Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP TEORITIS

STEMI ANTERIOR SEPTAL


KEPERAWATAN NON MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh :

Rice Marita

NIM. 21300020

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Tinjauan Teoritis
1. Definisi

Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung


yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark.
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu
ST- elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard
(NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan
area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai
dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan
oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan
miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

2. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat
beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain
aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar,
yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a). Usia

Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif,


biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai
ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia
menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60
tahun, insiden infark
miokard pada pria meningkat lima kali lipat.
b). Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika
terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause,
insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan
lebih besar jika dibandingkan dengan pria.
c). Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara,
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan
kemungkinan timbulnya IMA.

2. Faktor resiko yang dapat dirubah :


a). Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl
akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko
ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan
kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri
koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai
faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b). Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50%
pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif,
dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c). Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang
lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti
merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007).
d). Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan
predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi
pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat
peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus
e). Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
f). Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. Tanda & Gejala


1. Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang
biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk,
atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada
angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan
berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau
epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi
pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan
kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).

2. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam
pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi
hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50%
pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi
dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi.
Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga
sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya
penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin
ditemukan selama satu minggu post STEMI.

4. Patofisiologi/ PATHWAY
5. Pemeriksaan Diagnostik

Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat


dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks
nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a) Lead II, III, aVF : Infark inferior
b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4 : Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e) Lead I, aVL : Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot
jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein
spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan
aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah
perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium
dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI)
memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot
skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay
untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena
cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi
meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal,
pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic.
Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
b) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya
kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI
memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada
penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB
dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat
dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada
miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar
isoenzim MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging
a) echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography
hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat
dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika
tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau
tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat
digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan
terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat
berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga
dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi
pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi
mitral, dua komplikasi STEMI.
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac
MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan
pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan
leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset
nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai
12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat
dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama
dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.

6. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal
(aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di
luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang
sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari
separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-
RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
 Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
 Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
 Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,
triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
5. Hospital
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal
infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan
STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama.
Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk
untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi
tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini
bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler
paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat
berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan
secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus
sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.

b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ±
300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori
total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi
rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi

6. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat
diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan
pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai
menderita infark ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai
dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian
morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga
terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan
arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan
bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki
hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran
infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat
melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi dan
diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3. Riwayat Kesehatan (PQRST)
a) Riwayat penyakit sekarang
1). Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
2). Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan
klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3). Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di
atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri
serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4). Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5
skala (0-5).
5). Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri
oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya
lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai
infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan
pingsan.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah
tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa
diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi
apa yang timbul.
c) Riwayat penyakit keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila
ada anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.

4. Pola Pengkajian Pasien


a). Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap,
jadwal olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
b). Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1). TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
2). Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3). Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4). Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
5). Friksi; dicurigai perikarditis.
6). Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7). Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
8). Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
c). Eliminasi
Bunyi usus normal atau menurun.
d). Makanan dan cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan.
e). Neurosensori
Gejala: pusing,kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat).Tanda: perubahan mental dan kelemahan.
f). Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
1. Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
2. Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
3. Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat.
4. Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman
nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
5. Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan
DM, hipertensi dan lansia.

Tanda:

1. Wajah meringis, perubahan postur tubuh.

2. Menangis, merintih, meregang, menggeliat.

3. Menarik diri, kehilangan kontak mata

4. Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan,

warna kulit/kelembaban, kesadaran.


g). Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis.
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri
koroner.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot
infark, kerusakan structural.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,
misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard,
efek obat depresan jantung.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan pasien mengenai
berhubungan Tindakan keperawatan nyeri dada, meliputi : lokasi,
dengan iskemia selama 3x24 jam radiasi, durasi dan faktor yang
jaringan diharapkan nyeri mempengaruhinya.
sekunder berkurang atau hilang 2. Berikan istirahat fisik dengan
terhadap oklusi dengan kriteria hasil: punggung ditinggikan.
arteri koroner. - Nyeri dada 3. Kaji ulang riwayat angina
hilang/terkontrol. sebelumnya, nyeri menyerupai
- Mendemonstrasikan angina.
penggunaan teknik 4. Anjurkan pasien untuk
relaksasi. melaporkan nyeri dengan
- Klien tampak segera.
rileks,mudah 5. Berikan lingkungan yang
bergerak. tenang, aktivitas perlahan, dan
tindakan nyaman.
6. Bantu melakukan teknik
relaksasi (napas
dalam/perlahan,perilaku
distraksi, visualisasi,
bimbingan
imajinasi.
7. Periksa tanda vital sebelum
dan
sesudah obat narkotik.
8. Kolaborasi dengan tim medis
pemberian: Antiangina
(NTG).
2. Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Pantau tanda vital:
jantung Tindakan keperawatan frekuensi jantung, TD,nadi.
berhubungan selama 3x24 jam 2. Evaluasi adanya bunyi jantung
dengan diharapkan curah S3,S4.
perubahan jantung adekuat 3. Auskultasi bunyi napas.
frekuensi, irama, dengan kriteria hasil: 4. Berikan makanan porsi makan
konduksi elektri, - TD, curah jantung kecil dan mudah dikunyah,
penurunan dalam batas normal. batasi asupan kafein,kopi,
preload/ - Haluaran urine coklat, cola.
peningkatan adekuat. 5. Berikan obat antidisritmia.
tahanan - Tidak ada disritmia
vaskuler sistemik, - Penurunan dispnea,
otot infark, angina.
kerusakan - Peningkatan toleransi
structural. terhadap aktivitas.

3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Observasi adanya perubahan


perfusi jaringan Tindakan keperawatan tingkat kesadaran secara tiba-
berhubungan selama 3x24 jam tiba.
dengan diharapkan perfusi 2. Observasi adanya pucat,
penurunan aliran jaringan efektif sianosis, kulit dingin/lembab da
darah, dengan kriteria hasil: raba kekuatan nadi perifer.
misalnya - Kulit hangat dan 3. Observasi adanya tanda
vasikonstriksi, kering. Homan,
hipovolemia, dan - Nadi perifer kuat eritema, edema.
pembentukan - Tanda vital dalam 4. Anjurkan klien untuk latihan
tromboemboli. batas normal. kaki aktif/pasif.
- Kesadran compos 5. Pantau pemasukan dan
mentis. perubahan keluaran urine.
- Keseimbangan 6. Pantau laboratorium, kreatinin,
pemasukan dan elektrolit.
pengeluaran. 7. Beri obat sesuai indikasi.
- Tidak edema dan
nyeri.
4. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi jantung,
aktivitas Tindakan keperawatan irama, dan perubahan TD
berhubungan selama 3x24 jam sebelum, selama, dan
dengan diharapkan klien sesudah beraktivitas sesuai
menunjukkan
ketidakseimbanga peningkatan aktivitas indikasi.
n antara suplai secara bertahap 2. Tingkatkan istirahat, batasi
oksigen miokard dengan kriteria hasil: aktivitas pada dasar
dengan - Klien dapat nyeri/respon
kebutuhan, melakukan hemodinamik, berikan aktivitas
adanya peningkatan toleransi senggang yang tidak berat.
iskemia/nekrotik aktivitas yang dapat 3. Anjurkan pasien untuk tidak
jaringan diukur dengan mengejan saat defekasi.
miokard, frekuensi 4. Jelaskan pola peningkatan
efek obat jantung/irama bertahap dari tingkat akyivitas.
depresan jantung. jantung dan TD 5. Observasi gejala yang
dalam batas normal. menunjukkan tidak toleran
- Kulit teraba hangat, terhadap aktivitas.
merah muda dan
kering.

   

C. Referensi

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrison’s

Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies,


Inc.

Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.
Edisi
8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai