Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI

Nama: Nurbaya Pawae


Nim :P07120321026

KEMENTERiAN KESEHATAN RI
POLTEKES KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI
TAHUN AKADEMIK 20222/2023
A.Konsep Medis

1. Definisi
STEMI merupakan sindroma klinis yang dididefinisikan dengan tanda gejala dan
karakteristik iskemi miokard dan berhubungan dengan persisten ST elevasi dan
pengeluaran biomarker dari nekrosis miokard. Cardiac troponin merupakan biomarker
yang digunakan untuk diagnosis infark miokard (Prince, 2014).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark
yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya
elevasi segmen ST pada EKG (Ningsih, 2012).
STEMI merupakan nyeri yang dirasakan pada dada kiri pasien karena adanya
penyumbatan pembuluh darah di jantung ditandai dengan hasil EKG ada perubahan
gelombang di segmen ST Elevasi.

2. Etiologi
Penyebab STEMI menurut Ningsih (2012) secara umum, antara lain:
a. Thrombus dan/atau embolus yang menyebabkan aterosklerosis dan aklusis di arteri
coroner
b. Vasospasme (vasokonstriksi atau penyempitan mendadak) pada arteri coroner
c. Penurunan suplai oksigen (tekanan darah rendah, kehilangan darah yang akut atau
anmeia).
d. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
e. Penyempitan aterorosklerotik
f. Plak aterosklerotik
g. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau oleh viserasi plak
h. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
i. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
j. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu.
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak
dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat diubah menurut Prince (2014)
a. Faktor yang tidak dapat dirubah:
1) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya
tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai
menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena
itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat
2) Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat
diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit
yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika
dibandingkan dengan pria.
3) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua
yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan
timbulnya STEMI
b. Faktor resiko yang dapat dirubah:
1) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin
merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada
wanita (Kumar, et al., 2008). Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard
bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi O2
akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi,
vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb.
2) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole
maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko
ischemic heart disease (IHD) sekitar 60 % dibandingkan dengan individu
normotensive.
3) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan
predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada
seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko
stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus.
4) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
5) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
3. Patofisiologi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah
oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI
terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat
terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi
ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak
tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh
darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner.
Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa
agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah
stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan
terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
4.Tanda dan Gejala

Kondisi tersumbatnya pembuluh darah jantung bisa menimbulkan sejumlah


gejala. Namun, gejala tersebut akan bervariasi pada setiap orang. Secara
umum, gejala STEMI yang dapat muncul, di antaranya:

 Nyeri dada yang hebat;


 Dada terasa tertekan kuat (seolah seperti ada kepalan tangan di dada);
 Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, bahu, dan lengan kiri;
 Keringat berlebih;
 Sesak napas;
 Gangguan pencernaan, seperti rasa tidak nyaman di perut dan dada;
 Mual dan muntah;
 Kelelahan dan jatuh secara tiba-tiba;
 Palpitasi (perubahan detak jantung menjadi lebih cepat);
 Sakit kepala;
 Rasa cemas atau gelisah

5.Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi
menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks
nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Gelombang Q dengan ST elevasi yang signifikan menunjukkan keakutan.
b. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga untuk
menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat
dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
c. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk
mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
d. Angiografi koroner
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan kedalam
arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri koroner.
e. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang menembus
organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang mengubahnya menjadi data
elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-
organ tubuh.
f. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang
menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi dalam
medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan)
tubuh.
g. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian dideteksi
dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola tampilan
yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma.

6.Komplikasi
STEMI dapat menyebabkan komplikasi masalah kesehatan yang lebih parah lagi dan
menyerang organ tubuh lain. Berikut merupakan jenis komplikasi yang disebabkan oleh
STEMI.

1.Gagal Jantung : Fase akut dan subakut setelah STEMI sering kali terjadi komplikasi
berupa disfungsi miokardium. Komplikasi akut yang dapat terjadi berupa kegagalan pompa
dengan remodeling patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung dan dapat
berakhir dengan gagal jantung kronik.

2.Hipotensi : Hipotensi akibat komplikasi STEMI ditandai dengan tekanan darah sistolik yang
turun dan menetap di bawah 90 mmHg. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gagal jantung,
namun bisa juga karena hipovolemia, gangguan irama, atau komplikasi mekanis.

3..Henti Jantung :STEMI yang tidak tertangani berpotensi membuat jantung berhenti
berdetak. Akibatnya, aliran darah ke otak, organ, dan anggota tubuh menjadi terganggu.
Kerusakan permanen di otak, organ, dan anggota tubuh menjadi tidak terhindarkan.
7.Penatalaksanaan
Tatalaksana STEMI :
a. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
b. Tatalaksana Umum
1) Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
2) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0 ,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena.
3) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 515 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.
5) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
B.Konsep Keperawatan

A. Pengkajian
a. Identitas ( Nama, umur, tgl lahir, alamat,dll)
b. Keluhan utama nyeri dada, perasaan sulit bernapas,
1) Provoking incident
2) Quality of pain
3) Region, radiation, relief
c. Severity (scale) of pain
d. Time
e. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
f. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual
olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
g. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner,
masalah hipertensi, DM.
h. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
i. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan berat
badan
j. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
k. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih atau
krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda
l. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahankental.
m. Interaksi sosial
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping dengan
stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi). Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang,
respon emosi meningkat, dan menarik diri dari keluarga.

B. . Diagnosa Keperawatan
Diagnosa mencakup dua fase analisis sintesis data dasar menjadi Pola yang
bermakna dan menuliskan pernyataan diagnosa Keperawatan. Pernyataan diagnosa
keperawatan ditulis dengan Bahasa yang jelas dan singkat. Setiap diagnosa
berpusat pada klien Spesifik, akuratdan mencakup suatu etiologi dan pernyataan
Deskriptif.

C.Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk Membantu klien


dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke Tingkat yang diinginkan sesuai hasil
yang diharapkan

D.Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan Klien.


Implementasi merupakan tahap keempat dariproses keperawatan, Yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang telah Dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status Kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
Menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

E.Evaluasi

Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan Keperawatan antara


dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan Dengan respon perilaku klien
yang tampil. Evaluasi adalah Membandingkan suatu hasil atau perbuatan dengan
standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A., (2010). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Price, S.A., (2014). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit volume I. Jakarta :
EGC.
Ningsih, A. (2012). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa).Yogyakarta: Nuha Medika.
Udjianti, W.J., (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017

Anda mungkin juga menyukai