Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Allah Swt. karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perilaku Manusia”. Dengan baik maupun banyak kekurangan di dalamnya.
Dan kami juga berterima kasih kepada Ibu Dra. Rochimah Imawati M.Psi selaku
dosen mata kuliah Psikologi Agama.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran
dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Maret 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Ciri-Ciri Prilaku Manusia 2
B. Faktor Penggerak Prilaku 4
C. Motif dan Motivasi (Teori Abraham Melow) 6
D. Keberagaman 12
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
1 Adnan Achiruddin Saleh. “Pengantar Psikologi”. (Makassar: Aksara Timut. 2018). Hal. 137
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri-Ciri Prilaku Manusia
Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat
ini, dan masa datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia. Disamping
berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang
pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan lain sebagainya. Memang
sikap individu memegang peranan dalam menentukan begaimanakah perilaku
seseorang dilingkungannya. Pada lingkungan, secara timbal balik akan
mempengaruhi sikap dan perilaku interaksi antara situasi lingkungan dan sikap
dengan berbagai faktor di dalamnya maupun di luar dari individu akan
membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku
seseorang
Perilaku manusia itu gerakan yang dapat dilihat melalui indera manusia, gerakan
yang dapat diobservasi. Perilaku manusia secara umum muncul dengan melihat
sistematika berikut ini: NIAT + PENGETAHUAN + SIKAP = PERILAKU Niat
2 Mariska. “Prilaku Manusia” http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-
mariskaama-5089-3-bab2.pdf Diakses pada 12 Maret 2021
2
dipahami sebagai keinginan yang berasal dari dalam diri individu untuk
mendapatkan atau melakukan sesuatu yang hendak dilakukan. Ini merupakan
penggerak utama dalam terbentuknya perilaku. 3
Dimana dalam pembhasan ini akan focus pada ciri-ciri prilaku manusia, factor
penggerak prilaku manusia, motif dan motivasi, serta keberagaman yang akan
dibahas sebagai berikut
1. Perilaku Refleks
Perilaku refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas
reaksi secara spontan (tanpa dipikir) terhadap stimulus yang mengenai
organisme tersebut. Contoh reaksi kedip mata bila kena sinar, gerak lutut
bila kena sentuhan palu, menarik jari bila kena api. Stimulus yang diterima
oleh individu tidak smpai ke pusat susunan syaraf atau otak, sebagai pusat
kesadaran, pusat pengendali, dari perilaku manusia. Perilaku yang refleksif
respons langsung timbul begitu menerima stimulus.4
2. Perilaku refleks bersyarat
perilaku yang non-refleksif. Perilaku ini merupakan
perilaku yang dibentuk, dapat dikendalikan, karena itu dapat berubah dari
waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar. Di samping perilaku
manusia dapat dikendalikan atau terkendali, yang berarti bahwa perilaku
itu dapat diatur oleh individu yang merugikan, perilaku manusia juga
perilaku yang terintegrasi (terintegrasi).5
3. Perilaku yang mempunyai tujuan
Yaitu perilaku naluri adalah gerak refleks yang kompleks
atao merupakan rangkaian tahap-tahap yang banyak, masing-masing tahap
merupakan perilaku refleks yang sederhana. Ada tiga gejala yang
menyertai perilaku bertujuan yaitu pengenalan, perasaan atau emosi,
dorongan, keinginan, atau motif.
3 Adnan Achiruddin Saleh. “Pengantar Psikologi”. (Makassar: Aksara Timut. 2018). Hal. 135
4 Adnan Achiruddin Saleh. “Pengantar Psikologi”. (Makassar: Aksara Timut. 2018). Hal. 138
5 Bimo Walgito. "Pengantar Psikologi Umum" (Yogyakarta: Andi. 2004). hal 13
3
B. Faktor Penggerak Prilaku
4
2). Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
a. Motivasi Intrinsik
Adanya tujuan dapat memotivasi tingkah laku juga dapat memotivasi untuk
menentukan seberapa aktif seseorang melalukan aktivitas. Sebab, selain
ditentukan oleh motif dasar, juga ditentukan oleh tujuan. Oleh karena itu siswa
akan semakin giat belajar apabila ada perangsang dari luar dirinya dan mencapai
tujuan yang hendak dicapai. Motivasi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Sebab segala aktivitas yang dilakukan setiap orang
selalu dilatarbelakangi oleh adanya motivasi.
5
mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan tingkat tinggi, maka individu itu
akan semakin mampu mencapai individualitas, matang dan berjiwa sehat.
Kebutuhan, oleh Maslow diartikan sebagai keinginan untuk menjadi lebih dan
lebih pada diri seseorang, dapat menjadikan dia mampu mewujudkannya. Dengan
potensi yang ia miliki, memungkinkan seseorang merealisasikan diri segala
bentuk kreatifitasnya.
