Anda di halaman 1dari 13

RESUME

STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK) & NSTEMI (NON ST ELEVASI


MIOKARD INFARK)

OLEH

Juni Yanti Tampubolon


052019022

PROGRAM STUDI NERS


STIKES SANTA ELISABETH MEDAN
T.A. 2019/2020
A. STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)

1. Definisi
STEMI adalah sindrom klinis yang merupakan tanda dan gejala infark miokard yang
ditandai dengan ST elevasi yang menetap dan juga diikuti dengan pelepasan biomarker
nekrosis mikard. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi
lipid (Sudoyo, 2010).

2. Etiologi
a. Faktor yang dapat diubah
 Hiperlipidemia, merupakan peningkatan kolestrol dan atau trigliserida
serum diatas batas normal.
 Hipertensi
 Merokok
 Diabetes mellitus
 Stress psikologik
b. Faktor yang tidak dapat diubah
 Usia
 Jenis kelamin
 Genetik

3. Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi ketika trombus pada arteri koroner berkembang secara
cepat pada tempat terjadinya kerusakan vaskuler. Faktor penyebab kerusakan ini yaitu seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. STEMI terjadi ketika permukaan plak
aterosklerosis mengalami ruptur dan terbentuklah trombus, sehingga terjadi oklusi pada arteri
koroner. Pada sebagian kecil kasusnya penyebab lain dari STEMI yaitu karena emboli arteri
koroner, abnormalitas congenital, spasme coroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama
inflamasi. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan
jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis.

4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dada seperti tertusuk, terbakar atau tertimpa benda berat yang menjalar
sampai ke lengan. Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis
akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan
gastrointestinal. Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin
b. Gambaran EKG dengan adanya elevasi ST ≥ 2 mm, minimal 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan
kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.
c. Peningkatan enzim CK-MB dan troponin, yaitu pemeriksaan infark miokard
terdiri dari 3 pemeriksaan yang disebut dengan triple cardiac marker yaitu CK-
MB, myoglobin, dan troponin I.

5. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikel
b. Pump failure
c. Aritmia
d. Gagal jantung kongestif
e. Syok kardiogenik
f. Edema paru akut
g. Disfungsi otot papilaris
h. Defek septum ventrikel
i. Ruptur jantung

6. Pemeriksaan penunjang
a. EKG :
 Lead II, III, aVF : infark inferior
 Lead V1-V3 : infark anteroseptal
 Lead V2-V4 : infark anterior
 Lead 1, aVL, V5-V6 : infark anterolateral
 Lead 1, aVL : infark high lateral
 Lead 1, aVL, V1-V6 : infark anterolateral luas
 Lead II, III,aVF, V5-V6 : infark inferolateral
 Adanay Q valve patologis pada sadapan tertentu
b. Echocardiogram, digunakan untuk mengevaluasi mengenai fungsi jantung
khususnya fungsi ventrikel dengan menggunakan gelombang ultrasounds
c. Foto thorax, rontgen tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat
pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi
ventrikel
d. Percutaneus coronary angiografi (PCA), pemasangan kateter jantung dengan
menggunakan zat kontras dan memonitor x-ray yang mengetahui sumbatan pada
arteri koroner
e. Ter treadmill, uji latih untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas
f. Laboratorium :
 Cretinin kinase (CK)MB. Meningkat setelah 3 jam bila infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari
 cTn (cardiac specific troponin). Ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim
ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

Pemeriksaan enzim jantung :


 Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam
 Creatinin kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4
hari
 Lactic dehydrogenas (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

7. Penatalaksanaan
a. Aktivitas , pasien dengan STEMI harus istirahat ditempat tidur 12 jam pertama,
jika tidak terjadi komplikasi, maka pasien harus didukung untuk melanjutkan
postur tegak dengan menggantungkan slah satu kaki disisi temat tidur dan duduk
dikursi dalam 24 jam pertama.
b. Diet, hanya diberikan air per oral atau tidak diberikan apapun 4-12 jam pertama.
Asupan nutrisi harus mengandung kolestrol kurang lebih 300 mg/dl
c. Bowel, bedrest dan pemberian terapi obat sebagai berikut :
 Oksigen, suplemen O2 harus diberikan dengan saturasi oksigen <90%
 Nitrogliserin, nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampa 3 dosis dengan interval 5 menit
 Morfin, sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai
dosis tottal 20 mg
 Aspirin, dengan dosis 160-325 mg di ruang emergency, selanjutnya
diberikan per oral dengan dosis 75-162 mg.
 Penyekat beta, juka morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan
syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit tekanan sistolik > 1mm
mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari
diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan
dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.

B. NSTEMI (NON ST ELEVASI MIOKARD INFARK)

1. Definisi
NSTEMI adalah  adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke
miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel
pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia,2009).
Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard diketahui merupakan
suatu kesenambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard  berupa
peningkatan biomarker jantung (Sudoyo, 2009).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus
yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.

2. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi Koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis
akut atau proses vasokonstrikai koroner, sehingga terjadiiskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada
sub endokardium. Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan
dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus non occlusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu.
1. Faktor resiko yg tidak dapat diubah :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat penyakit jantung koroner
d. Hereditase.
e. Ras

2. Faktor resiko yg dapat di ubah :


a. Mayor : hyperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,obesitas, diet tinggi lemak
jenuh, kalori
b. Minor : inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, stress psikologis
berlebihan

3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dada, berlangsung minimal 30 menit sedangkan serangan angina kurang dari
itu. Selain itu pada angina, nyeri akan hilang dengan beristirahat namun lain halnya
dengan NSTEMI.
b. Sesak Nafas, disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolikventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi.Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda
adanyadisfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c. Gejala gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual danmuntah,
dan biasanya lebih sering pada infark inferior,dan stimulasi diafragma pada infak
inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d. Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel,
gelisah.
4. Patofisologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI dapat terjadi
karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya ruptur plak yang tidakstabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai
konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi
ruptur plak dapatdijumpai selmakrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses
inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran hcCRP di hati.
5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan EKG
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada
Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Peningkatan resiko
outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen
ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi
prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

2. Pemeriksaan Laboratorium
LaboratoriumTroponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard
lebihspesifik dari pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada
darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

6. Penatalaksanaan
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untukdeviasi
segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harusdipertimbangkan pada
setiap pasien NSTEMI yaitu:
1. Terapi antiiskemia
Bertujuan untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang.
Dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta.Terapi ini terdiri
dari nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan denganintravena dan penyekat
beta oral.
a. Nitrat
 Pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeridada iskemia.
 Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3X dgn interval5
menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-
10 ug/menit).
 Dimana laju dapat ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5 menit
setiapkeluhan menghilang / tekanan sistolik <100 mmHg.
 Setelah nyeri dada hilang, dapat digantikan dengan nitrat oral/dapat
menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri
selama 12-24 jam.
b. Penyekat beta
Penyekat beta oral diberikan dgn frekuensi jantung 50-60X/menit.Antagonis
kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamilatau diltiazem
direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah
terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi
pengikat beta.

2. Terapi antiplaletet
a. Aspirin
Berfungsi penghambat siklooksigenase-1. Pada pemberian terapi aspirindpt
terjadi sindrom resistensi insulin yg ditandai dgn penghambat agresasi platelet
dan/kegagalan yg dpt memperpanjang waktu pendarahan
b. Clopidogrel
Clopidogren sebaiknya diberikan pada pasien yg direncanakanmendapatkan
pendekatan non invasif dini, pasien yang bukan merupakan kadidat operasi
koroner segera/memiliki kontraindikasi untuk operasi dankateterisasi ditunda
selama >24-36 jam.

3. Terapi antikoagulan
a. UFH (Unfractionated Heparin)
Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam 7 penelitian acak
dan kombinasi UFH dan aspirin telah dignakan dalam tatalaksana NSTEMI
untuk lebih dari 15 tahun. Namun, terdapat banyak kerugian UFH termasuk
dalam ikatan yang non spesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet, endotel
vascular, fibrin, platelet factor 4 dan sejumlah protein sirkulasi.

b. LMWH (Low Molecular Weigh Heparin)


Merupakan inhibitor utama pada sirkulasi trombin dan juga pada faktorX
sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja trombin dalam sirkulasi
(efek anti faktor IIa-nya) dan juga mengurangi pembentukan trombin (efek
IIa-nya). Keutungan praktik obat ini adalah absorbsi ygcepat dan dapat
diprediksi setelah pemberian subkutan.

7. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang
disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan
otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supplyoksigen miokardium.
b. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkatdari batas
negative menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah:
 Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan
kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.

 Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksiseperti


pneumonia atau terhirupnya bahan - bahan yang berbahaya sepertigas klorin atau
gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkankebocoran protein plasma dan
cairan secara cepat keluar dari kapiler.

8. Penatalaksanaan
a. Istirahat
b. Diet jantung, makanan lunak, rendah garam
c. Pemberian digitalis
Membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil yang
diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah
dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien
harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan
edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan
muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi
kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling
berganti ), dan takikardia atria proksimal.
d. Pemberian diuretik
Untuk memacu eksresi natrium dan air melaluiginjal. Bila sudah diresepkan harus
diberikan pada siang hari agar tidakmengganggu istirahat pasien pada malam hari,
intake dan output pasien harusdicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan
cairan setelah pemberian diuretic, pasien juga harus menimbang badannya setiap
hari turgorkulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
e. Morfin, untuk mengurangi sesak, asma cardial. Hati- hati depresi pernapasan
f. Pemberian O2
g. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida
Obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal
jantung untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.

1. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian
a. Survey primer
 Airway
Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah sumbatan
dikerongkongan, penumpukan sekret di ternggorokkan, adanya wheezing,
ronchi atau suara crakcel yang menunjukkan ketidakefektifan pertukaran
gas
 Breathing
Pada pengkajian ini hal yang perlu dikaji adalah sesak napas akibat
aktivitas maupun tanpa aktivitas, irama napas dan suara napas
 Circulation
Pada pengkajian ini hal yang perlu diketahui adalah tekanan darah yang
menunjukkan hipertensi, adanya edema di ekstremitas, CRT yang lebih
dari 3 detik sebagai bentuk penurunan curah jantung, akral yang dingin
 Disability
Status mental ; tingkat kesadaran secara kualitatif dengan GCS dan secara
kwantitatif yaitu compos mentis, apatis, somnolen, delirium, sopor/semi
koma, dan koma.
 Eksposure
Keadaan kulit seperti turgor/kelainan pada kulit dan keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

b. Survey Sekunder
 Sistem pernapasan
Suara napas yang abnormal, sumbatan napas, adanya sesak
 Sistem kardiovaskuler
Perlu dikaji kerja jantung dalam bentuk TD meningkat, akral hangat atau
dingin, CRT yang lebih dari 3 detik, suara jantung
 Sistem persyarafan
Perlu dikaji respon pasien saat diberi rangsang, keadaan indera pengecap,
penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, dan apakah pasien
merasa lemah
 Sistem perkemihan
Perlu dikaji sistem urinaria seperti urin output per jam (0,5-1 ml/kg BB),
warna dan bau urin
 Sistem pencernaan
Perlu dikaji gerak peristaltik, usus, feses, frekuensi BAB per hari,
konsistensi, dan keluhan pencernaan
 Sistem muskuloskeletal
Perlu dikaji bagaimana tingkat ROM dalam beraktivitas atau gerak,
kekuatan untuk menahan dorongan ataupun melawan gravitasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri koroner
NOC :
Kontrol nyeri, Tingkat nyeri
 Mampu mengontrol nyeri
 Melaporkan nyeri berkurang
 Mampu mengenalai nyeri (frekuensi, skala, tanda nyer, intensitas)
NIC:
Manajemen Nyeri
 Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, derajat nyeri,
kualitas)
 Observasi reaksi non verbal dari ketinyamanan
 Ajarkan teknik napas dalam
 Anjurkan pasien bedrest total
 Anjurkan pasien posisi semi fowler atau fowler
 Cek riwayat alergi
 Monitor TTV
 Kolaborasi pemberian analgesik
 Evaluasi efektivitas analgesik dan tanda gejala

b. Penurunan curah jantung b/d infark miokard


NOC :
Cardiac pump effectiveness
Vital sign status
Tissue perfusion : perifer

NIC :
Cardiac care
 Evaluasi adanya nyeri dada
 Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
 Monitor status kardiovaskuler
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor respon pasien terhadap antiaritmia
 Monitor adanya dispnea, fatigue, takipnea, ortopnea

c. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan


kebutuhan, adanya iskemia/ nekroso jaringan miokard
NOC :
Self care : activity of daily (ADLs)

NIC :
Perawatan Jantung : Rehabilitatif
 Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas
 Instruksikan pasien dan keluarga mengenai modifikasi faktor resiko
(menghentikan kebiasaan merokok, dll)
 Instruksikan pasien mengenai perawatan diri pada saat mengalami nyeri dada
 Instruksikan pasien mengenai peraturan berolahraga
 Instruksikan pasien dan keluarga mengenai pembatasan aktivitas

d. Ansietas b/d ancaman aktual terhadap integritas biologis


NOC:
Anxiety control
Coping
Kriteria hasil:
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menggunakan tehnik untuk
mengontrol cemas
 Vital sign dalam batas normal
 Postur tubuh, ekpresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
NIC :
Pengurangan kecemasan
 Gunakan pendekatan yang menyenangkan
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi
 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
 Instruksikan pasien melakukan relaksasi napas dalam
 Berikan informasi yang aktual mengenai diagnosis, tindakan dan prognosis
 Libatkan keluarga untuk mendampingi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi ed.4. Jakarta : EGC

Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic
Noc Edisi Revisi. Jogjakarta : Mediaction

Kowalski, T. M. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar, Gangguan Kardiovaskuler, Darah &
Limfe, Kanker, Gangguan Muskuloskletal, Alergi, Imun & Gangguan Autoimun,
Terapi Oksigen, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Bulechek, M. G., Butcher, K. H., Dochterman, M. J., & Wagner, M. C. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi Keenam. Singapore: Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2017). NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Moprhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NIC), Edisi Keenam. Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai