Anda di halaman 1dari 19

PSIKOTERAPI DENGAN METODE PERSON CENTERED THERAPHY

Dosen Pembimbing :
Jehan Safitri S.Psi, M.Psi, Psikolog
Rahmi Fauzia, MA, Psikolog
Meydisa Tanau, M.Psi, Psikolog
Firdha Yuserina, M.Psi, Psikolog

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Farhan Aditia Chahya 1710914310025

Gusti Nada Jihan 1710914120008

Jesica Alpionita Pratama 1710914120012

Marina Aprilla Dita 1710914320050

Muhammad Alvin Farizi 1710914210030

Nur Annisa Zahra 1710914220042

Nurbaity Shofar 1710914320070

Shinta Elvira Agustina 1710914320080

Zaki Yoga Pangestu 1710914210058

Program Studi Psikologi


Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Semoga makalah ini turut memperkaya khazanah ilmu psikologi serta
bisa menambah wawasan dan pengalaman para pembaca.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatannya.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki Proposal
Penelitian ini.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Kami
juga menyadari bahwa makalah ini juga masih banyak memiliki kekurangan. Maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi penyusunan makalah dengan tema
serupa dapat lebih baik lagi.

Banjarbaru, 20 Februari 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan ...............................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................................2
1.5 Manfaat Praktis .................................................................................................................2
BAB II ..............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ...............................................................................................................................3
2.1 Sejarah Person Centered Theraphy ...................................................................................3
2.2 Pengertian dan Konsep Person Centered Theraphy ...........................................................4
2.3 Tujuan Person Centered Therapy ......................................................................................6
2.4 Karateristik Person Centered Therapy ..............................................................................7
2.5 Peran dan Fungsi Terapis ..................................................................................................8
2.6 Asumsi dan Prinsip dalam Person Centered Theraphy ......................................................8
2.7 Teknik Person Centered Therapy ......................................................................................9
2.8 Tahap – Tahap Person Centered Therapy ....................................................................... 10
2.9 Kelebihan dan Kelemahan ............................................................................................... 11
BAB III ........................................................................................................................................... 13
PENUTUP ...................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 13
3.2 Saran ............................................................................................................................... 13
REVIEW JURNAL ........................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendekatan person-centered dikembangkan oleh Dr. Rogers (1902-1987) pada


tahun 1940-an, Pada awalnya Rogers menyebut "person centered theraphy" dengan "Non
directive counselling" yaitu sebagai pertentangan terhadap pendekatan yang bersifat
direktif. Person centered menekankan pada klien untuk menemukan caranya sendiri
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, sehingga konselor hanya berfokus pada
bagaimana cara untuk membantu klien dalam pengaktualisasian para kliennya. Karena
permasalahan psikis seseorang sebenarnya bukan dari faktor manapun akan tetapi pada
diri seseorang itu sendiri, karena semua itu tergantung akan emosional seseorang atau
begaimana seseorang itu dapat menerima atau tidak keadaan yang menimpanya.
pendekatan person-centered didasarkan pada suatu konsep dari psikologi humanistik.
Rogers beranggapan bahwa setiap individu pada intinya merupakan sosok yang kreatif,
sosialis, penuh hormat dan mempunyai kemampuan untuk mengembangkan seluruh
potensi yang dimilikinya. Untuk itu, dalam prakteknya Rogers memberikan kesempatan
kepada klien untuk menumbuhkan kesadaran diri dan dapat memahami dirinya sendiri.
Lebih ditekankan lagi pada pengalaman pribadi yang dimiliki individu karena dapat
membantu klien lebih mudah untuk mencari jalan keluar dari masalahnya. Pendekatan ini
juga menunjukkan hubungan konseli dan konselor menjalin hubungan seperti partner,
sehingga pendekatan person-centered dibutuhkan hubungan interpersonal antara konselor
dan konseli, sehingga terbentuk kontak psikologis yang terbangun, dan keberhasilan
proses konseling pada pendekatan ini ditentukan oleh komunikasi antara konseli dan
konselor.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahandiatas maka dirumuskan masalah seperti :

1
1. Bagaimana sejarah Person Centered Therapy?
2. Apa itu Person Centered Therapy?
3. Apa saja ciri-ciri Person Centered Therapy?
4. Bagaimana teknik Person Centered Therapy?
5. Apa saja tahap-tahap Person Centered Therapy?
6. Apa saja tujuan Person Centered Therapy?
7. Apa kelebihan dan kekurangan Person Centered Therapy?

