Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA TATANAN KERJA HOME INDUSTRY

Diajukan untuk pemenuhan tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II


Dosen: Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners., M.Kep

Kelompok : I
Kelas : B Kecil
1. Ai Rosita : AK.1.17.004
2. Sisi Kurnia : AK.1.17.039
3. Siti Soleha : AK.1.17.040
4. Vinda Ambhita A : AK.1.17.043
5. Wahyu Eka Sacaprana : AK.1.17.044
6. Wati : AK.1.17.045

Tingkat III Semester V


FAKULTAS KEPERAWATAN PRODI
SARJANA KEPERAWATAN ( NERS )
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami diberikan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Makalah Asuham Keperawatan Pada
Tatanan kerja Home Industry”. Makalah ini disusun sebagai tugas kuliah dan usaha
kami dalam meningkatkan wawasan tentang Asuhan Keperawatan Komunitas
Kesehatan Kerja.
Kami berharap makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya. Setiap
pembahasannya kami uraikan dengan rinci agar mudah dalam memahaminya. Kami
berusaha agar makalah ini dapat dipahami bersama. Semoga melalui makalah ini
kita dapat memperluas wawasan kita.
Kami sadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Makalah kami masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa,
pengolahan, maupun dalam penyusunannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan.
Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan teman-teman, semoga
makalah sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandung, 30 November 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................. 4
2.1. Konsep Kesehatan Kerja ....................................................................... 4
2.2. Dasar Hukum .......................................................................................... 8
2.3. Model Kesehatan Kerja ......................................................................... 8
2.4. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja ....................................................... 12
2.5. Penyakit yang Disebabkan oleh Kerja ............................................... 12
2.6. Konsep Potensial Hazard ..................................................................... 25
2.7. Konsep Alat Pelindung Diri ................................................................. 28
2.8. Diagnosis................................................................................................ 33
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................. 37
3.1. Kasus...................................................................................................... 37
3.2. Pengkajian ............................................................................................. 37
3.3. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan.......................................... 40
3.4. Penapisan Masalah ............................................................................... 42
3.5. Prioritas Masalah ................................................................................. 44
3.6. Intervensi Keperawatan....................................................................... 44
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 47
4.1. Kesimpulan ........................................................................................... 47
4.2. Saran ...................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sehat dapat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan social
seseorang yang tidak hanya bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan
melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya (Perry, Potter. 2005:5)
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping
perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus
bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan
bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan.
Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh

1
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga
tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang
mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir
Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan
dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kesehatan kerja?
2. Bagaimana model kesehatan kerja?
3. Bagaimana lingkup kesehatan kerja?
4. Apa saja penyakit yang disebabkan oleh kerja?
5. Bagaimana konsep potensial hazard?
6. Bagaimana konsep APD?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada tatanan kerja home industry?

1.3. Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus, dimana:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui
dan memahami tentang konsep dasar kesehatan kerja dan asuhan
keperawatan yang benar pada tatanan kerja home industry.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar
kesehatan kerja yang meliputi definisi, model kesehatan kerja, lingkup
kesehatan kerja, penyakit yang disesbabkan oleh kerja, konsep potensial
hazard, dan konsep APD.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang
benar pada tatanan kerja home industry meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Kesehatan Kerja


2.1.1. Pengertian
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-
usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah manusia
2. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur,
1993). Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi
baik barang maupun jasa (dermawan, deden. 2012: 189).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja
2. Bersifat teknik.
Dalam Permenaker no. 3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan
kerja antara lain:
1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja
2. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan kesehatan kerja
5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembutan tempat
kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta
penyelenggaraan makanan ditempat kerja.

4
6. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus
7. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan
kerja.
2.1.2. Tujuan
Tujuan kesehatan kerja menurut Suma’mur (1995) dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
3. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
4. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan semangat kerja.
5. Perlindungan bagi masyarakat sekitar lingkungan kerja agar terhindar
dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan
6. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.

2.1.3. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja


Upaya kesehatan kerjaa dalah upaya penyesuaian antara kapasitas,
beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya,
agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU kesehatan tahun
1992).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan
pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek
kesehatan dari pekerjaitu sendiri (Effendi, Ferry. 2009: 233).

5
2.1.4. Faktor Resiko Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi
bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian
yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan
potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard”
maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat
dipengaruhi oleh (Effendi, Ferry. 2009: 233):
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang
terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan
atau penyakit akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas
kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan
pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus
pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat
dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik,
kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi
lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll)
dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan
tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan
atau penyakit akibat kerja.

6
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (Effendi,
Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan
masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat
kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata
kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (Effendi, Ferry. 2009: 233).

2.1.5. Pentingnya Kesehatan Kerja


Menurut Sunyoto (2012:242) ada tiga alasan pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja:
1. Berdasarkan Perikemanusiaan
Pertama-tama para manajer mengadakan pencegahan kecelakaan atas
dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan demikian
untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan pekerja yang
menderita luka serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat
kecelakaan.
2. Berdasarkan undang-undang
Karena pada saat ini di Amerika terdapat undang-undang federal,
undang-undang negara bagian dan undang-undang kota praja tentang
keselamatan dan kesehatan kerja dan bagi mereka yang melanggar
dijatuhkan denda.
3. Ekonomis
Yaitu agar perusahaan menjadi sadar akan keselamatan kerja karena
biaya kecelakaan dapat berjumlah sangat besar bagi perusahaan.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2002, 165) bahwa tujuan dari
keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

7
3. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
4. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.

