Anda di halaman 1dari 25

FORMAT DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PRODI S1 DAN PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

Identitas Mahasiswa
Nama : Asri Rahayu Muslim
NIM : 191 FK 04007
Tanggal Praktek : 17 Juni 2020
Tanggal Pengkajian : 17 Juni 2020

Hasil Pengkajian
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : By. X
2. Usia/Tgl. Lahir : Tidak terkaji
3. Jenis Kelamin : Tidak terkaji
4. Agama/Keyakinan : Tidak terkaji
5. Suku/Bangsa : Tidak terkaji
6. Tanggal Masuk RS : Tidak terkaji
7. Tanggal pengkajian : 17 Juni 2020
8. BB/TB : 1250 gram
9. Diagnosa Medis : BBLR
B. Penanggung Jawab
1. N a m a : Ny. X
2. Usia : Tidak terkaji
3. Jenis Kelamin : Tidak terkaji
4. Pekerjaan : Tidak terkaji
5. Hubungan dengan Klien : Ibu kandung

II. Riwayat Kesehatan saat ini


1. Alasan masuk RS : Bayi dilahirkan dengan usia gestasi 35 minggu.
Lahir dengan SC.

2. Alasan masuk NICU : Bayi, laki-laki dirawat di NICU karena harus


dipasang alat bantu nafas. Bayi dilahirkan dengan usia gestasi 35 minggu. Lahir
dengan SC. Bayi lahir tidak menangis. Berat badan lahir 1250 gram . PJ 40 cm dan LK
30 cm LP 28 cm. Suhu 36,2 derajat Celcius, frekuensi pernafasan 60 kali/menit, nadi
160 kali/menit, kulit teraba dingin.

3. Alasan kunjungan/ keluhan utama : By. X tidak menangis saat dilahirkan


4. Diagnosa medik
a. ………………………………………………………………… tanggal
b. ………………………………………………………………… tanggal
c. ………………………………………………………………… tanggal

II. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 17 juni 2020 Bayi dilahirkan dengan
usia gestasi 35 minggu. Lahir dengan SC. Bayi lahir tidak menangis. Berat badan
lahir 1250 gram . PJ 40 cm dan LK 30 cm LP 28 cm. Suhu 36,2 derajat Celcius,
frekuensi pernafasan 60 kali/menit, nadi 160 kali/menit, kulit teraba dingin

III. Riwayat Kesehatan Lalu:


a. Riwayat Prenatal
Masa gestasi 35 minggu
b. Riwayat intranatal
Tidak terkaji
c. Riwayat post natal
Bayi lahir tidak menangis. Berat badan lahir 1250 gram . PJ 40 cm dan LK 30
cm LP 28 cm. Suhu 36,2 derajat Celcius, frekuensi pernafasan 60 kali/menit,
nadi 160 kali/menit, kulit teraba dingin

IV. Riwayat Kesehatan Keluarga: (Genogram 3 Generasi)


Tidak terkaji

V. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum Klien
Pada saat pemeriksaan fisik di dapatkan somnolen. kesulitan untuk bernafas,
terpasang alat CPAP. Refleks moro tidak ada, menggenggam kurang kuat,
mengisap lemah. Tonus/ aktivitas : lemah, menangis lemah, warna kulit merah
muda, kulit tipis terlihat pembuluh darah, tidak ada lanugo, garis di telapak tangan
belum terlihat. . Telinga ketika dilipat tidak kembali.
Dari pemeriksaan maturitas nampak belum matur. Bentuk kepala normal,
frontanel anterior lunak, mata menutup, keadaan tali pusat masih basah, masih
diklem dan belum kering. umbilikus normal,. Pemeriksaan genitalia, bentuk
kelamin normal, labia dan klitoris terlihat oedema dan tidak ada masa, labia mayora
belum menutupi labia minora. Punggung normal, Anus paten. Pada Ekstremitas
gerakan lemah, tonus otot lemah, kedua ekstremitas normal.

B. Tanda-tanda Vital
Suhu 36,2 derajat Celcius
RR60 kali/menit,
HR 160 kali/menit

C. APGAR SCORE
Skor 0 1 2 Angka
A: Warna pucat Normal , badan Warna kulit
Appeaerance diseluruh merah, normal (marata
color (Warna tubuh atau (ekstremitas diseluruh 2
kulit) kebiruan pucat) tubuh)
kemerah-
merahan
P : Pulse Tidak ada Dibawah Normal (Diatas 2
(Heart rate) 100x/mnt 100x/mnt)
G : Grimace Tidak ada Sedikit gerakan Menangis, 0
(Reaksi respon sama mimic batuk/ bersin
terhadap sekali (perubahan
rangsangan) mimic wajah
hanya ketika
dirangsang)
A : Activity Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif, 1
(tonus otot) gerakan sama dalam keadaan pergerakan
sekali fleksi dan spontan
sedikit
pergerakan
R: Tidak Ada Lemah, tidak Normal, tanpa 1
Respiration teratur dan usaha bernafas
(usaha nafas) menangis pelan yang berlebih,
menangis kuat
Jumlah 6

D. Pemeriksaan Sistematis
1. Kepala
Bentuk kepala normal, frontanel anterior lunak,
2. Mata
Saat dilakukan pemeriksaan mata tertutup
3. Abdomen
keadaan tali pusat masih basah, masih diklem dan belum kering. umbilikus
normal
4. Telinga
Ketika dilipat tidak kembali
5. Genitalia
bentuk kelamin normal, labia dan klitoris terlihat oedema dan tidak ada
masa, labia mayora belum menutupi labia minora. Punggung normal
6. Anus
Anus paten

7. Ekstremitas
Pada Ekstremitas gerakan lemah, tonus otot lemah, kedua ekstremitas
normal.

E. Sistem Cardio Vaskular


1. Nadi 160 x/mnt

F. System pernafasan
Klien mengalami kesulitan bernafas, terpasang alat CPAP
RR 60 x / menit

G. System Syaraf
Fungsi motorik: tonus/ aktivitas : lemah

H. Sistem Integumen
Kulit : warna kulit merah muda, kulit tipis terlihat pembuluh darah, tidak ada
lanugo, garis di telapak tangan belum terlihat.