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :


1. Mengetahui dan memahami menganai sejarah Person Centered Therapy
2. Mengetahui dan memahami mengenai Person Centered Therapy
3. Mengetahui ciri dari Person Centered Therapy
4. Mengetahui teknik Person Centered Therapy
5. Mengetahui tahap Person Centered Therapy
6. Mengetahui tujuan Person Centered Therapy
7. Mengetahui kelebihan dan kekurangan Person Centered Therapy

1.4 Manfaat Penelitian

Penulisan pada makalah ini memberikan manfaat seperti :


1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan kontribusi dan bahan bacaan untuk mata kuliah Psikoterapi serta
dapat dijadikan pedoman untuk menerapkan psikoterapi dengan metode Person
Centered Therapy.

1.5 Manfaat Praktis

Memberikan manfaat kepada mahasiswa dan pembaca mengenai ilmu mengenai


Person Centered Therapy pada mata kuliah Psikoterapi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Person Centered Therapy


2.1 Sejarah Person Centered Theraphy
Client centered therapy metupakan salah satu pendekatan konseling yang
dipelopon oieh Carl Ransom Rogers. Ia lahir di Oak park Iltionis pada tanggal B
Januari 1902. Setelah menamatkan sekolah menengah, ia menjadi mahasiswa di
universitas Wisconsin Jurusan Pertanian dan kemudian tertarik pada ilmu psikiatri
dan biologi (Afandi, 2016).
Selama dua belas tahun ia meniadi staf ahli psikologi pada klinik bimbingan
anak di Rocestet New York. Pengalaman inilah yang turut membentuk dan mendasari
kariernya di masa datang sehingga Rogers berprinsip atau berpendapat bahwa: (1) Ia
tidak sependapat dengan Dr. William Real bahwa anak yang nakal itu disebabkan
adanya konflik seks. (2) Metode psikoterapi yang selama ini digunakan dalam bentuk
directive theraphy yang dilakukan dengan disrepute, catharsis, advice dan
intellectualized adalah sama sekali tidak efektif. (3) Psikoterapi yang sesungguhnya
dilakukan adalah klien yang memahami dirinya sendiri (Rogers, 1942).
Di sinilah mulai muncul teori atau metode psikoterapi baru yang merupakan
teori nondirective therapy yang kemudian disebut client centered theraphy sebagai
reaksi terhadap psikoterapi lama (directive theraphy). Metode psikoterapi Rogers itu
disebut metode nondirective karena tidak didasarkan pada anggapan bahwa konselor
adalah orang yang paling memahami dan serba tahu serta metode yang digunakannya
merupakan metode yang terbaik (Afandi, 2016).
Terapi non directive ini didasarkan pada anggapan bahwa klienlah yang
berhak menentukan tujuan hidupnya, bukan konselor dan setiap individu dapat berdiri
sendirin serta mempertahankan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Metode ini disebut sebagai client centered theraphy karena klien dalam proses
terapeutiknya akti memegang peran penting dan segala sesuatu bertitik tolak dan
berpusat pada klien (Afandi, 2016).
3
Person centered theraphy merupakan sebuah pendekatan yang dikembangkan
oleh Carl R.Rogers, pada awalnya pendekatan ini dikenal dengan sebutan Client-
Centered Theraphy, pendekatan ini merupakan reaksi Carl R.Rogers terhadap
keterbatasan-keterbatasan yang mendasar dari psikoanalisi. Pendekatan ini adalah
sebuah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan
mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya (Corey, 2009).
Pada tahun 1970-an pendekatan ini berkembang dan Rogers mengganti nama
pendekatan ini menjadi pendekatan yang berpusat pada pribadi (Person-Centered
Therapy) yang mana pendekatan ini percaya pada kesanggupan klien dalam
mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Dalam pendekatan ini
manusia dipandang secara positif. (Corey, 2009).

2.2 Pengertian dan Konsep Person Centered Theraphy

Client centered atau person centered (Rogers) adalah teknik pendekatan


intervensi yang fokus menangani permasalahan masa kini, membantu klien
memperjelas persepsi tentang diri sendiri dengan interpretasi minim dari terapis,
merekam dan menerbitkan verbatim untuk kemudian interaksi terapiutik diteliti,
penelitian ekstensif, membandingkan persepsi klien terhadap self actual dan self
ideal, menggunakan teknik reflection of feelings dan terapis sebagai cermin,
memberikan gambaran tentang klien, masuk ke dalam emosi yang diungkapkan klien,
klien. Tugas terapis ialah kongruensi atau korespondensi pikiran dan perilaku terapis;
memberikan empati atau persepsi akurat tentang perasaan orang lain, serta tetap
memberikan anggapan positif tanpa syarat sampai pada kesadaran dan menerima diri,
adanya perubahan/perbaikan (Lestari, dkk, 2018).
Menurut Roger (dalam Rosada, 2017) person centered theraphy merupakan
bentuk terapi yang berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi
diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Person centered theraphy sering pula dikenal
sebagai teori non-direktif atau berpusat pada pribadi. Pendekatan konseling client
centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi
dirinya dan pemecahan masalah dirinya.

4
Rogers (dalam Rosada, 2017) menemukan dan mengembangkan teknik
konseling yang dikenal sebagai person centered theraphy, yakni teknik terapi yang
berpusat pada klien. Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah
pembaharuan karena mengasumsikan posisi yang sejajar antara konselor dan pasien
atau klien. Hubungan terapis-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien
diberikan diperlakukan sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan
sendiri dan bertanggungjawab atas keputusannya.
Pendekatan Person Centered Therapy dari Carl Rogers (Feist & Feist, 2010)
menjelaskan bahwa kecemasan adalah kondisi yang tidak menyenangkan atau
tekanan dari sumber yang tidak diketahui. Kecemasan muncul ketika individu
menyadari atau sedikit menyadari akan inkongruensi yang dialaminya. Inkongruensi
merupakan kondisi di mana ada perbedaaan antara diri ideal dengan konsep diri. pada
dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif,
bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa
lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk
melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa
beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dan menjadi dasar
pemikiran dalam praktek terapi person centered. Menurut Roger konsep inti
terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau
pertumbuhan perwujudan diri.
Menurut Sayekti (1997), ada beberapa konsepsi Rogers tentang hakekat
person centered theraphy adalah: (1) Manusia tumbuh melalui pengalamannya, baik
melalui perasaan, berfikir, kesadaran ataupun penemuan. (2) Hidup adalah kehidupan
saat ini dan lebih dari pada perilaku-perilaku otomatik yang ditentukan oleh kejadian-
kejadian masa lalu, nilai-nilai kehidupan adalah saat ini dari pada masa lalu, atau
yang akan datang. (3) Manusia adalah makhluk subyektif, secara esensial manusia
hidup dalam pribadinya sendiri dalam dunia subjektif. (4) Keakraban hubungan
manusia merupakan salah satu cara seseorang paling banyak memenuhi
kebutuhannya. (5) Pada umumnya setiap manusia memiliki kebutuhankebutuhan
untuk bebas, spontan, bersama-sama dan saling berkomunikasi. (6) Manusia memiliki
kecenderungan ke arah aktualisasi, yaitu tendensi yang melekat pada organisme untuk

5
mengembangkan keseluruhan kemampuannya dalam cara memberi pemeliharaan dan
mempertinggi aktualisasi diri.

Menurut Rogers (dalam Anderson, 2001), setiap individu memiliki dua sub
sistem dalam diri, yaitu konsep diri dan diri ideal. Konsep diri merupakan
pengalaman seseorang yang disadari. Pembentukan konsep diri bermula dari adanya
pengalaman organisme dari individu, yaitu kesatuan antara apa yang dirasakan oleh
badan berupa sensasi dan perubahan-perubahan fisik, serta apa yang dipikirkan.
Selain itu pengalaman organisme tersebut sebagian ada yang tidak disadari dan
sebagian disadari. Secara singkat pengalaman organisme adalah semua yang
melibatkan fisik, kognitif, kesadaran dan ketidaksadaran. Sejumlah perubahan fisik
dan kognitif yang dialami oleh individu, tidak selalu disadari. Sebagian yang disadari
oleh individu kemudian diakui dan melekat menjadi identitas diri. Konsep diri
merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang terbentuk dari kesadarankesadaran
tersebut.

2.3 Tujuan Person Centered Therapy

Pada dasarnya tujuan terapi ini adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif
sebagai usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang utuh (fully functioning
person), yaitu pribadi yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan dirinya.
Konsep inti tujuan terapi, yaitu;
a. Keterbukaan pada pengalaman
Klien diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan
pengalaman mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih
terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa
menoleransi keberagaman makna dirinya.
b. Kepercayaan pada organisme sendiri
Dalam hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa
percaya terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi,
kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat

6
kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena
pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk
mengarahkan hidupnya sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien
terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya
sendiri pun mulai timbul.
c. Tempat evaluasi internal
Tujuan ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti
lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar
tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-
putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan untuk menjadi satu proses.
Dalam hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan
adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada
dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta
membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.

2.4 Karateristik Person Centered Therapy

Berikut adalah karateristik dari person centered theraphy (Lestari, dkk, 2018):

1. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan


terpecahnya masalah.
2. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
3. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
4. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.Proses terapi
merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan
pengalaman diri yang sesungguhnya.
5. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang
berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.

7
2.5 Peran dan Fungsi Terapis

Peran terapis client-centered berakar pada keberadaannya dan sikap-


sikapnya., bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadi klien
“berbuat sesuatu”. Penelitian tentang client-centered tampaknya menunjukan bahwa
yang menuntut perubahan kepribadian klien adalah sikap-sikap terapis ali-alih
pengetahuan, teori-teori atau teknik-teknik yang digunakan. Pada dasarnya, terapis
menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menghadapi
klien pada taraf pribadi-ke-pribadi, maka “peran” terapis adalah tanpa peran. Adapun
fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapik yang menunjang pertumbuhan
klien.
Jadi, terapis client-centered membangun hubungan yang membantu dimana
klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area
hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien menjadi kurang defentif
dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada pada
dirinya maupun dalam dunia.

2.6 Asumsi dan Prinsip dalam Person Centered Theraphy

Rosada (2017) menyatakan bahwa terdapat asumsi-asumsi pada person


centered theraphy yaitu sebagai berikut:
1. Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan
mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang
mendukung
2. Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya
yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan.
3. Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa
sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia
rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai
kebahagiaan.

8
Rosada (2017) juga menjelaskan bahwa terdapat prinsip-prinsip pada person
centered theraphy yaitu sebagai berikut:
1. Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan
dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-benar
memahami bagaimana ia mempersepsikannya.
2. Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan
untuk mengaktualisasikan diri. Secara otomatis individu akan mengembangkan
potensinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung. Kondisi-kondisi ini dapat
diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu, terapis harus bersikap nondirektif.
3. Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan penerimaan. Dalam terapi,
hal ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada hubungan
(antara terapis dan klien) dan pengkomunikasian empati, sikap menghargai,
dan ketulusan dari terapis.
4. Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang ia
terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia mengalami
penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam terapi.

2.7 Teknik Person Centered Therapy

Sikap dan kepercayaan antara terapis dan klien berperan penting dalam proses
Person Centered Therapy. Terapis membangun hubungan yang membantu , dimana
klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area – area kehidupannya
yang sekarang merasa terganggu. Pada terapi ini pada umumnya menggunakan teknik
dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan – perasaan atau
pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi klien. Terapis harus membawa sifat –
sifat khas berikut dalam proses terapi, yaitu:
1. Menerima. Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau
mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima
tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya
kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan
perubahan yang positif.

9
2. Keselarasan (congruence). Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa
tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
3. Pemahaman. Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat.
Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
4. Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini. Terapis mampu
mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien
sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi
pasien.
5. Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang bersifat mendukung
(supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari
teknik-teknik diatas.

2.8 Tahap – Tahap Person Centered Therapy

Jika dilihat dari apa yang dilakukan terapis dapat dibuat dua tahap,
yaitu; Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi
fasilitatif dan hubungan yang substantif seperti empati, kejujuran, ketulusan,
penghargaan, dan positif tanpa syarat. Tahap kedua adalah tahap kelanjutan yang
disesuaikan dengan efektivitas hubungan konseling dan disesuaikan dengan
kebutuhan klien.
Menurut Gerald Corey, langkah-langkah pelaksanaan penerapan client
centered sebagai berikut :
1. Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila klien datang
atassuruhan orang lain, maka konselor harus mampu menciptakan situasi
yangsangat bebas dan permisif dengan tujuan klien memilih apakah ia akan
terusminta bantuan atau akan membatalkannya.
2. Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien, untuk
itukonselor menyadarkan klien.

10
3. Konselor memberanikan klien agar ia mampu mengemukakan
perasaannya.Konselor harus bersikap ramah, bersahabat, dan menerima klien
sebagaimanaadanya
4. Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya
5. Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima keadaan dirinya
6. Klien menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil (perencanaan)
7. Klien merealisasikan pilihannya itu.

2.9 Kelebihan dan Kelemahan

Adapun kelebihan dari pelaksanaan client centered dalam proses


pembelajaran yaitu:
1. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis.
2. Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah
kepribadian.
3. Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan
kuantitatif.
5. Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi
6. Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
7. Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam
menyelesaiakan masalahnya
8. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika
mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi
Sedangkan kelemahan dari pendekatan client centered dalam proses
pembelajaran sebagai berikut:
1. Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
2. Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
3. Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan
umum sehingga sulit untuk menilai individu.

11
4. Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien
yang kecil tanggungjawabnya.
5. Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6. Teapi menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif.
Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
7. Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
8. Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini dengan pembahasan mengenai metode psikoterapi


menggunakan Person Center Terapy ialah sebuah metode yang disebut juga sebagai
metode Client Center Terapy diman dalam proses terapi yang dilakukan klien berperan
sebagai titik tolak proses terapi itu sendiri atau berpusat pada klien. Metode ini
merupakan pengembangan dari metode humanistik dimana psikoterapi yang dilakukan
adalah dengan cara klien memahami dirinya sendiri. Landasan dar teori ini sendiri adalah
filsafat manusia yang menekankan bahwa setiap manusia memiliki dorongan pada
aktualisasi dirinya.

3.2 Saran

Makalah ini bertujuan untuk menjadi bahan ajar mahasiswa tentang metode
psikoterapi Person Center Terapy. Akan tetapi sebagai penulis kami menyadari masih
banyaknya kekurangan yang terdapat pada makalah ini, sehingga penulis menerima saran
dan kritik yang membangun untuk menambah pengetahuan mengenai metode psikoterapi
Person Center Terapy

13
REVIEW JURNAL

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL

Judul : Can Motivational Interviewing be Truly Integrated with Person-


centered Counselling?
Jurnal : Australian Journal of Rehabilitation Counselling

Volume & Halaman : Volume 21 Number 1

Tahun : 2015

Penulis : Ross Crisp

Reviewer : Farhan Aditia Chahya


Gusti Nada Jihan
Jesica Alpionita Pratama
Marina Aprilla Dita
Muhammad Alvin Farizi
Nur Annisa Zahra
Nurbaity Shofar
Shinta Elvira Agustina
Zaki Yoga Pangestu
Tanggal : Selasa, 10 Februari 2020

Tujuan Penelitian : Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah motivational


interviewing (MI) dapat benar-benar diintegrasikan pada
pendekatan person-centered yang dipelopori Rogers Carl pada sesi
konseling. Selain itu juga bertujuan menunjukkan perbedaan
motivational interviewing (MI) dan person-centered approach
(PCA) terhadap praktik konseling rehabilitasi.

14
Subjek Penelitian : Pada penelitian ini, tidak ada subjek yang diberikan
perlakuan/wawancara/observasi. Namun penelitian ini
menunjukkan bahwa subjek yang dituju pada tujuan ini adalah para
klien berupa individu yang resisten terhadap perubahan atau yang
kurang percaya diri dalam pengambilan keputusan.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data-data


yang didapat dari hasil beberapa penelitian-penelitian terdahulu
mengenai motivational interviewing (MI) dan pendekatan person-
centered. Kemudian, dari hasil data-data tersebut dilakukan analisis
dalam hal perspektif teori hingga praktek dari motivational
interviewing (MI) dan pendekatan person-centered.
Hasil Penelitian : Penelitian ini menunjukkan bahwa motivational interviewing (MI)
dan pendekatan person-centered dilihat dari perspektif teori dan
prakteknya berbeda. Ada perbedaan dalam hal keterampilan dan
kompetensi praktisi serta teknis dari praktek motivational
interviewing (MI). Kemudian, pada motivational interviewing (MI)
cenderung lebih efektif untuk individu daripada kelompok.

15
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, M. (2016). Teori Client Centered Rogers: Suatu Analisis Konseling dan Implikasinya
dalam Pendidikan. Jurnal Kependidikan Islam, 1-13.

Carl R. Rogers, Conseling and Psychotherapy (Bonston: Houghton Mifftin, Co.,


1942)
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Lestari, d. (2016). Psikologi Klinis. Bali: Universitas Udayana.

Mulyadi. (2016). PENERAPAN CLIENT CENTERED THERAPY TERHADAP KLIEN “KK”


YANG MENGALAMI GRIEVING DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI A KOTA
BANDUNG. PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol. 15 No.1, 16-36.

Rosada, U. D. (2017). MODEL PENDEKATAN KONSELING CLIENT CENTERED DAN


PENERAPANNYA DALAM PRAKTIK. Jurnal Bimbingan dan Konseling , 14-26.

Rosada, U. D. (2017). MODEL PENDEKATAN KONSELING CLIENT CENTERED DAN


PENERAPANNYA DALAM PRAKTIK. Jurnal Bimbingan dan Konseling , 14-26.

16

Anda mungkin juga menyukai