Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ST Elevasi Miocard Infark (STEMI) ”

Untuk Memenuhi Tugas Studi Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :

ASRI RAHAYU MUSLIM

191FK04007

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG

2020
TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian ST Elevasi Miocard Infark (STEMI)


Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi
lipid (Sudoyo, 2010).
STEMI merupakan sindroma klinis yang di definisikan dengan tanda gejala dan
karakteristik iskemi miokard dan berhubungan dengan persisten ST elevasi dan
pengeluaran biomarker dari nekrosis miokard. Cardiac troponin merupakan biomarker
yang digunakan untuk diagnosis infark miokard (AHA, 2013).

1.2 Etiologi
Penyakit jantung disebabkan oleh adanya penimbunan abnormal lipid atau bahan
lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan
struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung (Suddarth, 2014).
Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner yaitu
faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko modifiable dapat dikontrol dengan mengubah
gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor risiko yang nonmodifiable
merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol (smeltzer, 2002).
Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) yaitu
merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol darah tinggi, dan pola tingkah
laku.
1) Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya karbondioksida yang
terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat hemoglobin dari pada oksigen,
sehingga oksigen yang disuplai ke jantung menjadi berkurang.
Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan
konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu.
Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat mengakibatkan
kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
2) Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit
arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan gradien tekanan
yang harus dilawan olehh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang
terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
3) Kolesterol
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki hubungan
yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut
dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system peredaran darah.
Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (low
density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high density
lipoprotein).Peningkatan kolestreol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan
dengan meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis.
Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan
sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut
LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi (Price, 1995)
4) Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang
lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat
menyebabkan pembentukan thrombus.

1.3 Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur
atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis
1.4 Manifestasi Klinis
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti di
tusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan dengan durasi (>20 menit). Tidak hilang dengan
nitrat, Gambaran EKG terjadi elevasi segmen ST inversi gelombang T. Enzim jantung
meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal.
Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun
biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat dan berlangsung lebih lama (Fauci, et al.,
2007).

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
diabgi menjadi beberapa bagian:
1. Electro cardio graf (ECG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi totalarteri koroner menunjukan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI
inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
- Lead II, III, aVF : infark inferior
- Lead V1 – V3 : infark anteroseptal
- Lead V2 – V4 : infark anterior
- Lead 1, aVL, V5 – V6 : infark anterolateral
- Lead I, aVL : infark high lateral
- Lead I. aVL, V1 – V6 : infark anterolateral luas
- Lead II, III, aVF, V5 – V6 : infark inferolateral
2. Serum cardiac biomarker
Beberapa protein tertentu yang disebut biomarker kardiak dilepas dari otot jantung
yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini
berbeda bedatergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan
limfatik lokal.
3. Cardiac imaging
a. Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardioghraphy
hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI
b. High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI
c. Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan kateterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran
langsung terhadap ventrikel kiri.
- Grade 0 menunjukan oklusi total ( complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark
- Grade 1 menunjukan penetrasi sebagian arteri kontras melewati titik obstruksi
tetapi tanpa perfusi vascular distal
- Grade 2 menunjukan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian
distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri normal
- Grade 3 menunjukan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengab
aliran normal.
- Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

d. Echocardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung khususnya
fungsi ventrikel dengan menggunakan glombang ultrasound
4. Poto thorax
Poto thorax tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat pada
bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi ventrikel
5. Percutaneus Coronary Angiografi (PCA)
Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x
– ray untuk mengetahui sumbatan pada arteri koroner
6. Tes tredmil
Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas
7. Laboratorium :
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah :
a. Creatinin kinase (CK) MB. Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10 – 24 jam dan kembali normal dalam 2 - 4 hari.
b. cTn ( cardiac specific troponin). Ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10 – 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5 – 14 hari, sedangkan
cTn I setelah 5 – 10 hari.
c. Pemeriksaan enzim jantung
1) Mioglobin. Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4 – 8 jam
2) Creatinin kinase (CK). Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10 – 36 jam dan kembali normal dalam 3 – 4
hari
Latic dehydrogenase (LDH). Meningkat setelah 24 -48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3 – 6 hari dan kembali normal dalam 8 – 14 hari

1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan STEMI (ST Elevasi Miocard Infark) terdiri dari terapi farmakologi
dan non farmakologi. Terapi farmakologi ada tiga kelas obat-obatan yang biasa
digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen: vasodilator, antikoagulan, dan
trombolitik. Analgetik dapat diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
dada, nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.
Antikoagulan (heparin) digunakan untuk membantu mempertahankan integritas
jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan
kemungkinan pembentukan trombus. Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap
trombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga
luasnya infark. Tiga macam obat trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen
jaringan (t-PA = tissue plasminogen activator), dan anistreplase.
Pemberian oksigen dimulai saat awitan nyeri, oksigen yang dihirup akan langsung
meningkatkan saturasi darah. Analgetik (morfin sulfat), pemberian analgetik dibatasi
hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan antikoagulan, respon
kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat khususnya tekanan darah yang
sewaktu-waktu dapat turun (Smeltzer, 2001; Sudoyo, 2006).
Terapi non farmakologi yang biasanya digunakan adalah dengan prosedur PTCA
(angiplasti koroner transluminal perkutan) dan CABG (coronary artery bypass graft).
PTCA merupakan usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan
memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke
jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke areteri koroner yang
mengalami gangguan dan diletakkan diantara daerah aterosklerosis. Balon kemudian
dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak (Mutaqin, 2009).
Teknik terbaru tandur pintas arteri koroner (CABG = coronary artery bypass graft)
telah dilakukan sekitar 25 tahun. Untuk dilakukan pintasan, arteri koroner harus sudah
mengalami sumbatan paling tidak 70% untuk pertimbangan dilakukan CABG. Jika
sumbatan pada arteri kurang dari 70%, maka aliran darah melalui arteri tersebut masih
cukup banyak, sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan. Akibatnya
akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-sia (Mutaqin, 2009).

1.7 Komplikasi
1. Aritmia
Aritmia Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark atau
pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung
kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu. (Suddarth, 2014)
2. AV Blok Blok jantung bukan penyakit pada jantung, tetapi dihubungkan dengan
berbagai jenis penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koroner dan penyakit
jantung reumatik. Pada blok jantung atrioventrikuler (AV), kontraksi jantung lemah
dan tidak memiliki dorongan yang cukup untuk mengirim darah dari atrium ke
ventrikel. Denyut nadi dapat rendah, mencapai 30 kali per menit. (Suddarth, 2014)
3. Gagal jantung Pada IMA, heart failure maupun gagal jantung kongestif dapat timbul
sebagai akibat kerusakan ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dengan atau
tanpa aritmia. Penurunan cardiac output pada pump failure akibat IMA tersebut
menyebabkan perfusi perifer berkurang. Peningkatan resistensi perifer sebagai
kompensasi menyebabkan beban kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling
ekstrim pada gagal jantung ini ialah syok kardiogenik. (Suddarth, 2014)
4. Emboli/tromboemboli Emboli paru pada IMA: adanya gagal jantung dengan kongesti
vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan merupakan faktor predisposisi
trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru
dan mengakibatkan kemunduran hemodinamik. Embolisasi sistemik akibat trombus
pada ventrikel kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau trombus dalam
aneurisma ventrikel kiri. (Suddarth, 2014)
5. Ruptura Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan
kemunduran hemodinamik. Ruptura biasanya pada batas antara zona infark dan
normal. Ruptura yang komplit (pada free wall) menyebabkan perdarahan cepat ke
dalam cavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang
cepat timbulnya. (Suddarth, 2014)

1.8 Tatalaksana di ruang Emergency


Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup :
mengurangi / menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi perfusi segera triase pasien resiko rendah keruang yang tepat di RS dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
Tatalaksana umum
- Oksigen
Suplemen oksigen harus di berikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
< 90% pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama
- Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan intervensi 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh coroner yang terkena infark atau
pembuluh colateeral.
- Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik kurang
dari 90 mmHg atau pasien yang di curigai menderita infark ventrikel kanan
(infark inferior pada EKG JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat
juga
- Morfin
Sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilih dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg,
- Aspirin
Merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spectrum sindrom koroner akut.
- Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyakit beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias diberikan adalah metoprolol
5mg, setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung
>60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg.
- Terapi Reperfusi
Akan memperpendek lamaoklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi
dan dilatasi ventrikel dan mengurangi pasien STEMI berkembang menjadi
pump

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STEMI

I. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Suku :
Pekerjaan :
Masuk Rumah Sakit :
Pengkajian :
No Rm:
Diagnosa masuk : STEMI
2. Identitas Penanggung Jawab
3. Riwayat kesehatan
1) Pengkajian Primer
a. Airways
- Sumbatan atau penumpukan sekret
- Wheezing atau krekles
b. Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR lebih dari 24 kali / menit, irama ireguler dangkal
- Ronchi, krekles
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas

Pertanyaan yang sesuai mencakup pernafasan

- Pernahkah anda mengalami sesak napas?


- Kapan anda mengalami sesak napas?
- Bagaimana anda membuat napas anda menjadi lebih baik?
- Apa yang membuatnya menjadi lebih buruk?
- Berapa lama sesak napas tersebut mengganggu anda?
- Aktivitas penting apa yang anda hentikan akibat gangguan napas anda?
- Apakah anda menggunakan obat untuk memperbaiki pernapasan anda?
- Apakah obat yang anda minum mempengaruhi pernapasan anda?
- Kapan biasanya anda minum obat?
c. Circulation
a. Nadi lemah, tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
Pertanyaan yang sesuai mencakup sirkulasi
- Gambarkan nyeri yang anda rasakan di dada?
- Apakah nyeri menyebar ke lengan, leher, dagu atau punggung?
- Adakah sesuatu yang tampaknya menyebabkan nyeri?
- Berapa lama biasanya rasa nyeri berlangsung?
- Apa yang dapat meringankan rasa nyeri?
- Apakah anda mengalami penambahan atau pengurangan berat badan
akhir-akhir ini?
- Apakah anda mengalami pembengkakan pada tangan, kaki atau tungkai
(atau pantat bila lama tidur)?
- Apakah anda pernah mengalami pusing atau rasa melayang? Pada situasi
apa hal itu terjadi?
- Apakah anda mengalami perubahan pada tingkat energi anda? tingkat
kelelahan?
- Apakah anda merasakan jantung anda berpacu, meloncat atau berdenyut
cepat?
- Apakah anda mengalami masalah dengan tekanan darah anda?
- Apakah anda mengalami sakit kepala? Apa yang kemungkinan
menyebabkannya?
Apakah anda mengalami tangan atau kaki terasa sangat dingin? kapan
biasanya terjadi?

2) Pengkajian sekunder
a. Aktifitas
Gejala :
- Kelelahan
- Kelemahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olahraga tidak teratur

Tanda :

- Takikardia
- Dipsnea pada istirahat atau aktifitas
b. Sirkulasi
Gejala
Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
DM
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
- Nadi dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
- Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 dan S4 mungkin menunjukan
gagal jantung atau penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel
- Murmur Bila ada menunjukan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
- Warna kulit pucat atau sianosis pada membran mukosa atau bibir

4. Integritas ego
Gejala :
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja,
keluarga.
Tanda :
Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri, koma, nyeri.
5. Eliminasi
Tanda : normal , bising usus menurun
6. Makanan atau cairan
Gejala :
Anoreksia, mual, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda :
Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan.
7. Higine
Gejala dan tanda : kesulitan melakukan perawatan diri
8. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun ( duduk atau istirahat)
Tanda : perubahan mental, kelemahan
9. Nyeri atau kenyamanan
- Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak ( dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin ( meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral ).
- Lokasi : tipikal pada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah, tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas : Chrushing, menyempit, berat, menetap, tertekan.
- Intensitas : biasanya 10 (pada skala 1-10) mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca oprasi, diabetes militus,
hipertensi, lansia

10. Interaksi sosial


Gejala :
Stress, kesulitan koping dengan stresor yang ada misal : penyakit, perawatan RS
Tanda :
kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah terus menerus,
takut ), menarik diri

II. Diagnosa keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor –
faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar – kapiler
(atelektasis, kolaps jalan nafas / alveolar edema paru / efusi, sekresi berlebihan
/ perdarahan aktif )