I. Reflek Fisiologis pada Bayi


Reflek Moro tidak ada
Reflek gaspin atau menggenggam kurang kuat
Reflek menghisap lemah

VI. Data Penunjang


 Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Laboratorium

Leukosit 12. 000 / ul 4000 – 10000 / ul


Glukosa 50 u/l
Bilirubin 20 gr/ dl

VII. ANALISA DATA


No/Tanggal Data Etiologi Masalah
DS : Bayi premature Pola nafas tidak
efektif
DO : Pembentukan membran
pada sat dilakukan hialin surfaktan paru belum
pengkajian klien sempurna
tampak kesulitan untuk
bernafas
terpasang alat CPAP
RR 60x/ menit Penurunan produksi
surfaktan

Janin tidak dapat menjaga


rongga paru tetap

mengembang
Tekanan negatif intra toraks
yang besar

Usaha inspirasi yang lebih


kuat

Pola nafas tidak efektif

DS : Bayi premature Perubahan nutrisi


DO : kurang dari kebutuhan
-Reflek Moro tidak ada Pembentukan membran tubuh
hialin surfaktan paru belum
-Reflek menghisap
sempurna
lemah
Penurunan produksi
surfaktan

Janin tidak dapat menjaga


rongga paru tetap
mengembang

Tekanan negatif intra toraks


yang besar

Usaha inspirasi yang lebih


kuat

Masukan oral tidak adekuat/


menyusu buruk

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

VIII. Diagnosa keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Pembentukan membran hialin
surfaktan paru belum sempurna ditandai dengan Usaha inspirasi yang lebih kuat
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Masukan
oral tidak adekuat/ menyusu buruk ditandai dengan reflek moro tidak ada

a. RENCANA KEPERAWATAN
(Format Terlampir)
1
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA RENCANA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui
efektif berhuubungan tindakan kondisi pasien sebagai
dengan Pembentukan keperawatan dasar untuk
membran hialin surfaktan selama 3x24 jam menentukan intervensi
paru belum sempurna diharapkan selanjutnya.
gangguan pola
nafas pasien dapat
teratasi
Dengan kriteria 2. Pertahankan kepatenan 2. Untuk membersihkan
hasil : jalan nafas dengan jalan nafas
1. Pola nafass melakukan penghisapan
kembali 3. Tempatkan klien pada 3. Untuk mencegah
efektif tidak posisi telentang dengan adanya penyempitan
megap megap leher seedikit ekstensi dan jalan nafas
2. Pergerakan hidung menghadap ke atas
dada adekuat 4. Kolaborasi pemberian Meningkatkan
3. RR dalam terapi oksigen keadekuatan oksigen
rentang didalam tubuh
normal

2 Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan


dari kebutuhan tubuh tindakan
berhubungan dengan keperawatan
Masukan oral tidak adekuat/ selama 3x24 jam
menyusu buruk ditandai diharapkan
dengan reflek moro tidak Perubahan nutrisi
ada kurang dari
2
kebutuhan tubuh
dapat teratasi

NOC :
1. Nutritional
Status
2. Nutritional
Status : food
and fluid
intake
3. Nutritional
Status :
nutrient
intake
4. Weight
control
Kriteria Hasil :
1. Adanya
peningkatan
berat badan
sesuai dengan
tujuan
2. Berat badan
ideal sesuai
3
dengan tinggi
badan
3. Mampu
mengidentifika
si kebutuhan
nutrisi
4. Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi
5. Menunjukkkan
peningkatan
fungsi
pengecapan
dari menelan
Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
1
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 2, NOVEMBER 2017: 125-131

TINGKAT KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS) ANTARA BBLR PRETERM


DAN BBLR DISMATUR

Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah, Jupriyono Poltekkes Kemenkes Malang, Jalan Besar Ijen No. 77 C
Malang Email: meta.diana22@gmail.com

Respiratory Distress Syndrome (RDS) and Low Birth Weight Infant


Abstrak: There are many kind of low birth weight infant complication, one of them is Respiratory
Distress Syndrome (RDS). The aim of this research is to know the difference of RDS between preterm
low birth weigth infant and dismature low birth weight infant. Research design use comparative analytic
with documentation study approach. Population of this research is all of the low birth weight infant with
RDS diagnose that registered in medical record of RSUD Kanjuruhan in 2016 period as many as 40
infants. Sampling technique use simple random sampling as many as 36 respondent include. Statistic test
use Fisher Exact which show us the result p > a (0,28 > 0,05), so this research accept H0, it means that
there is no difference of RDS between preterm low birth weigth infant and dismature low birth weight
infant.

Keywords: RDS, preterm, dismature, low birth weight infant

Abstrak: Komplikasi BBLR banyak macamnya salah satunya adalah Respiratory Distress Syndrome
(RDS). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kejadian Respiratory Distress Syndrom (RDS)
antara BBLR preterm dan BBLR dismatur. Desain penelitian analitik komparatif dengan pendekatan
studi dokumentasi. Populasi sebanyak 40 BBLR dengan diagnosa RDS, sampling menggunakan teknik
simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 36 responden yang memenuhi kriteria inklusi.
Uji statistik dengan Fisher Exact yang menunjukkan hasil p > a (0,28 > 0,05), dengan demikian
penelitian ini menerima H0 artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kejadian RDS antara
BBLR preterm dan BBLR dismatur.

