Anda di halaman 1dari 15

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Open Journal published by Universitas Persada Indonesia YAI (Yayasan Administrasi...

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DAN


PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN
KECEMASAN DALAM MENGHADAPI DUNIA
KERJA PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Dinda Mutiarachmah1, Anastasia Sri Maryatmi2


Universitas Persada Indonesia Y.A.I
Jl. Diponegoro No. 74, Jakarta Pusat
Email: dindamutiarachmah@gmail.com1,
anasaocie@yahoo.com.au2

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara regulasi diri dan
psychological well-being dengan kecemasan dalam menghadapi dunia kerja pada mahasiswa
tingkat akhir Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sample pada
penelitian ini berjumlah 86 subjek dengan metode pengambilan data menggunakan teknik
sampling total. Alat ukur yang digunakan adalah skala regulasi diri (16 item, α = 0.838), skala
psychological well-being (29 item, α = 0.888), dan skala kecemasan (28 item, α = 0.904).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara regulasi diri
dan kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar – 0.503, dan terdapat hubungan negatif yang
signifikan antara psychological well-being dan kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar –
0.743. Selanjutnya, hasil analisis data dengan multivariate correlation menggunakan program
komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 22.0 for windows diperoleh
koefisien korelasi R = 0.748. Hal ini menyatakan bahwa Ha3 “Terdapat hubungan antara
regulasi diri dan psychological well being dengan kecemasan dalam menghadapi dunia kerja
pada mahasiswa tingkat akhir pada Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Kata Kunci: Regulasi Diri, Psychological Well Being, Kecemasan

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 163


THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-REGULATION AND
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING WITH ANXIETY IN
DEALING WITH THE WOLD OF WORK ON FINAL
YEAR STUDENTS OF THE DEPARTMENT OF
SOCIAL WELFARE OF UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA

Abstract

This study aims to determine the relationship between self-regulation and psychological well-
being with anxiety in dealing with the world of work on final year students of the Department
of Social Welfare of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The sample in this study amounted to
86 subjects with the method of data collection using total sampling techniques. Measuring
instruments used were self-regulation scale (16 items, α = 0.838), psychological well-being
scale (29 items, α = 0.888), and anxiety scale (28 items, α = 0.904). The results showed that
there was a significant negative relationship between self-regulation and anxiety facing the
world of work for - 0.503, and there was a significant negative relationship between
psychological well-being and anxiety facing the world of work for - 0.743. Furthermore, the
results of data analysis with multivariate correlation using the SPSS (Statistical Product and
Service Solution) computer program version 22.0 for windows obtained the correlation
coefficient R = 0.748. This states that Ha3 "There is a relationship between self regulation
and psychological well being with anxiety in dealing with the world of work on final year
students at the Department of Social Welfare of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keyword: Self-Regulation, Psychological Well-Being, Anxiety

164 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019


I. PENDAHULUAN Dalam setahun terakhir, pengangguran
di Indonesia berkurang sebanyak 40 ribu
Sebagai mahasiswa tingkat akhir, tentu
orang, sejalan dengan TPT (Tingkat
saja terdapat tuntutan yang jauh lebih besar
Pengangguran Terbuka) yang turun
dibanding saat menjadi mahasiswa pada
menjadi 5,34 persen. Yang berarti
tingkat awal atau pertengahan. Setelah
sebanyak 124,01 juta orang adalah
menjalani beberapa tahun menjadi seorang
penduduk bekerja, sedangkan sebanyak 7
mahasiswa dan menuntut ilmu dalam
juta orang merupakan pengangguran
bidang tertentu, muncul tanggung jawab
(dalam Keadaan Ketenagakerjaan
baru yang mengharuskan mahasiswa
Indonesia Agustus 2018, Badan Pusat
berpikir untuk tahapan selanjutnya setelah
Statistik). Meskipun mengalami
menempuh serangkaian pendidikan formal.
penurunan, tingginya angka pengangguran
Salah satunya adalah mencari pekerjaan
sebagaimana data yang dipaparkan di atas
yang sesuai dengan minat dan bakat, serta
tetap menimbulkan kecemasan untuk
yang dapat didukung oleh ilmu yang
mahasiswa tingkat akhir yang akan segera
selama ini telah didapat selama
memasuki dunia kerja.
perkuliahan.
Kecemasan individu termasuk
Berdasarkan data dari Badan Pusat
kekhawatiran bahwa akan sulit mendapat
Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran
pekerjaan setelah lulus. Menurut Alloy,
Terbuka (TPT) yang terjadi pada tingkat
Riskind, dan Manos (2005) kecemasan
pendidikan universitas meningkat dari 5,18
merupakan perasaan takut tentang sesuatu
persen menjadi 5,89 persen terhitung dari
yang berupa ancaman-ancaman dan
Agustus 2017 sampai dengan Agustus
kesulitan yang sebenarnya belum jelas dan
2018. Peningkatan ini hanya terjadi pada
tidak realistis yang dapat membahayakan
tingkat pendidikan universitas
kesejahteraan individu tersebut. Selain itu,
dibandingkan dengan TPT pada tingkat
kecemasan berbentuk perasaan takut
pendidikan lainnya. Maka dari itu,
(nyata atau tidak nyata) disertai dengan
terjadilah persaingan untuk mendapatkan
meningkatnya aktifitas fisiologis (Calhoun
pekerjaan yang sesuai minat, bakat, dan
& Acocella, 1990). Aktifitas yang
kemampuan di antara individu. Persaingan
mungkin terjadi seperti percepatan detak
ini akan melihat kualitas dan kompetensi
jantung, berkeringat, dan gejala tidak
serta kesiapan mahasiswa dalam
menyenangkan yang lainnya.
menghadapi dunia pekerjaan. Ketatnya
persaingan ini salah satunya juga Sedangkan kecemasan yang dirasakan
dikarenakan terbatasnya lapangan mahasiswa di sini adalah keadaan khawatir
pekerjaan, yang tidak sebanding dengan akan terjadinya sesuatu yang buruk di
jumlah pencari kerja. masa yang akan datang (Nevid, Rathus,
3