2.2. Dasar Hukum


Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang-
undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86 (Dermawan,
Deden. 2012: 190):
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3. Model Kesehatan Kerja


Menurut Argama (2006), program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha
sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Program Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah suatu sistem yang
dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di
tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di
tempat kerja dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan

8
kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di
tempat kerja (Dewi, 2006).
Dessler (1992) mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan
kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu:
1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan
dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan.
Mereka melakukan hal itu untuk memperingan penderitaan karyawan dan
keluarganya yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan
yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman
terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan cukup berat. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda, dan
para supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas
kecelakaan dan penyakit fatal.
3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan
dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi
kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan ditujukan untuk member ganti
rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
4. Menurut Sjafri Mangkuprawira dan Aida V. Hubeis (2007), secara umum
program keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikelompokkan:
a. Telaahan Personal
Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karateristik
karyawan tertentu yang diperkirakan rawan dan berpotensi mengalami
kecelakaan dan penyakit kerja:
1) Faktor usia, apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung
lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya.
2) Ciri-ciri fisik karyawan, seperti potensi pendengaran dan
penglihatan yang cenderung berhubungan dengan derajad kecelakaan
karyawan yang kritis
3) Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya
pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan dan penyakit kerja.

9
Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat
memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami
kecelakaan dan penyakit kerja, lalu sejak dini perusahaan dapat
menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
b. Sistem Insentif
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan
bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi
antar-unit tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam kurun waktu
tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu
menekan kecelakaan dan penyakit kerja sampai titik terendah akan
diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi
para karyawan yang mampu menekan kecelakaan dan penyakit kerja
bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya.
c. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi karyawan
biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan pada umumnya pada
segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan
keselamatan dan kesehatan kerja, dan prilaku kerja yang aman dan
berbahaya.
d. Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan
dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan
oleh karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi
petunjuk bagaimana suatu perkerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk
mencapai keselamatan dan kesehatan kerja maksimum. Sekaligus
dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya
individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja.

10
Ernawati (2009) menyebutkan bahwa penerapan program K3 harus
sesuai dengan prosedur yang benar. Sebagai contoh kegiatan penerapan
pemadaman kebakaran dan prosedur kerja dilakukan berdasarkan SOP
(Standard Operation Procedures), peraturan K3L (Keselamatan, Kesehatan
dan Lingkungan), dan prosedur/kebijakan perusahaan, yang meliputi:
1) Prosedur perlindungan mesin diikuti pada saat tanda bahaya muncul.
2) Prosedur peringatan/ evakuasi diikuti di tempat kerja.
3) Prosedur gawat darurat diikuti secara professional dengan tepat untuk
melindungi mesin pada saat keadaan tanda bahaya muncul.
Sabir (2009) menyatakan, prosedur penerapan program K3 perlu
dikuasai oleh semua pihak karena ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan, antara lain:
1) Bahaya pada area kerja dikenali dan dilakukan tindakan pengontrolan
yang tepat.
2) Kebijakan yang sah pada tempat kerja dan prosedur pengontrolan
risiko diikuti.
3) Tanda bahaya dan peringatan dipatuhi
4) Pakaian pengamanan digunakan sesuai dengan SI (Standard
International).
5) Teknik dan pengangkatan/ pemindahan secara manual dilakukan
dengan tepat.
6) Perlengkapan dipilih sebelum melakukan pembersihan dan perawatan
secara rutin.
7) Metode yang aman dan benar digunakan untuk pembersihan dan
pemeliharaan perlengkapan.
8) Peralatan dan area kerja dibersihkan/ dipelihara sesuai dengan
keamanan, jadwal pemeliharaan berkala, tempat penerapan dan
spesifikasi pabrik.

11
Menurut Argama (2006) terdapat tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan program K3 yaitu:
a. Seberapa serius keselamatan dan kesehatan kerja
hendak diimplementasikan dalam perusahaan.
b. Pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila
tidak melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat
pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja.
c. Kualitas program pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
sarana sosialisasi.

2.4. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara
atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk:
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja
di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun
kesejahteraan sosialnya.
b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya.
c. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang membahayakan kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

2.5. Kecelakaan dan Penyakit yang Disebabkan oleh Kerja


2.5.1. Kecelakaan akibat kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03
/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda.

12
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak
diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga,
oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesenjangan,
lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (dermawan, deden. 2012: 189).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya
pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari
dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila
timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut
disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan
bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.
1) Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah
penyebab dasar (basic causes) dan penyebab langsung (immediate causes)
a. Penyebab dasar
 Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan
fisik, mental, dan psikologis, kurang atau lemahnya pengetahuan dan
keterampilan (keahlian), stress, dan motivasi yang tidak cukup atau
salah.
 Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan
kemampuan kepemimpinan dan/ atau pengawasan, rekayasa
(engineering), pembelian atau pengadaan barang, perawatan
(maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-barang atau bahan-
bahan, standart-standart kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
b. Penyebab langsung
 Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standart/ unsafe condition), yaitu
tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan
pengaman, pelindung atau rintangan yang tidak memadai atau tidak

13
memenuhi syarat, bahan dan peralatan yang rusak, terlalu sesak atau
sempit, sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai, bahaya-
bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata letak (houskeeping)
yang buruk, lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu, asap, uap,
dan lainnya), bising, paparan radiasi, serta ventilasi dan penerangan
yang kurang (B, sugeng. 2003)
 Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standart/ unsafe act), yaitu
tingkah laku, tindak tanduk atau perbuatan yang dapat menyebabkan
kecelakaan misalnya mengoperasikan alat tanpa wewenang, gagal untuk
memberi peringatan dan pengamanan, bekerja dengan kecepatan yang
salah, menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi,
memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat yang rusak,
menggunakan alat dengan cara yang salah, serta kegagalan memakai
alat pelindung atau keselamatan diri secara benar (B, sugeng. 2003).
2) Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:

1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin,


pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.
2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah
kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.
3. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan
mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja
akan bersedih.
4. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati,
kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan
cacat.
5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa
orang & berakibat kematian.

Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang


dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya
langsung & biaya tersembunyi.

14
Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama
kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan,
upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-
alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan. Sedangkan biaya
tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau
beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi.

3) Klasifikasi Jenis Cidera Akibat Kecelakaan Kerja


Jenis cidera akibat kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang
ditimbulkan membuat perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cidera
akibat kecelakaan. Tujuan pengklasifikasian ini adalah untuk pencatatan
dan pelaporan statistik kecelakaan kerja. Banyak standar referensi
penerapan yang digunakan berbagai oleh perusahaan, salah satunya adalah
standar Australia AS 1885-1 (1990)1. Berikut adalah pengelompokan jenis
cidera dan keparahannya:
1) Cidera fatal (fatality) Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau
penyakit akibat kerja.
2) Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury) Adalah
suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau
kehilangan hari kerja selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat
kecelakaan kerja tersebut terjadi tidak dihitung sebagai kehilangan hari
kerja.
3) Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day)
Adalah semua jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk
kerja karena cidera, tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan.
Juga termasuk hilang hari kerja karena cidera yang kambuh dari periode
sebelumnya. Kehilangan hari kerja juga termasuk hari pada saat kerja
alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera fatal dihitung sebagai
220 kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada saat kejadian
tersebut terjadi.
4) Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restricted duty)
Adalah jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk
mengerjakan pekerjaan rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain

15
sementara atau yang sudah di modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk
perubahan lingungan kerja pola atau jadwal kerja.
5) Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury) Kecelakaan
kerja ini tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi kecelakaan kerja
yang ditangani oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki
kualifikasi untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6) Cidera ringan (first aid injury) Adalah cidera ringan akibat kecelakaan
kerja yang ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada
kecelakaan setempat, contoh luka lecet, mata kemasukan debu, dan lain-
lain.
7) Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident)
Adalah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan
dan bahaya pembuangan limbah.
4) Definisi Rate
1. Incident rate Adalah jumlah kejadian/kecelakaan cidera atau sakit akibat
kerja setiap seratus orang karyawan yang dipekerjakan.
2. Frekwensi rate Adalah jumlah kejadian cidera atau sakit akibat kerja
setiap satu juta jam kerja.
3. Loss Time Injury Frekwensi Rate Jumlah cidera atau sakit akibat
kecelakaan kerja dibagi satu juta jam kerja.
4. Severity Rate Waktu (hari) yang hilang dan waktu pada (hari) pekerjaan
alternatif yang hilang dibagi satu juta jam kerja.
5. Total Recordable Injury Frekwensi Rate Jumlah total cidera akibat kerja
yang harus dicatat (MTI, LTI & Cidera yang tidak mampu bekerja)
dibagi satu juta jam kerja.
5) Pencegahan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi,
perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan

16
industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK,
& pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau
tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat
keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek
keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan
yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-
alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas &
debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk
tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek
fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, &
keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

2.5.2. Penyakit Akibat Kerja


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No: PER-01/MEN/1981
tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja bahwa yang dimaksud
dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja
adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja, disebabkan oleh penyakit spesifik,
ditentukan oleh pemajanan ditempat kerja, ada atau tidaknya kompetensi,
contohnya adalah keracunan timbal (Pb), asbesitosis, dan silikosis
(B.Sugeng.2003). Penyakit akibat kerja dibedakan menjadi empat kategori
oleh WHO yaitu:
a. Penyakit akibat pekerjaan itu sendiri saja, contoh Pneumoconiosis.
b. Penyakit yang salah satu sebabnya berasal dari pekerjaan. Contoh
Karsinoma Bronkhogenik.

17
c. Penyakit yang tidak hanya disebabkan oleh pekerjaan tapi juga penyakit-
penyakit lainnya dan pekerjaan termasuk salah satu di dalamnya.
Contohnya Bronkhitis Kronis.
d. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan memperberat penyakit itu
sendiri. Contoh penyakit asma.
2.5.3. Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi ditempat kerja, berikut
beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang
ada di tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi,
penerangan Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka
ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari
dan pada malam hari dengan pencahayaan buatan 50-500 lux. Kelelahan
pada mata ditandai oleh:
1) Iritasi pada mata / conjunctiva
2) Penglihatan ganda
3) Sakit kepala
4) Daya akomodasi dan konvergensi turun
5) Ketajaman penglihatan
Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean
(1980) menyarankan sistem desain pencahayaan ditempat kerja sebagai
berikut:
1) Hindari sumber pencahayaan local langsung dalam penglihatan pekerja
2) Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-mesin, meja, kursi,
dan tempat kerja
3) Hindari pemasangan lampu FL yang tegak lurus dalam garis
penglihatan
b. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas,
larutan, kabut.
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan

18
2.5.4. Jenis Penyakit Akibat Kerja
Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-
01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan pada Keputusan
Presiden RI Nomor 22/1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan
Kerja memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan penyakit yang
disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenis-jenis penyakit
akibat kerja tersebut adalah sebagai berikut ini.
1. Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembetukan jarigan parut
(silikosis, antara kosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkolosis yang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkoplumoner) yang
disebabkan oleh debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (Bronkoplumoner) atau byssinosis
yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep (serat yang diperoleh dari
batang tanaman Cannabis sativa) dan sisal (serat yang diperoleh dari
tumbuhan agavi sisalana,biasanya dibuat tali
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alviolisis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik
6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya
beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya
beracun
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya
beracun
9. Penyakit yang disebabkan oleh Kromium (Cr) atau persenyawaannya
beracun
10. Penyakit yang disebabkan oleh Mangan (Mn) atau persenyawaannya
beracun
11. Penyakit yang disebabkan oleh Arsenik (As) atau persenyawaannya
beracun

19
12. Penyakit yang disebabkan oleh Raksa atau Merkurium (Hg) atau
persenyawaannya beracun
13. Penyakit yang disebabkan oleh Timbel atau Plumbum (Pb) atau
persenyawaannya beracun
14. Penyakit yang disebabkan oleh Flourin (F) atau persenyawaannya
beracun
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yng beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivatnetro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat laiinya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab afiksia atau
keracunan seperti karonmonoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida
atau derifatnya yang beracun, amoniak, seng, braso, nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan
23. Penyakit yang disebabkan oleh kelainan mekanik
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
tinggi
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi eletronik dan mengion.
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik,
kimiawi, biologis.
27. Kanker kulit epiteiloma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk, dan residu dari
zat-zat tersebut.
Menurut (Dermawan, Deden. 2012: 197-199) penyakit akibat
kerja/penyakit akibat hubungan kerja:
1. Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun
kronis.

20
a. Akut misalnya :
Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut
atau karena virus.
b. Kronis, misalnya :
 Asbestosis
 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
 Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti
nitrogen oksida.
2. Penyakit Kulit
a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, kadang sembuh sendiri.
b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit
yang berhubungan dengan pekerjaan.
c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain.
3. Kerusakan Pendengaran
a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang
dengan gangguan pendengaran.
c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya
pendengaran.
4. Gejala pada Punggung dan Sendi
a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan.
b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak wajar.
5. Kanker
a. Adanya presentase yang signifikan menunjukkan kasus kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.

21
b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari
laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi.
c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun
sebelum diagnosis.
6. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain di tempat
kerja.
7. Penyakit Liver
a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus
atau sirosis karena alkohol.
b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
8. Masalah Neuropsikitarik
a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan.
b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol
atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena
penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres
yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi
Susunan Syaraf Pusat.
e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl
ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
9. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
a. Alergi
b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan
c. Sick building syndrome
d. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum derivate
petroleum, rokok.

22
2.5.5. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
1) Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
2) Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut
3) Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan.
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
seperti berikut ini:
a. Pencegahan Pimer – Healt Promotio
1) Perilaku kesehatan
2) Faktor bahaya di tempat kerja Perilaku kerja yang baik
3) Olahraga
4) Gizi
b. Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
1) Pengendalian melalui perundang-undangan
2) Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
3) Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
4) Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c. Pencegahan Tersier
1) Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2) Pemeriksaan kesehatan berkala
3) Pemeriksaan lingkungan secara berkala
4) Surveilans
5) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6) Pengendalian segera ditempat kerja

23
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib
dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat
mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan
kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut.
Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan
cacat. Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.
a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.

b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi


secara teratur serta dilakukan pengobatan.

Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan penanganan


yang tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja sangat penting.
Sekurang-kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam deteksi dini yaitu:
a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis
laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan
terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB),
sitologi sputum yang abnormal, dan sebagainya.
b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui
pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji
kapasitas kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.
c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.
Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap
pelarutpelarut organik.
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
yaitu pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan Pemeriksaan ini dilakukan sebelum
seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu
dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine,
radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data
dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga
kerja setelah sekian lama bekerja.

24
b. Pemeriksaan kesehatan berkala Pemeriksaan kesehatan berkala
sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah
pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin
tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak
ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ
dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan
berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang
sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang
bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk
mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena
lingkungan kerja tercemar debu.

2.6. Konsep Potensial Hazard


1. Pengertian Hazard (Bahaya)
Hazard atau bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau situasi
yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut sebagai
sumber bahaya hanya jika memiliki risiko menimbulkan hasil yang negatif
(Cross, 1998).
Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah kejadian untuk
muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu bagian dari
rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya
terdapat dimana-mana baik di tempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya
hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur.
(tranter, 1999).
Dalam terminology keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Bahaya keselamatan kerja (safety hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdamak pada timbulnya kecelakaan
yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta
kerusakan property perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya
keselamatan antara lain:

25
1) Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti
tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.
2) Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik.
3) Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang
bersifat flammable (mudah terbakar)
4) Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang
sifatnya explosive.
b. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan,
menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya
bersifat kronis.jenis bahaya kesehatan antara lain :
1) Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non-pengion,
suhu dan pencahayaan.
2) Bahaya kimia, antara lain dengan materian atau bahan seperti antiseptik,
aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor.
3) Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture,
manual handling dan postur jaggal.
4) Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang
berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi (jamur)
yang bersifat pathogen.
5) Bahaya psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan
dan kondisi kerja yang tidak nyaman.
2. Risiko
Kata risiko dipercaya berasal dari bahasa arab yaitu “rizk” yang
berarti “hadiah yang tidak terduga dari surge”. Sedangkan kamus Webster
memberikan pengertian negative yaitu “kemungkinan kehilangan, luka,
kerugian atau kerusakan”. Dalam IEC/TC56 (AS/NZS 3931) Analisa Risiko
Sistem Teknologi, mengartikan risiko sebagai: kombinasi dari frekuensi,
atau probabilitas munculnya, konsekuensi dari suatu kejadian berbahaya
yang spesifik”. (cross, 1998)
Pengertian risiko menurut AS/NZS 4360:2004 adalah sebagai peluang
munculnya suatu kejadian yang dapat menimbulkan efek terhadap suatu