Kata Kunci: kejadian RDS, preterm, dismatur, BBLR

PENDAHULUAN merupakan salah satu indikator yang lazim


Kematian bayi merupakan masalah bidang untuk menentukan derajat kesehatan
kesehatan yang perlu mendapat perhatian. masyarakat, baik dalam tatanan kota/kabupaten
Kematian bayi yang terangkum dalam Angka hingga tatanan nasional. AKB merujuk pada
Kematian Bayi (AKB)/ Infant Mortality Rate jumlah bayi yang meninggal pada fase antara
2
kelahiran hingga usia di bawah 1 tahun per 1000 rendah (Depkes RI, 2008). Komplikasi yang
kelahiran hidup. In- donesia dalam MDGs 2015 menyerang bayi berat lahir rendah banyak
menargetkan adanya penurunan angka kematian macamnya, diantaranya gangguan pada sistem
bayi (AKB) menjadi 23 per 1000 kelahiran pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler,
hidup. Berdasarkan hasil sementara Survei hematologi, gastrointestinal, ginjal, dan
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, termoregulasi. Hal ini dikarenakan bayi yang
AKB di Indonesia mencapai 22 per 1000 lahir dengan berat badan < 2500 gr tubuhnya
kelahiran hidup. Meskipun mengalami belum mampu beradaptasi dengan baik terhadap
penurunan tetapi jumlah tersebut terbilang lingkungan di luar rahim. Salah satu komplikasi
cukup tinggi. Dibandingkan dengan negara berat lahir rendah yang merupakan gangguan
ASEAN lainnya, angka AKB tertinggi berada di sistem pernafasan adalah respiratory distress
Indonesia. Angka ini menandakan masih syndrome (RDS) / hyaline membrane disease
perlunya upaya yang lebih, dalam menurunkan (HMD) /sindrom gawat nafas. Hal ini sesuai
AKB melalui upaya pencegahan dan dengan hasil Ramdani dkk., (2014), yang
penanganan faktor penyebab kematian. Setiap menyatakan bahwa faktor penyulit tersering
tahunnya di seluruh dunia diperkirakan 4 juta pada BBLSR salah satunya adalah RDS/HMD
bayi meninggal pada tahun pertama sebanyak 38,1%. Respiratory distress syndrome
kehidupannya dan dua pertiganya meninggal (RDS)/ sindrom gawat nafas merupakan suatu
pada bulan pertama kehidupan. Hasil Riskesdas sindrom yang sering ditemukan pada neonatus.
2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian RDS disebut juga sebagai penyakit membran
neo- natal terjadi pada umur 0-6 hari (masa hialin (hyalin membrane disease, (HMD)) atau
neonatal). Kematian neonatal juga berkontribusi penyakit paru akibat difisiensi surfaktan (surfac-
besar terhadap AKB yaitu sebanyak 59%. Selain tant deficient lung disease (SDLD)), gangguan
itu, penurunan presentase angka kematian pernapasan paling umum yang mengenai bayi
neonatal juga terbilang sulit yaitu 20/1.000 preterm (kurang bulan), serta penyebab utama
kelahiran hidup pada SDKI tahun 2002-2003 morbiditas dan mortalitas pada bayi preterm
hanya menjadi 19/ 1.000 kelahiran hidup pada (Lissauer, 2008). RDS menimbulkan defisiensi
SDKI tahun 2012. Hal ini menandakan bahwa oksigen (hipoksia) dalam tubuh bayi, sehingga
masa neonatal perlu mendapat perhatian lebih bayi mengaktifkan metabolisme anaerob.
disamping sebagai penyumbang besar AKB, Metabolisme anaerob akan menghasilkan
juga karena masa neo- natal merupakan masa produk sampingan berupa asam laktat.
paling rentan terhadap berbagai komplikasi yang Metabolisme anaerob yang terjadi dalam waktu
menyebabkan pening- katan angka morbiditas lama akan menyebabkan kerusakan otak dan
dan mortalitas pada masa neonatal. Penyebab berbagai komplikasi pada organ tubuh.
utama kematian pada neonatus adalah Komplikasi utama mencakup kebocoran udara
komplikasi kehamilan dan persalinan, seperti (emfisema interstisial pulmonal), perdarahan
asfiksia, sepsis, dan komplikasi berat lahir pulmonal, duktus arteriosus paten,
3
infeksi/kolaps paru, perdarahan intraventikular, diakibatkan oleh komplikasi pada BBLR yang
yang berujung pada peningkatan morbiditas dan dalam penelitian ini dimaksudkan adalah RDS,
mortalitas neonatus. RDS sering menjangkit maka berdasarkan data tersebut provinsi Jawa
bayi dengan berat lahir rendah dikarenakan Timur kabupaten Malang menjadi daerah yang
imaturitas fungsi organ tubuh. Hal ini ditegaskan peneliti pilih sebagai tempat penelitian dan
pula dalam (Sacco, 2015) bahwa, berat bayi khususnya di RSUD Kanjuruhan Kepanjen,
lahir ekstrem rendah memiliki paru dengan yang merupakan rumah sakit umum di daerah
struktur dan fungsi yang imatur, sehingga kabupaten Malang. Di RSUD Kanjuruhan
menyebabkan lebih mudah terserang RDS akibat Kepanjen Kabu- paten Malang, didapatkan
defisiensi surfaktan. Profil kesehatan provinsi jumlah AKB pada tahun 2014 sebanyak 60/1000
Jawa Timur 2012 menyatakan bahwa provinsi KH, pada tahun 2015 sebanyak 43/1000 KH,
Jawa timur memiliki estimasi pemetaan AKB > serta pada tahun 2016 sebanyak 66/1000 KH.
28,31/1000 kelahiran hidup, yaitu sebanyak Sedangkan data BBLR dalam periode 2014-
30,46/1000 kelahiran hidup. Hal ini menandakan 2016 sebanyak 1059 bayi, yaitu 472 bayi di
bahwa Jawa Timur tergolong provinsi dengan tahun 2014, 315 bayi di tahun 2015, 272 bayi di
AKB tinggi. Dari laporan Dinas Kesehatan tahun 2016. Oleh karena jumlah AKB dan
Kabupaten/Kota tahun 2012, diketahui bahwa BBLR yang cukup besar di RSUD Kanjuruhan
jumlah bayi dengan BBLR di Jawa Timur Kepanjen terutama di tahun 2016 dibandingkan
mencapai 3,32% yang diperoleh dari persentase tahun- tahun lain dalam periode 3 tahun terakhir
19.712 bayi dari 594.461 bayi baru lahir yang ini, maka penulis memilih RSUD Kanjuruhan
ditimbang. Kabupaten Malang sendiri jumlah Kepanjen sebagai tempat penelitian dan pada
