Anda di halaman 1dari 25

ADVOKASI SOSIAL

A. KOMPETENSI DASAR:
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta mampu memahami advokasi sosial

B. INDIKATOR KEBERHASILAN :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan pengertian advokasi sosial
2. Menerangkan tujuan advokasi sosial
3. Membedakan prinsip-prinsip dalam advokasi sosial
4. Membedakan jenis-jenis advokasi sosial
5. Menjelaskan strategi dan taktik advokasi sosial
6. Menerangkan tahapan advokasi sosial
7. Mengupas peranan-peranan pekerja sosial
8. Menerangkan indikator advokasi sosial
9. Menjelaskan nilai-nilai dalam advokasi sosial

C. POKOK BAHASAN:
1. Pengertian advokasi sosial
2. Tujuan advokasi sosial
3. Prinsip-prinsip dalam advokasi sosial
4. Jenis-jenis advokasi sosial
5. Strategi dan taktik advokasi sosial
6. Tahapan advokasi sosial
7. Peranan-peranan pekerja sosial
8. Indikator advokasi sosial
9. Nilai-nilai dalam advokasi sosial

1
D. MATERI PEMBELAJARAN :
1. Pengantar
Advokasi sosial merupakan salah satu tindakan yang dilakukan dalam
profesi pekerjaan sosial. Keberadaannya sudah cukup lama lebih dari 100 tahun
(Gibelman, 1999), seperti halnya keadilan sosial (Social Justice) dan perbaikan sosial
(Social Reform). Namun keeksisannya belum terlihat, yang terjadi bahwa advokasi
sosial hampir disamakan dengan peran-peran dalam pekerjaan sosial seperti broker,
fasilitator, pengorganisasian masyarakat dan lain-lain, tanpa adanya kejelasan dan
karakteristik khusus diantara sejumlah peran tersebut.
Konsekuensinya, terjadi ambivalensi antara advokasi sosial dengan peran-
peran pekerjaan sosial. Hal ini disebabkan kurangnya komitmen untuk memahami
secara mendalam dari para profesional itu sendiri, sehingga tidak seorang pun
mengetahui apa itu advokasi sosial, serta pengetahuan dan keterampilan apa yang
sebenarnya diperlukan. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ezell (1994), Pawlak
dan Flynn (1990), yang setuju dengan apa yang disampaikan oleh McGowan (1987)
bahwa “Kita mengetahui sedikit tentang tingkatan dan keberadaan advokasi pada
pekerjaan sosial.”
Hal ini cukup mengejutkan kita, karena perkembangan advokasi sosial yang
sudah lama, namun kurang dikenal di kalangan pekerjaan sosial. Dengan demikian
solusinya adalah perlu disampaikan tentang muatan-muatan pokok advokasi sosial
(apa, mengapa, kapan, dan bagaimana melaksanakannya) kepada kelompok sasaran
yaitu potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS).

2. Pengertian Advokasi
Istilah advokasi sangat lekat dengan profesi hukum yang berarti pembelaan.
Advokasi menurut bahasa Belanda yaitu advocaat atau advocateur artinya pengacara
atau pembelaan di pengadilan. Sedangkan dalam bahasa Inggris menurut
Topatimasang, et al, (2000:7) yaitu to depend (membela), to promote
(mengemukakan atau memajukan) , to create (menciptakan) dan to change
2
(melakukan perubahan). Jadi dalam bahasa Inggris advokat lebih luas bukan hanya
membela saja namun sampai pada proses perubahan.
Di bawah ini beberapa pengertian tentang advokasi, sebagai berikut:
a. Suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atau
program dari segala tipe institusi.
b. Kegiatan mengajukan, mempertahankan atau merekomendasikan suatu gagasan
di hadapan orang lain
c. Kegiatan berbicara, menarik perhatian masyarakat tentang suatu masalah, dan
mengarahkan pengambil keputusan mencari solusi.
d. Kegiatan memasukkan suatu problem ke dalam agenda, mencarikan solusi
mengenai problem tersebut dan membangun dukungan untuk bertindak
menangani problem mau pun solusinya.
e. Sebagai upaya yang bertujuan untuk mengubah suatu organisasi secara internal
atau mengubah seluruh sistem
f. Berbagai aktivitas jangka-pendek yang spesifik untuk mencapai pandangan
tentang perubahan jangka panjang.
g. Berbagai macam strategi yang diarahkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pada tingkat organisasi, lokal, provinsi, nasional dan internasional.
h. Menggunakan strategi meliputi mengadakan lobi, pemasaran kepada masyarakat,
memberikan informasi, pendidikan dan komunikasi (IEC = Information,
Education and Communication), membentuk organisasi masyarakat, atau
berbagai macam “taktik” lain.
i. Proses keikutsertaan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.

Merujuk pada makna advokasi tersebut diatas, dalam pekerjaan sosial,


advokasi diarahkan pada aras sosial, sehingga istilah yang digunakan advokasi sosial.
Adapun advokasi sosial adalah sebagai kegiatan menolong Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS) atau sekelompok PPKS untuk mencapai layanan
3
tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem layanan, dan
membantu memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang
membutuhkan (Zastrow, 2000). Terlihat bahwa kekhasan advokasi sosial dalam
pekerjaan sosial, bahwa pekerja sosial yang melakukan advokasi menjadi partisipan
berarti bersifat tidak netral yang keahliannya secara eksklusif dimanfaatkan untuk
melayani PPKS.