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 165


dan Greene, 2005). Dalam hal ini yaitu hal ini, tujuannya adalah membantu
bahwa individu akan menganggur setelah mahasiswa dalam mengatasi rasa cemas
menyelesaikan pendidikan kuliah. Salah dalam menghadapi dunia kerja.
satu penyebabnya adalah keterbatasan Mendukung pernyataan Bandura,
lapangan pekerjaan yang menjadi ancaman Kowalski dan Leary (2000) juga
meskipun sebenarnya belum jelas dan mengartikan regulasi diri sebagai
belum terjadi pada mahasiswa tingkat kemampuan seseorang untuk mengubah
akhir, namun hal ini tentu membahayakan respon, seperti mengendalikan impuls
kesejahteraan individu di masa yang akan perilaku (dorongan perilaku), menahan
datang (Sukidjo, 2005). Meskipun belum hasrat, mengontrol pikiran, dan mengubah
jelas, namun keadaan inilah yang emosi. Selanjutnya, individu dapat
menimbulkan perasaan tertekan untuk melakukan upaya berupa mencegah
mahasiswa yang akan segera lulus dari perilaku dan respon agar tidak melenceng
perguruan tinggi, yang selanjutnya disebut dan kembali pada standar norma yang
dengan kecemasan dalam menghadapi memberi hasil sama (Baumeister dan
dunia kerja. Heatherton, 1996).

Bentuk dari kecemasan itu sendiri Untuk mengurangi penyebab


dapat berbeda-beda pada tiap individu. kecemasan, dapat diperoleh melalui
Menurut Stuart dan Laraia (2005), pengetahuan dan informasi yang
kecemasan dapat berbentuk perasaan merupakan bagian dari proses regulasi diri.
khawatir, gelisah, serta perasaan-perasaan Proses tersebut mencakup mengumpulkan
lain yang kurang menyenangkan. Emosi sebanyak-banyaknya informasi mengenai
yang memulai kecemasan ini berupa sesuatu yang akan terjadi dengan tujuan
perasaan takut, terutama saat mahasiswa individu akan lebih tenang dalam
tertekan memikirkan rencana mengenai menghadapinya (Lutfa dan Maliya, 2008).
kemungkinan mendapatkan pekerjaan Dengan begitu kecemasan yang dialami
setelah lulus. Untuk mengatasi perasaan mahasiswa akan lebih mudah dikelola
takut atau kecemasan ini, salah satu upaya melalui penetapan tujuan, perencanaan
yang dapat dilakukan oleh mahasiswa implementasi, serta mengawasi kemajuan
adalah dengan memiliki regulasi diri yang diri (King, 2010). Rodebaugh dan
baik. Heimberg (2005) juga menjelaskan bahwa
upaya lain dalam mengurangi timbulnya
Bandura (dalam Alwisol, 2010)
kecemasan menghadapi dunia kerja ialah
menjelaskan bahwa regulasi diri
dengan mengetahui kekurangan dari proses
merupakan kemampuan untuk mengatur
yang selama ini dilakukan.
sebagian dari tingkah laku sehingga dapat
mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam
4