BBLR sebanyak 3,44%, dengan kata lain jumlah periode tahun 2016. Berdasarkan hasil penelitian
BBLR di kabupaten Malang melebihi rata-rata Marfuah, dkk, didapatkan bahwa derajat
jumlah BBLR di Jawa Timur. Sedangkan Riset asfiksia, kehamilan ganda, usia kehamilan,
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian paritas, dan hipertensi ibu merupakan faktor
kesehatan (Kemenkes) tahun 2007, RDS resiko signifikan pada RDS neonatus. RDS
menyumbangkan AKB sebanyak 14% sama terutama terjadi pada bayi prematur;
besarnya dengan AKB yang disebabkan oleh insidensinya berbanding terbalik dengan umur
prematuritas. Hasil penelitian Malino dan kehamilan dan berat badannya. Meskipun
Artana, menyatakan bahwa RDS bermakna terlihat paling sering setelah kelahiran prematur,
dalam meningkatkan kematian neonatus. Hal ini namun gangguan lain seperti diabetes maternal
menunjukkan bahwa RDS memegang peran atau sindrom aspirasi mekoneum dapat pula
dalam menyumbang angka pada kematian bayi menghambat produksi surfaktan (Greenough et
dan kematian neonatus. Seperti yang telah al, 1996 dalam Fraser, 2009). Ditegaskan pula
diuraikan di atas, bahwa penyumbang AKB dalam Edwards et al (2013) bahwa, lama
yang besar berasal dari kematian neonatus, kehamilan berbanding terbalik dengan resiko
dimana kematian neonatus salah satunya RDS, namun ada penyebab lain terjadinya RDS
4
pada usia aterm yaitu: transient tachipnea of the skala data dari variabel mandiri menggunakan
newborn, pneumonia, meconeum aspiration skala data nominal, oleh karena itu untuk
syndrome, persistent pulmonary hypertension of menguji hipotesis dengan menggunakan uji
the neonate, pneu- mothorax. Dengan kata lain, Fisher Exact.
tidak hanya bayi prematur/preterm yang
beresiko terhadap RDS namun juga bayi bukan HASIL PENELITIAN
prematur/aterm dengan gangguan-gangguan Hasil penelitian pada 36 responden di RSUD
penyerta, juga memiliki resiko terhadap Tingkat Kanjuruhan Kepanjen ditampilkan dalam data
Kejadian RDS. Tujuan penelitian ini untuk umum dan data khusus. Data umum berisi
membandingkan tingkat kejadian RDS antara kategori BBLR, jenis kelamin, jenis persalinan,
BBLR preterm dan BBLR dismatur di RSUD komplikasi pada BBLR, dan kondisi akibat RDS
Kanjuruhan Kepanjen. sedangkan data khusus meliputi data yang berisi
variabel penelitian, yaitu tingkat kejadian RDS
METODE PENELITIAN pada BBLR preterm, tingkat kejadian RDS pada
Desain penelitian yang digunakan dalam BBLR dismatur, serta perbedaan tingkat
penelitian ini adalah analitik komparatif. Sampel kejadian RDS antara BBLR preterm dan BBLR
yang digunakan pada penelitian ini adalah dismatur. Pada data umum ini disajikan
BBLR dengan diagnosa RDS yang diambil dari karakteristik responden meliputi kategori BBLR,
dokumen rekam medis pasien yang dirawat di jenis kelamin, jenis persalinan, komplikasi pada
ruang perinatologi RSUD Kanjuruhan Kepanjen BBLR, dan kondisi akibat RDS. Hasil penelitian
pada tahun 2016 yang memenuhi kriteria diketahui BBLR preterm sebanyak 72,2% dan
inklusi, yang berjumlah 36 responden. Kriteria BBLR dismatur sebanyak 27,8%. Berdasarkan
inklusi dalam penelitian ini adalah: jenis kelamin diketahui bahwa 57,7% BBLR
a) BBLR preterm, preterm berjenis kelamin laki-laki dan 70%
b) BBLR dismatur, c) Bayi dengan RDS, d) BBLR dismatur berjenis kelamin laki- laki.
Dirawat di ruang perinatologi RSUD Hasil penelitian diketahui bahwa 65,4% BBLR
Kanjuruhan pada tahun 2016 dan terdapat dalam preterm memiliki jenis persalinan spontan dan
rekam medik pada bagian berat badan lahir, 70% BBLR dismatur memiliki jenis persalinan
lama kehamilan, diagnosa, dan penatalaksanaan. SC. Diketahui bahwa komplikasi yang sering
Teknik pengam- bilan sampel yang digunakan terjadi pada BBLR adalah sepsis sebesar 92,3%
adalah teknik Simple Random Sampling. pada BBLR preterm dan 70% pada BBLR
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang dismatur dan terjadi kematian sebesar 76,9%
Perinatologi RSUD Kanjuruhan Kepanjen. pada BBLR preterm dan sebesar 80% pada
Penelitian ini dilakukan pada bulan bulan Mei BBLR dismatur akibat RDS. Data khusus
2017. Untuk memperoleh data tentang BBLR responden meliputi tingkat kejadian RDS pada
dan Tingkat Kejadian RDS dilakukan dengan BBLR preterm, tingkat kejadian RDS pada
studi rekam medis pasien. Dalam penelitian ini BBLR dismatur, serta perbedaan tingkat
5
kejadian RDS antara BBLR preterm dan BBLR yang lahir sebelum genap 30 minggu gestasi
dismatur. Tingkat kejadian RDS berat dan RDS akan mengalami RDS. Surfaktan memiliki unsur
ringan pada BBLR preterm masing-masing utama, yaitu: dipalmitilfosfatidilkolin (lesitin),
sebanyak 50%, sedangkan tingkat kejadian RDS fosfatidilgliserol, apoprotein (protein surfaktan=
pada BBLR dismatur adalah RDS berat PS-A, B, C, D), dan kolesterol.
sebanyak 60%. Dari Tabel 1 dapat diketahui Ketidakadekuatan surfaktan pada bayi preterm
bahwa tingkat kejadian RDS ringan dan RDS disebabkan karena terhentinya fase
berat masing- masing sebanyak 50% pada pembentukan surfaktan yang seharusnya terdiri
BBLR preterm dan tingkat kejadian RDS berat dari 5 fase (embrionik, pseudoglandular,
sebanyak 60% pada BBLR dismatur. Hasil uji kanalikular, kantong terminal, alveolar), harus
fisher exact dengan  = 0,05 didapatkan p = terhenti pada fase ke-3 (kanalikular), yaitu pada
3,91. Oleh karena p lebih besar dari taraf usia 17-24 minggu. Agen aktif ini dilepaskan ke
kesalahan yang ditetapkan  (3,91 > 0,05) dalam alveoli, untuk mengurangi tegangan