3. Tujuan Advokasi Sosial


Advokasi Sosial dilakukan manakala melihat suatu kondisi yang tidak
menunjukkan keberpihakan pada orang yang bermasalah dalam mengakses pelayanan
sosial. Advokasi sosial dilakukan oleh pekerja sosial untuk membela kepentingan
PPKS jika lembaga pelayanan yang ada tidak tertarik, tidak mau, atau bahkan
memusuhi mereka. Tujuannya bukan untuk menghakimi, mencela atau melecehkan
sistem yang ada, tetapi untuk mengubah suatu lembaga atau suatu sistem baik
program maupun kebijakannya agar responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan PPKS.
Tujuan advokasi sosial bermaksud untuk mengubah kebijakan, program atau
kedudukan dari pemerintah, institusi atau organisasi. Lebih fokusnya, tujuan advokasi
sosial adalah apa yang ingin kita ubah, siapa yang akan melakukan perubahan itu,
seberapa banyak, dan kapan. Menurut Zastrow (1999) advokasi sosial adalah
menolong PPKS atau sekelompok PPKS untuk mencapai layanan tertentu ketika
PPKS (individu atau kelompok) ditolak suatu lembaga atau sistem pelayanan, dan
membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang
membutuhkan. Pada umumnya kerangka waktu untuk suatu pencapaian tujuan
advokasi sosial adalah 1-3 tahun.

4. Jenis-Jenis Advokasi Sosial


Jenis advokasi sosial menurut Sheafor, Horejsi dan Horejsi,
(2000); DuBois dan Miley, (2005); dan Suharto (2006), terbagi 2, meliputi:

4
a. Advokasi kasus:
Kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu PPKS agar
mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya.
Alasannya terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga,
dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap PPKS dan PPKS sendiri tidak
mampu merespon situasi tersebut dengan baik.
b. Advokasi kelas
Diarahkan pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau
memperoleh kesempatan-kesempatan.

Oleh karena fokus dalam advokasi sosial untuk mempengaruhi atau melakukan
perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun
nasional. Sedangkan menurut Scheneider bahwa tedapat empat jenis advokasi sosial
dalam pekerjaan sosial, yaitu:
a. Advokasi klien (Client advocacy)
Tujuan akhirnya adalah menunjukkan kepada PPKS (keluarga) bagaimana
berjuang memenangkan “perang”nya terhadap suatu lembaga atau sistem.
b. Advokasi masyarakat (Cause advocacy)
Advokasi pekerjaan sosial pada dasarnya untuk membantu PPKS individu dan
keluarga dalam memperoleh pelayanan. Namun, apabila tedapat masalah yang
mempengaruhi kelompok yang lebih besar, maka pekerja sosial dapat
menggunakan jenis advokasi ini.
c. Advokasi legislative (Legislative advocacy)
Advokasi legislatif dilakukan untuk mempengaruhi proses pembuatan suatu
undang-undang.

5
d. Advokasi administratif (Administrative advocacy)
Advokasi administratif memiliki tujuan untuk memperbaiki atau mengoreksi
keluhan-keluhan dan masalah-masalah administratif yang dapat dilakukan
melalui lembaga
Pekerja sosial sebagai advokat harus kompeten menggunakan jenis-jenis
advokasi tersebut, dapat memilih salah satu atau kombinasi keempatnya, sesuai
dengan situasi PPKS. Perlu diingat, advokasi hanya akan efektif bila pekerja sosial
memahami dan menguasai kebijakan dan prosedur lembaga atau sistem yang sedang
dipertanyakan. Selain itu, pekerja sosial juga harus memahami Hak Asasi Manusia,
hak anak, hak perempuan sehingga dapat menyajikan masalah atau isu secara tepat.

5. Prinsip-Prinsip Advokasi Sosial


Beberapa prinsip dalam melakukan advokasi sosial, menurut Suharto (2006),
meliputi:
a. Realistis
Advokasi yang berhasil bersandar pada isu dan agenda yang spesifik, jelas dan
terukur. Karena kita tidak mungkin melakukan segala hal, kita harus menyeleksi
pilihan-pilihan dan membuat keputusan prioritas. Pilihlah isu dan agenda yang
realistis dan karenanya dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu. Jangan buang
tenaga dan waktu kita dengan pilihan yang tidak mungkin dicapai. Gagas
kemenangan-kemenangan kecil namun konsisten. Sekecil apapun, keberhasilan
senantiasa memberi motivasi.
b. Sistematis
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, artinya jika kita gagal
merencanakan, maka itu berarti kita sedang merencanakan kegagalan. Proses
advokasi dapat dimulai dengan memilih dan mendefinisikan isu strategis,
membangun opini dan mendukungnya dengan fakta, memahami sitem kebijakan
publik, membangun koalisi, merancang sasaran dan taktik, mempengaruhi

6
pembuat kebijakan, dan memantau serta menilai gerakan atau program yang
dilakukan.
c. Taktis
Pekerja sosial harus membangun koalisi atau aliansi dan sekutu dengan pihak
lain. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya.
Sekutu terdiri dari sekutu dekat dan sekutu jauh. Sekutu dekat biasanya
dinamakan lingkar ini, yaitu kumpulan orang atau organisasi yang menjadi
penggagas, pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama seluruh kegiatan
advokasi. Sekutu jauh dalah pihak-pihak lain yang mendukung kita namun tidak
terlihat dalam gerakan advokasi secara langsung.
d. Strategis
Advokasi melibatkan kekuasaan dalam prosesnya. Sangat penting untuk
mempelajari diri kita, lembaga dan anggotanya untuk mengetahui jenis
kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan pada intinya menyangkut kemampuan untuk
mempengaruhi dan membuat orang berperilaku seperti yang kita harapkan. Kita
tidak mungkin memiliki semua kekuasaan seperti yang diinginkan, akan tetapi
tidak perlu meremehkan kekuasaan yang kita miliki. Sadari bahwa advokasi
dapat membuat perbedaan. Kita dapat melakukan perubahan-perubahan dalam
hukum, kebijakan dan program yang bermanfaat bagi masyarakat. Melakukan
perubahan tidaklah mudah, tetapi bukanlah hal yang mustahil yang terpenting
adalah kita bisa memetakan dan mengidentifikasi kekuatan kita dan kekuatan
lawan atau pihak oposisi secara strategis.
e. Berani
Advokasi menyentuh perubahan dan rekayasa sosial secara bertahap. Jangan
tergesa-gesa dan tidak perlu menakut-nakuti pihak lawan, tetapi tidak perlu juga
menjadi penakut. Jadikan isu dan strategi yang telah dilakukan sebagai motor
gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.

7
Prinsip-prinsip lainnya yang perlu diperhatikan dalam melakukan advokasi
sosial, diantaranya:
a. Pemenuhan kebutuhan dasar, adanya suatu jaminan bahwa setiap pemerlu
pelayanan kesejahteraan sosial harus terpenuhi kebutuhan dasarnya di manapun
permasalahan tersebut terjadi.
b. Keberlangsungan hidup, adanya suatu jaminan bahwa setiap pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial akan terjamin keberlangsungan hidupnya.
c. Non-diskriminatif, adanya jaminan bahwa pelayanan yang diberikan tidak
membeda-bedakan latar belakang pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial baik :
suku, agama, etnis, ras, dan lain-lain.
d. Kejujuran, ada perhatian yang jujur untuk membela dan memperjuangkan hak
dan kepentingan para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
e. Gigih/Aponturir , yaitu suatu sikap membela secara sungguh-sungguh, tanpa
pamrih, bagi pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
f. Ketuntasan, maksudnya bahwa setiap kasus yang ditangani mulai sejak awal
harus selesai.
g. Independensi, bahwa setiap tugas advokasi sosial yang dijalankan harus bebas
dari segala kepentingan.
h. Akuntabel, artinya bahwa setiap tindakan advokasi sosial yang dilakukan harus
dapat dipertanggungjawabkan. Cepat dan tepat, artinya bahwa advokasi yang
diberikan harus tepat sasaran, tepat waktu, tepat kebutuhan dan tempat.
i. Kerjasama, bahwa setiap advokasi yang dilakukan harus diwujudkan melalui
kerjasama dengan pihak terkait.