6
akan tergerak untuk memuaskan kebutuhan kebutuhan lain yang lebih
tinggi. Sebagai contoh, jika seorang siswa yang sedang lapar, lemas maka
ia tidak akan bersemangat untuk belajar bahkan untuk menerima pelajaran
dari gurunya karena kondisi fisiknya sedang tidak baik. Pada saat lapar
tersebut, ia dikuasai oleh hasrat untuk memperoleh makanan secepatnya.
Kebutuhan fisiologis sangat mempengaruhi aktivitas seseorang.
Keadaan jasmani yang segar lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani
yang kurang segar. Bagi anak-anak yang masih sangat muda, keadaan
jasmani yang lemah seperti lesu, lekas mengantuk, lelah dan sebagainya
sangat besar pengaruhnya dalam aktivitas belajar. Mereka akan kesulitan
berkonsentrasi dalam belajar karena kekurangan nutrisi. Akibatnya proses
belajar mengajar menjadi terganggu dan tidak optimal. Dengan
mengetahui kebutuhan fisiologis, seorang guru akan mengerti mengapa
anak tidak semangat dan lesu saat pelajaran berlangsung.
Konsep Maslow tentang kebutuhan fisiologis ini sekaligus
merupakan jawaban terhadap pandangan Behaviorisme yang mengatakan
bahwa satu-satunya motivasi tingkah laku manusia adalah kebutuhan
fisiologis. Bagi Maslow pendapat ini dibenarkan jika kebutuhan fisiologis
belum dapat terpenuhi.
Lalu apa yang terjadi dengan hasrat-hasrat manusia tatkala tersedia
makanan yang cukup dan merasa kenyang? Maslow lalu menjawab,
“dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi akan muncul,
kemudian kebutuhan-kebutuhan inilah yang akan mendominasi seseorang,
bukan lagi kebutuhan fisiologis”. Selanjutnya jika kebutuhan-kebutuhan
ini telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang lebih
tinggi dan begitu seterusnya. Inilah yang dimaksud Maslow bahwa
kebutuhan dasar manusia diatur dalam sebuah hierarki yang bersifat
relatif.
2) Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Need)
7
pemuasan, yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety need). Yang dimaksud
Maslow dengan kebutuhan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang
mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan
keteraturan dari lingkungannya. Para psikolog maupun guru menemukan
pandangan bahwa seorang anak membutuhkan suatu dunia yang dapat
diramalkan. Anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas
tertentu. Keadaan-keadaan yang tidak adil, tidak wajar atau tidak konsisten
pada diri orang tua akan secara cepat mendapatkan reaksi dari anak. Orang
tua yang memperlakukan anaknya secara tak acuh dan permisif,
memungkinkan anak tersebut tidak bisa memperoleh rasa aman. Bahkan
lebih jauh lagi bagi seorang anak kebebasan yang dibatasi adalah lebih
baik daripada kebebasan yang tidak dibatasi. Menurut Maslow, kebebasan
yang ada batasnya semacam itu sesungguhnya perlu demi perkembangan
anak ke arah penyesuaian yang baik.
Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak-anak adalah
ketergantungan. Menurut Maslow, anak akan memperoleh rasa aman yang
cukup apabila ia berada dalam ikatan keluarganya. Sebaliknya, jika ikatan
ini tidak ada atau lemah maka anak akan merasa kurang aman, cemas dan
kurang percaya diri yang akan mendorong anak untuk mencari area-area
hidup di mana dia bisa memperoleh ketentraman dan kepastian atau rasa
aman. Kehidupan keluarga yang harmonis dan normal adalah sebuah
kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak. Pertengkaran,
perceraian atau kematian adalah hal yang sangat menakutkan bagi anak
dan memiliki pengaruh buruk terhadap kesehatan mental anak.
Hukuman yang berwujud pukulan, amarah, kata-kata kasar akan
mendatangkan kepanikan dan teror yang luar biasa pada seorang anak.
Rasa aman dan disayangi merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu
pemenuhan. Dalam proses belajar mengajar misalnya, diperlukan rasa
aman pada diri anak sehingga merasa betah selama pelajaran berlangsung
dan termotivasi untuk mengikuti dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat
8
ditingkatkan bila guru selalu memberikan penghargaan dan umpan balik
terhadap tugas-tugas siswa.
3) Kebutuhan Akan Cinta, Memiliki dan Kasih Sayang (Need for Love and
Belongingness)
9
Mereka sangat gelisah apabila dipandang rendah atau diejek oleh teman-
temannya terutama teman dari lain jenis.
Kebutuhan akan cinta, memiliki dan kasih sayang merupakan
proses sosialisasi yang dijalani manusia. Maslow juga mengungkapkan
bahwa terbentuknya gank-gank anak muda yang selalu memberontak dan
membuat kerusuhan, dalam hal banyak didorong oleh kebutuhan yang
mendalam untuk memperoleh hubungan yang dekat dan hasrat
menciptakan kebersamaan sejati.
4) Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs)
10
dikritik, dilecehkan, tidak diberi penghargaan dan dorongan dari orang tua
atau gurunya, maka dalam diri anak akan trbentuk masalah derivatif
seperti perasaan rendah diri atau hina.
Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat lebih
didasarkan pada prestasi ketimbang prestise, status atau keturunan.
Dengan kata lain, rasa harga diri individu yang sehat adalah hasil usaha
individu yang bersangkutan. Dan merupakan bahaya psikologis apabila
seorang lebih mengandalkan rasa harga dirinya pada opini orang lain
daripada kemampuan dan prestasi pada dirinya sendiri.
5) Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan
hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi dalam Maslow.
Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan dari individu
yang paling tinggi, mengembangkan semua potensi yang ia miliki dan
menjadi apa saja menurut kemampuannya. Contoh dari aktualisasi diri
adalah seseorang yang berbakat musik menciptakan komposisi musik,
seseorang yang berbakat melukis menciptakan karya lukisannya,
seseorang yang berpotensi menyanyi akan mengembangkan bakatnya.
11
karena itu motif pertama sampai ke empat yaitu kebutuhan fisiologis sampai
kebutuhan akan harga diri disebut motif menghilangkan (Deprivation Motivation
atau D-Motives). Ke empat motif tersebut Maslow menggunakan istilah
kebutuhan atau need (physiological needs, safety needs, love and belongingness
needs dan esteem needs).
D. Keberagaman
Para ahli psikologi agama belum sependapat tentang sumber rasa keagamaan
ini. Rudolf Otto misalnya menekankan pada dominasi rasa ketergantungan,
sedangkan Sigmund Freud menekankan libido sexual dan rasa berdosa sebagai
faktor penyebab yang dominan. Yang penting ada suatu pengakuan walaupun
secara samar, bahwa tingkah laku keagamaan seseorang timbul dari adanya
dorongan dari dalam sebagai faktor intern. Dalam perkembangan selanjutnya
perilaku keagamaan itu dipengaruhi pula oleh pengalaman keagamaan, struktur
kepribadian serta unsur kejiwaan lainnya.7 Psikologi modern tampaknya memberi
porsi yang khusus bagi perilaku keagamaan, walaupun pendekatan psikologis
yang digunakan terbatas pada pengalaman empiris. Psikologi agama merupakan
salah-satu bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap peran
agama dalam kehidupan kejiwaan manusia.
Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih menunjukkan betapa
agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat
kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya, Sigmund
7 Budiman, Hikmat, Pembunuhan Yang Selalu Gagal: Modernisme dan Krisis Rasionalitas
Menurut Daniel Bell (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal 76.
12
Freud, yang dikenal sebagai pengembang psikoanalisis mencoba mengungkapkan
hal itu. Agama menurut Freud nampak dalam perilaku manusia sebagai
simbolisasi dari kebencian terhadap ayah yang direfleksikan dalam bentuk rasa
takut kepada Tuhan. Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia
membutuhkan agama dikarenakan rasa ketidakberdayaannya menghadapi
bencana. Dengan demikian segala bentuk sikap dan perilaku keagamaan
merupakan ciptaan manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar dari
bahaya dan dapat memberi rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan
Tuhan dalam pikirannya.8
Sikap dan perilaku keagamaan itu sudah mulai dibentuk sejak anak dilahirkan,
terutama melalui pendidikan keluarga (ibu, bapak, dan anggota keluarga),
dilanjutkan dengan pendidikan sekolah, dan pengaruh lingkungan. Hal ini terus
menerus diterima oleh anak sampai ia menjelang dewasa. Bila seseorang telah
menginjak masa dewasa maka sikap dan perilaku keagamaan ini sudah mapan dan
kuat sehingga susah untuk dirubah, apa lagi menyangkut dengan keyakinan dan
kepercayaan. Ada beberapa ciri khas sikap keagamaan orang dewasa antara lain
adalah:
8 Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam Atas
ProblemProblem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 45
13
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realistis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha
untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan
tanggungjawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dan
sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pemikiran, juga didasarkan
atas pertimbangan hati nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masingmasing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami serta melaksa- nakan ajaran agama yang
diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial
keagamaan sudah berkembang.
Jadi sikap yang sudah lama menetap pada seseorang atau sekelompok orang,
cenderung sulit berubah, meskipun sikapnya itu terbukti keliru. Sebaliknya,
untuk membela sikapnya yang keliru itu, seseorang atau sekelompok orang tak
segan-segan menggunakan cara-cara yang tidak terpuji. Kecenderungan
seperti ini terus berlangsung sepanjang sejarah manusia, dan terjadi pada
semua lapisan masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh penguasa atau
golongan oposisi yang telah memiliki sikap dan perilaku politik tertentu.
BAB III
PENUTUP
14
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
17