maka H0 diterima, dapat dinyatakan bahwa permukaan dan membantu memertahankan
tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada stabilitas alveolar dengan jalan mencegah
tingkat kejadian RDS antara BBLR preterm dan kolapsnya ruang udara kecil pada akhir
BBLR dismatur. ekspirasi. Kadar tertinggi surfaktan terdapat
dalam paru janin yang dihomogenasi pada umur
PEMBAHASAN kehamilan 20 minggu, tetapi belum mencapai
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui permukaan paru sampai tiba saatnya. Surfaktan
bahwa pada BBLR preterm mengalami RDS tampak dalam cairan amnion antara 28 dan 32
berat dan RDS ringan masing-masing sebanyak minggu. Kadar surfaktan paru matur biasanya
50%. Hal ini dikarenakan pada BBLR preterm muncul sesudah 35 minggu (Behrman, dkk,
fungsi organ bayi belum matur, yaitu: alveoli 2000). Kenaikan frekuensi RDS dihubungkan
kecil sehingga sulit untuk mengembang, oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis
pengembangan alveoli kurang sempurna karena kelamin. Insidens RDS tertinggi adalah pada
dinding dada masih lemah, serta produksi bayi preterm laki-laki. Hal ini sesuai dengan
surfaktan yang belum sempurna. Gangguan data jenis kelamin BBLR di RSUD Kanjuruhan
pernapasan pada neonatus ini terutama berkaitan Kepanjen tahun 2016, bahwa sebanyak 57,7%
dengan terhambatnya maturasi paru dan kondisi BBLR preterm yang mengalami RDS berjenis
yang mengarah pada defisiensi surfaktan, serta kelamin laki-laki. Penyebab hal ini adalah
imaturitas fisiologis dari dada (Hockenberry, adanya hormon androgen pada laki-laki yang
2013). Hasil penelitian menjelaskan bahwa dapat menurunkan produksi surfaktan oleh sel
BBLR preterm yang mengalami RDS lebih pneumosit tipe II. Oleh karena penyebab-
banyak dibandingkan BBLR dismatur. penyebab yang telah dijelaskan di atas, maka
Ditegaskan pula oleh Greenough et al (1996) dapat disimpulkan RDS lebih mengarah pada
dalam Fraser (2009) bahwa sebagian besar bayi BBLR preterm baik RDS berat maupun RDS
6
ringan. Berdasarkan hasil penelitian dapat menyebabkan terjadinya RDS. Pada penelitian
diketahui bahwa 60% BBLR dismatur didapatkan bahwa pada BBLR dismatur
mengalami RDS berat, dan 40% mengalami mengalami gangguan/komplikasi asfiksia
RDS ringan. Hal ini disebabkan karena faktor sebesar 10%. Gangguan asfiksia peri- natal pada
resiko dismaturitas, yaitu diabetes gestasional bayi dismatur dapat diakibatkan karena ibu
berat pada ibu dan komplikasi yang sering diabetes, ibu perokok berat, pre- eklampsi, status
terjadi pada bayi dismatur diantaranya ekonomi yang rendah, infeksi kehamilan oleh
hipoglikemia, asfiksia, sindrom aspirasi toksoplasmosis dan CMV Asfiksia perinatal ini
mekoneum, dan polisitemia dimana komplikasi- dapat berakibat pada aspirasi mekoneum dan
komplikasi tersebut merupakan faktor penyebab hipoglikemia yang dapat mengarah pada RDS.
terjadinya RDS. RDS jarang terjadi pada bayi Pada penelitian didapatkan bahwa pada BBLR
cukup bulan. Kenaikan frekuensi RDS pada bayi dismatur terjadi gangguan sindrom aspirasi
cukup bulan dihubungkan dengan bayi dari ibu mekoneum sebesar 10%. Gangguan aspirasi
diabetes, kehamilan multijanin, persalinan mekoneum terjadi pada bayi yang mengalami
seksio caesarea, persalinan cepat, asfiksia, stress stress intra-uterin/hipoksia. Stress intra-uter-
dingin, dan adanya riwayat bahwa bayi ine/hipoksia menyebabkan bayi mengalami
sebelumnya terkena RDS (Warren & Anderson, relaksasi pada sfingter anal, sehingga bayi
2010 dalam Hockenberry, 2015). Bayi dengan mengeluarkan mekoneum. Kebanyakan meko-
ibu diabetes lanjutan dapat pula menjadi neum ini teraspirasi saat bayi bernapas pertama
penyebab dismaturitas karena vaskularisasi kali, namun tidak menutup kemungkinan telah
maternal yang terganggu. Gangguan teraspirasi sejak dalam rahim yang disebabkan
hipoglikemia sering terjadi pada bayi dengan ibu bayi mengalami gasping. Oleh karena aspirasi
diabetes gestasional karena bayi memproduksi mekoneum, terjadilah obstruksi parsial pada
insulin yang berlebihan, dikarena- kan kadar jalan napas, sumbatan udara, hiperinflasi distal,
glukosa yang ditransport ibu melalui plasenta dan atelektasis yang menyebabkan inaktivasi
kadarnya berlebihan. Hal ini menyebab- kan surfaktan, yang pada akhirnya menyebabkan
bayi berada dalam kondisi hiperinsulin. Saat RDS. Gangguan polisitemia sering terjadi pada
bayi lahir, bayi akan mengalami hipoglikemia bayi dengan ibu diabetes, bayi yang mengalami
karena pasokan glukosa dari ibu terhenti hambatan pertumbuhan intra uterin, bayi
ditambah dengan kondisi hiperinsulin yang telah dismatur, dan merupakan akibat dari asfiksia.
ada pada bayi sejak kehamilan. Dalam penelitian Polisitemia merupakan penyakit dimana
Bourbon (1985) dinyatakan bahwa keadaan sumsum tulang menghasilkan sel darah merah
hipoglikemia dan hiperinsulin pada bayi akan yang berlebihan sebagai respon tubuh bayi yang
menghambat proses biokimia dalam maturasi mengalami hipoksia. Kondisi ini menyebabkan
paru dan menyebabkan abnormalitas pada darah bayi menjadi lebih kental yang
sistem surfaktan paru yang menyebabkan mengakibatkan berkurangnya kecepatan aliran
defisiensi produksi surfaktan. Hal inilah yang darah dalam pembuluh darah yang kecil,
7
sehingga pengang- kutan oksigen ke jaringan defisiensi surfaktan, serta imaturitas fisiologis
terganggu. Keadaan ini merupakan predisposisi dari dada (Hockenberry, 2013). Ditegaskan pula
dari hipoglikemia, dimana hipoglikemia oleh teori menurut Fraser (2011), bahwa