6. Strategi dan Taktik Advokasi Sosial


Advokasi sosial yang efektif harus melalui pemilihan strategi dan taktik
yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Setelah memutuskan apa yang menjadi
isunya dengan mempelajari fakta yang ada, seorang advokasi sosial harus
menentukan bagaimana mereka bisa mewujudkan apa yang mereka rencanakan.
8
Dalam melakukan advokasi sosial baik terhadap individu maupun kelompok, para
advokator harus memutuskan bagaimana membujuk sasaran yang akan di advokasi
untuk mengubah pemikiran mereka, untuk mendukung dan memodifikasi kebijakan
legislatif; atau untuk membuat peraturan alternatif di masyarakat. Bahkan, para
advokator sosial dan yang di advokasi ini harus menyetujui apa tindakan yang akan
mereka ambil dan bagaimana mereka menghadapi kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya saat mengubah perilaku, nilai, sikap atau keberpihakan mereka.
Kebanyakan para advokator sosial membedakan antara strategi dengan taktik.
Netting et.al. (1998) mengambarkan strategi adalah perencanaan secara keseluruhan
atau pendekatan konseptual yang umum (Sosin & Caulum, 1983) yang akan
digunakan untuk mendorong suatu perubahan. Sedangkan Altman et al (1994)
mengatakan bahwa suatu strategi menyediakan para advokator sosial sebuah
“blueprint” yang jelas untuk mencapai tujuan mereka. Demikian pula, Kotler (1972)
menyatakan bahwa suatu strategi adalah model dasar yang mempengaruhi sasaran
advokasi dengan cara mendidik, persuasif, atau pemaksaan. Berdasarkan strategi
inilah akan menghubungkan dengan aktivitas taktik yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan (Brager & Holloway, 1978).
Selanjutnya, taktik itu sendiri dimaknai sebagai langkah-langkah yang
terperinci untuk melaksanakan strategi secara keseluruhan (Bobo et al, 1996). Taktik
direfleksikan setiap saat, dalam kegiatan jangka pendek; yang didalamnya memuat
teknik-teknik khusus dan dirancang perilaku – perilaku untuk meningkatkan
kemungkinan terjadinya perubahan yang akan diadaptasi (Netting et.al, 1998).
Strategi dan taktik secara bersama-sama digambarkan dengan terintegrasi tentang apa
yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya untuk mencapai tujuan. Kuncinya
yaitu dengan menyeleksi strategi dan taktik yang akan menghasilkan suatu
perubahan.
Dalam rangka memenuhi sejumlah tujuan yang akan dicapai individu atau
kelompok, maka para advokator harus mempunyai rencana secara menyeluruh
sebagai pedoman bagi mereka dalam melakukan langkah-langkahnya. Hal ini
9
disebabkan dalam prosesnya terjadi perubahan yang kompleks, tidak terkoordinasi
dan kegiatan yang tidak beraturan. Para advokator harus melakukan langkah besar
yaitu dengan mengundang media untuk meliput apa yang telah diperjuangan PPKS
dalam memperoleh hak-haknya. Jika langkah-langkahnya tidak sesuai dengan
perencanaan maka akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki.
Untuk mencapai pada tahap perubahan yang diharapkan maka para advokator harus
mencurah waktu dan tenaganya untuk melakukan pendekatan secara keseluruhan
(strategi), begitu pula yang terjadi saat akan melakukan aktivitas khusus atau taktik.
Strategi dalam advokasi sosial didasarkan pada asumsi bahwa percaya
perilaku manusia mau dimodifikasi atau diubah pendiriannya dan meraih
pemahaman yang baru. Terdapat beberapa upaya untuk memformulasikan model-
model strategi yang kemungkinan akan menjadi pendorong untuk meningkatkan
perubahan yang diinginkan, namun tidak ada kesepakatan untuk menentukan strategi
mana yang paling tepat dan efektif. Kebanyakan, pemilihan strategi tergantung pada
fokus masalah, sumber apa yang tersedia, dan sejauh mana pihak oposisi akan
berubah atau tidaknya. Variabel-variabel ini akan berubah dalam setiap situasi
advokasi sosial, setiap proses identifikasi isu dan setiap proses penyimpulan, dimana
menuntut strategi yang tidak mudah.
Hal tersebut menyebabkan pentingnya pemilihan strategi yang tepat dengan
persyaratan-persyaratan khusus (Altman et al, 1994). Hal-hal yang harus diperhatikan
sebelum menentukan strategi, yaitu:
a. Menentukan kategori dari pihak oposisi
Pihak oposisi terbagi kedalam 3 kategori, meliputi:
1) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang memerlukan pengetahuan
lebih, mereka yang kurang informasi, mereka yang tidak terinformasikan atau
tidak peduli tentang isu-isu tertentu, mereka yang mau berbagi nilai-nilai
dasarnya dengan para advokator atau mereka memiliki kesamaan isun
biasanya bersifat kooperatif.

10
2) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang netral, tidak ada perbedaan
sikap atau apatis terhadap isu tertentu; mereka yang hanya mau berbagi pada
advokator tertentu; mereka yang mungkin tidak setuju; mereka yang ingin
menonjolkan sikap mereka sendiri; mereka yang mempunyai sedikit investasi
pada dampak dari advokasi sosial tersebut; atau mereka yang berkompetisi
sebelumnya dengan advokator.
3) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang jelas tidak setuju atas isu-
isunya; mereka adalah musuh, yang tidak ingin mendengar dan tidak
mendukung; mereka hanya mau berbagi jika terdapat beberapa kesepakatan
dengan advokator; mereka yang tidak ingin berbagi kekuatan; mereka yang
melindungi jagoan mereka atau mereka yang mungkin berkonflik secara
terbuka dengan advokator.