26
objek. Risiko diukur berdasarkan nilai likelihood (kemungkinan munculnya
sebuahperistiwa) dan Consecuence (dampak yang ditimbulkan oleh
peristiwa tersebut). Risiko yang dinilai secara kualitatif, semi-kuantitatif
atau kuantitatif. Formula umum yang digunakan untuk melakukan
perhitungan nilai risiko dalam AS/NZS 4360:2004 adalah:
Dalam buku Risk Assesment and Manajement Handbook: For
Environmental, Health and Safety Profesional, risik dibagi menjadi 5 (lima)
macam, antara lain:
a. Risiko Keselamatan (safety Risk)
Risiko ini secara umum memiliki cirri-ciri antara lain probabilitas
rendah (low probability), tingkat pemaparan yang tinggi (high-level
exposure), tingkat konsekuensi kecelakaan yang tinggi ((high-
consequenceaccident), bersifat akut, dan menimbulkan efek secara
langsung. Tindakan pengendalian yang harus dilakukan dalam respon
tanggap darurat adalah dengan mengetahui penyebabnya secara jelas dan
lebih focus pada keselamatan manusia dan pencegahan timbulnya
kerugian terutama pada area tempat kerja.
b. Risiko Kesehatan (Health Risk)
Risiko ini memiliki cirri-ciri antara lain memiliki probabilitas yang
tinggi (High probability), tingkat pemajanan yang rendah (low level
exposure), konsekuensi yang rendah (low-consequence), memiliki masa
laten yang panjang (long-latency), delayed effect (efek tidak langsung
terlihat) dan bersifat kronik. Hubungan sebab akibatnya tidak mudah
ditentukan. Risiko ini focus pada kesehatan manusia terutama yang
berada di luar tempat kerja atau fasilitas.
c. Risiko Lingkungan dan Ekologi (Environmental and Ecological Risk)
Risiko ini memiliki ciri-ciri antara lain melibatkan interaksi yang
beragam antara populasi dan komunitas ekosistem pada tingkat mikro
maupun makro, ada ketidakpastian yang tinggi antara sebab dan akibat,
risiko ini focus pada habitat dan dampak ekosistem yang mungkin bisa
bermanifestasi jauh dari sumber risiko.

27
d. Risiko Kesejahteraan Masayarakat (public Welfare/Goodwill Risk)
Ciri dari risiko ini lebih berkaitan dengan persepsi kelompok atau
umum tentang performance sebuah organisasi atau produk, nilai property,
estetika dan penggunaan sumber daya yang terbatas.Fokusnya pada nilai-
nilai yang terdapat dalam masyarakat dan persepsinya.
e. Risiko Keuangan (Financial Risk)
Ciri-ciri dari risiko ini antara lain memiliki risiko yang jangka
panjang dan jangka pendek dari kerugian property, yang terkait dengan
perhitungan asuransi, pengembalian investasi. Fokusnya diarahkan pada
kemudahan pengoperasian dan aspek financial. Risiko ini pada umumnya
menjadi pertimbangan utama, khususnya bagi stakeholder seperti para
pemilik perusahaan/pemegang saham dalam setiap pengambilan
keputusan dan kebijakan organisasi, dimana setiap pertimbangan akan
selalu berkaitan dengan financial dan mengacu pada tingkat efektifitas
dan efisiensi.

2.7. Konsep Alat Pelindung Diri


Persyaratan umum penyediaan alat pelindung diri (personal protective
equipment–PPE) tercantum dalam personal protective equipment at work
regulation 1992. Dalam menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas
pertama seorang majikan adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan
daripada individu (Ridley. 2006: 142). Ada prinsip umum yang harus diikuti:
 PPE yang efektif harus:
a) Sesuai dengan bahaya yang dihadapi
b) Terbuat dari material yang akan tahan dengan bahaya tersebut
c) Cocok bagi orang yang akan menggunakannya
d) Tidak mengganggu kerja operator yang bekerja
e) Memiliki konstruksi yang sangat kuat
f) Tidak mengganggu PPE lain yang sedang dipakai secara bersamaan
g) Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.
 Operator-operator yang menggunakan PPE harus memperoleh:
a) Informasi tentang bahaya yang dihadapi

28
b) Instruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil
c) Pelatihan tentang penggunan peralatan dengan benar
d) Konsultasi dan diizinkan pemilih PPE yang tergantung pada kecocokannya
e) Pelatihan cara memelihara dan menyimpan PPE
f) Instruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan.

 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)


Berikut ini adalah Alat-Pelindung Diri (APD) yang sering digunakan
dalam Produksi Elektronika.
1. Alat Pelindung Kepala

a. Topi Pelindung
Helm atau Topi Pelindung yang digunakan untuk melindungi
Pemakaian Topi Pelindung harus sesuai dengan lingkar kepala agar
nyaman dan efektif melindungi pemakainya. Di Produksi Elektronika,
Topi pelindung biasanya digunakan oleh Teknisi Mesin dan Petugas
Gudang.
Ada 3 Jenis Helm berdasarkan perlindungannya terhadap listrik, yaitu:
1) Helm Tipe General (G) yang dapat melindungi kepala dari terbentur
dan kejatuhan benda juga mengurangi bahaya aliran listrik yang
bertegangan rendah hingga 2.200 Volt
2) Helm Tipe Electrical (E) yang dapat melindungi kepala dari
terbentur dan kejatuhan benda juga mengurangi bahaya aliran listrik
yang bertegangan tinggi hingga 22.000 Volt

