Anda di halaman 1dari 15

(MAKALAH)

MASALAH SOSIAL MASYARAKAT: ALKOHOLISME

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi Sosial

Disusun oleh :

Khabib Qhoiril Akbar


NIM 180910301046

Dosen Pengampu

Dr. Hadi Prayitno, M. Kes.


NIP 196106081998021001

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI JEMBER
2019.2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Dengan wujud rasa syukur atas segala karunia dan rezeki yang telah di limpakan Allah
Swt,Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang telah diamanahkan oleh selaku dosen
pembimbing dengan mata kuliah Patologi Sosial dengan lancar dan tanpa mengalami suatu
hambatan. Dan tak lupa pula shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi kita
Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi setiap umat manusia di muka
bumi ini.

Mengenai makalah yang telah saya buat ini, dalam menyelesaikan makalah yang berjudul,
MASALAH SOSIAL MASYARAKAT : ALKOHOLISME.Maka dalam makalah tersebut
saya menjelaskan beberapa hal melalui contoh kasus pada masyarakat mengenai urgensi
pengertian dari alkoholisme, dampak alkoholisme,faktor penyebab alkoholisme.Serta akan
membahas tentang bentuk peran pekerja sosial dalam mengatasi permasalahan yang terjadi
pada masyarakat.Adanya bahasan tersebut guna menjadi sebagai sumber ilmu pengetahuan
mengenai konsep perilaku patologi dalam masyarakat dan sebagai bentuk ranah pekerjaan
sosial.

Oleh karena itu, Sebagai bentuk dukungan dan apresiasi mengenai makalah yang berjudul
MASALAH SOSIAL MASYARAKAT: ALKOHOLISME sangatlah dibutuhkan kritik
dan saran dari pembaca, hal tersebut merupakan hal yang terpenting untuk menunjang
kualitas yang lebih baik dan dapat bermakna untuk orang banyak, atas kritik dan saran yang
akan diberikan kami mengucapkan Terima kasih.

Jember,22 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3

2.1 Contoh Kasus Patologi:ALKOHOLISME..................................................................3

2.2 Analisis........................................................................................................................5

2.2.1 Pengertian Alkoholisme...........................................................................................5

2.2.2 Dampak dan faktor penyebab Alkoholisme...........................................................5

2.2.3 Relevansi Dengan Contoh Kasus...........................................................................7

2.3 Kajian Teori...................................................................................................................8

2.4 Peran Pekerja Sosial dan Penanganan Alkoholisme....................................................10

BAB III PENUTUP...............................................................................................................11

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................11

3.2 Kritik dan Saran .........................................................................................................12

3.3 Daftar Pustaka...........................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia tidak bisa terhindar dengan sebuah jerat kata masalah.Secara
kompleks masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat disebut masalah sosial,yang timbul
dan berkembang pada kehidupan suatu masyarakat itu sendiri.Sedangkan menurut(Soerjono,
1982:318) Masalah sosial adalah masalah yang menyangkut kemasyarakat, baik individu
maupun kelompok. Suatu kejadian yang merupakan masalah sosial belum tentu mendapat
perhatian sepenuhnya dari masyarakat. Sebaliknya, suatu kejadian yang mendapatkan sorotan
masyarakat juga belum tentu merupakan masalah sosial.Menurut (Setiadi dan Kolip
2011:51), “jika di dalam kehidupan sosial antara elemen satu dan elemen lainnya tidak
melaksanakan fungsi dan peranannya sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku,
maka keadaan tersebut disebut dengan ketidakteraturan sosial (patologi sosial). Patologi
sosial sebagai bagian dari kajian objek sosiologi sering disebut dengan masalah sosial”

Masalah sosial berhubungan sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-
lembaga kemasyarakatan. Masalah tersebut bersifat sosial karena memiliki sangkut paut
dengan hubungan antar manusia di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan normatif dan
dinamakan masalah karena hubungannya dengan gejala-gejala yang menganggu
kelanggengan serta kenyamanan dalam masyarakat tersebut.Dengan demikian masalah sosial
menyangkut nilai-nilai sosial dan norma yang menyangkut segi moral. Dikatakan masalah
karena tata kelakuan immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.Masalah
sosial timbul dari kekurangan pemahaman serta pemenuhan dalam diri manusia atau
kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan
kebudayaan. Masalah sosial yang berasal dari faktor ekonomis antara lain adalah kemiskinan,
pengangguran dan sebagainya.yang berasal dari faktor biologis contohnya penyakit
sedangkan yang berasal dari faktor psikologis seperti penyakit syaraf, gangguan jiwa dan
yang berasal dari kebudayaan menyangkut perceraian, kejahatan,kenakalan anak-anak,
konflik rasial,pelanggaran norma masyarakat dan keagamaan. Adapun dibuatnya tugas ini
penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu mengenai permasalahan sosial dari faktor
kebudayaan.Kepincang-kepincangan yang terjadi pada masyarakat tentang Alkoholisme yang
telah merambah dan mengakar menimbulkan dampak negatif bagi individu atau kelompok
yang terlibat dengan masyarakat umum.Sehingga menjadi objek kajian menarik tentang
masalah sosial alkoholisme.

1
1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat memberikan beberapa rumusan


masalahnnya sebagai berikut :
a) Bagaimana contoh kasus alkoholism?

b) Apa yang dimaksud dengan alkoholism sebagai bentuk patologi sosial?

c) Apa saja dampak alkoholism bagi masyarakat?

d) Bagaimana bentuk peranan pekerja sosial dalam pencegahan dan penanganan

alkoholism?

1.2 Tujuan Penulisan


Sejalan dengan rumusan masalah di atas,makalah ini disusun dengan tujuan untuk

mengetahui :

a) Mengetahui contoh kasus alkoholism di masyarakat

b) Mengetahui apa yang dimaksud dengan alkoholism merupakan bagian bentuk

patologi sosial

c) Mengetahui dampak alkoholism bagi masyarakat

d) Mengetahui bentuk peranan pekerja sosial dalam pencegahan dan penanganan

alkoholism

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini bagi penulis ataupun pembaca antara lain
sebagai berikut :
a) Pemenuhan tugas mata kuliah Patologi Sosial
b) Memahami konsep dasar masalah patologi sosial
c) Memahami konsep alkoholism sebagai bentuk patologi masyarakat
d) Memahami ilmu pengetahuan yang dipelajari untuk diimplentasikan di lapang
e) Bagi penulis sebagai wadah untuk mengasah ketrampilan menulis dan
mengiplementasikan pada penyelesaian masalah setting mikro,mezzo atau
makro.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Contoh Kasus Patologi:ALKOHOLISME

Rabu 18 April 2018, 08:12 WIB

Miras Oplosan, Pelarian Warga Akibat Masalah Ekonomi


Aryo Bhawono – detikNews

Jakarta - Tewasnya puluhan orang karena minuman keras (miras) oplosan di Kabupaten
Bandung dan sebagian Jabodetabek menjadi titik hitam peredaran miras ilegal di Indonesia.
Pengamat menilai aturan peredaran minuman keras yang terlampau ketat memicu
meningkatnya peredaran miras oplosan.

Sosiolog Universitas (UI) Indonesia Paulus Wirutomo menyebut tingginya peredaran miras
ilegal ini karena pemerintah menutup rapat keran peredaran miras legal. Sebagian kalangan
masyarakat merasa kesulitan secara finansial untuk membeli miras legal sehingga mereka
mencari barang ilegal.Paulus menyebutkan penenggak miras dapat dikategorikan dari
kebiasaan dan tingkat ekonomi. Secara kebiasaan mereka ada yang sekedar hobi, pecandu,
hingga peminum karena pergaulan. Sedangkan secara tingkat ekonomi, mereka digolongkan
dari tingkat pendapatan, ada yang belum berusia produktif, kelas bawah, kelas menengah,
hingga kelas atas.

Aturan pemerintah saat ini hanya memungkinkan minuman keras untuk diakses oleh kelas
menengah dan kelas atas. Kelas bawah dan kalangan belum produktif tidak dapat mengakses
karena harga yang terlalu mahal. Mereka-pun mendapatkan solusi dengan membeli miras
oplosan.