b. Menetapkan Unsur-unsur Pokok Advokasi Sosial


Unsur-unsur pokok advokasi sosial, sangat diperlukan sebelum memilih strategi,
karena banyak informasi yang bisa dijadikan pertimbangan. Menurut Fahrudin
(2010), dalam advokasi sosial terdapat unsur-unsur pokok kegiatan yaitu:
1) Memilih Tujuan Advokasi Sosial
Masalah yang dihadapai mungkin saja sangat kompleks. Karena itu, agar
berhasil, tujuan umum advokasi harus dipersempit sampai pada tujuan yang
didasarkan pada jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
Dapatkah masalah ini mengajak berbagai kelompok bersama-sama
membentuk koalisi yang kuat? Apakah tujuannya mungkin tercapai? Apakah
tujuannya benar-benar menangani masalah itu?
2) Menggunakan Data dan Penelitian untuk Advokasi Sosial
Data dan penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk membuat
keputusan yang tepat ketika memilih masalah yang akan ditangani,
mengidentifikasi solusi bagi masalah tersebut, dan menentukan tujuan yang
realistis. Data yang lengkap dan akurat juga dapat menjadi argumentasi yang
11
kuat. Dengan data dapatkah kita mencapai tujuan dengan realistis? Data apa
yang dapat digunakan untuk mendukung suatu argumentasi ?
3) Mengidentifikasi Sasaran Advokasi Sosial
Jika masalah dan tujuannya telah dipilih, usaha advokasi itu harus diarahkan
kepada orang-orang yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan
misalnya staf, penasihat, orang tua-tua yang berpengaruh, media, dan
masyarakat. Siapa para pengambil keputusan yang dapat membuat tujuan
umum kita menjadi kenyataan? Siapa dan apa yang mempengaruhi para
pengambil keputusan ini?
4) Mengembangkan dan Menyampaikan Pesan Advokasi Sosial
Sasaran advokasi yang berbeda-beda memberikan tanggapan terhadap pesan
yang berbeda pula.. Misalnya, seorang anggota legislatif di daerah mungkin
tergerak hatinya ketika ia tahu betapa banyak orang di wilayahnya yang
menaruh kepedulian terhadap suatu isu. Seorang Menteri Kesehatan mungkin
akan bertindak ketika kepadanya disajikan data terperinci tentang masih
tingginya angka kematian ibu melahirkan di suatu daerah. Atau, seorang
Menteri Pendidikan terkejut dan segera memanggil para pembantunya rapat
ketika ia memperoleh masukkan dari satu LSM tentang tingginya angka putus
sekolah anak-anak SD di suatu propinsi, sementara Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan sudah mencanangkan kebijakan dan program wajib belajar 9
tahun secara nasional. Pesan apakah yang perlu sampai kepada sasaran
advokasi pilihan demi kepentingan suatu kegiatan advokasi?
5) Membentuk Koalisi
Seringkali kekuatan advokasi terdapat pada beberapa orang, atau beberapa
lembaga yang mendukung tujuan umum kita. Khususnya di Indonesia dimana
demokrasi dan advokasi merupakan fenomena yang relatif baru, melibatkan
sejumlah besar orang yang mewakili kepentingan yang berbeda-beda dapat
memberikan jaminan keamanan bagi advokasi maupun untuk membentuk
dukungan politik. Di dalam suatu organisasi sekalipun, pembentukan koalisi,
12
misalnya melibatkan orang dan berbagai bagian di dalam menyusun program
baru, dapat membantu membentuk kesepakatan untuk bertindak. Siapa lagi
yang akan diundang untuk bergabung ke dalam kasus Anda? Siapa lagi yang
dapat menjadi rekan Anda? Misalnya, untuk mendorong Pemerintah segera
menyerahkan kepada DPR Rancangan Undang-Undang Kekerasan dalam
Rumah Tangga (RUU KDRT), berbagai organisasi perempuan di masyarakat,
membentuk koalisi dan melakukan berbagai lobby kepada berbagai pihak.
6) Membuat Presentasi yang Persuasif
Kesempatan untuk mempengaruhi sasaran advokasi yang merupakan tokoh
kunci seringkali terbatas. Seorang anggota DPR mungkin memberikan kepada
kita satu kesempatan bertemu untuk mendiskusikan masalah yang kita
advokasi, atau seorang menteri mungkin hanya mempunyai waktu lima menit
di dalam suatu konferensi untuk berbicara dengan kita. Persiapan yang cermat
dan mendalam untuk membuat argumen yang meyakinkan dan gaya penyajian
mungkin dapat mengubah kesempatan yang sempit itu menjadi advokasi yang
berhasil. Jika mendapat kesempatan untuk bertemu dengan pengambil
keputusan, apa yang hendak kita katakan, dan bagaimana kita akan
mengatakannya?
7) Mengumpulkan Dana untuk Advokasi
Sebagian besar kegiatan, termasuk advokasi, memerlukan sumber dana. Usaha
untuk melakukan advokasi secara berkelanjutan dalam waktu yang panjang
berarti menyediakan waktu dan energi dalam mengumpulkan dana atau
sumber daya yang lain untuk mendukung tugas advokasi kita. Bagaimana kita
dapat mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
usaha advokasi ini?

8) Mengevaluasi Usaha Advokasi


Bagaimana kita tahu bahwa kita telah berhasil di dalam mencapai tujuan
advokasi ? Bagaimana strategi advokasi dapat ditingkatkan? Untuk menjadi

13
pelaksana advokasi yang efektif diperlukan umpan balik dan evaluasi terus-
menerus..

Strategi Advokasi Sosial


Setelah menganalisa siapa yang menjadi oposisi, advokator sosial biasanya
menetapkan satu dari ketiga kategori tersebut atau kombinasi dari ketiganya. Adapun
ketiga strategi yang ada sesuai dengan jenis oponennya, sebagai berikut:
a. Kolaborasi
Keberhasilan strategi ini dipengaruhi oleh jenis oponen pada kategori yang ke 1
tersebut diatas. Jenis oponen pada tingkat ini tersebar dan intensitasnya tidak
tinggi, kekuatan mereka mungkin ada, dan masih terdapat batasan antara
advokator dan oponen. Advokator akan berbagi informasi dengan oponen
melalui penggunaan data yang rasional dan empiris. Komunikasi diantara dua
kelompok ini terbuka dan terus terang. Pemecahan masalah yang menjadi
penekanannya adalah dengan bekerjasama dan berbagi tugas secara adil. Komite
atau kelompok yang memiliki kewenangan dapat dibentuk untuk tujuan yang
saling menguntungkan. Semangat dalam kolaborasi ini adalah advokator dan
oponen biasanya kompromi dan negosiasi solusi jika terdapat perbedaan yang
mencolok. Setelah adanya kerjasama maka akan terjadi kesepakatan-kesepakatan
diantara kedua belah pihak.

b. Kampanye
Strategi ini digunakan efektif jika oponennya termasuk dalam kategori ke 2
tersebut diatas. Oposisi pada tingkat ini merefleksikan ketidaksetujuan yang
besar, sedikit sekali mau berbagi tentang nilai-nilai, perbedaan sikap, dan
hubungannya renggang serta dingin. Advokator dapat merasakan secara natural
ada minat dari pihak oposisi dengan menunjukkan perubahan-perubahan. Strategi
kampanye berdasarkan bujukan dan upaya meyakinkan pihak oposisi melalui
sentuhan logis dan emosional. Strategi ini mencoba memodifikasi sikap dan
14
nilai-nilai yang kurang dari pihak oponen dengan cara membangkitkan sesuatu
hal yang sudah ada dalam diri oponen, yaitu advokator meningkatkan prinsip-
prinsip / kepercayaan yang para oponen pegang. Dalam strategi kampanye ini
terdapat proses mendidik tetapi tidak secara rasional dan empirikal yang tegas.
Advokator sosial biasanya melakukan negosiasi, tawar menawar, dan
menggunakan politik untuk mempengaruhinya sesuai dengan tingkat oposisinya.

c. Kontes
Strategi ini efektif bagi jenis oponen yang termasuk pada kategori ke 3 tersebut
diatas. Tingkat oposisinya jelas sangat tinggi, tidak mendukung, sedikit
mendukung jika terdapat beberapa hal yang bisa terkoneksikan, dan biasanya
menunjukkan sikap perlawananyang tinggi. Advokator sosial mengharapkan
adanya perubahan perilaku bukan pada kepercayaannya atau nilai-nilainya.
Mereka akan menerapkan tekanan dari sumber-sumber politik atau “grasroots”,
melalui konfrontasi publik, yang didalamnya memuat posisi para oposisi dengan
dalam ranah hukum, atau kekuatan partisipan. Sikap advokator sosial menjadi
tidak kooperatif, penuh dengan pelecehan-pelecehan, menggunakan boikot atau
sanksi, pelanggaran perilaku normatif, atau pelanggaran norma hukum. Beberapa
strategi kontes mengandung resiko bagi pekerja sosial dan PPKS, dan mereka
harus terinformasikan melalui kesepakatan antara advokator sosial dan PPKS
sebelumnya tentang kegiatan yang mengandung resiko tinggi. Dalam hal ini,
tidak tepat memdiskusikan perilaku yang sesuai dengan kode etik pekerja sosial.
Intinya, advokasi sosial harus menganalisa pihak oposisi dan menyesuaikan
mereka dengan kategori strateginya. Tidak akan pernah ada strategi yang sempurna,
tetapi proses penyeleksian strategi yang akan digunakan merupakan salah satu kiat
yang dapat mempengaruhi pihak oposisi.
Selain strategi – strategi tersebut diatas, Netting, et al (1998)
mendeskripsikan model strategi lainnya yang fokus pada kebijakan, program, proyek,
personal dan atau praktik. Netting, et.al menganjurkan para advokator sosial untuk
15
melakukan analisis pada semua pihak yang terlibat, dan menggiring mereka untuk
berubah melalui pengetahuan tentang pemilihan strategi yang tepat.
a. Kebijakan.
Advokator sosial mencoba untuk mengubah suatu kondisi dengan mempengaruhi
kebijakan pemerintah, lembaga, atau asosiasi untuk menghasilkan outcome yang
diharapkan. Keberadaan kebijakan-kebijakan tersebut mungkin saja sangat kaku
dan ingin dimodifikasi. Kebijakan baru mungkin dibutuhkan dengan menekankan
pada kondisi terakhir yang terjadi. Hal ini disebabkan kebijakan yang tampak
menjadi pedoman para pengambil keputusan telah diimplementasikan dalam
tindakan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada, atau bisa saja dengan
melakukan perubahan pada bagian dari kebijakan sebagai salah satu strategi yang
paling baik.
b. Program.
Advokator sosial seringkali mencoba untuk merubah program yang disponsori
oleh penyedia layanan sebab program tersebut sangat lemah dalam administrasi,
tidak sensitif pada kebutuhan PPKS, sumber-sumber yang ada tidak bisa diakses
oleh PPKS tertentu, atau gagal meraih tujuan umum yang ditelah ditetapkan.
Program yang baru seringkali mengusulkan untuk merubah kondisi-kondisi.
Advokator sosial harus mampu memutuskan untuk mengintervensi program yang
tidak sesuai.
c. Proyek.
Advokator sosial disarankan agar dengan adanya batasan waktu untuk berupaya
mengimplementasikan proyek dengan menekankan pada permasalahan PPKS
daripada menciptakan model yang berskala besar yang mungkin lebih mahal atau
kontroversial atau kedua-duanya. Sebuah proyek akan lebih fleksibel dan
eksperimental, apabila pola penyesuaiannya dapat dimonitoring.
d. Personal.
Advokator sosial menyimpulkan bahwa perubahan personal dibutuhkan dalam
rangka menghasilkan outcome yang diinginkan. Kondisi-kondisi yang
16
memungkinkan untuk memutasikan personal-personalnya jika terdapat beberapa
pekerja dengan mudah terjebak dalam konflik, organisasi yang tidak berjalan
sesuai dengan tujuan, kurangnya pelatihan, atau tidak efisiennya keterampilan-
keterampilan kunci yang dimiliki. Advokasi pekerjaan sosial seharusnya lebih
berhati-hati saat mendapatkan dukungan dari para administrasi yang tidak
terkenal karena bisa menyebabkan terjadinya resiko bagi mereka sendiri, PPKS
dan kolega.
e. Praktisi.
Advokator seringkali ingin merubah cara lembaga dalam melakukan
kegiatannya. Praktisi ini bukan polisi; mereka adalah prosedur dan peraturan
yang biasanya menyangkut pemberian layanan pada PPKS atau berinteraksi
dengan PPKS.
Advokator sosial dapat menggabungkan beberapa pendekatan strategi
Netting, dkk (1998) diatas dan mengintegrasikannya dengan penilaian mereka akan
isunya serta menentukan pilihan atas strategi yang akan digunakan.