29
3) Helm Tipe Conductive (C) yang hanya dapat melindungi kepala dari
terbentur dan kejatuhan benda tetapi tidak melindungi kepala dari
paparan bahaya aliran listrik.
b. Kacamata Pelindung
Kacamata Pelindung adalah alat yang digunakan untuk melindungi
mata dari bahaya benda berlekuk, debu, partikel-partikel kecil,
mengurangi sinar yang menyilaukan serta bahan kimia. Kacamata
Pelindung terdiri dari 2 Jenis yaitu:
1) Kacamata Keselamatan, kacamata hitam biasa, dan dapat digunakan
untuk melindungi mata dari bahaya loncatan, debu, partikel-partikel
kecil dan pengurangan sinar yang menyilaukan. Biasanya dipakai
pada Proses menyolder dan Proses Pemotongan Kaki Komponen.
2) Kacamata Safety, Kacamata yang bentuknya menempel tepat pada
muka. Dengan Safety Goggles, mata dapat terlindung dari bahaya
percikan bahan kimia, sesegera mungkin, uap, debu dan benda
tajam. Digunakan oleh Teknisi Mesin Produksi.
c. Penyumbat Telinga (Ear Plug)
Penyumbat Telinga atau Ear Pluget digunakan untuk melindungi
alat pendengaran yaitu telinga dari Intensitas Suara yang tinggi. Dengan
menggunakan Ear Plug, Intensitas Suara dapat digunakan hingga 10 ~
15 dB. Ear Plug biasanya digunakan oleh Pekerja yang bekerja di
daerah produksi yang memiliki mesin tinggi seperti SMT (Surface
Mount Technology) atau Mesin Produksi lainnya.
d. Penutup Telinga (Ear Muff)
Penutup Telinga atau Ear Muff adalah alat yang digunakan untuk
melindungi alat pendengaran dari Intensitas Suara yang tinggi. Ear
Muff dapat mengurangi intensitas suara hingga 20 ~ 30dB. Ear Muff
terdiri dari Head Band dan Ear Cup yang terbuat dari bantalan busa
sehingga dapat melindungi bagian luar telinga (daun telinga). Ear Muff
sering digunakan oleh Teknisi Mesin dan Generator (Genset).

30
e. Topeng
Masker adalah alat yang digunakan untuk melindungi alat-alat
pernafasan seperti Hidung dan Mulut dari bahaya bahaya seperti solder,
debu dan bau bahan kimia yang ringan. Masker biasanya dibuat dari
Kain atau Kertas. Masker umum dipakai di proses menyolder.
f. Respirator
Respirator adalah alat yang digunakan untuk melindungi alat-alat
pernafasan seperti Hidung dan Mulut dari bahaya bahaya seperti solder,
bau bahan kimia, debu, Uap, Gas serta Partikel Mist dan Partikel
Fume. Respirator sering digunakan oleh Teknisi Mesin Solder,
Pengecatan Operator (Pengecatan) dan Proses bahan Kimia lainnya.
2. Alat Pelindung Badan

Celemek atau sering disebut dengan Celemek adalah alat pelindung


tubuh dari bahan kimia dan suhu panas. Apron atau Celemek sering
digunakan dalam proses persiapan bahan-bahan kimia dalam produksi
seperti Minyak, Oli, Minyak dan Perekat (perekat).

3. Alat Pelindung Anggota Badan

31
a. Sarung Tangan (Sarung Tangan Tangan)
Sarung Tangan adalah perlengkapan yang dapat digunakan untuk
melindungi tangan dari kontak bahan kimia, tergores atau pegangan
tangan yang dapat disentuh dengan benda runcing dan tajam. Sarung
Tangan Biasanya dipakai pada proses persiapan bahan kimia,
pemasangan komponen yang agak naik, proses pemasangan dan lain
sebagainya. Jenis-jenis sarung tangan sebagai berikut:
1) Sarung Tangan Katun, digunakan untuk melindungi tangan dari
tergores, tersayat dan luka ringan.
2) Sarung Tangan Kulit, digunakna untuk melindungi dari tergores,
tersayat dan luka ringan.
3) Sarung Tangan Karet (Sarung Tangan Karet), digunakan untuk
melindungi tangan dari kontak dengan bahan kimia seperti Oli,
Minyak, Perekat dan Grease.
4) Sarung Tangan Listrik, digunakan untuk melindungi tangan dari
kontak dengan arus listrik yang bertegangan rendah sampai tegangan
tinggi.
b. Sepatu Pelindung
Sepatu Pelindung atau Sepatu Safety adalah perlengkapan yang
digunakan untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda, benda-benda
tajam seperti kaca atau potongan baja, larutan kimia dan aliran
listrik. Sepatu Pelindung terdiri dari baja diujungnya dengan dibalut
oleh karet yang tidak dapat menghantarkan listrik. Sepatu Pelindung
wajib digunakan oleh Teknisi Mesin dan Petugas Gudang.

32
2.8. Diagnosis
Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini (B,
sugeng. 2003):
1. Anamnesis (wawancara) meliputi, identitas, riwayat kesehatan, riwayat
penyakit, dan keluhan yang dialami saat ini.
2. Riwayat pekerjaan
a. Sejak pertama kali bekerja (kapan mulai bekerja di tempat tersebut)
b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis
bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat
pelindun diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan,
kegemaran (hobi), dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
c. Sesuai tingkat penegtahuan, pemahaman pekerjaan.
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerja
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi
pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang.
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesa atau dari data
penyakit di perusahaan.
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik.
b. Pemeriksaan laboratorium membantu diagnostik klinis.
c. Dugaan adanya penyakit akibat bekerja dilakukan juga melalui
pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-
pembacaan standart ILO).
b. Pemeriksaan audiometri.
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah dan urine.
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygine perusahaan
yang memerlukan:
a. Kerjasama dengan tenaga ahli hygine perusahaan.

33
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang
ada.
c. Pengenalan secara lengsung sistem kerja dan lama pemakaian.
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis,
kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja, atau melalui
pengamatan (penelitian) yang relatif lebih lama.
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi, dan dokter penasehat
(kaitannya dengan kompensasi).
Menurut (Dermawan, Deden. 2012: 194-197) Untuk dapat mendiagnosis
penyakit akibat kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan
sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7
langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1. Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja
adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan
pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesa mengenai riwayat
pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara kronologis.
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan.
c. Bahan yang diproduksi.
d. Materi (bahan baku) yang digunakan.
e. Jumlah pajanananya.
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker).