"Harusnya pemerintah lebih bijaksana dalam mengatur peredaran miras. Peredaran miras
legal tidak bisa dilihat hitam putih, harus ada ruang ada rentetan sosiologis," kata Paulus.

Latar belakang penenggak minuman keras dapat menjadi kajian tersendiri. Menurutnya ada
sebab sosiologis seseorang hingga memutuskan untuk menikmati minuman keras. Biasanya
permasalahan ekonomi dan psikologis menjadi latar belakangnya. Makanya, kata dia,
permasalahan peredaran miras tidak bisa diselesaikan dalam satu waktu dengan pelarangan.

Pelarangan peredaran minuman keras sendiri mengemuka sejak DPR menggulirkan


rancangan UU pelarangan minuman keras pada 2015 lalu tapi belum selesai hingga kini.

3
Peraturan peredaran minuman keras saat ini diatur dalam Perpres No.74 tahun 2013 tentang
pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. Peraturan ini masih memberikan ruang
akses penjualan minuman keras berdasarkan golongan dan minuman keras tradisional yang
diatur oleh kepala daerah untuk kepentingan tradisi dan keagamaan.

Namun peredaran miras kian sempit dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun
2015 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan
Minuman Beralkohol. Peraturan tersebut melarang penjualan miras di gerai minimarket.

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PWNU Jakarta


pernah meneliti perilaku peminum miras di Jakarta pada rentang Februari-Maret 2017.
Sebanyak 71,5 persen penenggak miras cenderung mencari minuman oplosan warung jamu
setelah adanya peraturan menteri perdagangan soal pelarangan penjualan miras di
minimarket.Sedangkan 14,3 persen mencari di toko kelontong dan 7,1 persen membeli
melalui perantara. Parahnya dari seluruh responden yang mereka temui, 65,3 persen
diantaranya masih berada di bawah umur.

Survei Lakpesdam ini melibatkan 327 responden remaja berusia 12-21 tahun. Responden
dipilih secara random bertingkat, pengacakan kecamatan, kelurahan, dan rukun tetangga (RT)
dengan tingkat kepercayaan 94,5 persen dan margin of error 5,2 persen.

Bahaya miras oplosan sendiri sudah memakan korban di beberapa daerah setelah kepala
daerah melakukan pelarangan peredaran miras legal. Data Center For Indonesian for Policy
Studies (CIPS) pada 2016 menunjukkan angka korban miras oplosan meningkat drastis di
daerah pasca pelarangan oleh kepala daerah.

CIPS melakukan riset wawancara pada 2016 atas peredaran miras oplosan di enam kota,
yakni Cirebon, Depok, Malang, Medang, Palembang dan Yogyakarta (termasuk di kabupaten
Sleman dan Bantul). Mereka kebanyakan memilih miras oplosan karena harga miras legal
melonjak hingga dua kali lipat pasca pelarangan miras oleh kepala daerah. Serta hilangnya
terhadap alkohol legal membuat kian maraknya pasar gelap.

Lembaga tersebut juga melakukan riset pemberitaan atas korban jiwa karena miras ilegal.
Kematian akibat miras ilegal meningkat tajam pada rentang 2013-2016 (487 korban jiwa)
dibandingkan rentang 2008-2012 (149 korban jiwa).1

1
Dikutip https://news.detik.com/berita/d-3976941/miras-oplosan-pelarian-warga-akibat-masalah-ekonomi
pada 22/04/2019 Pukul 11.10

4
2.2 Analisis

2.2.1 Pengertian Alkoholisme

Alkoholisme dalam pengertian luas adalah meminum segala bentuk alkohol yang
mengakibatkan suatu masalah (definisi dari Organisasi Kesehatan Dunia).Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, alkoholisme diartikan sebagai gaya hidup membudayakan alkohol
dan hal kecanduan alkohol. Dalam konteks medis, alkoholisme terindikasi saat terpenuhi dua
atau lebih kondisi berikut ini: seseorang meminum sejumlah besar dalam rentang waktu yang
lama, kesulitan untuk membatasi, memperoleh dan meminum alkohol butuh banyak waktu,
sangat menginginkan alkohol, meminum/menggunakan alkohol mengakibatkan tidak
terpenuhi tanggung jawab, meminum/menggunakan alkohol mengakibatkan masalah sosial,
meminum/menggunakan alkohol mengakibatkan masalah kesehatan,meminum/menggunakan
alkohol mengakibatkan situasi yang berbahaya, terjadi sindrom penghentian alkohol, dan
terjadi toleransi alkohol (respon tubuh terhadap alkohol lebih tinggi daripada normal).