Taktik
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa antara strategi dan taktik
merupakan suatu proses yang bersinergi saat akan melakukan advokasi dalam
pekerjaan sosial. Adapun yang dimaksudkan dengan taktik adalah langkah-langkah
yang terperinci untuk melaksanakan strategi secara keseluruhan (Bobo et al, 1996).
Artinya dalam taktik tergambarkan adanya kegiatan yang dilakukan setiap saat,
berjangka pendek, memuat teknik-teknik tertentu untuk merancangkan perilaku-
perilaku tertentu pula dalam kaitannya untuk melakukan adaptasi perubahan.
Dalam advokasi pekerjaan sosial, taktik-taktik ini terbagi menjadi tiga
kelompok besar sesuai dengan strateginya, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:

17
No Jenis Strategi Jenis Taktik
1. Kolaborasi 1. Melakukan penelitian dan studi terhadap isu tertentu
2. Mengembangkan fakta-fakta dan membuat usulan
alternatif kegiatan.
3. Menciptakan pelaksana tugas-tugas atau subkomite
4. Melakukan workshop
5. Komunikasi secara rutin dengan pihak oposisi.
2. Kampanye 1. Lobi dengan para pengambil keputusan
2. Mendidik publik
3. Bekerja dengan media massa
4. Mengorganisasikan penulisan untuk kampanye
5. Memonitor lembaga-lembaga dan para pengambil
keputusan
6. Merancangkan taktik pemaksaan
7. Membangun komunikasi dengan pihak oposisi
3. Kontes 1. Mencari negosiator dan mediator
2. Mengorganisasikan demonstrasi besar
3. Mengkoordinasikan kegiatan boikot, pemogokan,
dan petisi
4. Mengorganisasikan ketidakpatuhan masyarakat sipil
dan pertahanan yang pasif
5. Merancang ekspose di media.

7. Tahapan Advokasi Sosial


Advokasi sosial merupakan proses dinamis yang menyangkut seperangkat
pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah. Walaupun demikian,
menurut Fahrudin (2010), bahwa proses yang bersifat multi faset ini dapat dibagi
menjadi lima tahap: mengidentifikasi masalah, merumuskan dan memilih solusi,

18
membangun kesadaran, tindakan kebijakan, dan evaluasi. Tahap-tahap ini hendaknya
dipandang lentur atau cair, karena tahap-tahap tersebut mungkin saja terjadi
bersamaan atau berurutan, dan prosesnya sendiri mungkin saja berhenti atau
berbalik.

Tahap pertama
Tahap ini yaitu mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan.
Tahap ini juga mengacu pada penetapan agenda. Bisa ada masalah yang tidak terbatas
jumlahnya yang perlu diperhatikan, tetapi tidak semuanya harus mendapat tempat di
dalam agenda tindakan. Pekerja sosial masyarakat advokat harus menentukan
masalah mana yang perlu dituju dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang
menjadi sasaran agar diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan.

Tahap kedua
Pada tahap ini dilakukan perumusan solusi. Pekerja sosial yang berperan sebagai
advokat dan pelaku kunci yang lain mengusulkan solusi mengenai permasalahan
tersebut dan memilih salah satu yang layak ditangani secara politis, ekonomis, dan
sosial.

Tahap ketiga
Tahap ini yaitu membangun kemauan politik untuk bertindak menangani isu dan
mendapatkan solusinya merupakan bagian terpenting dari advokasi. Tindakan pada
tahap ini meliputi membentuk koalisi, menemui para pengambil keputusan,
membangun kesadaran dan meyampaikan pesan secara efektif.

Tahap keempat
Tahap ini adalah melaksanakan kebijakan: terjadi jika masalahnya telah diketahui,
solusinya diterima dan ada kemauan politik untuk bertindak, semuanya secara
serentak. Keadaan tumpang tindih in biasanya merupakan suatu “celah peluang” yang
19
dapat lenyap dengan cepat yang harus ditangkap oleh pekerja sosial advokat..
Pemahaman akan proses pengambilan keputusan dan strategi advokasi yang mantap
akan meningkatkan kemungkinan terciptanya celah peluang untuk bertindak.

Tahap kelima
Pada tahap ini, adalah evaluasi. Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektivitas
dari usahanya yang telah berjalan dan menentukan sasaran baru berdasarkan
pengalaman mereka. Para penyumbang pikiran dan institusi yang menerima
perubahan kebijakan secara periodik perlu mengevaluasi efektivitas perubahan
tersebut.