34
g. Pola waktu terjadinya gejala.
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami
gejala serupa).
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dan sebagainya).

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit


tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang
mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit
yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah
yang menyatakan hal tersebut diatas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama dan
sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting
untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang
ada untuk dapat menetukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
perkerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanan, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga
resikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit?
Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan

35
penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu
dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu
keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar
ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan
merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjann
hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan
dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan
pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila
penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat
timbulnya penyakit.

36
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Kasus
Perawat B adalah perawat komunitas yang bertanggung jawab program
kesehatan kerja di wilayah kerja Puskesmasnya. Setelah diberikan izin, perawat
B melakukan pengkajian pada home industry milik Bapak C yang bergerak di
bidang mebel kayu jati. Perawat B ingin melihat potensial hazard yang ada
pada home industry milik bapak C. Home industry Bapak C memiliki 5
karyawan. Pekerjaan dari 5 karyawan ini terdiri dari memotong kayu,
melakukan amplas, melakukan varnish, melakukan cat pada body mebel. Saat
dilakukan pengkajian, 5 karyawan Bapak C semuanya aktif merokok, saat
bekerja tidak ada yang memakai APD. Salah satu dari 5 orang karyawan
mengeluhkan low back pain karena tidak ergonomic dalam menjalankan
pekerjaannya. Dari hasil observasi 5 karyawan tersebut, ada riwayat batuk.
Setelah ditanyakan lebih lanjut, batuk terasa saat pertama mulai kerja di home
industry milik Bapak C, belum ada dari Puskesmas yang memeriksa karyawan.

3.2. Pengkajian
Nama Perusahaan : “Home Industry Bapak C”
Jenis Produk yang dihasilkan : Mebel Kaju Jati
Alamat : ...................................................................
Tanggal Pengkajian : ...................................................................

A. BEBAN KERJA
1. Umur :
2. Jenis Kelamin :
3. Berapa jam dalam sehari bekerja :
4. Berapa jam istirahat :
5. Pengaturan waktu kerja (rotasi, mutasi, pengurangan jam kerja terpapar
faktor risiko dll) :
6. Ergonomi Kerja

37
a. Kekuatan otot :
b. Bentuk dan ukuran tubuh :
c. Sikap tubuh selama bekerja :
d. Kejadian selama dan setelah bekerja (kelelahan kerja) : Salah satu
dari 5 orang karyawan mengeluhkan low back pain karena tidak
ergonomic dalam menjalankan pekerjaannya.

B. KAPASITAS KERJA
1. Pendidikan Pekerja :
2. Pelatihan dalam bidang pekerjaan : memotong kayu, melakukan
amplas, melakukan varnish, melakukan cat pada body mebel
3. Kejadian selama dan setelah bekerja :
4. Penyakit yang dialami (3 bulan terakhir) : Dari hasil observasi 5
karyawan tersebut, ada riwayat batuk. Setelah ditanyakan lebih lanjut,
batuk terasa saat pertama mulai kerja di home industry milik Bapak C.

C. LINGKUNGAN KERJA
1. Lingkungan Fisik
a. Kebersihan ruangan kerja :
b. Kebisingan ruangan kerja :
c. Penerangan :
d. Kelembaban :
e. Vibrasi/getaran :
f. Bahan kimia :
g. Gas : 5 karyawan Bapak C semuanya aktif merokok
h. Uap :
i. Debu :
j. Binatang/vektor :
k. Kamar mandi/Toilet (kebersihan, penerangan, kelembaban, dll) :
l. Pembuangan limbah :

38
2. Lingkungan psikologis :
a. Suasana tempat kerja :
b. Hubungan antar pekerja :
c. Hubungan pekerja dengan majikan :

3. Alat Pelindung Kerja


a. Jenis APD yang ada : -
b. Penggunaanya : Saat bekerja tidak ada yang memakai APD

D. PELAYANAN KESEHATAN KERJA


(Belum ada dari Puskesmas yang memeriksa karyawan)
1. Pelayanan Promotif
a. Ada pembinaan kesehatan pada pekerja?
b. Ada pendidikan dan pelatihan bidang kesehatan pekerja?
c. Ada upaya perbaikan gizi pekerja?
d. Ada program olah raga di tempat kerja?
e. Ada pembinaan cara hidup sehat?
f. Ada program pencegahan dan penanggulangan penyakit di tempat
kerja?
g. Ada penyebarluasan informasi kesehatan kerja melalui penyuluhan
dan media KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), dengan topik
yang relevan?

2. Pelayanan Promotif
a. Ada penilaian terhadap faktor risiko kesehatan di tempat kerja (health
hazard risk assesment) yang meliputi :
1) Ada penilaian untuk mengidentifikasi faktor bahaya kesehatan
kerja melalui: pengamatan, walk through survey,
pencatatan/pengumpulan data dan informasi
2) Ada penilaian/pengukuran potensi bahaya kesehatan kerja
b. Ada pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala dan khusus)?

39
c. Ada survailans dan analisis penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit
umum lainnya?
d. Ada pencegahan keracunan makanan bagi tenaga kerja?
e. Penempatan tenaga kerja sesuai kondisi/status kesehatannya?
f. Ada Penetapan prosedur kerja aman atau Standard Operating
Procedure (SOP)
g. Ada pengendalian binatang penular (vektor) penyakit?

3. Pelayanan Kuratif
a. Ada kegiatan pengobatan dan perawatan?
b. Ada tindakan P3K dan kasus gawat darurat lainnya?
c. Ada respons tanggap darurat?
d. Ada tindakan operatif?

4. Pelayanan Rehabilitatif
a. Ada sarkonna sultasi psikologis (rehabilitasi mental)?
b. Ada orthose dan prothese (pemberian alat bantu misalnya: alat bantu
dengar, tangan/kaki palsu dll)?
c. Ada penempatan kembali dan optimalisasi tenaga kerja yang
mengalami cacat akibat kerja disesuaikan dengan kemampuannya.
d. Ada program rehabilitasi kerja?

