Disusun Oleh :
191FK04007
BANDUNG
2020
TINJAUAN TEORI
1.2 Etiologi
Penyakit jantung disebabkan oleh adanya penimbunan abnormal lipid atau bahan
lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan
struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung (Suddarth, 2014).
Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner yaitu
faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko modifiable dapat dikontrol dengan mengubah
gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor risiko yang nonmodifiable
merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol (smeltzer, 2002).
Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) yaitu
merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol darah tinggi, dan pola tingkah
laku.
1) Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya karbondioksida yang
terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat hemoglobin dari pada oksigen,
sehingga oksigen yang disuplai ke jantung menjadi berkurang.
Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan
konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu.
Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat mengakibatkan
kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
2) Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit
arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan gradien tekanan
yang harus dilawan olehh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang
terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
3) Kolesterol
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki hubungan
yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut
dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system peredaran darah.
Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (low
density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high density
lipoprotein).Peningkatan kolestreol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan
dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis.
Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan
sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut
LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi (Price, 1995)
4) Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang
lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat
menyebabkan pembentukan thrombus.
1.3 Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur
atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis
1.4 Manifestasi Klinis
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti di
tusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan dengan durasi (>20 menit). Tidak hilang dengan
nitrat, Gambaran EKG terjadi elevasi segmen ST inversi gelombang T. Enzim jantung
meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal.
Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun
biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat dan berlangsung lebih lama (Fauci, et al.,
2007).
d. Echocardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung khususnya
fungsi ventrikel dengan menggunakan glombang ultrasound
4. Poto thorax
Poto thorax tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat pada
bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi ventrikel
5. Percutaneus Coronary Angiografi (PCA)
Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x
– ray untuk mengetahui sumbatan pada arteri koroner
6. Tes tredmil
Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas
7. Laboratorium :
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah :
a. Creatinin kinase (CK) MB. Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10 – 24 jam dan kembali normal dalam 2 - 4 hari.
b. cTn ( cardiac specific troponin). Ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10 – 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5 – 14 hari, sedangkan
cTn I setelah 5 – 10 hari.
c. Pemeriksaan enzim jantung
1) Mioglobin. Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4 – 8 jam
2) Creatinin kinase (CK). Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10 – 36 jam dan kembali normal dalam 3 – 4
hari
Latic dehydrogenase (LDH). Meningkat setelah 24 -48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3 – 6 hari dan kembali normal dalam 8 – 14 hari
1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan STEMI (ST Elevasi Miocard Infark) terdiri dari terapi farmakologi
dan non farmakologi. Terapi farmakologi ada tiga kelas obat-obatan yang biasa
digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen: vasodilator, antikoagulan, dan
trombolitik. Analgetik dapat diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
dada, nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.
Antikoagulan (heparin) digunakan untuk membantu mempertahankan integritas
jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan
kemungkinan pembentukan trombus. Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap
trombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga
luasnya infark. Tiga macam obat trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen
jaringan (t-PA = tissue plasminogen activator), dan anistreplase.
Pemberian oksigen dimulai saat awitan nyeri, oksigen yang dihirup akan langsung
meningkatkan saturasi darah. Analgetik (morfin sulfat), pemberian analgetik dibatasi
hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan antikoagulan, respon
kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat khususnya tekanan darah yang
sewaktu-waktu dapat turun (Smeltzer, 2001; Sudoyo, 2006).
Terapi non farmakologi yang biasanya digunakan adalah dengan prosedur PTCA
(angiplasti koroner transluminal perkutan) dan CABG (coronary artery bypass graft).
PTCA merupakan usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan
memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke
jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke areteri koroner yang
mengalami gangguan dan diletakkan diantara daerah aterosklerosis. Balon kemudian
dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak (Mutaqin, 2009).
Teknik terbaru tandur pintas arteri koroner (CABG = coronary artery bypass graft)
telah dilakukan sekitar 25 tahun. Untuk dilakukan pintasan, arteri koroner harus sudah
mengalami sumbatan paling tidak 70% untuk pertimbangan dilakukan CABG. Jika
sumbatan pada arteri kurang dari 70%, maka aliran darah melalui arteri tersebut masih
cukup banyak, sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan. Akibatnya
akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-sia (Mutaqin, 2009).
1.7 Komplikasi
1. Aritmia
Aritmia Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark atau
pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung
kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu. (Suddarth, 2014)
2. AV Blok Blok jantung bukan penyakit pada jantung, tetapi dihubungkan dengan
berbagai jenis penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koroner dan penyakit
jantung reumatik. Pada blok jantung atrioventrikuler (AV), kontraksi jantung lemah
dan tidak memiliki dorongan yang cukup untuk mengirim darah dari atrium ke
ventrikel. Denyut nadi dapat rendah, mencapai 30 kali per menit. (Suddarth, 2014)
3. Gagal jantung Pada IMA, heart failure maupun gagal jantung kongestif dapat timbul
sebagai akibat kerusakan ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dengan atau
tanpa aritmia. Penurunan cardiac output pada pump failure akibat IMA tersebut
menyebabkan perfusi perifer berkurang. Peningkatan resistensi perifer sebagai
kompensasi menyebabkan beban kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling
ekstrim pada gagal jantung ini ialah syok kardiogenik. (Suddarth, 2014)
4. Emboli/tromboemboli Emboli paru pada IMA: adanya gagal jantung dengan kongesti
vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan merupakan faktor predisposisi
trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru
dan mengakibatkan kemunduran hemodinamik. Embolisasi sistemik akibat trombus
pada ventrikel kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau trombus dalam
aneurisma ventrikel kiri. (Suddarth, 2014)
5. Ruptura Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan
kemunduran hemodinamik. Ruptura biasanya pada batas antara zona infark dan
normal. Ruptura yang komplit (pada free wall) menyebabkan perdarahan cepat ke
dalam cavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang
cepat timbulnya. (Suddarth, 2014)
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Suku :
Pekerjaan :
Masuk Rumah Sakit :
Pengkajian :
No Rm:
Diagnosa masuk : STEMI
2. Identitas Penanggung Jawab
3. Riwayat kesehatan
1) Pengkajian Primer
a. Airways
- Sumbatan atau penumpukan sekret
- Wheezing atau krekles
b. Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR lebih dari 24 kali / menit, irama ireguler dangkal
- Ronchi, krekles
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas
2) Pengkajian sekunder
a. Aktifitas
Gejala :
- Kelelahan
- Kelemahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olahraga tidak teratur
Tanda :
- Takikardia
- Dipsnea pada istirahat atau aktifitas
b. Sirkulasi
Gejala
Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
DM
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
- Nadi dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
- Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 dan S4 mungkin menunjukan
gagal jantung atau penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel
- Murmur Bila ada menunjukan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
- Warna kulit pucat atau sianosis pada membran mukosa atau bibir
4. Integritas ego
Gejala :
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja,
keluarga.
Tanda :
Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri, koma, nyeri.
5. Eliminasi
Tanda : normal , bising usus menurun
6. Makanan atau cairan
Gejala :
Anoreksia, mual, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda :
Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan.
7. Higine
Gejala dan tanda : kesulitan melakukan perawatan diri
8. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun ( duduk atau istirahat)
Tanda : perubahan mental, kelemahan
9. Nyeri atau kenyamanan
- Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak ( dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin ( meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral ).
- Lokasi : tipikal pada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah, tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas : Chrushing, menyempit, berat, menetap, tertekan.
- Intensitas : biasanya 10 (pada skala 1-10) mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca oprasi, diabetes militus,
hipertensi, lansia
DAFTAR PUSTAKA
Antman et al., 2013. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients with ST-
Elevation Myocardial Infarction—Executive Summary. Diakses dari
http://circ.ahajournals.org/content/110/5/588.full.pdf
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk),
EGC, Jakarta
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009