menyebabkan defisiensi produksi surfaktan yang penyakit ini terjadi akibat insufisiensi produksi
mengakibatkan RDS. Persalinan dengan jenis surfaktan dan terlihat paling sering setelah
kelamin laki-laki dan sectio caesarea juga dapat kelahiran prematur. Pada BBLR preterm RDS
menghambat produksi surfaktan pada dikarenakan fungsi & struktur paru yang belum
dismaturitas. Hal ini sesuai dengan hasil matur (RDS pulmonal), sedangkan pada BBLR
penelitian bahwa pada BBLR dismatur terdapat dismatur dikarenakan adanya faktor resiko dan
sebanyak 70% bayi berjenis kelamin laki-laki, komplikasi dismaturitas (RDS non- pulmonal).
hal ini dikarenakan adanya hormon androgen Bayi preterm lahir sebelum paru siap menjadi
pada laki-laki yang dapat menurunkan produksi organ yang efisien untuk pertukaran gas, inilah
surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Sedangkan yang menjadi faktor perkembangan RDS pada
pada persalinan dengan sectio caesarea, preterm (RDS pulmonal yang disebabkan
dimungkinkan ibu mengalami gangguan perfusi kombinasi imaturitas struktural & fungsional
darah uterus yang dapat menyebabkan asfiksia paru). Sedangkan pada bayi dismatur, memiliki
pada bayi, dimana asfiksia dapat menjadi komplikasi hiperinsulin dan hipoglikemi yang
predisposisi RDS. Hasil penelitian menunjukkan dimungkinkan menjadi faktor yang menurunkan
bahwa jenis persalinan SC pada BBLR dismatur sintesis surfaktan yang berkontribusi terhadap
sebanyak 70%. Dengan demikian dapat perkembangan RDS (Hockenberry, 2013). Berat
dinyatakan bahwa BBLR dismatur beresiko dan ringannya gambaran klinis RDS sangat
terhadap penyakit RDS karena adanya faktor dipengaruhi oleh berat badan lahir, usia
resiko dismatur dan komplikasi dismatur yang kehamilan yang mengarah pada tingkat
dapat menyebabkan RDS . Hasil penelitian maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
diketahui bahwa RDS berat dan RDS ringan usia kehamilan, semakin berat gambaran klinis
lebih banyak terjadi pada BBLR preterm. yang didapatkan. RDS merupakan salah satu
Berdasarkan analisa data dengan uji statistik penyebab seringnya kematian pada bayi
Fisher exact didapatkan p = 3,91. Oleh karena p terutama bayi dengan berat badan lahir rendah.
lebih besar dari taraf kesalahan yang ditetapkan/ Dalam data yang diambil pada kondisi BBLR di
 (3,91 > 0,05) maka H0 diterima, dapat RSUD Kanjuruhan tahun 2016, didapatkan
dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bahwa sebanyak 76,9% terjadi kematian pada
bermakna pada tingkat kejadian RDS antara BBLR preterm dan sebanyak 80% kematian
BBLR preterm dan BBLR dismatur. RDS adalah pada BBLR dismatur akibat RDS. Dalam
penyakit yang berkaitan dengan defisiensi penelitian tentang faktor risiko tingkat kejadian
surfaktan. Gangguan pernapasan pada neonatus RDS pada neonatus preterm di RSUD Dr.
ini terutama berkaitan dengan terhambatnya Soetomo Surabaya, diperoleh hasil bahwa faktor
maturasi paru dan kondisi yang mengarah pada resiko yang paling berpengaruh terhadap tingkat
8
kejadian RDS adalah asfiksia prenatal bersama khususnya ibu hamil tentang pemeriksaan
dengan usia gestasi 24-33 minggu, berat lahir kehamilan secara ru- tin, pencegahan BBLR
<1500 gr, persalinan SC, KMK/dismaturitas, baik preterm maupun dismatur selama hamil,
komplikasi hipertensi maternal, komplikasi serta bahaya penyakit RDS pada BBLR preterm
eklampsi maternal, dan komplikasi PROM. Pada dan BBLR dismatur.
penelitian didapatkan bahwa baik pada BBLR
preterm maupun BBLR dismatur mengalami DAFTAR PUSTAKA
gangguan/komplikasi paling umum adalah sep- Behrman, Richard E., dkk. (2000). Ilmu
sis, yaitu sebesar 92,30% pada BBLR preterm Kesehatan Anak. Jakarta: EGC Bourbon, J. R.,
dan 70,00% pada BBLR dismatur. Hal ini sesuai & Farrell, P. M. (1985). Fetal Lung
dengan pernyataan menurut Haws, (2007) Development in the Diabetic Preg- nancy, 19(3).
bahwa penyebab RDS salah satunya adalah Edwards, M. O., Kotecha, S. J., dan Kotecha, S.
infeksi/sepsis (misal streptokokus grup B, her- (2013). Respiratory Distress of the Term
pes simpleks, dan varicella). Sehingga dapat Newborn Infant. Paediatric Respiratory
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Reviews, 14(1), 29-37. https://doi.org/
yang bermakna pada Tingkat Kejadian RDS 10.1016/j.prrv.2012.02.002 Fraser dan Cooper.
antara BBLR preterm dan BBLR dismatur (2011). Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC Haws,
karena RDS berat dan RDS ringan keduanya Paulette S. (2007). Asuhan Neonatus Rujukan
lebih banyak menyerang BBLR preterm. Cepat. Jakarta: EGC Hockenberry, Marilyne J.
& David Wilson. (2015). Nursing Care of
PENUTUP Infants and Chil- dren. Canada : Elsevier
Pada penelitian tentang perbedaan tingkat Hockenberry, Marilyne J. & David Wilson.
kejadian RDS antara BBLR preterm dan BBLR (2013). Essentials of Pediatric Nursing. America
dismatur di RSUD Kanjuruhan disimpulkan : Elsevier Lissauer, Tom dan Avroy Fanaroff.
bahwa tidak ada perbedaan tingkat kejadian (2008). At a Glance Neonatologi. Jakarta:
Res- piratory Distress Syndrom (RDS) antara Erlangga Sacco, O., Silvestri, M., dan Rossi, G.
BBLR preterm dan BBLR dismatur di RSUD A. (2015). Recurrent respiratory infections in
Kanjuruhan. Petugas kesehatan atau instansi the follow-up of the extremely low birth weight
terkait secara rutin/berkala sebaiknya infant. Italian Journal of Pediatrics, 41(Suppl 1),
memberikan penyuluhan kepada masyarakat, A36. https:// doi.org/10.1186/1824-7288-41-S1-
A36
9