3.3. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


No Data Masalah
1. Data Primer Resiko penurunan derajat
a. Berdasarkan hasil pengkajian kesehatan
observasi karyawan bapak C, aktif
merokok.
b. Berdasarkan hasil observasi
karyawan bapak C, tidak
memakai APD saat bekerja.

40
Data Sekunder
a. Berdasarkan hasil wawancara
dengan 5 karyawam bapak C, ada
riwayat batuk dan setelah
ditanyakan lebih lanjut batuk
terasa saat pertama kerja di home
industry milik bapak C.
b. Berdasarkan hasil wawancara
dengan bapak C, belum ada dari
puskesmas yang memeriksa.
2. Data Primer Resiko cidera pada
a. Berdasarkan hasil observasi karyawan home industry
pekerjaan dari 5 karyawan ini bapak C
terdiri dari memotong kayu,
melakukan amplas, melakukan
varnish, melakukan car pada
mabel.
b. Berdasarkan hasil observasi
karyawan dalam bekerja tidak
ergonomi.

Data Sekunder
a. Berdasarkan hasil wawancara
para karyawan mengeluhkan low
back pain.

41
3.4. Penapisan Masalah
Dari hasil analisis data, didapatkan data yang kemudian dilakukan penapisan masalah untuk menentukan prioritas masalah, adapun
penapisan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
Kriteria
No. Diagnosa Keperawatan Jumlah Keterangan
A B C D E F G H I J K L
1. Resiko penurunan derajat Keterangan kriteria:
kesehatan A. Sesuai dengan peran
perawat komunitas
B. Resiko terjadi/ jumlah
yang beresiko
C. Resiko parah
D. Potensi untuk pend.
kesehatan

42
2. Resiko cidera pada E. Interest untuk
karyawan home industry komunitas
bapak C F. Kemungkinan diatasi
G. Relevan dengan
program
H. Tersedianya tempat
I. Tersedianya waktu
J. Tersedianya dana
K. Tersedianya fasilitas
L. Tersedianya sumber
daya

Keterangan Pembobotan:
1. Sangat rendah
2. Rendah
3. Cukup
4. Tinggi
5. Sangat tinggi

43
3.5. Prioritas Masalah
Berdasarkan scoring di atas, maka prioritas diagnosa kesehatan komunitas kesehatan kerja adalah sebagai berikut.
No. Diagnosa Keperawatan Score
1. Resiko penurunan derajat kesehatan
2. Resiko cidera pada karyawan home industry bapak C

3.6. Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA TUJUAN STRATEGI INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Resiko gangguan Gangguan 1. Penkes, diskusi 1. Primer : 1. Memberikan 1. Respon baik
saluran Pernapasan saluran 2. Demonstrasi Berikan pendidikan pendidikan kesehatan
pada karyawan nafas 3. Wawancara kesehatan kerja dan kerja dan 2. Hubungan non
home industry teratasi. 4. Observasi demonstrasikan pada demonstrasikan pada verbal baik
mebel : Kurangnya pemilik dan karyawan pemilik dan
pengetahuan pemilihan dan cara karyawan. 3. Terpeliharanya
karyawan akibat penggunaan APD. kesehatan
belum ada dari kerja yang
puskesmas yang baik.
memeriksanya

44
ditandai dengan 2. Sekunder 2. Mampu bekerjasana
Batuk, tidak Kolaborasi dengan dengan tim
memakai APD. tenaga kesehatan dalam kesehatan.
pemeriksaan kesehatan
dan pengobatannya.
3. Tersier 3. Mengobservasi
Observasi/amati memelihara
kesadaran dalam kesehatannya.
pemeliharaan
kesehatan.

2. Resiko cidera pada Penurunan 1. Penkes, diskusi 1. Primer 1. Memberikan penkes 1. Respon verbal
karyawan home posisi 2. Demonstrasi Penkes mengenai pada karyawan baik dan non
industry bapak C: tidak posisi kerja yang mengenai posisi verbal baik.
Ketidakefektifan ergonomi ergonomi. Dan ergonomi yang baik. 2. Peningkatan
posisi tubuh dalam mendemonstasikannya Dan kesehatan kerja
bekerja dan mendemonstrasikan. bagi karyawan.
Kurangnya
pengetahuan

45
mengenai posisi 2. Sekunder 2. Melakukan skrining 3. Pemeliharaan
yang baik dalam Skrining kesehatan kesehatan setiap bulan kesehatan kerja
bekerja ditandai setiap bulan sekali sekali tercapai.
low back pain, dan 3. Tersier 3. Mencatat insiden kasus
tidak ergonomi. Pencatatan insiden yang terjadi.
kasus yang terjadi.

46
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental,
maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Pada tatanan kerja juga sangat dibutuhkkan adanya promosi kesehatan
untuk meningkatkan kesehatan para pekerja dan memberi tahukan begitu
pentingnya alat pelindung diri sesuai dengan pekerjaan karena banyak sekali
bahaya atau resiko yang harus dihadapi saat bekerja seperti bahaya fisik,
biologi selain itu juga ada bahaya psikologi yang bisa saja didapat dari orang
lain karena hasil pekerjaan kurang memuaskan.

4.2. Saran
Diharapkan dengan dibuatnya makalah ini menggunakan pedoman dan
ketentuan yang sesuai sambil mencermati kekurangan-kekurangan makalah ini
dan memberikan masukan untuk perbaikan di masa mendatang

47
DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. 2005. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan


dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang. 1991. Manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: Gunung
Agung.
-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia.
[s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.
Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

48

Anda mungkin juga menyukai