PENDAHULUAN
Tulisan ini membahas secara umum tentang advokasi sosial khususnya advokasi
pekerjaan sosial. Pembahasan lebih bersifat teoritik.. Karena sifat pembahasannya yang
umum maka tulisan ini tidak merinci secara detail bagaimana praktek advokasi itu
dijalankan. Berdasarkan sejarah pekerjaan sosial, para sarjana dan praktisi seringkali
berdebat mempersoalkan saling keterkaitan pekerjaan sosial dan advokasi (Schneider,
2001). Beberapa diantaranya meyakini dua terma ini secara virtual adalah sinonim (lihat
Addams, 1912; Devine, 1910a, b; 1911a, b, c; Ehrenreich, 1985; Ezell, 1994; Fisher,
1935; Khan, 1991; Lee, 1935; Leighninger, 1987; Maslen, 1944; Mayo, 1944; Ness,
1936; Patten, 1907; Richmond, 1907; Spano, 1982), sementara yang lainnya percaya
bahwa advokasi mulai muncul sejak atau setelah tahun 1960an (Brager, 1967; Craigen,
1972; Dane, 1985; Gilbert & Specht, 1976; Grosser, 1965; Kutchins & Kutchins, 1978;
Panitch, 1974; Reid, 1977; Richan, 1973; Riley, 1971; Ross, 1977a). Namun faktanya,
Wolfensberger (1977) menyatakan bahwa terma advokasi dalam pelayanan manusia baru
muncul dalam tahun 1970an.
Dalam pekerjaan sosial, terma advokasi dapat ditelusuri dari sejarah pekerjaan sosial tu
sendiri. Pekerjaan sosial wujud untuk membantu individu, kelompok dan orang yang
tidak mampu agar dapat membantu diri mereka sendiri. Jika ditelusuri pekerjaan sosial
berasal dari falsafah, nilai dan praktek Judeo-Christian yang kemudian fenomena
mengalami evolusi yang berakar dari falsafah sosial dan nilai etika untuk memberikan
perlindungan dan bantuan kepada individu agar dapat berubah. Disinilah sebenarnya
berasal terma advokasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pekerjaan sosial
(Schneider, 2001).
Schneider (2001) mengatakan bahwa definisi terbaru mengenai advokasi harus terdiri
dari beberapa kreteria yaitu; kejelasan (clarity), dapat diukur (measurable), pembatasan
(limted), berorientasi tindakan (action-oriented), fokus kepada aktivitas bukan peranan
atau hasil advokasi (focus on activity, not roles or outcomes of advocacy) dan bersifat
komprehensif (comprehensive). Berdasarkan hal itu, Schneider (2001) mendefinisikan
advokasi pekerjaan sosial sebagai ‘the exclusive and mutual representation of a clients(s)
or a cause in a forum, attempting to systematically influence decision making in an unjust
or unresponsive system(s).
Berdasarkan definisi di atas maka dapat dijelaskan bahwa advokasi pekerjaan sosial itu
terdiri dari beberapa komponen yaitu:
1. Ekslusif (exclusive)
Terma ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara klien dan advokat yang
menunjukkan hubungan tersebut hubungan tunggal, unik, terfokus kepada klien,
tanggungjawab utama kepada klien, dan berpusatkan kepada kebutuhan manusia.
TUJUAN ADVOKASI
Pada dasarnya tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan, program atau
kedudukan (stance) dari sebuah pemerintahan, institusi atau organisasi. Advokasi pada
hakeatnya adalah apa yang ingin kita rubah, siapa yang akan melakukan perubahan
tersebut, seberapa besar dan kapan perubahan itu bermula. Meskipun tiada jangka waktu
yang absolut untuk mencapai tujuan advokasi, namun umumnya kegiatan pencapaian
tujuan advokasi berlangsung antara 1 – 3 tahun. Tujuan advokasi semestinya dapat diukur
dan bersifat spesifik. Tujuan advokasi juga haruslah merupakan langkah peningkatan
yang realistis ke arah tujuan yang lebih luas atau menuju suatu visi tertentu. Menurut
Zastrow (1999) advokasi adalah menolong klien atau sekelompok klien untuk mencapai
layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem pelayanan, dan
membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan.
Selain mengetahui karakteristik praktek advokasi pekerjaan sosial, patut juga disadari
bahwa seorang pekerja sosial kerapkali mengahadapi kendala untuk melakukan praktek
advokasi. Kendala-kendala tersebut antara lain: (1) sejarah dan isu profesionalisme
pekerjaan sosial, (2) ketiadaan standard dan norma profesional, (3) masalah managerial,
(4) tempat bekerja, (5) persepsi advokasi sebagai konfrontasi, (6) tidak memahami
kebutuhan klien, (7) ketakutan kehilangan status, (8) ketiadaan pendidikan atau pelatihan
khusus, (9) strategi intervensi yang tidak popular, (10) ketidakmengertian mengenai
bentuk advokasi
KESIMPULAN
Terma advokasi dalam pekerjaan sosial telah lama ada, namun praktek advokasi dalam
pelayanan manusia khususnya dalam profesi pekerjaan sosial relative baru muncul pada
decade 1970an. Tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan, kedudukan atau
program dari sebuah institusi. Ada beberapa jenis advokasi yaitu advokasi klien, advokasi
masyarakat, advokasi legislatif, dan advokasi administratif. Suatu advokasi mengandung
unsur-unsur pokok yaitu tujuan advokasi, data, sasaran advokasi, pesan advokasi,
pelaksanaan advokasi, evaluasi dan fundraising untuk menunjang kegiatan advokasi.
Advokasi merupakan kegiatan yang dinamis yang terdiri dari kegiatan identifikasi
masalah, merumuskan solusi, membangun kemauan politik, melaksanakan kebijakan,
dan evaluasi kebijakan.