166 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019


Apabila mahasiswa memiliki tingkat mandiri dalam hal-hal yang menyangkut
regulasi diri yang buruk akan sangat dirinya dan orang lain, serta memiliki
berpengaruh negatif dalam kesiapan emosi positif. Maka mahasiswa sudah
individu memasuki dunia pekerjaan. menunjukkan tanda-tanda psychological
Seperti hasil studi yang buruk, agresif, well being yang baik (Synder & Lopez,
kontrol diri yang buruk, sering menunda 2007).
pekerjaan, serta gagal dalam meraih tujuan
Apabila mahasiswa sudah memiliki
(Zimmerman, 2000). Maka dari itu,
regulasi diri dan psychological well being
individu yang mengetahui kelemahan atau
yang baik, akan dapat membantu
kekurangan dalam proses yang dijalani
mahasiswa dalam mengontrol kecemasan
selama ini dapat lebih memahami dan
mereka atas kemungkinan mendapatkan
mengembangkan kemampuannya untuk
pekerjaan di masa yang akan datang.
memaksimalkan usaha dalam menggapai
Selain itu, mahasiswa dapat lebih fokus
tujuan.
dalam terus mengembangkan kualitas
Dalam mencapai tujuan individu, pribadinya dalam menghadapi dunia kerja.
tingkat regulasi yang baik juga harus Maka dari itu, penulis tertarik pada
didukung dengan tingkat psychological hubungan antara regulasi diri dan
well being yang baik. Ryff (dalam Eka psychological well being dengan
Dina Lilishanty dan Anastasia Sri kecemasan dalam menghadapi dunia kerja.
Maryatmi, 2019) psychological well being Penulis memilih mahasiswa tingkat akhir
adalah sebuah kondisi individu memiliki Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
sikap yang positif terhadap diri sendiri dan Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial
orang lain, dapat mengambil keputusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
sendiri dan dapat mengatur tingkah laku mengetahui sejauh mana persiapan mereka
sendiri, dapat menciptakan dan mengatur dalam menghadapi dunia kerja.
lingkungan yang kompatibel dengan
Rumusan masalah dalam penelitian ini
kebutuhan, memiliki tujuan hidup dan
adalah: (1) “Apakah ada hubungan antara
membuat hidup mereka lebih bermakna,
regulasi diri dengan kecemasan pada
serta berusaha mengeksplorasi dan
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu
mengembangkan diri.
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan
Sejalan dengan tingkat regulasi diri Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
yang baik, mahasiswa dapat memulai Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi
untuk menerima dirinya sendiri, terus persaingan dunia kerja?” (2) “Apakah ada
mengembangkan kualitas pribadinya, hubungan antara psychological well being
memiliki tujuan hidup yang jelas, dapat dengan kecemasan pada mahasiswa tingkat
mengontrol lingkungan sekitar, lebih akhir Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
5

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 167


Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial Bandura (dalam George, 2004)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menyatakan, regulasi diri merupakan
menghadapi persaingan dunia kerja?” (3) kemampuan untuk mengontrol perilaku sendiri
“Apakah ada hubungan antara regulasi diri dan salah satu dari sekian penggerak utama
dan psychological well being dengan kepribadian manusia yang terdiri dari
kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir pengamatan, penilaian, dan respon diri. Begitu
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu juga dengan yang diungkapkan oleh Taylor
Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial (2009:133), bahwa regulasi diri adalah cara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam individu mengontrol dan mengarahkan
menghadapi persaingan dunia kerja?” tindakan sendiri. Selanjutnya, individu secara
sistematis mengarahkan pikiran-pikiran,
Mengacu pada rumusan masalah
perasaan-perasaan, dan tindakan-tindakan
tersebut maka tujuan dari penelitian ini
kepada pencapaian tujuan (Schunk, 2012:35).
adalah: (a) Untuk mengetahui hubungan
antara regulasi diri dengan kecemasan Alwisol (2009:285) juga menyatakan
pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas bahwa regulasi diri adalah suatu kemampuan
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang dimiliki manusia berupa kemampuan
Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif untuk berpikir dan dengan kemampuan itu
Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi individu dapat memanipulasi lingkungan,
persaingan dunia kerja; (b) Untuk sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat
mengetahui hubungan antara psychological kegiatan tersebut. Selain itu, Horward &
well being dengan kecemasan pada Miriam mengungkapkan bahwa regulasi diri
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu adalah proses di mana seseorang dapat
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri.
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Menentukan target untuk diri mereka,
Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi mengevaluasi kesuksesan mereka saat
persaingan dunia kerja.; (c) Untuk mencapai target tersebut dan memberikan
mengetahui hubungan antara regulasi diri penghargaan pada diri mereka sendiri karena
dan psychological well being dengan telah mencapai tujuan tersebut (Horward S.
kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir Friedman & Miriam W. Schustack, 2008).
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Dalam penelitian ini, regulasi diri
Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial
menurut Bandura (Feist & Feist, 2010;
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
Bandura, 1971) dengan aspek-aspek yang
menghadapi persaingan dunia kerja.
terdiri dari: (1) Self Observation (observasi
II. TINJAUAN PUSTAKA diri), adalah hal-hal yang dilakukan
i. Regulasi Diri berdasarkan faktor kualitas penampilan,
kuantitas penampilan, dan orisinitas tingkah
6

168 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019


laku diri setelah melakukan suatu kegiatan atau tingkah laku mereka, serta mampu memilih
setelah mencapai suatu tujuan. Hal-hal tersebut dan membentuk lingkaran yang sesuai dengan
diobservasi bergantung pada minat diri.. (2) kebutuhan mereka. Setiap orang memiliki
Judgemental Process (Proses Penilaian), tujuan yang berarti dalam hidupnya dan
merupakan suatu proses untuk melihat mereka berusaha menggali dan
kesesuaian tingkah laku dengan standar atau mengembangkan diri mereka semaksimal
persepsi pribadi, membandingkan tingkah laku mungkin.
dengan standar atau persepsi pribadi,
Psychological well being bukan hanya
membandingkan tingkah laku dengan norma
kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek
standar yang ada atau membandingkannya
positif dan afek negatif, namun juga
dengan tingkah laku orang lain, menilai
melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan
berdasarkan pentingnya suatu aktivitas.
tantangan-tantangan selama hidup (Keyes,
Seseorang yang cenderung bekerja keras
Shmotkin & Ryff, 2002). Selain itu Friedli
biasanya percaya akan kemampuannya untuk
(2009:7) juga memberikan definisi pada
berhasil mencapai tujuannya. Begitu pula
psychological well being sebagai kondisi di
orang yang percaya dan bertanggung jawab
mana individu telah memahami kemampuan
atas kegagalan yang tidak maksimal dari
mereka, mampu mengatasi stress sehari-hari,
dirinya, maka orang tersebut siap bekerja
bekerja secara produktif, dan berkontribusi
dalam regulasi diri daripada orang yang
terhadap lingkungan.
meyakini kegagalan berasal dari faktor yang
diluar kendali. (3) Self Respon Process (Reaksi Psychological well-being dapat dicapai
Diri) adalah faktor internal yang didasarkan apabila individu berupaya untuk mewujudkan
pada penilaian individu terhadap dirinya tujuan-tujuan hidupnya hingga dapat
sendiri dan bagaimana individu tersebut mengembangkan diri selengkap mungkin, serta
mengevaluasi dirinya secara positif atau mampu mewujudkan kebahagiaan yang
negatif serta memberikan hadiah atau hukuman disertai dengan pemaknaan hidup (Muslihati,
terhadap diri sendiri. 2014; Ryff, dalam Papalia, Olds & Feldman,
2008).
ii. Psychological Well-Being
Menurut Aspinwall, psychological
Menurut Ryff (1995), fondasi untuk
well being atau biasa juga disebut
diperolehnya psychological well being yang
kesejahteraan psikologis menggambarkan
baik adalah individu yang secara psikologi
bagaimana psikologis berfungsi dengan baik
dapat berfungsi secara positif (positive
dan positif. Selanjutnya Schultz
psychological functioning). Secara psikologis
mendefinisikan kesejahteraan psikologis
individu memiliki sikap positif terhadap diri
(psychological well being) sebagai fungsi
sendiri dan orang lain. Mereka mampu
positif individu, di mana fungsi positif individu
membuat keputusan sendiri dan mengatur
7

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 169


merupakan arah atau tujuan yang diusahakan (Ryff, 1989). (3) Pertumbuhan Pribadi
untuk dicapai oleh individu yang sehat. (Personal Growth), individu yang memiliki
pertumbuhan pribadi yang baik ditandai
Ryff dan Singer (2008)
dengan kesadaran akan potensi yang
mengemukakan dimensi-dimensi yang
dimilikinya, memiliki keinginan untuk
berkaitan dengan psychological well being,
berkembang, terbuka pada pengalaman-
yaitu: (1) Penerimaan Diri (Self Acceptance),
pengalaman baru, merasakan kemajuan diri
individu yang dapat menerima dirinya sendiri
dari waktu ke waktu, serta berubah dengan
adalah individu yang memiliki sikap positif
cara yang efektif untuk menjadi lebih baik.
terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima
Sebaliknya, individu dikatakan kurang
berbagai aspek diri baik kualitas diri yang baik
memiliki pertumbuhan pribadi jika mereka
maupun buruk, serta merasa positif tentang
merasa mengalami stagnansi, kurang merasa
kehidupan masa lalu. Individu yang tidak dapat
adanya peningkatan dari waktu ke waktu,
menerima dirinya sendiri adalah individu
merasa bosan dan tidak tertarik dengan
merasa tidak puas dengan dirinya, kecewa
kehidupannya, serta merasa tidak mampu
dengan apa yang terjadi di masa lalu, merasa
untuk membentuk sikap atau perilaku baru
bermasalah dengan beberapa aspek tertentu
yang lebih baik (Ryff,1989). (4) Tujuan Hidup
dan berharap menjadi orang yang berbeda
(Purpose in Life), individu yang memiliki
dengan dirinya yang sekarang (Ryff, 1989). (2)
tujuan hidup baik apabila individu memiliki
Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive
nilai-nilai yang diyakini dapat memberinya arti
Relations with Others), individu yang memiliki
dan tujuan hidup, memiliki pemahaman yang
hubungan positif dengan orang lain terlihat
jelas akan tujuan dan arah hidup yang dijalani,
mampu membina hubungan yang hangat,
memiliki arah dalam hidupnya, merasakan
memuaskan, dan saling percaya;
makna kehidupannya saat ini maupun masa
memperhatikan kesejahteraan orang lain;
lalunya. Sebaliknya, individu yang kurang
menunjukkan empati dan afeksi yang kuat;
memiliki tujuan hidup mengalami kesulitan
serta dapat menjalin hubungan yang bersifat
dalam memahami makna hidupnya, tidak dapat
timbal balik, saling memberi dan menerima.
melihat tujuan dari kehidupan di masa lalu,
Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam
serta tidak memiliki keyakinan yang dapat
berhubungan positif dengan orang lain terlihat
memberikan makna dalam hidup (Ryff, 1989).
lebih tertutup dan memiliki sedikit hubungan
(5) Penguasaan Lingkungan (Enviromental
yang dekat dan saling percaya; merasa
Mastery), individu yang memiliki penguasaan
kesulitan untuk bersifat hangat dan terbuka
lingkungan yang baik adalah individu yang
dengan orang lain; merasa terasing dan frustasi
mampu menguasai dan mengatur lingkungan,
dalam hubungan interpersonal; tidak bersedia
mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang
menyesuaikan diri untuk mempertahankan
kompleks, menggunakan kesempatan yang ada
suatu hubungan yang hangat dengan orang lain
8

