Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN NSTEMI


RUANGAN INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RSUD dr. H. YULIDIN AWAY TAPAKTUAN

DISUSUN OLEH :
Olly Silvia Anari
P1337420921238

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLTEKKES SEMARANG

2022
1. Konsep Teori
A. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu gejala klinis yang
menggambarkan kondisi iskemik miokard akut. Nyeri dada adalah gejala utama yang
dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi
selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG).
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai
oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan
iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia, 2013).

B. Patofiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI dapat terjadi
karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. Trombosis akut pada arteri
koroner disebabkan dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak yang tidak
stabil ini biasanya memiliki lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,
fibrous cap yang tipis dan konsentrasifaktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolestrol dengan proporsi asam
lemak tak jenuh yang tinggi. Pada daerah ruptur plak dijumpai sel makrofag dan
limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
menggeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6 merangsang
pengeluaran hsCRP dihati (Sudoyono Aru W, 2010).

C. Etiologi
NSTEMI disebabkan karena penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang dialami oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
akibat thrombosis akut atau prosesvasokonstrikai koroner, sehingga terjdi
iskemiamiokard dapat menyebabkan jaringan nekrosis miokard dengan derajat lebih
kecil, biasanya terdapat sub endokardium. Keadaan ini dapat menyebabkan elevasi
segmen ST, namun penyebab pelepasan penanda nekrosis. Penyebab paling umum
yaitu penurunan perfusi miokard penghasil dari penyempitan arteri koroner
disebabkan oleh thrombusnonocclusive namun telah dikembangkan daerah plak
ateroskletorik terganggu.
Berikut adalah faktor-faktor penyebab NSTEMI :
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat penyakit jantung
d. Hereditas
e. Ras
2. Faktor resiko yang dapat diubah
a. Mayor : hipertensi, merokok, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, diabetes,
kalori, hyperlipidemia.
b. Minor : emosional, agerif, inaktifitas fisik, stress psikologis berlebihan,
ambisius.
3. Faktor penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b. Obstruksi dinamik
c. Obstruksi mekanik yang progresif
d. Inflamasi dan atau inflamasi
e. Faktor atau keadaan pencetus

D. Tanda dan Gejala


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2013), terdapat perbedaan secara
bermakna antara kadar glukosa darah sewaktu yang diperiksa saat masuk rumah
sakit. Di mana lebih tinggi pada penderita STEMI dibandingkan dengan Non - ST
Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) (205,8±112,3 vs 145±98,3; p=0,003). Ditinjau
dari patofisiologi STEMI dan NSTEMI, terdapat perbedaan sumbatan. Di mana pada
STEMI terjadi sumbatan total di arteri koroner sedangkan pada NSTEMI hanya
terjadi sumbatan sebagian. Selain sumbatan total terdapat pula perbedaan di mana
kadar Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) dan inflamasi yang terjadi pada STEMI
lebih tinggi dibandingkan dengan NSTEMI (Priscillah, 2017).
1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang
menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
4. Bisa atipik:
a. Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
b. Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung
bisa tanpa disertai nyeri dada.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada
Trombolysis inMyocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al.
menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif
dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T
keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan
NSTEMI.
2. Pemeriksaan laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik
dari pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah
perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan
volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal >
50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
4. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-obatan. Dan
apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di
intervensi dengan pemasangan stent.

F. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
1. Memeriksa tanda-tanda vital
2. Mendapatkan akses intra vena
3. Merekam dan menganalisis EKG
4. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta
pemeriksaan koagulasi.
6. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).

EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk,
jika normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada
pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark < 2minggu dengan
iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner,
pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian
morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada
walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
Terapi Non Medis :
a. Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah
(penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan
kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga
kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang
dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan
aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
b. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung

2. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Primer
a. Airway (jalan napas)
1) Bersihan jalan napas
2) Adanya atau tidak adanya sumbatan jalan napas
3) Tanda-tanda perdarahan di jalan napas
a. Breathing dan ventilasi
1) Terlihat sesak, Frekuensi napas 24 kali per menit
2) Mengeluh sesak napas seperti tercekik
3) Dispnea kardiak biasanya ditemukan pada infark miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat
b. Circulation dengan kontrol perdarahan
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah menurun akibat penurunan volume.
3) Denyut nadi perifer melemah
c. Disability
1) Tingkat kesadaran biasa compos mentis (CM)
2) Biasa akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem
saraf pusat lakukan observasi Glasgow coma scale (GCS)
d. Exposure
1) Klien merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
2) Warna kulit, kelembapan kulit
3) Turgor kulit/ kelainan pada kulit

Sekunder

1) Kualitas Nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau
seperti tertindih barang berat.
2) Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri
bawah danpipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
3) Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
4) Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih
dari 20 menit,tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum
Nitrogliserin.
5) Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea,
pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit
dinghin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
6) Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya
ventrikel Atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun,
takipnea, mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4
Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi,
LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordialfriksin rub,
pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya
meningkat( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema
periver, hati lembek.
7) Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.

B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisologis
2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
3. Risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

C. Intevensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisologis
Setelah dilakukan tindakan 1x6 jam diharapkan nyeri berkurang
Tindakan keperawatan : Manajemen Nyeri
a. Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
b. Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (teknik nafas
dalam, kompres hangat/dingin, aromaterapi)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi


jantung Setelah dilakukan tindakan 1x6 jam diharapkan curah jantung meningkat
Tindakan keperawatan : Perawatan Jantung Akut : Akut
a. Observasi :
- Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan dan pereda,
kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi dan frekuensi)
- Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
- Monitor Aritmia( kelainan irama dan frekuensi)
- Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko aritmia( mis. kalium,
magnesium serum)
- Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I)
- Monitor saturasi oksigen
- Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut(mis. Skor TIMI, Killip,
Crusade)
b. Terapiutik :
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
- Pasang akses intravena
- Puasakan hingga bebas nyeri
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stres
- Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan
- Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
- Berikan dukungan spiritual dan emosional
c. Edukasi :
- Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
- Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis. Mengedan sat BAB atau
batuk)
- Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
- Ajarkan teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
d. Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antiplatelat, jika perlu
- Kolaborasi pemberian antiangina(mis. Nitrogliserin, beta blocker, calcium
channel bloker) - Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
- Kolaborasi pemberian inotropik, jika perlu
- Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver Valsava (mis.,
pelunak, tinja, antiemetik) - Kolaborasi pemberian trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
- Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada , jika perlu

3. Risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Setelah dilakukan tindakan 1x6 jam diharapkan pola napas kembali efektif
Tindakan keperawatan : Terapi Oksigen
a. Observasi :
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah ), jika
perlu
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan - Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
b. Terapeutik :
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi pasien
c. Edukasi :
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
d. Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen - Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta
EGC

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1 : cetakan II. Jakarta Se- latan :
DPP PPNI

PPNI.2019. Standar Luaran Keperawatan In- donesia. Edisi 1 :cetakan II. Jakarta Selatan : DPP
PPNI

PPNI.2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1: cetakan III (revisi).

Smeltzer, & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8th ed.). EGC.

Wahyunadi, N.M.D., Sargowo, D. & Suharson, T., 2017. Perbedaan Keberhasilan Terapi
Fibrinolitik Pada Penderita ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) Dengan
Diabetes dan Tidak Diabetes Berdasarkan Penurunan ST-Elevasi. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 5,pp.96-102

Anda mungkin juga menyukai