Alkoholisme adalah suatu penyakit kronik primer yang dapat dipengaruhi faktor genetik,
psikososial, dan lingkungan dalam perkembangan dan manifestasinya, yang ditandai dengan
kesulitan mengontrol meminum minuman beralkohol, terobsesi untuk minum alkohol, tetap
menggunakan alkohol meskipun telah mengetahui efek negatifnya, dan seringkali menolak
mengakui bahwa dirinya kecanduan alkohol (berdasarkan Jurnal American Medical
Association dan Organisasi Kesehatan Dunia).

Seringkali alkoholisme bersifat progresif (memburuk dari waktu ke waktu) dan berakibat
fatal. Masing-masing gejala dapat berlangsung terus menerus atau hanya periodik.Masalah
alkoholisme dan pemabuk pada kebanyakan masyarakat pada umumnya tidak berkisar
apakah alkohol boleh atau dilarang dipergunakan. Persoalan pokoknya adalah siapa yang
boleh menggunakannya. Umumnya orang awam berpendapat bahwa alkohol merupakan
suatu stimulant, padahal sesungguhnya alkohol merupakan racun protoplasmic yang
mempunyai efek depresan pada sistem syaraf. Akibatnya, seorang pemabuk semakin kurang
kemampuannya untuk mengendalikan diri, baik secara fisik, psikologis maupun sosial.
(Soerjono Soekanto, 1990:418).

2.2.2 Dampak dan Faktor Penyebab Alkoholisme

Minuman beralkohol berdampak bagi kesehatan. Bukan hanya kesehatan fisik tetapi juga
kesehatan psikis.

5
a. Dampak Fisik Menurut Mulyadi (2014) konsumsi campuran minuman keras dan zat lain
menyebabkan efek dari dua substansi yang berpengaruh negatif terhadap tubuh. Miras yang
dicampur minuman berenergi, misalnya, dapat menyebabkan pengguna: 1) mampu meminum
lebih banyak; 2) mengalami efek samping fisik seperti palpitasi jantung, 3) mengkonsumsi
sejumlah besar kafein, yang menyebabkan kecemasan dan serangan panic, 4) mengkonsumsi
gula dan kalori terlalu banyak sehingga menyebabkan kelebihan berat badan dan menambah
risiko diabetes tipe 2, dan 5) meningkatkan kemungkinan masalah kesehatan jangka pendek dan
panjang.

b. Dampak psikologis Efek dari alkohol atau obat lainnya berbeda dari satu orang ke orang
lainnya .Efek tersebut mencerminkan interaksi dari: 1) efek psikologis zat dan, 2) interpretasi
seseorang akan efek tersebut. Kartono (2002) berpendapat bahwa penggunaan alkohol secara
berlebih-lebihan akan menyebabkan timbulnya gangguan psikis sebagai berikut: 1) Kehilangan
kontrol diri, sebagai gejala pertama pada seseorang alkoholis 2) Alkoholisme: yaitu kecanduan
pada alkohol. Alkohol dalam jumlah kecil dan tepat, memberikan dan mempertinggi rasa
senang-enak. Orang yang terbiasa minum alkohol itu sukar sekali untuk tidak minum alkohol.
Selanjutnya akan diperlukan dosis yang lebih tinggi setiap kalinya, untuk mendapatkan efek
“menyenangkan” yang diinginkan. Apabila seseorang harus berhenti minum, dia akan diliputi
perasaan kecemasan, kegelisahan, ketegangan dan rasa ketagihan pada alkohol (minum-
minuman dengan kadar alkohol tinggi) sesudah orang terbiasa meminumnya setiap hari.3)
Mabuk: motoriknya tidak terkuasai, tanpa koordinasi, orang menjadi bingung dan tidak sadarkan
diri. 4) Delirium tremens (mabuk dan mengigau), pikiran seperti tidak waras, naik pitam.
Kondisi delirium sering disertai delusidelusi, ilusi-ilusi dan halusinasihalusinasi. 5) Korsakov
alkoholik: terdapat kompleks gejala amnetis, lalu pasien suka meracau dan berbicara tanpa arti.
6) Perubahan struktur kepribadian dan bergersernya watak sehingga terjadi psikosa alkoholik
yang kita temui pada peminum alkohol kelas berat.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa


mengkonsumsi minuman beralkohol berdampak negative bagi kesehatan fisik maupun
psikologis. Dampak fisik dari mengkonsumsi minuman beralkohol di antaranya adalah
mengalami kerusakan organ dalam tubuh, mual, pusing, dan gangguan fungsi fisiologis lainnya.
Sedangkan gangguan psiklogis dari mengkonsumsi minuman beralkohol adalah gangguan
kecemasan, menjadi kecanduan, dan ketergantungan terhadap alkohol.

6
Sedangkan,Penyebab Alkoholisme tidak seperti kebanyakan gangguan mental lainnya,
alkoholisme tidak memiliki satu penyebab dan tidak diturunkan dari generasi ke generasi di
keluarga. Namun, kecanduan alkohol adalah hasil dari gabungan kompleks faktor genetik,
psikologis, dan lingkungan.Adapun Faktor-faktor penyebab alkoholisme menurut Kaplan dan
Sadock antara lain:

• Kelas sosioekonomi yang tinggi, karena orang akan cenderung mudah dalam mendapatkan jenis
minuman dengan kadar alkohol tinggi.

• Individu mengkonsumsi alkohol untuk menghilangkan atau menghindar dari kecemasan dan
stress.

• Lingkungan sosial dan budaya yang membiasakan atau mempengaruhi individu untuk
mengkonsumsi alkohol

• Kebiasaan dalam keluarga dan Faktor Genetik

2.2.3 Relevansi Dengan Contoh Kasus

Dalam sebuah konsep patologi sosial menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara unsur-
unsur kebudayaan masyarakat serta masyarakat merasakan dampak dari masalah tersebut. Pada
dasarnya masalah sosial berkaitan dengan nilai dan norma sosial dilingkungan masyarakat.Maka
dari itu salah satu contoh kasus diatas yang dapat diangkat dari bentuk patologi sosial tersebut
ialah Alkoholisme (alcoholism). Alkoholisme sudah menjadi suatu gaya hidup dan kebiasaan
banyak orang dan sudah beredar di masyarakat secara luas. Alkohol selama ini masih diyakini
sebagai suatu minuman yang tidak berbahaya dan menimbulkan efek yang menyenangkan.
Konsumsi tidak terkontrol telah menimbulkan masalah pada masyarakat. Orang yang
mengkonsumsi alkohol banyak yang beranggapan alkohol dapat menghilangkan atau
menghindarkan mereka dari stress, sehingga orang terus menerus mengkonsumsi alkohol hingga
berakibat pada kecanduan.

Apa sebenarnya yang menyebabkan seseorang terus menerus mengonsumsi alkohol.


Alkoholisme (alcoholism) adalah sebuatan bagi penyalahgunaan alkohol sehingga menyebabkan
ketergantungan alkohol yang ditandai dengan keadaan atau kondisi seseorang yang minuman
alkohol secara berlebihan sehingga menyebabkan ketidakmampuan untuk memutuskan dan
menghentikan atau berhenti minum.