170 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019


secara efektif, serta mampu memilih atau 2015:32) mengartikan kecemasan (atau
menciptakan konteks yang sesuai dengan anxiety, kegelisahan) sebagai perasaan
kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan
dianut. Sementara individu dikatakan tidak mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab
memiliki penguasaan atas lingkungannya khusus untuk ketakutan tersebut.
apabila individu tersebut mengalami kesulitan
Sedangkan menurut Durand dan
dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa
Barlow (2006:159), kecemasan merupakan
tidak mampu untuk mengubah atau
keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek
meningkatkan kualitas di lingkungan sekitar,
negatif dan gejala ketegangan jasmaniah di
tidak sadar dan peka terhadap kesempatan
mana seseorang mengantisipasi kemungkinan
yang ada di lingkungan, dan kurang memiliki
datangnya bahaya atau kemalangan di masa
kontrol terhadap dunia eksternalnya (Ryff,
yang akan datang dengan perasaan khawatir.
1989). (6) Otonomi (Autonomy), individu yang
Kecemasan melibatkan perasaan, perilaku, dan
memiliki otonomi yang baik jika mereka
respon fisiologi. Selain itu kecemasan
mampu mandiri dan mengarahkan dirinya
merupakan respon dari pengalaman yang
sendiri, mampu menghadapi tekanan sosial
dirasakan tidak menyenangkan dan diikuti
dengan berpikir dan berperilaku dalam
dengan suasana gelisah, dan takut. Oleh karena
beberapa hal, dapat mengatur tingkah laku dari
itu, dapat dinyatakan bahwa kecemasan
dalam diri, dan mengevaluasi diri nilai-nilai
merupakan aspek subjektif emosi seseorang
pribadi. Sebaliknya individu yang kurang
(melibatkan faktor perasaan).
memiliki otonomi akan memperhatikan
pengharapan dan evaluasi dari orang lain, Kecemasan menurut Suliswati (2005)
bergantung pada penilaian dan pendapat orang adalah kebingungan, kekhawatiran pada
lain dalam mengambil keputusan, serta sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab
menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial yang tidak jelas dan dihubungkan dengan
dalam berpikir dan bertingkah laku (Ryff, perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
1989). Sama dengan yang diungkapkan oleh Kartono
(2002) bahwa kecemasan ialah semacam
iii. Kecemasan
kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan
Kecemasan adalah suatu keadaan terhadap sesuatu yang tidak jelas, difus atau
emosional yang mempunyai ciri baur, dan mempunyai ciri menghukum
keterangsangan fisiologis, perasaan tegang seseorang.
yang tidak menyenangkan, dan perasaan
Nevid, dkk. (2005) menjelaskan bahwa
aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan
kecemasan dapat ditandai oleh ciri-ciri fisik
terjadi (Nevid, Rathus, & Grenee, 2005). J. P.
yang meliputi: (1) Fisik, ciri-ciri fisik meliputi
Chaplin (dalam Kamus Lengkap Psikologi,
gangguan pada tubuh seperti berkeringat,
9

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 171


panas dingin, dan lemas atau mati rasa, diberikan berupa pemberian informasi,
gangguan kepala seperti pusing atau sakit pemberian bantuan, perilaku maupun materi
kepala, gangguan pernapasan seperti sulit yang didapat dari hubungan sosial yang akrab
bernapas, jantung berdebar atau berdetak yang membuat individu merasa diperhatikan,
kencang, gangguan pencernaan seperti mual, dicintai, dan bernilai sehingga mengurangi
diare, dan sering buang air kecil, merasa tingkat kecemasan. (3) Modelling, kecemasan
sensitif atau “mudah marah”, gelisah atau dapat disebabkan karena ada proses modelling.
gugup. (2) Behavioral, ciri-ciri behavioral Modelling dapat merubah perilaku seseorang,
meliputi perilaku menghindar dan perilaku yaitu dengan melihat orang lain melakukan
tergantung. (3) Kognitif, ciri-ciri kognitif sesuatu. Jika individu belajar dari model yang
meliputi perasaan khawatir, sulit menunjukkan kecemasan dalam menghadapi
berkonsentrasi, dan adanya pikiran masalah maka individu tersebut cenderung
mengganggu. mengalami kecemasan.