KEPUSTAKAAN

Drew, David. 2009. Asuhan Resusitasi Bayi Baru Lahir Seri Praktek Kebidanan. Jakarta : EGC.

Kristiyanasari, weni.2013. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.Yogyakarta : Nuha Medika.

Muslihatun.2010. Asuhan Neonatus Byi dan Balita.Yogyakarta : Fitramaya

Nurarif & kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa & NANDA NIC-
NOC.Yogyakarta : Mediaction.

Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Edisi 2.

Nursalam. 2014. Metodologi Penelitin Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Jakarta Selatan : Salemba
Medika. Edisi 3.
1
0
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
Nuzul Qur’aniati
Departemen Keperawatan Maternitas dan Anak Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya Nuzul-q-a@fkp.unair.ac.id

PENDAHULUAN
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari. Pada masa tersebut terjadi
perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir
pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki
risiko gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Sehingga tanpa
penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan
penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia
(Kementerian Kesehatan, 2015). Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu
asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi (Riskesdas, 2007). Asfiksia saat lahir menjadi penyebab
kurang lebih 23% dari sekitar 4 juta kematian neonatus di seluruh dunia setiah tahunnya (Kitamura et
al, 2010).

Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan
kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan
dengan baik, terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan.
Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan terhadap neonatal sakit dan atau neonatal
dengan kelainan atau komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh
tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih baik dirumah, sarana pelayanan kesehatan dasar
maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai standar antara lain manajemen Asfiksia
Bayi Baru Lahir, atau standar operasional pelayanan lainnya (Kementerian Kesehatan, 2015).

Sekitar 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas saat lahir; dan kurang dari
1% membutuhkan tindakan resusitasi ekstensif agar selamat. Sebaiknya kurang lebih 90% bayi baru
lahir menjalani transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstra uterin tanpa kesulitan.

DEFINISI
“Asphyxia is defined as progressive hypoxemia and hypercapnea accompanied by the progressive
development of metabolic acidosis. The definition has both clinical and biochemical components, and
indicates that, unless the process is reversed, it will lead to cellular damage and ultimately death of the
patient” (www.cambridge.org).

FISIOLOGI PERNAPASAN: TRANSISI INTRA KE EKSTRAUTERIN


Sebelum lahir, seluruh oksigen yang digunakan oleh janin berasal dari difusi darah ibu ke darah janin
melewati membran plasenta. Hanya sebagian kecil darah janin yang mengalir ke paru- paru janin. Paru
janin tidak berfungsi sebagai jalur transportasi O2 atau ekskresi CO2 ataupun keseimbangan asam basa
pada janin. Paru-paru janin mengemband dalam uterus akan tetapi kantung-kantung udara yang akan
menjadi alveoli berisi cairan bukan udara. Selain itu pembuluh arteriol konstriksi (mengkerut) karena
tekanan parsial oksigen (PO2) pada janin rendah. Sebelum lahir, sebagian besar darah dari sisi kanan
jantung tidak dapat memasuki paru karena resistensi yang lebih rendah yaitu melewati duktus
arteriosus menuju aorta.
Setelah lahir, bayi tidak lagi terhubung dengan plasenta dan akan bergantung pada paru-paru sebagai
sumber oksigen. Oleh sebab itu dalam hitungan detik, cairan paru dalam alveoli harus diserap. Paru-
paru harus terisi udara yang mengandung oksigen dan pembuluh darah paru harus
membuka untuk meningkatkan aliran darah ke alveoli sehingga oksigen dapat diabsorpsi dan dibawa ke
sleuruh tubuh (Perinasia, 2012)

PERUBAHAN NORMAL SETELAH KELAHIRAN, meliputi (Perinasia, 2012):


1. Cairan dalam alveoli diserap ke pembuluh limfe paru dan digantikan oleh udara.
2. Arteri umbilikalis konstriksi, kemudian arteri dan vena umbilikalis menutup ketika tali pusat
dijepit.
3. Pembuluh darah paru relaksasi sehingga tekanan terhadap aliran darah menurun karena
mengembangnya alveoli oleh udara yang berisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam alveoli
meningkat.

MASALAH YANG DAPAT MENGGANGGU TRANSISI NORMAL (Perinasia, 2012):


1. Paru tidak terisi udara meskipun sudah ada pernapasan spontan (ventilasi tidak adekuat).
2. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah sistemik (hipotensi sistemik)
3. Arteri pulmonal tetap konstrikso setelah kelahiran karena sebagian atau seluruh paru gagal
mengembang atau karena kekurangan oksige sebelum/ selama persalinan (hipertesi pulmonal
persisten neonatus)

Bila transisi normal tidak terjadi, cadangan oksigen ke jaringan berkurang dan arteri di usus, ginjal,
otot, dan kulit akan konstriksi. Suatu refleks pertahanan hidup akan berusaha mempertahankan atau
meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak untuk mempertahankan stabilitas pasokan oksigen.
Redistribusi aliran darah ini mempertahankan fungsi organ-organ vital. Akan tetapi, jika kekurangan
oksigen berlanjut, fungsi miokardial dan curah jantung akan mengalamai penurunan, tekanan darah
menurun dan aliran darah ke semua organ juga akan berkurang (irreversibel) sehingga menyebabkan
kerusakan organ- organ lain atau kematian.

PERSIAPAN RESUSITASI (Perinasia, 2012)


Pada setiap kelahiran, harus ada paling sedikit 1 orang di kamar bersalin yang tugasnya khusus
bertanggung jawab untuk penanganan bayi dan dapat melakukan langkah awal resusitasi, termasuk
pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dan membantu kompresi dada. Jadi tidak benar
mengandalkan tenaga yang hadir secara “on call” (baik di rumahnya atau di area Rumah Sakit/ RS
yang sulit dijangkau) untuk melakukan resusitasi neonatus di kamar bersalin. Kebutuhan resusitasi
pada tiap bayi bisa saja timbul mendadak

Nilai APGAR adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara umum, serta responnya terhadap resusitasi.
Intervensi resusitasi adalah modifikasi dari nilai APGAR sehingga resusitasi yang dilakukan pada saat
nilai ditentukan harus dicatat. Nilai APGAR ditentukan pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir.
Jika nilai APGAR pada menit ke-5 kurang dari 7 maka ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai 20
menit.

Tabel 1. Nilai APGAR


TANDA 0 1 2 Umur kehamilan...............................minggu
1 5 10 15 20
menit menit menit menit menit
Warna kulit Biru atau Akrosianosis Seluruhnya
pucat kemerahan
Frekuensi jantung Tidak ada >100 dpm >100 dpm
Refleks rangsangan Tidak ada Sedikit Menangis
respon atau aktif
Tonus otot Lemas Sedikit Gerak aktif
refleksi
Pernapasan Tidak ada Menangis Baik,
lemah menangis
hipoventilasi
TOTAL
Keterangan Resusitasi
Menit ke- 1 5 10 15 20
Oksigen
VTP/
NCPAP
Intubasi ET
Kompresi
Dada
Epineprin

Evaluasi gawat napas menurut (PONEK, 2008) dapat menggunakan Skor Downe adalah sebagai
berikut:

Tabel. 2 Evaluasi gawat napas dengan menggunakan Skor Downe (Ponek, 2008)
Pemeriksaaan Skor
0 1 2
Frekuensi napas <60dpm 60-80 dpm >80dpm
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan walaupun diberi
pemberian O2 02
Suara Napas Suara napas di kedua Suara napas di Tidak ada suara
paru baik kedua paru napas di kedua
menurun paru
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar tanpa
dengan alat bantu
stetoskop
Evaluasi Total Nilai:
- <4 : Gawat napas ringan
- 4-7 : Gawat napas sedang
- >7 : Gawat napas berat

Nilai APGAR tidak digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada
bayi dengan depresi sampai penilaian menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus segera dimulai sebelum
menit ke-1 dihitung.

Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi atau tidak dilihat dari:


1. Apakah bayi lahir cukup bulan
2. Apakah bayi bernapas/ menangis
3. Apakah tonus otot baik
Secara jelas gambaran umum dan prinsip resusitasi di Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Gambaran Umum dan Prinsip Resusitasi

Faktor Resiko Kebutuhan Resusitasi pada Bayi Baru Lahir


1. Faktor Antepartum
 Diabetes maternal  Polihidramnion
 Hipertensi gestasional atau  Oligohidromnion
preeklampsia  Berkurangnya gerakan janin
 Hipertensi kronik  Berat janin tidak sesuai
 Riwayat kematian masa kehamilan
janin/neonatus  Ibu berusia >35 tahun
 Infeksi maternal  Kehamilan lewat waktu
2. Faktor Intrapartum
 Kelahiran dengan ekstraksi  Prolaps tali pusat
forsep  Solutio placenta
 Kelahiran prematur  Perdarahan intrapartum
 Partus lama (>24 jam) yang banyak
 Ketuban pecah lama (>18  Penggunaan anastesi umum
jam sebelum persalinan)
 Cairan ketuban hijai kental
bercampur mekonium

KOMPLIKASI BAYI DENGAN RESUSITASI BERKELANJUTAN/ KOMPLEKS (Perinasia, 2012)


Bayi yang membutuhkan VTP berkepanjangan, intubasi, dan atau kompresi dada kemungkinan
mengalami stress berat dan beresiko mengalami disfungsi multiorgan (Tabel 3) yang mungkin tidak
terlihat sehingga bayi perlu dirawat di ruang perawatan lanjutan.

Tabel 3. Kerusakan sistem organ yang dapat terjadi setelah resusitasi dan terapi
Sistem Organ Komplikasi yang mungkin Tindakan Pasca Resusitas
Terjadi
Otak - Apnea Monitor apnea
- Kejang Memberi ventilasi bila dibutuhkan Memantau
- Perubahan pada glukosa dan elektrolit Mencegah hipertermia
pemeriksaan neurologi Mempertimbangkan terapi anti kejang;
hipotermia

Paru-paru - Hipertensi pulmoner Mempertahankan oksigenasi dan ventilasi


- Pneumonia adekuat
- Pneumothoraks Mempertimbangkan antibiotik Melakukan
- Takipnea sementara sinarX dan gas darah Menunda minum jika
- Sindrom aspirasi mekonium ada gawat napas
- Defisiensi surfaktan
Kardiovaskuler Hipotensi Memantau tekanan darah dan frekuensi jantung
Mempertimbangkan penggantian
volume, diikuti pemberian inotropik jika
ada hipotensi

Ginjal Nekrosis tubuler akut Memantau produksi urin


Memantau serum elektrolit
Membatasi cairan bila bayi oliguri
sedangkan volume vaskuler cukup
Gastrointestinal - Ileus Menunda pemberian minum
- Enterokolitis nekrotikans Memberi cairan intravena Mempertimvangkan
nutrisi parenteral
Metabolik/ hematologik - Hipoglikemia Memantau gula darah
- Hipokalsemia, hiponatremia Memantau elektrolit Memantau
- Anemia, jika terdapat riwayat hematokrit Memantau platelet
kehilangan darah akut
- Trombositopenia

Simpulan:
- Sebagian besar bayi lahir bugar. Hanya sekitar 10% bayi membutuhkan beberapa jenis bantuan
dan hanya 1% yang membutuhkan tindakan resusitasi lengkap untuk bertahan hidup
- Ketika janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen akan terjadi perpasan cepat diikuti oleh
apneau primer dan penurunan frekuensi jantung, keadaan ini akan membaik
6

dengan rangsang taktil. Jika kekurangan oksigen tetap terjadi, makan akan terjadi
periode apnea sekunder selanjutnya diikutu penurunan frekuensi jantung dan
tekanan darah. Apnea sekunder tidak dapat diatasi dengan pemberian rangsangan;
harus diberikan ventilasi.
- Semua bayi baru lahir perlu penilaian awal untuk menetukan apakah
resusitasi dibutuhkan atau tidak
- Resusitasi harus dilakukan segera karena Anda memiliki waktu kurang
lebih 30 detik untuk melihat respon dari setiap tahap sebelum
memutuskan ke tahap berikutnya; evaluasi dan pengambilan keputusan
didasarkan terutama pada pernapasan, frekuensi jantung dan oksigenasi
- Tahap resusitasi neonatus adalah
A. Tahap awal
- Berikan kehangatan
- Posisikan kepala dan bersihkan jalan napas bila diperlukan*
- Keringkan dan rangsang bayi agar bernapas
- Evaluasi pernapasan, frekuensi jantung dan oksigenasi
B. Berikan ventilasi tekanan positif dengan alat resusitasi tekanan
positif dan pasang oksimetri*
C. Berikan kompresi dada sambil melanjutkan bantuan ventilasi dan
masukkan kateter vena umbillikalis*
D. Berikan epineprin sambil melanjutkan bantuan kompresi dada*
*pertimbangkan intubasi trakea pada titik-titik ini
7

DAFTAR PUSTAKA

Cambridge University Press, Fetal and Neonatal Brain Injury: Mechanisms,


Management and the Risks of Practice, Third Edition, www.cambridge.org

Kementerian Kesehatan RI (2015) Profil Kesehatan Indonesia Tahun. 2014

Kitamura T, Iwami T, Kawamura T, Nagao K, Tnaka H, Nadkarni VM, Berg RA,


Hiraide A (2010) Conventional and Chest Compression only Cardiopulmonary
Resucitation by Standers for Children who have out of hospital Cardiac Arrest: a
Prospectives, nationwide, population based cohort study. Lancet; 375, 1347-
1354.

Kementerian Kesehatan (2008) Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi


Komprehensif (PONEK)

Perinasia (2012) Buku Panduan Resusitasi Neonatus, Edisi ke-6

Anda mungkin juga menyukai