7
Masalah sosial alkoholisme dan pemabuk pada kebanyakan masyarakat pada umumnya tidak
berkisaran pada apakah alkohol boleh atau dilarang dipergunakan.Persoalan pokoknya adalah
siapa yang boleh menggunakan,dimana,kapan,dan dalam kondisi yang bagaimana alkohol itu
boleh dipergunakan.Umumnya alkoholisme ini dianggap sebagai sebuah masalah disaat
peminum alkohol menggangu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.Tentunya bukan hanya
sebatas itu banyak aspek yang dipandang masyarakat tentang alkoholisme ini tidak semata
tentang kecanduaan atas pola konsumsi alkohol yang terus menerus.Pandangan masyarakat
seperti mengkonsumsi alkohol didepan umum juga sebuah bentuk penyimpangan dan melanggar
norma-norma dalam masyarakat tertentu.Sebuah hal yang menjadi keresahan jika sebuah hal
yang dianggap menyimpang dan sepakat bahwa hal tersebuat menjadi larangan dan tata aturan
dalam sebuah masyarakat malah menjadi sebuah kebiasaan bagi segelintir orang.

2.3 Kajian Teori

Berbagai sudut pandang penilaian terhadap masalah sosial alkoholisme ini mulai dari
masyarakat umum yang menytakan bahwa ini sebuah penyimpangan bahkan sebalikanya
seglintir orang menganggap biasa-biasa sajat.Tentu tidak terlepas dari beberapa teori yang dapat
dikaitkan sebab masalah sosial seperti alkoholisme ini masih menjamur dan membabi buta
dikalangan masyarakat.

Teori Interaksi Simbolis,Teori ini mengemukakan bahwa setiap orang bertindak berdasarkan
makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi tertentu. Herbert Blumer dan George Herbert
Mead adalah yang pertama-tama mendefinisikan teori symbolic interactionism.Dalam sebuah
buku bertajuk Mind, Self, and Society (1937) oleh Herbert Blumer atas dasar pemikiran George
Herbert Mead mengenalkan istilah teori interaksi simbolik.Blumer mengutarakan tentang tiga
prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language),
dan pikiran (thought). Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan
sosialisasinya kepada ‘komunitas’ yang lebih besar, masyarakat Ada dua paham dalam teori ini
yang mengkaji tentang masalah sosial.

Teori pertama adalah teori pelabelan (labelling theory). Menurut teori pelabelan, sebuah
kondisi sosial di dalam masyarakat dikatakan bermasalah karena kondisi tersebut sudah
dianggap sebagai suatu masalah.Contohnya dalam masalah sosial Alkoholisme ini dalam sudut
pandang masyarkat luas memberikan penilaian terhadap pemabuk (peminum alkohol)
merupakan hal yang harus dihujat dan dihindari dari lingkungan sosial tanpa memikirkan

8
bagaimana kehidupannya dan fungsi sosialnya.Anggapan masyarakat bila individu atau
kelompok yang telah melakukan kesalahan melanggar nilai-nilai kesopanan dan norma pada
masyarakat akan menjadi sebuah ingatan dan pandangan masyarakat berujung pada label
penilaian terhadap individu atau kelompok.Meskipun pelanggaran atau penyimpangan yang
dilakukan hanya pertama kali sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat sudah dapat
menjadi label penilaian yang buruk. Perspektif labeling seperti ini menyatakan penyebab
perilaku menyimpang adalah karena individu atau kelompok dicap menyimpang dan yang
bersangkutan bereaksi terhadap cap tersebut.Berreaksi yang dimaksudkan tidak menutup
kemungkinan ketika individu atau kelompok dicap menyimpang karena pecandu alkohol akan
semakin terjebak dalam zona nyamannya sebagai pecandu alkohol.Lingkungan masyarkat sudah
memberikan penilaian yang buruk maka tidak ada aspek pendorong untuk berubah bagi
individu atau kelompok dicap menyimpang tersebut.

Teori kedua adalah teori konstruksionisme sosial. Konstruksionisme Sosial ( Social