III. Rencana Keperawatan

N Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


o NOC NIC
1. Nyeri berhubungan Tujuan : Intervensi :
dengan iskemia Nyeri berkurang setelah - Observasi
jaringan sekunder dilakukan tindakan karakteristik , lokasi,
terhadap sumbatan keperawatan selama .... x di waktu, dan perjalanan
arteri RS rasa nyeri dada.
Dengan kriteria hasil : - Anjurkan pada klien
- Nyeri dada berkurang menghentikan
misalnya dari skala 3 aktivitas selama ada
menjadi skala 1 dari 1-10 serangan dan istirahat
- Ekspresi wajah rileks / - Bantu klien
tenang melakukan tehnik
- Tidak gelisah relaksasi, misalnya
- Nadi 60 – 100 x / menit nafas dalam, perilaku
- TD 120/80 mmHg distraksi, visualisasi,
atau bimbingan
imajinasi
- Pertahankan
oksigenasi dengan
bikanul contohnya (2-
4 L / menit)
- Monitor tanda – tanda
vital (Nadi dan
tekanan darah) tiap
jam
- Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian analgetik
2. Resiko penurunan Tujuan : Intervensi :
curah jantung Curah jantung membaik / - Pertahankan tirah
berhubungan dengan stabil setelah dilakukan baring selama fase
perubahan faktor – tindakan keperawatan akut
faktor listrik, selama .... x di RS - Kaji dan laporkan
penurunan karakteristik Dengan kriteria hasil : adanya tanda tanda
miokard - Tidak ada edema penurunan COP, TD
- Tidak ada disritmia - Monitor pengeluaran
- Pengeluaran urine urine
normal - Pantau TTV tiap jam
- TTV dalam batas - Kaji dan pantau EKG
normal tiap hari
- - Berikan oksigen
sesuai kebutuhan
- Auskultasi pernafasan
dan jantung tiap jam
sesuai indikasi
- Pertahankan cairan
parenteral dan obat
obatan sesuai advis
- Berikan makanan
sesuai diit
- Hindari valsava
manuver, menjaga
(gunakan laxan)
3. Gangguan perfusi Tujuan : Intervensi :
jaringan berhubungan Gangguan perfusi jaringan - Monitor frekuensi dan
dengan iskemik, berkurang / tidak meluas irama jantung
kerusakan otot jantung, setelah dilakukan tindakan - Observasi perubahan
penyempitan / keperawatan selama .... x di status mental
penyumbatan RS - Observasi warna dan
pembuluh darah arteri Kriteria hasil : suhu kulit / membran
koronaria - Daerah perifer hangat mukosa
- Tidak sianosis - Ukur pengeluaran
- Gambaran EKG tak urin dan catat berat
menunjukan perluasan dan jenisnya
infark - Kolaborasi pemberian
- RR 16 – 24x / menit cairan IV sesuai
- Tidak terdapat clubbing indikasi
finger - Pantau pemeriksaan
- Kapiler refil time 3-5 diagnostik dan
detik laboratorium misal
- Nadi 60 – 80x / menit EKG, elektrolit,
- TD 120/80 mmHg GDA, (pa o2, pa co2
dan saturasi oksigen
dan pemberian
oksigen
4. Resiko kelebihan Tujuan : Intervensi :
volume cairan Keseimbangan volume - Ukur masukan dan
ekstravaskuler cairan dapat di pertahankan pengeluaran, catat
berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan penurunan,
penurunan perfusi keperawatan selama .... x di pengeluaran, sifat
ginjal, peningkatan RS konsentrasi, hitung
natrium / retensi air, kriteria hasil : keseimbangan cairan
peningkatan tekanan - Observasi adanya
hidrostatik, penurunan - Tekanan darah dalam oedema dependen
protein plasma batas normal 120/80 - Timbang BB tiap
mmHG hari
- Tidak ada distensi vena - Pertahankan
perifer / vena dan edema masukan total cairan
dependen 2000 ml/ 24 jam
- Paru bersih dalam toleransi
- BB ideal (BB ideal TB- kardiovaskuler
100-10%) - Kolaborasi
pemberian diet
rendah natrium
berikan diuretik
5. Kerusakan pertukaran Tujuan : Intervensi :
gas berhubungan Oksigenasi dengan GDA - Catat frekuensi dan
dengan gangguan aliran dalam rentang normal (Pa kedalaman
darah ke alveoli atau o2 <80 mmHg, Pa CO2 > pernafasan,
kegagalan utama paru, 45 mmHg, dan saturasi < penggunaan otot
perubahan membran 80 mmHg) setelah bantu pernafasan
alveolar – kapiler dilakukan tindakan - Auskultasi paru
(atelektasis, kolaps keperawatan selama .... x di untuk mengetahui
jalan nafas / alveolar RS penurunan / tidak
edema paru / efusi, Dengan kriteria hasil: adanya nafas dan
sekresi berlebihan / - Tidak sesak nafas adanya bunyi
perdarahan aktif ) - Tidak gelisah tambahan misal
- GDA dalam batas normal krakles, ronki dll
(Pa o2 <80 mmHg, Pa - Lakukan tindakan
CO2 > 45 mmHg, dan untuk memperbaiki /
saturasi < 80 mmHg) mempertahankan
jalan nafas misalnya
batuk, penghisapan
lendir, dll
- Tinggikan kepala /
tempat tidur sesuai
dengan kebutuhan
Kaji toleransi aktifitas
misalnya keluhan
kelemahan / kelelahan
selama kerja atau ttv
berubah

DAFTAR PUSTAKA
Antman et al., 2013. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients with ST-
Elevation Myocardial Infarction—Executive Summary. Diakses dari
http://circ.ahajournals.org/content/110/5/588.full.pdf

Arif, Muttaqin., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.

Brunner dan Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk),
EGC, Jakarta

Doenges, Marylinn E.et. al (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . edisi 3, Alih Bahasa I Made Kariasa.
Jakarta. EGC

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

Anda mungkin juga menyukai