Menurut Spilberger (dalam Triantoro Selain itu, menurut Hussain (2006)


Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012: 53) bahwa kecemasan menghadapi dunia kerja
menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, juga dapat timbul karena adanya: (1) Faktor
yaitu: (1) Trait Anxiety, yaitu adanya rasa Kognitif, merupakan faktor yang berhubungan
khawatir dan terancam yang menghinggapi diri dengan persepsi atau pemikiran individu yang
seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya meliputi rasa kekhawatiran mengenai mampu
tidak berbahaya. Kecemasan ini disebabkan tidaknya menghadapi dunia kerja, seperti tidak
oleh kepribadian individu yang memang mampu mengatasi masalah, berpikir buruk,
memiliki potensi cemas dibandingkan dengan dan tidak mampu mengatasi kekhawatiran.. (2)
individu yang lainnya. (2) State Anxiety, Faktor Emosional, merupakan faktor yang
merupakan kondisi emosional dan keadaan berhubungan dengan emosi individu meliputi
sementara pada diri individu dengan adanya perasaan takut yang sangat, perasaan tegang
perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan akan munculnya keadaan yang menakutkan.
secara sadar serta bersifat subjektif. Pada (3) Faktor Tuntutan Sosial, merupakan faktor
penelitian ini kecemasan dalam menghadapi yang berhubungan dengan lingkungan seperti
dunia kerja termasuk ke dalam state anxiety. adanya standar keberhasilan yang terlalu tinggi
bagi kemampuan individu setelah lulus, kurang
Sarason, dkk. (Djiwandono, 2002)
siap dalam menghadapi suatu situasi yang
menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang
tidak diharapkan atau diperkirakan
mempengaruhi kecemasan, yaitu: (1)
sebelumnya.
Keyakinan Diri, individu yang berkepercayaan
diri tinggi akan berkurang kecemasannya. (2) iv. Hipotesis Penelitian

Dukungan Sosial, dukungan sosial yang

10

172 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019


Hipotesis kerja pada penelitian ini penerimaan diri (self acceptense), hubungan
meliputi: (1) Ha1: “Terdapat hubungan positif dengan orang lain
regulasi diri dengan kecemasan mahasiswa (positive relations with others) pertumbuhan
tingkat akhir Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu pribadi (personal growth), tujuan hidup
Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN (purpose in Life), penguasaan lingkungan
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi (enviromental mastery), dan otonomi
persaingan dunia kerja” (2) Ha2: “Terdapat (autonomy).
hubungan psychological well being dengan
Selain itu kecemasan adalah emosi
kecemasan mahasiswa tingkat akhir Fakultas
dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan
seseorang, dan merupakan pengalaman yang
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
samar-samar disertai dengan perasaan yang
Jakarta dalam menghadapi persaingan dunia
tidak berdaya serta tidak menentu yang
kerja” (3) Ha3: “Terdapat hubungan regulasi
disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas.
diri dan psychological well being dengan
Kecemasan diukur dengan skala kecemasan
kecemasan mahasiswa tingkat akhir Fakultas
yang terdiri dari aspek fisik, pikiran, dan
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
perilaku.
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi
persaingan dunia kerja” Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
III. METODE PENELITIAN
menggunakan metode skala Likert. Skala yang
Definisi operasional dari regulasi diri digunakan pada penelitian ini adalah skala
adalah kemampuan seseorang dalam mengatur kecemasan, skala regulasi diri, dan skala
perilaku dan emosi yang didalamnya psychological well-being. Populasi atau subjek
melibatkan proses pemahaman perencanaan, yang akan diteliti pada penelitian ini adalah
penilaian, penerapan terkait dengan perubahan mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu
yang diinginkan dalam mencapai suatu tujuan Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan
untuk dapat diterima di lingkungan sosialnya Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
di mana indikatornya adalah standar dan tujuan Jakarta, yang berjumlah 86 orang. Dalam
yang ditetapkan sendiri, self monitoring, penelitian ini, penulis mengambil sampel
evaluasi diri, dan konsekuensi-konsekuensi dengan menggunakan teknik sampling jenuh,
yang ditetapkan sendiri. maka seluruh jumlah populasi merupakan
sampel penelitian, yaitu yang 86 orang. Untuk
Sedangkan psychological well being
pengujian data penelitian dilakukan dengan
diartikan sebagai pencapaian penuh dari
menggunakan bivariate correlation dan
kondisi psikologis individu berdasarkan
multivariate correlation dengan bantuan
pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif
bantuan program komputer SPSS (Statistical
yang diukur dari beberapa indikator, yaitu:

11

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 173


Product and Service Solution) versi 22.0 for bivariate correlation diperoleh koefisien
windows. korelasi r = - 0.503 dan p = 0.000 (p<0.05).
Hal ini membuktikan bahwa terdapat
IV. ANALISIS DATA DAN
hubungan ke arah negatif yang signifikan.
PEMBAHASAN
Oleh karena itu Ha1: “Terdapat hubungan
Pada penelitian ini, pengolahan uji regulasi diri dengan kecemasan mahasiswa
normalitas dilakukan dengan program tingkat akhir Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
komputer SPSS (Statistical Product and Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN
Service Solution) versi 22.0 for windows Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi
dengan melihat kolom Shapiro-Wilk persaingan dunia kerja” diterima dan Ho1:
dikarenakan jumlah sampel/responden yang “Tidak ada hubungan antara regulasi diri
digunakan kurang dari 100 responden. Jika dengan kecemasan mahasiswa tingkat akhir
nilai signifikansi (p) > 0,05 maka sampel Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
berasal dari populasi berdistribusi normal, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
begitupula sebaliknya. Berdasarkan hasil menghadapi persaingan dunia kerja” ditolak.
analisis uji normalitas, diperoleh nilai Lalu dilanjutkan dengan pengujian hipotesis
signifikansi untuk skala regulasi diri sebesar kedua dengan menggunakan bivariate
0.019 (p<0.05); nilai signifikansi untuk skala correlation diperoleh koefisien korelasi r = -
psychological well-being sebesar 0.338 0.743 dan p = 0.000 (p<0.05). Oleh karena itu
(p>0.05); dan nilai signifikansi untuk skala Ha2: “Terdapat hubungan psychological well
kecemasan sebesar 0.331 (p>0.05). Hal ini being dengan kecemasan mahasiswa tingkat
menunjukkan bahwa data penelitian skala akhir Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
psychological well-being dan kecemasan Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN
berdistribusi normal, sedangkan data penelitian Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi
skala regulasi diri berdistribusi tidak normal. persaingan dunia kerja” diterima dan Ho2:
Lalu pada hasil uji kategorisasi dari masing- “Tidak ada hubungan antara psychological
masing variabel mengindikasikan bahwa well-being dengan kecemasan mahasiswa
variabel regulasi diri dan psychological well- tingkat akhir Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
being berada pada kategorisasi “tinggi” dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada variabel kecemasan menghadapi dalam menghadapi persaingan dunia kerja”
persaingan dunia kerja berada pada ditolak.
kategorisasi “sedang”.
Setelah menemukan hasil pada uji
Berdasarkan hasil analisis dengan hipotesis pertama dan kedua maka dilanjutkan
program komputer SPSS (Statistical Product dengan hipotesis ketiga menggunakan
and Service Solution) versi 22.0 for windows, multivariate correlation dengan program
untuk hipotesis pertama dengan menggunakan komputer SPSS (Statistical Product and

12

174 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019


Service Solution) versi 22.0 for windows lebih besar dibandingkan dengan variabel
diperoleh nilai R = 0.748 dengan p = 0.000 regulasi diri terhadap kecemasan dalam
(p<0.05). Hal ini membuktikan bahwa terdapat menghadapi persaingan dunia kerja. Hal ini
hubungan yang signifikan. Oleh karena itu, didukung oleh hasil penelitian Tandjing (2015)
Ha3: “Terdapat hubungan regulasi diri dan pada mahasiswa tingkat akhir, bahwa terdapat
psychological well being dengan kecemasan hubungan negatif dan signifikan antara
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu psychological well being dan distres
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif psikologis. Artinya, semakin tinggi
Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi psychological well being mahasiswa, semakin
persaingan dunia kerja” diterima dan Ho3: rendah distres psikologis nya, atau sebaliknya
“Tidak ada hubungan antara regulasi diri dan semakin rendah psychological well being
psychological well being dengan kecemasan mahasiswa, semakin tinggi distres psikologis
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu nya. Di mana distres psikologi yang dibahas di
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif sini merujuk pada kecemasan mahasiswa
Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi tingkat akhir dalam menghadapi persaingan
persaingan dunia kerja” ditolak. dunia kerja. Hal ini dikarenakan apabila
individu memiliki psychological well-being
Selanjutnya dilihat dari hasil koefisien
yang baik, maka individu bebas dari indikator
(R2) sebesar 0.559 menunjukkan bahwa
kesehatan mental negatif, salah satu nya
kontribusi dari variabel regulasi diri dan
terbebas dari kecemasan (Ryff, 1989).
psychological well-being terhadap kecemasan
dalam menghadapi dunia kerja sebesar 55.9% V. KESIMPULAN
sedangkan sisa nya 44.1% merupakan faktor
Berdasarkan hasil analisis data dan
lain yang tidak diteliti oleh penulis. Lalu
pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat
penulis melakukan analisi regresi linear
ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan
dengan metode stepwise yang bertujuan untuk
yang signifikan dengan arah negatif antara
mengetahui kontribusi variabel bebas secara
regulasi diri dengan kecemasan dalam
simultan terhadap variabel terikat dan
menghadapi persaingan dunia kerja pada
kontribusi dari masing-masing variabel bebas.
mahasiswa tingkat akhir Jurusan Kesejahteraan
Berdasarkan hasil dari analisis metode
Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
stepwise, variabel psychological well-being
berarti bahwa tingkat kecemasan dalam
dengan nilai R2 sebesar 55.1% memiliki
menghadapi persaingan dunia kerja dapat
kontribusi lebih dominan dibandingkan dengan
diturunkan dengan cara meningkatkan
variabel regulasi diri yang menyumbang
kemampuan regulasi diri. Lalu terdapat
sebesar 0.8% (55.9% - 55.1%).
hubungan yang signifikan dengan arah negatif
Hal ini menunjukkan bahwa variabel antara psychological well-being dengan
psychological well-being memiliki pengaruh kecemasan dalam menghadapi persaingan
13

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 175


dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir Empati, Volume 7 (Nomor 3),
Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Halaman 27-32.

Hidayatullah Jakarta, yang berarti bahwa Faradina Khoirunnisa, F. J. (2015). Dukungan


Sosial Teman Sebaya dan Kecemasan
tingkat kecemasan dalam menghadapi dunia
dalam Menghadapi Dunia Kerja pada
kerja dapat diturunkan dengan cara Mahasiswa S1 Tingkat Akhir. Jurnal
meningkatkan kemampuan psychological well- Empati, Volume 4 (4), 255-261.

being. Serta terdapat hubungan yang signifikan Feist, &. F. (2010). Theoriest of Personality
(Teori Kepribadian) Edisi 7 Buku 2.
antara regulasi diri dan psychological well-
Jakarta: Salemba Humanika.
being dengan kecemasan yang dihadapi oleh
Fitriya, & Lukmawati. (2016). Hubungan
mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN antara Regulasi Diri dengan Perilaku
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi Prokrastinasi Akademik pada
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu
persaingan dunia kerja dengan koefisien (R2)
Kesehatan (STIKES) Mitra Adiguna
sebesar 0.559 menunjukkan bahwa kontribusi Palembang. Jurnal Psikologi Islami,
dari variabel regulasi diri dan psychological Vol. 2 No. 1 63-74.

well-being terhadap kecemasan dalam Hanifa, Y. (2017). Hubungan antara Emotional


Quotient dan Adversity Quotient
menghadapi dunia kerja sebesar 55.9%.
dengan Kecemasan Menghadapi Dunia
Kerja pada Siswa SMK
DAFTAR PUSTAKA Muhammadiyah I Samarinda.
Ejournal, 5 (1) : 43-55.

Annisa, D. F., & Ifdil. (2016). Konsep Hermawan, A., Budiman, A., & Dwarawati, D.
Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut (2017). Studi Deskriptif tentang
Usia (Lansia). Ejournal, Volume 5, Psychological Well Being pada Santri
Number 2. Program Pesantren Mahasiswa di
Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.
Awan, S., & Sitwat, A. (2014). Workplace Volume 3, No. 2.
Spirituality, Self-esteem, and
Psychological Well-being Among Istriyanti, N., & Simamarta, N. (2014).
Mental Health Professionals. Pakistan Hubungan antara Regulasi Diri dan
Journal of Psychological Research, Perencanaan Karir pada Remaja Putri
Vol. 29, No. 1, 125-149. Bali. Jurnal Psikologi Udayana, Vol. 1
No. 2, 301-310.
Badan Pusat Statistik. (2018). Keadaan
Ketenagakerjaan Indonesia Agustus Kartikasari, N. Y. (2013). Body Dissatisfaction
2018. Terhadap Psychological Well Being
pada Karyawati. Jurnal Ilmiah
Chaplin, J. P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi Terapan, Vol. 01, No. 02.
Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. Kristanto, P. H. (2014). Hubungan antara
Kepercayaan Diri dengan Kecemasan
Diravenica Widya Puspita, S. (2018). dalam Menyusun Proposal Skripsi.
Hubungan antara Emotional Labor Vol. 30, No. 1 43-48.
dengan Psychological Well-Being
pada Perawat RSJD Dr. Amino Kusbadini, W., & Suprapti, V. (2014).
Gondohutomo Semarang. Jurnal Psychological Well Being pada
Perempuan Dewasa Awal yang Pernah

14

176 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019


Mengalami Kekerasan dalam Pacaran. Rosta Rosalina, S. (2018). Hubungan antara
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Psychological Capital dengan
Sosial, Vol. 3 No. 2. Psychological Well-Being pada Dokter
Muda Fakultas Kedokteran Universitas
Lilyshanty, E. D., & Maryatmi, A. S. (2019).
Diponegoro. Jurnal Empati, Volume 7
Hubungan Citra Tubuh dan
(Nomor 3), Halaman 291-296.
Kepercayaan Diri dengan
Psychological Well Being pada Tandjing, M. V. (2015). Hubungan
Remaja Kelas 11 Di SMAN 21 Kesejahteraan Psikologis dan Distes
Jakarta. IKRAITH-HUMANIORA, Vol Psikologis pada Mahasiswa Fakultas
3 No 1. Psikologi UKSW Tingkat Akhir.
Tugas Akhir.
Machdan, D. M., & Hartini, N. (2012).
Hubungan Antara Penerimaan Diri Teuku Riki Azhari, M. (2016). Hubungan
Dengan Kecemasan Menghadapi Regulasi Diri dengan Kecemasan
Dunia Kerja Pada Tunadaksa Di UPT Menghadapi Dunia Kerja pada
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas
Pasuruan. Jurnal Psikologi Klinis dan Syiah Kuala. Jurnal Mediapsi, Vol. 2,
Kesehatan Mental, Vol. 1 No. 02. No. 2, 23-29.
Nadia Rosliani, J. A. (2016). Hubungan antara Tia Ramadhani, D. A. (2016). Kesejahteraan
Regulasi Diri dengan Kecemasan Pskikologis (Psychological Well-
Menghadapi Dunia Kerja pada Being) Siswa yang Orangtuanya
Pengurus Ikatan Lembaga Mahasiswa Bercerai (Studi Deskriptif yang
Psikologi Indonesia (ILMPI). Jurnal Dilakukan pada Siswa di SMK Negeri
Empati, Volume 5(4), 744-749. 26 Pembangunan Jakarta. Jurnal
Bimbingan Konseling.
Nurjanah, D., & Utaminingsih. (2017).
Hubungan Regulasi Diri dengan
Perencanaan Karir Siswa. Ejournal.

15

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 3 No 3 Bulan November 2019 177

Anda mungkin juga menyukai