Constructionisme) merupakan varian dari perspektif labeling, yg dikembangkan oleh Malcom
Spector dan John I.Kitsuse thn 1970.Berdasarkan teori konstruksionisme sosial, masalah sosial
merupakan hasil konstruksi manusia, yang disebabkan oleh interaksi intens individu dengan
orang-orang yang mendefinisikan hal-hal menyimpang sebagai suatu hal yang biasa atau bahkan
positif.Dalam kasus Alkoholisme ini pola interkasilah yang menjadi faktor utama.Ketika
individu atau kelompok yang hidup dan berintraksi secra terus menerus dengan orang-orang
yang beranggapan bahwa secara sadar minum alkohol dan menjadi seorang pecandu adalah
masalah sosial.Tetapi secara tidak langsung tidak memperdulikan anggapan tersebut dalam
perspektif konstruktivisme memberikan penjelasan bahwa individu mengintepretasikan dan
mengaktualisasikan konsep dalam tindakan tidak begitu saja terjadi. Akan tetapi, hal itu lahir
melalui proses penyaringan dari cara berpikir seseorang mengenai sebuah kejadian. Perspektif
ini lahir dari pemikiran Jesse Delia dan koleganya dan kemudian dikembangkan oleh George
Kelly. (Littlejohn, 2005 : 112-113).Dapat disimpulkan pelaku alkoholisme memiliki sudut
pandang berbeda dengan masyarakat umum seperti alkohol merupakan sebuah pelarian
masalah.Meskipun alasan apapun dalam premis masyarakat hal tersebut dianggap
penyimpangan dan merupakan sebuah masalah.

9
2.4 Peran Pekerja Sosial dan Penanganan Alkoholisme

Pola tingkah laku yang menjadi masalah-masalah sosial karena tingkah laku-tingkah laku
itu cukup merugikan masyarakat dan lembaga-lembaganya, sebagai contoh orang yang
alkoholisme angka pertambahan bolos kerja lebih tinggi di banding dengan para pekerja
yang tidak kecanduan alkohol sehingga menurunkan efisiensi kerja, dapat menimbulkan
perpecahan keluarga atau penceraian, kecelakaan-kecelakaan kendaraan bermotor, secara
fakta pemakai atau pencandu alkohol di pandang sebagai masalah sosial yang perlu ditangani
serius.

Masalah sosial yang diuraikan diatas, menyangkut pola-pola tingkah laku yang mengancam
masyarakat berbagai macam bentuk dan jenisnya, dari waktu ke waktu, dari tempat ke
tempat. Apa yang di rumuskan sebagai suatu masalah sosial yang serius pada suatu masa,
bisa jadi tidak ditetapkan pada masa yang lain. Apa yang menjadi ancaman bagi masyarakat,
mungkin tidak demikian dipadang oleh anggota masyarakat yang lain. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka perlu adanya intervensi pekerja sosial, yang bertujuan untuk
mencegah, mengatasi permasalahan dampak sosial yang di timbulkan keberadaan tempat
hiburan malam di tengah masyarakat. Proses pertolongan yang di lakukan oleh pekerja sosial
adaklah membantu memperoleh keseimbangan dan kemampuan mereka menghadapi
permasalahan serta cara mengatasi dengan mengembangkan sumber-sumber yang belum di
gunakan serta ketegangan dapat di redakan. Soetarso (1992:5) mengemukakan tujuan
pekerja sosial adalah :

1. Meningkatkan kemampuan orang untuk menghadapi tugas-tugas kehidupan dan


kemampuan memecahkan masalah-masalah yang di hadapi.
2. Meningkatkan kemampuan pelaksanaan system tersebut secara efektif dan
berperikemanusiaan.
3. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, perkembangan kebijakan serta
perundang-undangan sosial.

Berdasarkan penjelasan diatas, salah satu tujuan pekerja sosial adalah memberikan
sumbangan bagi perubahan, perbaikan dan perkembangan kebijakan serta perundang-
undangan sosial. Untuk mewujudkan hal ini adalah di perlukan kerjasama antara pekerja
sosial selaku pemberi pelayanan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat
dengan pemerintah, penegak hukum untuk memberi masukan kepada para aparat kelurahan
sampai tingkat rumah tangga untuk membuat dan pelaksaanaan peraturan yang berlaku di
masyarakat setempat.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Alkoholisme sudah menjadi suatu gaya hidup dan kebiasaan banyak orang dan sudah
beredar di masyarakat secara luas. Alkohol selama ini masih diyakini sebagai suatu minuman
yang tidak berbahaya dan menimbulkan efek yang menyenangkan. Konsumsi tidak terkontrol
telah menimbulkan masalah pada masyarakat. Orang yang mengkonsumsi alkohol banyak
yang beranggapan alkohol dapat menghilangkan atau menghindarkan mereka dari stress,
sehingga orang terus menerus mengkonsumsi alkohol hingga berakibat pada kecanduan. Apa
sebenarnya yang menyebabkan seseorang terus menerus mengonsumsi alkohol. Alkoholisme
(alcoholism) adalah penyalahgunaan alkohol sehingga menyebabkan ketergantungan alkohol
yang ditandai dengan keadaan atau kondisi seseorang yang minuman alkohol secara
berlebihan sehingga menyebabkan ketidakmampuan untuk memutuskan dan menghentikan
atau berhenti minum.Perilaku sakit yang terjadi pada masyarakat seperti ini menjadi kondisi
patologis bagi masyarakat pecandu alkohol.

Melalui pekerja sosial yang profesional diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah
sosial alkoholisme yang seolah tidak ada habisnya.Bahkan muncul korban jiwa setiap
bulannya karena ketidak sadaran masyarakat terhadap masalah sosial semacam ini. Apabila
upaya penyelesaian masalah sosial alkoholisme dilaksanakan dengan pendekatan sistem dan
secara manajemen, maka adanya Undang-undang pokok tentang alkoholisme adalah relevan,
karena melalui pengaturan hukumlah administrasi pelaksanaan yang mengkaitkan dan
mengerahkan manusia dalam organisasi, daya, dana dan sarana bisa berjalan dengan baik
dengan dibantu pekerja sosial dalam memberikan edukasi dan pengawasan kepada
masyarakat yang terdampaka alkoholisme. Mengingat sifat konsepsional terpadu, maka perlu
juga dikontribusikan aspek-aspek ilmu pengetahuan lain dalam pola antardisiplin yang
komplementer yang dimiliki pekerja sosial. Selain itu langkah advokasi tentang kebijakan-
kebijakan seperti tingkatkan harga jual minuman beralkohol,mendukung program swadaya
pengawasan dari masyarakat.Hal kecil seperti itu terkadang luput dari pengawasan
pemerintah dalam menaggulangi permasalahan sosial yang semakin kompleks ini. Melihat
kenyataan kompleksnya masalah alkoholisme memerlukan penanggulangan konsepsional
terpadu,maka dibutuhkan wadah khusus menyelesaikan masalah alkoholisme di Indonesia

11
3.2 Kritik dan Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang
lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung jawabkan.Dalam makalah diatas dibutuhkan
kritik dan masukan untuk menambah wawasan penulisan atau dalam hal materi yang dibahas.

Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan pedoman ataupun refrensi bacaan bagi pekerja
sosial dalam memahami konsep patologi sosial alkoholisme dan penulis berharap semakin
berkembangnya pekerja sosial di Indonesia sehingga tidak di anggap sebagai bidang profesi
yang jarang didengar oleh masyarakat secara umum dan mampu memberikan kotribusi
pemecahan masalah alkholisme secara konkret .

3.3 Daftar Pustaka

Burlian,Paisol.2016.Patologi Sosial.Jakarta:Bumi Aksara.

Soetomo.2013.Masalah Sosial dan Upaya Penyelesaian.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi Penyimpangan. Jakarta:Rajawali Pers.

Fahrudin ,Adi.2012.Pengantar Kesejahteraan Sosial.Bandung:Reflika Aditama

Soekanto,Soerjono.2009.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Rajawali Pers.

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip, 2010.Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.Jakarta:Kencana Prenada Media


Group

Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss.2009. Teori Komunikasi, edisi 9. Jakarta: Salemba
Humanika

George Mead.1934.Mind, Self and Society. Chicago: University of Chicago Press

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders Fifth Edition. United States of America: America Psychiatric Publishing.

US Departement of Health and Human Services. 2014. Health, United States, 2014.
Washington DC :National Center for Health Statistics

Contoh Kasus Dikutip https://news.detik.com/berita/d-3976941/miras-oplosan-pelarian-


warga-akibat-masalah-ekonomi pada 22/04/2019 Pukul 11.10

12

Anda mungkin juga menyukai