas
normal
5 Setelah dilakukan 1. Observasi pola nafas klien 1. Mengidentifikasi
tindakan keperawatan 2. Auskultasi suara nafas kepatenan jalan nafas
selama 1 x 24 jam, tambahan(Ronchi ,wheezing) dan keperluan
diharapkan pola nafas 3. Atur posisi untuk tambahan oksigen
kembali efektif,dengan memaksimalkan ventilasi 2. Mengidentifikasi
Kriteria Hasil : (fowler atau semi fowler) adanya kelainan di paru
1. Sesak nafas 4. Ajarkan teknik nafas dalam 3. Meningkatkan ekspansi
berkurang 5. Ukur RR dan SpO2 paru dan
2. Penggunaan 6. Kolaborasi pemberian O2 memaksimalkan
ventilator O2 7. Kolaborasi pemberian ventilasi
berkurang bronkodilator 4. Meningkatkan rasa
3. Frekuensi RR = 20 – nyaman
24 X/menit 5. Mengidentifikasi
4. Menunjukakan jalan keperluan tambahan
nafas yang paten O2
6. Pemberian 02 adekuat
7. Menjaga kepatenan
jalan nafas.
6 Setelah dilakukan 1. Observasi adanya pembatasan 1. Mengurangi pasien
tindakan keperawatan klien dalam melakukan kelelahan
selama 3 x 24 jam, aktivitas
diharapkan ada 2. Kaji adanya factor yang
peningkatan aktivitas pada menyebabkan kelelahan 2. Menurunkan resiko
pasien,dengan Kriteria 3. Monitor nutrisi dan sumber kelelahan
Hasil : energy yang adekuat
8. Keseimbangan antara 4. Bantu klien mengidentifikasi 3. Nutrisi yang adekuat
aktivitas dan istirahat aktivitas yang mampu mengurangi kelehan
9. TTV dalam rentang dilakukan saat aktivitas
normal 4. Aktivitas yang tidak
TD : 110 – 130 /70 – sesuai kemmpuan
90 akan menyebabkan
mmHg resiko komplikasi
N : 80 – 100
X/menit
RR : 20 – 24 X/menit
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC


2. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
3. Pusponegoro, D Aryono. 2010.Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac
LifeSupport, Jakarta : Diklat Ambulance AGD 118
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
5. Cooper, Diana. 2015. The use of primary PCI for the treatment of STEMI.
British Journal of Cardiac Nursing Vol 10 No 7. Diakses pada 28 April 2018.
https://www.magonlinelibrary.com
6. Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid .
jogjakarta : Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai