Anda di halaman 1dari 20

Perilaku Manusia

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Azwan Halim Febriansyah


11190321000027
Kisin Riyanda Hendrik
11190321000011

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Allah Swt. karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perilaku Manusia”. Dengan baik maupun banyak kekurangan di dalamnya.
Dan kami juga berterima kasih kepada Ibu Dra. Rochimah Imawati M.Psi selaku
dosen mata kuliah Psikologi Agama.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran
dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Ciri-Ciri Prilaku Manusia 2
B. Faktor Penggerak Prilaku 4
C. Motif dan Motivasi (Teori Abraham Melow) 6
D. Keberagaman 12

BAB III PENUTUP 15


A. Kesimpulan 15
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Psikologi merupakan ilmu tentang perilaku, dengan pengertian bahwa perilaku


atau aktivitas-aktivitas itu merupakan manifestasi kehidupan psikis. Telah
dikemukakan oleh Branca (1964), Woodworth dan Marquis (1957), Sartain, dan
Morgan, dkk. (1984) bahwa yang diteliti, dipelajari dalam psikologi ini baik
perilaku manusia dan hewan. Namun demikian hasil dari penelitian itu dikaitkan
untuk dapat mengerti tentang keadaan manusia.1
Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan. Perilaku dikatakan wajar
apabilam ada penyesuaian diri yang harus diselaraskandengan peran manusia
sebagai individu, social, dan berketuhanan. Perilaku adalah sebuah gerakan yang
dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dll. Prilaku manusia
itu sebuah akredisi seseorang sangat tinggi dan dilihat oleh orang lain. Karena
orang lain dapat menilai seseorang dari baik maupun buruknya orang lain melalui
tingkah laku seseorang. Apabila seorang berperilaku baik maka orang lain merasa
senang dan tenang. Akan tetapi sebaliknya, apabila seorang berperilaku buruk
akan mendapat celaan, kurang nyaman dan ketidak sukaan disampingnya.

2. Rumusan Masalah

A. Bagaimana Ciri-Ciri Prilaku Manusia ?


B. Apa Faktor Penggerak Prilaku?
C. Apa Motif dan Motivasi (Teori Abraham Melow)?
D. Apa Keberagaman?

1 Adnan Achiruddin Saleh. “Pengantar Psikologi”. (Makassar: Aksara Timut. 2018). Hal. 137

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri-Ciri Prilaku Manusia

Psikologi memandang perilaku manusia (Human Behavlor) sebagai reaksi yang


dapat bersifat sederhann atau bersifat kompleks. Perilaku luas tertentu tidak
hanya dapat ditinjau dalam lingkungannya dengan sikap manusia, Pembahasan
perilaku dari teori motivasi, dari sisi teori belajar, dan dari sudut pandang lain,
akan memberikan jawaban yang berbeda-beda. Namun satu hal selalu dapat
diabaikan, yaitu bahwa perilaku manusia yang sederhana untuk diterapkan dan
diprediksikan. Perilaku atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadis
(timbul dan hilang pada saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan
kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Perilaku manusia
tidak pernah berhenti pada suatu saat. Perbuatan yang dulu merupakan persiapan
perbuatan yang kemudian dan perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan
perbuatan sebelumnya. 2

Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat
ini, dan masa datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia. Disamping
berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang
pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan lain sebagainya. Memang
sikap individu memegang peranan dalam menentukan begaimanakah perilaku
seseorang dilingkungannya. Pada lingkungan, secara timbal balik akan
mempengaruhi sikap dan perilaku interaksi antara situasi lingkungan dan sikap
dengan berbagai faktor di dalamnya maupun di luar dari individu akan
membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku
seseorang

Perilaku manusia itu gerakan yang dapat dilihat melalui indera manusia, gerakan
yang dapat diobservasi. Perilaku manusia secara umum muncul dengan melihat
sistematika berikut ini: NIAT + PENGETAHUAN + SIKAP = PERILAKU Niat
2 Mariska. “Prilaku Manusia” http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-
mariskaama-5089-3-bab2.pdf Diakses pada 12 Maret 2021

2
dipahami sebagai keinginan yang berasal dari dalam diri individu untuk
mendapatkan atau melakukan sesuatu yang hendak dilakukan. Ini merupakan
penggerak utama dalam terbentuknya perilaku. 3

Dimana dalam pembhasan ini akan focus pada ciri-ciri prilaku manusia, factor
penggerak prilaku manusia, motif dan motivasi, serta keberagaman yang akan
dibahas sebagai berikut

Ciri-ciri prilaku manusia

1. Perilaku Refleks
Perilaku refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas
reaksi secara spontan (tanpa dipikir) terhadap stimulus yang mengenai
organisme tersebut. Contoh reaksi kedip mata bila kena sinar, gerak lutut
bila kena sentuhan palu, menarik jari bila kena api. Stimulus yang diterima
oleh individu tidak smpai ke pusat susunan syaraf atau otak, sebagai pusat
kesadaran, pusat pengendali, dari perilaku manusia. Perilaku yang refleksif
respons langsung timbul begitu menerima stimulus.4
2. Perilaku refleks bersyarat
perilaku yang non-refleksif. Perilaku ini merupakan
perilaku yang dibentuk, dapat dikendalikan, karena itu dapat berubah dari
waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar. Di samping perilaku
manusia dapat dikendalikan atau terkendali, yang berarti bahwa perilaku
itu dapat diatur oleh individu yang merugikan, perilaku manusia juga
perilaku yang terintegrasi (terintegrasi).5
3. Perilaku yang mempunyai tujuan
Yaitu perilaku naluri adalah gerak refleks yang kompleks
atao merupakan rangkaian tahap-tahap yang banyak, masing-masing tahap
merupakan perilaku refleks yang sederhana. Ada tiga gejala yang
menyertai perilaku bertujuan yaitu pengenalan, perasaan atau emosi,
dorongan, keinginan, atau motif.
3 Adnan Achiruddin Saleh. “Pengantar Psikologi”. (Makassar: Aksara Timut. 2018). Hal. 135
4 Adnan Achiruddin Saleh. “Pengantar Psikologi”. (Makassar: Aksara Timut. 2018). Hal. 138
5 Bimo Walgito. "Pengantar Psikologi Umum" (Yogyakarta: Andi. 2004). hal 13

3
B. Faktor Penggerak Prilaku

Dalam prilaku manusia biasanya terdapat suatu sebab untuk menggerak


prilakuny ang menjdi bagian dari dalam diri suatu orang. Biasanya penggerak
atau pendorang suatu prilaku manusia menunjukkan suatu dorongan yang
timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau
melakukan sesuatu.6 Dalam hal ini biasanya penggerak itu disebut sebagai
motivasi diamana perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dapat dikatakan, motivasi adalah sesuatu yang kompleks. Motivasi akan
menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi sehingga akan berkaitan
dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan, juga emosi yang pada akhirnya
bertindak melakukan sesuatu. Berikut ini ada beberapa jenis motivasi
diantranya:

1). Motivasi Dilihat dari Dasar Pembentukannya


a. Motif-motif Bawaan

Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa


sejak lahir. Jadi motivasi tersebut merupakan motif alami atau normal
yang merupakan fitrah manusia sejak lahir. Misalnya dorongan untuk
makan, minum, bekerja, beristirahat, dorongan seksual, bahkan dorongan
beragama.
b. Motif-motif yang dipelajari

Maksudnya adalah motif-motif yang timbul karena dipelajari.


Misalnya dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan, dorongan untuk
mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif motif ini biasa disebut
dengan motif sosial, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial
sehingga motivasi itu terbentuk. Dengan kemampuan berhubungan dan
kerjasama di dalam masyarakat, maka tercapailah suatu kepuasan sehingga
manusia perlu mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif, membina
hubungan baik dengan sesama terutama orang tua dan guru.
6 M. Ngalim Purwanto, Psikologi pendidikan (Bandung:Rosdakarya,1993)

4
2). Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
a. Motivasi Intrinsik

Yaitu motif-motif yang tidak perlu dirangsang dari luar karena


dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai
contoh, seorang siswa yang belajar karena ingin meraih tujuannya yaitu
menjadi terdidik, pintar, dan berprestasi. Dorongan yang menggerakkan
itu bersumber pada suatu kebutuhan. Jadi motivasi itu muncul dari
kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial.
b. Motivasi Ekstrinsik

Yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya


perangsang dari luar.motivasi ekstrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar. Misalnya siswa menjadi rajin mengerjakan tugas karena
akan mendapatkan hadiah dari gurunya.

Adanya tujuan dapat memotivasi tingkah laku juga dapat memotivasi untuk
menentukan seberapa aktif seseorang melalukan aktivitas. Sebab, selain
ditentukan oleh motif dasar, juga ditentukan oleh tujuan. Oleh karena itu siswa
akan semakin giat belajar apabila ada perangsang dari luar dirinya dan mencapai
tujuan yang hendak dicapai. Motivasi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Sebab segala aktivitas yang dilakukan setiap orang
selalu dilatarbelakangi oleh adanya motivasi.

suatu penjelasan tentang kebutuhan-kebutuhan individu dikemukakan oleh


Maslow. Teori motivasi atau Motivation Theory bahwa manusia dimotivasi oleh
sejumlah kebutuhan dasar (basic needs) yang membentuk suatu hierarki atau
susunan. Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan dasar yang bertingkat itu
merupakan suatu organisasi yang mendasari motivasi manusia. Apabila
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi pada suatu tahap tertentu, maka
dapat dilihat kualitas perkembangan kepribadian individu. Semakin individu itu

5
mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan tingkat tinggi, maka individu itu
akan semakin mampu mencapai individualitas, matang dan berjiwa sehat.

Kebutuhan, oleh Maslow diartikan sebagai keinginan untuk menjadi lebih dan
lebih pada diri seseorang, dapat menjadikan dia mampu mewujudkannya. Dengan
potensi yang ia miliki, memungkinkan seseorang merealisasikan diri segala
bentuk kreatifitasnya.

C. Motif dan Motivasi (Teori Abraham Maslow)

Dalam teorinya tentang motivasi, Maslow mengemukakan ada lima tingkatan


kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan inilah kemudian dijadikan
pengertian kunci dalam memahami motivasi manusia. Maslow mengidentifikasi
kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar manusia dalam sebuah hierarki yang
terendah dan bersifat biologis sampai tingkat tertinggi dan mengarah pada
kemajuan individu. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya bersifat fisiologis tetapi
juga psikologis. Kebutuhan itu merupakan inti kodrat manusia yang tidak dapat
dimatikan oleh kebudayaan, hanya ditindas, mudah diselewengkan dan dikuasai
oleh proses belajar atau tradisi yang keliru.
Kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang dimaksud Maslow
adalah:
1) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah


sekumpulan kebutuhan dasar yang mendesak pemenuhannya karena
berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia.
Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan makanan,
Minuman, air, oksigen, istirahat, tempat berteduh, keseimbangan
temperatur, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensoris.
Karena merupakan kebutuhan yang paling mendesak, maka
kebutuhan fisiologis akan didahulukan pemenuhannya oleh individu. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi atau belum terpuaskan, maka individu tidak

6
akan tergerak untuk memuaskan kebutuhan kebutuhan lain yang lebih
tinggi. Sebagai contoh, jika seorang siswa yang sedang lapar, lemas maka
ia tidak akan bersemangat untuk belajar bahkan untuk menerima pelajaran
dari gurunya karena kondisi fisiknya sedang tidak baik. Pada saat lapar
tersebut, ia dikuasai oleh hasrat untuk memperoleh makanan secepatnya.
Kebutuhan fisiologis sangat mempengaruhi aktivitas seseorang.
Keadaan jasmani yang segar lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani
yang kurang segar. Bagi anak-anak yang masih sangat muda, keadaan
jasmani yang lemah seperti lesu, lekas mengantuk, lelah dan sebagainya
sangat besar pengaruhnya dalam aktivitas belajar. Mereka akan kesulitan
berkonsentrasi dalam belajar karena kekurangan nutrisi. Akibatnya proses
belajar mengajar menjadi terganggu dan tidak optimal. Dengan
mengetahui kebutuhan fisiologis, seorang guru akan mengerti mengapa
anak tidak semangat dan lesu saat pelajaran berlangsung.
Konsep Maslow tentang kebutuhan fisiologis ini sekaligus
merupakan jawaban terhadap pandangan Behaviorisme yang mengatakan
bahwa satu-satunya motivasi tingkah laku manusia adalah kebutuhan
fisiologis. Bagi Maslow pendapat ini dibenarkan jika kebutuhan fisiologis
belum dapat terpenuhi.
Lalu apa yang terjadi dengan hasrat-hasrat manusia tatkala tersedia
makanan yang cukup dan merasa kenyang? Maslow lalu menjawab,
“dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi akan muncul,
kemudian kebutuhan-kebutuhan inilah yang akan mendominasi seseorang,
bukan lagi kebutuhan fisiologis”. Selanjutnya jika kebutuhan-kebutuhan
ini telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang lebih
tinggi dan begitu seterusnya. Inilah yang dimaksud Maslow bahwa
kebutuhan dasar manusia diatur dalam sebuah hierarki yang bersifat
relatif.
2) Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Need)

Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpenuhi, maka akan


muncul kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut

7
pemuasan, yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety need). Yang dimaksud
Maslow dengan kebutuhan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang
mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan
keteraturan dari lingkungannya. Para psikolog maupun guru menemukan
pandangan bahwa seorang anak membutuhkan suatu dunia yang dapat
diramalkan. Anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas
tertentu. Keadaan-keadaan yang tidak adil, tidak wajar atau tidak konsisten
pada diri orang tua akan secara cepat mendapatkan reaksi dari anak. Orang
tua yang memperlakukan anaknya secara tak acuh dan permisif,
memungkinkan anak tersebut tidak bisa memperoleh rasa aman. Bahkan
lebih jauh lagi bagi seorang anak kebebasan yang dibatasi adalah lebih
baik daripada kebebasan yang tidak dibatasi. Menurut Maslow, kebebasan
yang ada batasnya semacam itu sesungguhnya perlu demi perkembangan
anak ke arah penyesuaian yang baik.
Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak-anak adalah
ketergantungan. Menurut Maslow, anak akan memperoleh rasa aman yang
cukup apabila ia berada dalam ikatan keluarganya. Sebaliknya, jika ikatan
ini tidak ada atau lemah maka anak akan merasa kurang aman, cemas dan
kurang percaya diri yang akan mendorong anak untuk mencari area-area
hidup di mana dia bisa memperoleh ketentraman dan kepastian atau rasa
aman. Kehidupan keluarga yang harmonis dan normal adalah sebuah
kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak. Pertengkaran,
perceraian atau kematian adalah hal yang sangat menakutkan bagi anak
dan memiliki pengaruh buruk terhadap kesehatan mental anak.
Hukuman yang berwujud pukulan, amarah, kata-kata kasar akan
mendatangkan kepanikan dan teror yang luar biasa pada seorang anak.
Rasa aman dan disayangi merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu
pemenuhan. Dalam proses belajar mengajar misalnya, diperlukan rasa
aman pada diri anak sehingga merasa betah selama pelajaran berlangsung
dan termotivasi untuk mengikuti dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat

8
ditingkatkan bila guru selalu memberikan penghargaan dan umpan balik
terhadap tugas-tugas siswa.
3) Kebutuhan Akan Cinta, Memiliki dan Kasih Sayang (Need for Love and
Belongingness)

Kebutuhan ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu


untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan
individu lain, baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis, di lingkungan
keluarga maupun kelompok masyarakat. Ia berharap memperoleh tempat
semacam itu melebihi apa apa yang ada di dunia, bahkan mungkin ia lupa
bahwa ketika ia merasa lapar, ia mencemooh cinta sebagai suatu yang
tidak nyata, tidak perlu atau tidak penting. Namun satu hal yang harus
diperhatikan, bahwa cinta tidak bisa disamakan dengan seks.
Cinta tidak boleh dikacaukan dengan seks yang sering dipandang
sebagai kebutuhan fisiologis semata. Bagi Maslow, cinta menyangkut
suatu hubungan sehat termasuk sikap saling percaya. Ia mengatakan, “the
love needs involve giving and receiving affection…”, kebutuhan akan
cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima.
Bagi kebanyakan orang, keanggotaan dalam kelompok sering
menjadi tujuan yang dominan dan mereka bisa menderita kesepian,
terasing dan tak berdaya apabila keluarga, pasangan hidup, atau teman-
teman meninggalkannya. Sesorang yang merantau jauh dari kampung
halamannya akan kehilangan ikatan atau rasa memiliki. Keadaan ini bisa
mendorongnya untuk membentuk ikatan baru dengan orang-orang atau
kelompok tempat ia merantau. Seorang siswa yang berprestasi tiba-tiba
dapat tidak mempunyai semangat dalam belajar, dan tidak mempunyai
motivasi melakukan sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui kelompoknya
tidak terpenuhi.
Pada diri remaja, terutama masa-masa tersebut sangat terasa
penting pengakuan sosial bagi remaja. Mereka akan sedih, apabila
diremehkan atau dikucilkan dari teman-temannya atau kelompoknya.

9
Mereka sangat gelisah apabila dipandang rendah atau diejek oleh teman-
temannya terutama teman dari lain jenis.
Kebutuhan akan cinta, memiliki dan kasih sayang merupakan
proses sosialisasi yang dijalani manusia. Maslow juga mengungkapkan
bahwa terbentuknya gank-gank anak muda yang selalu memberontak dan
membuat kerusuhan, dalam hal banyak didorong oleh kebutuhan yang
mendalam untuk memperoleh hubungan yang dekat dan hasrat
menciptakan kebersamaan sejati.
4) Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs)

Setelah kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang terpenuhi,


kebutuhan mendasar berikutnya yang muncul adalah kebutuhan akan
harga diri (need for self esteem). Kebutuhan ini meliputi dua hal, “for self
respect or self esteem, and for the esteem of others” yaitu harga diri dan
penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan
kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, ketidaktergantungan, dan
kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi nama baik, prestise,
gengsi, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta
apresiasi. Kebutuhan akan penghargaan diri telah diabaikan oleh Sigmund
Freud, namun ditekankan oleh Alfred Adler.
Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu akan
menghasilkan sikap percaya, rasa berharga, rasa mampu, dan perasaan
berguna. Sebaliknya, frustasi atau terhambatnya pemuasan kebutuhan akan
rasa harga diri akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa
lemah, tak mampu dan tak berguna, yang menyebabkan individu
mengalami kehampaan, keraguan, dan memiliki penilaian yang rendah
atas dirinya dalam kaitannya dengan orang lain. Harga diri yang stabil dan
sehat diperoleh dari penghargaan yang wajar dari orang lain dan bukan
dari pujian atau sanjungan berlebih yang tidak berdasar. Adanya kompetisi
yang sehat dan prestasi yang dihasilkan dari usahanya sendiri akan
mendatangkan penghargaan dari orang lain dan ia akan semakin
termotivasi melakukan sesuatu yang lebih baik lagi. Apabila anak sering

10
dikritik, dilecehkan, tidak diberi penghargaan dan dorongan dari orang tua
atau gurunya, maka dalam diri anak akan trbentuk masalah derivatif
seperti perasaan rendah diri atau hina.
Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat lebih
didasarkan pada prestasi ketimbang prestise, status atau keturunan.
Dengan kata lain, rasa harga diri individu yang sehat adalah hasil usaha
individu yang bersangkutan. Dan merupakan bahaya psikologis apabila
seorang lebih mengandalkan rasa harga dirinya pada opini orang lain
daripada kemampuan dan prestasi pada dirinya sendiri.
5) Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan
hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi dalam Maslow.
Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan dari individu
yang paling tinggi, mengembangkan semua potensi yang ia miliki dan
menjadi apa saja menurut kemampuannya. Contoh dari aktualisasi diri
adalah seseorang yang berbakat musik menciptakan komposisi musik,
seseorang yang berbakat melukis menciptakan karya lukisannya,
seseorang yang berpotensi menyanyi akan mengembangkan bakatnya.

Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan dorongan untuk


menonjolkan diri atau untuk mendapatkan prestasi atau gengsi. Karena
jika demikian sebenarnya dia belum mencapai tingkat aktualisasi diri.
Aktualisasi diri dilakukan tanpa tendensi apapun. Meskipun hal ini diawali
dari pemenuhan kebutuhan pada tingkat dibawahnya. Bagaimanapun
Maslow mengakui bahwa untuk mencapai tingkat aktualisasi diri tidaklah
mudah, sebab upaya ke arah itu banyak sekali hambatannya baik internal
maupun eksternal.

Maslow membagi motif-motif manusia dalam dua kategori, yaitu motif


kekurangan (deficit motive) dan motif pertumbuhan (growth motive). Motif
kekurangan (deficit motive) ditujukan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan
organismik yang disebabkan oleh kekurangan. Seperti lapar, haus, takut. Oleh

11
karena itu motif pertama sampai ke empat yaitu kebutuhan fisiologis sampai
kebutuhan akan harga diri disebut motif menghilangkan (Deprivation Motivation
atau D-Motives). Ke empat motif tersebut Maslow menggunakan istilah
kebutuhan atau need (physiological needs, safety needs, love and belongingness
needs dan esteem needs).

Sedangkan motif pertumbuhan (growth motives) yaitu aktualisasi diri yang


bersifat mengembangkan individu untuk mengungkapkan potensipotensinya, oleh
karena itu disebut motif pengembangan, pertumbuhan atau motif hidup (Growth
atau Being motivation atau B-Motives). Seseorang yang telah mencapai tahap
aktualisasi diri atau orang yang telah mengaktualisasikan dirinya akan memiliki
pribadi yang utuh, sehat, seimbang dan matang.

D. Keberagaman

Para ahli psikologi agama belum sependapat tentang sumber rasa keagamaan
ini. Rudolf Otto misalnya menekankan pada dominasi rasa ketergantungan,
sedangkan Sigmund Freud menekankan libido sexual dan rasa berdosa sebagai
faktor penyebab yang dominan. Yang penting ada suatu pengakuan walaupun
secara samar, bahwa tingkah laku keagamaan seseorang timbul dari adanya
dorongan dari dalam sebagai faktor intern. Dalam perkembangan selanjutnya
perilaku keagamaan itu dipengaruhi pula oleh pengalaman keagamaan, struktur
kepribadian serta unsur kejiwaan lainnya.7 Psikologi modern tampaknya memberi
porsi yang khusus bagi perilaku keagamaan, walaupun pendekatan psikologis
yang digunakan terbatas pada pengalaman empiris. Psikologi agama merupakan
salah-satu bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap peran
agama dalam kehidupan kejiwaan manusia.

Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih menunjukkan betapa
agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat
kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya, Sigmund

7 Budiman, Hikmat, Pembunuhan Yang Selalu Gagal: Modernisme dan Krisis Rasionalitas
Menurut Daniel Bell (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal 76.

12
Freud, yang dikenal sebagai pengembang psikoanalisis mencoba mengungkapkan
hal itu. Agama menurut Freud nampak dalam perilaku manusia sebagai
simbolisasi dari kebencian terhadap ayah yang direfleksikan dalam bentuk rasa
takut kepada Tuhan. Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia
membutuhkan agama dikarenakan rasa ketidakberdayaannya menghadapi
bencana. Dengan demikian segala bentuk sikap dan perilaku keagamaan
merupakan ciptaan manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar dari
bahaya dan dapat memberi rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan
Tuhan dalam pikirannya.8

Kemudian terbentuknya sikap melalui proses belajar dari pengalaman.


Oleh karena itu secara teori sikap bisa dibentuk melalui proses pendidikan atau
proses dakwah. Meskipun mengubah sikap tidak mudah, karena di dalam sikap
terkandung muatan motivasi (dorongan) dan emosi. Sikap yang sudah menetap
lama dalam jiwa seseorang dapat mewarnai secara dominan terhadap karakter
kepribadiannya. Demikian juga halnya dengan sikap beragama dan perilaku
beragama, pada umumnya penganut setiap agama sudah mempunyai sikap
terhadap setiap objek tertentu. Sikap dan perilaku keagamaan ini sudah diwarisi
secara ketat dari generasi ke generasi. Ini artinya bahwa sikap dan perilaku
beragama itu sifatnya sudah menetap dan sudah dimiliki setiap individu atau
masyarakat sejak lama. Sikap dan perilaku yang sudah menetap lama seperti ini
menurut teori sukar untuk dirubah.

Sikap dan perilaku keagamaan itu sudah mulai dibentuk sejak anak dilahirkan,
terutama melalui pendidikan keluarga (ibu, bapak, dan anggota keluarga),
dilanjutkan dengan pendidikan sekolah, dan pengaruh lingkungan. Hal ini terus
menerus diterima oleh anak sampai ia menjelang dewasa. Bila seseorang telah
menginjak masa dewasa maka sikap dan perilaku keagamaan ini sudah mapan dan
kuat sehingga susah untuk dirubah, apa lagi menyangkut dengan keyakinan dan
kepercayaan. Ada beberapa ciri khas sikap keagamaan orang dewasa antara lain
adalah:

8 Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam Atas
ProblemProblem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 45

13
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realistis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha
untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan
tanggungjawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dan
sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pemikiran, juga didasarkan
atas pertimbangan hati nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masingmasing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami serta melaksa- nakan ajaran agama yang
diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial
keagamaan sudah berkembang.

Jadi sikap yang sudah lama menetap pada seseorang atau sekelompok orang,
cenderung sulit berubah, meskipun sikapnya itu terbukti keliru. Sebaliknya,
untuk membela sikapnya yang keliru itu, seseorang atau sekelompok orang tak
segan-segan menggunakan cara-cara yang tidak terpuji. Kecenderungan
seperti ini terus berlangsung sepanjang sejarah manusia, dan terjadi pada
semua lapisan masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh penguasa atau
golongan oposisi yang telah memiliki sikap dan perilaku politik tertentu.

BAB III
PENUTUP

14
A. Kesimpulan

Dari beberapa kemungkinan di atas menunjukkan bahwa faktor psikologis sangat


menentukan dalam usaha merubah sikap individu maupun sosial. Faktor inilah yang
perlu diperhatikan oleh seseorang yang terlibat dalam usaha pembentukan dan
perubahan sikap dan perilaku manusia, agar usahanya berhasil secara maksimal.
Dalam mewarisi sikap dan perilaku keagamaan dari orang tua kepada anaknya, dari
guru kepada muridnya, dari suatu masyarakat kepada anggotanya, akan melahirkan
berbagai sikap dan perilaku positif sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Dan
dari proses pembentukan sikap dan perilaku tersebut tidak tertutup kemungkinan
terjadi penyelewengan dan penyimpangan dari prinsipprinsip dasar agama yang
dianutnya dan ini disebut sikap dan perilaku negatif. Sikap dan perilaku positif
terhadap ajaran agama perlu dipertahankan dan dikembangkan, sementara sikap dan
perilaku negatif perlu dirubah dan diperbaiki. Di sinilah peran tokoh-tokoh agama
pada umumnya dan da’i khususnya. Untuk melaksanakan tugas ini tidaklah semudah
membalik telapak tangan, tetapi membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang
berat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Saleh Achiruddin, Adnan. 2018. Pengantar Psikologi. Makassar : Aksara Timur


Jalaludin. 2016.Psikologi Agama. Depok : PT RajaGrafindo Persada
Intaglia Harsanti, Augriaty Indah A, Widiastuti. 2013 Psikologi Umum
1.Universitas Gunadarma
Syamaun, Syukri. 2019 . “PENGARUH BUDAYA TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU
KEBERAGAMAAN” JURNAL AT-TAUJIH BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM Vol. 2 No. 2 Juli -
Desember UIN Ar-Raniry

17

Anda mungkin juga menyukai