8. Peranan-Peranan Pekerja Sosial


Dalam melakukan advokasi sosial, terdapat beberapa peranan yang secara
umum dilakukan oleh pekerja sosial, meliputi:
a. Menginformasikan kepada penerima pelayanan akan haknya untuk mendapatkan
seorang atau beberapa orang pendamping.
b. Mendampingi para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
c. Mendengarkan secara empati segala permasalahan pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial sehingga pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial merasa
aman didampingi oleh pendamping
d. Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada pemerlu
pelayanan kesejahteraan sosial.
Sedangkan peranan secara khusus dalam advokasi sosial, adalah:
a. Membantu menganalisis dan mengartikulasikan isu kritis yang berkaitan dengan
pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial maupun permasalahan-permasalahan
yang terkait.
b. Membantu pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial untuk memahami dan
melakukan refleksi atas isu tersebut untuk selanjutnya dijadikan leason learn
untuk melangkah dalam kehidupan selanjutnya.
20
c. Membangkitkan dan merangsang diskusi dan aksi kegiatan yang berarti dalam
rangka memperoleh dukungan dari berbagai pihak dalam penyelesaian masalah
pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
d. Merubah kebijakan yang selalu membuat program-program yang berpihak pada
para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

9. Indikator Advokasi Sosial


Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan advokasi sosial, terdapat beberapa
indikator, yaitu:
a. Hak dan kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial dapat
dilakukan secara cepat, tepat waktu, tepat sasaran dan tepat kebutuhan.
b. Terselesaikannya kasus dan masalah yang dihadapi oleh pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial melalui rujukan, aksesibilitas dan fasilitasi serta upaya yang
dilakukan oleh petugas advokasi.
c. Tersedianya kebijakan dan managemen penanganan masalah yang memihak pada
pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
d. Terpenuhinya kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial untuk
hidup secara layak sebagai bentuk pelayanan perlindungan sosial

10. Nilai dalam Advokasi Sosial


Advokasi sosial mengandung beberapa nilai yang digunakan, diantaranya:
a. Hak dan martabat individual (dignity and right of the individual)
b. Pemberian suara kepada yang tidak kuasa (giving voice to the powerless)
c. Penentuan diri sendiri (self-determination)
d. Pemberdayaan dan perspektif penguatan
e. (empowerment and strengths perspective)
f. Keadilan sosial (social justice)

21
Demikian, bahwa dalam melaksanakan kegiatan advokasi sosial, yang penting adalah
memahami terlebih dahulu, apa yang menjadi permasalahannya dan apa yang menjadi
kebutuhan serta memetakan sumber-sumber yang bisa diajak melakukan koalisi untuk
mendukung apa yang menjadi tujuannya.

Sumber Bacaan:
1. Armando Morales and Bradford W. Sheafor. 1983. Social Work: A Profession of
many Faces. Ally and Bacon Inc.
2. Charles D. Garvin and Brett A. Seaburry. 1984. Interpersonal Practice in Social
Work: Processes and Procedures. Prentice – Hall, Inc.
3. Charles Zastrow. 1982. Introduction to Social Welfare Institutions, Social
Problems, Services and Current Issues. The Dorsey Press.
4. Donald Brieland, Lela B. Costin, Charles R. Artherton and Contributors. 1975.
Contemporary Social Work: An Introduction to Social Work and Social Welfare.
Mc-Graw Hill.
5. Fahrudin, Adi. 2010. Advokasi Pekerjaan Sosial. Stks Bandung.
6. Jim Ife. 2002. Community Development. Pearson Education Australia Pty
Limitea.
7. Ritu R. Sharma. 2004. Pengantar Advokasi, Panduan dan latihan (alih bahasa P.
Soemitro).Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
8. Schneider, Robert L. & Lester, Lori. 2001. Social Work Advocacy: A New
Framework for Action. United States: Brooks/Cole Publishing Company.

22
SOAL-SOAL ADVOKASI SOSIAL

1. Upaya pembelaan yang dilakukan pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial


guna menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar, yang apabila hal ini tidak
dipernuhi dapat mengancam kelangsungan hidup pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial, disebut: (JAWABAN C)
a. Advokasi absolut
b. Advokasi hukum
c. Advokasi sosial
d. Advokasi jamak

2. Sebagai pekerja sosial, perlu memberikan jaminan bahwa pelayanan yang


diberikan tidak membeda-bedakan latar belakang pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial baik : suku, agama, etnis, ras, dan lain-lain. Hal ini
termasuk prinsip: (JAWABAN B)
a. Non-confortatif
b. Non-diskriminatif
c. Non-creative
d. Non-jugmental

3. Kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu pemerlu


pelayanan kesejahteraan sosial agar mampu menjangkau sumber atau
pelayanan sosial yang telah menjadi haknya, termasuk pada, (JAWABAN B)
a. Advokasi Kelas
b. Advokasi Kasus
c. Advokasi Sosial
d. Advokasi Individu

23
4. Setiap tugas advokasi sosial yang dijalankan harus bebas dari segala
kepentingan, merupakan prinsip, (JAWABAN A)
a. Independensi
b. Akuntabel
c. Tuntas
d. Eligible

5. Pendampingan yang dilakukan oleh seorang pekerja sosial, menunjukkan


beberapa pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial tidak mendapatkkan
program pelayanan sosial karena tidak masuk kriteria program, padahal
seharusnya mereka mendapatkan program tersebut. Pendamping melakukan
advokasi sosial, dan dinyatakan berhasil melakukan advokasi dengan
indikator, sebagai berikut: (JAWABAN C)
a. Bentuk pelayanan sosial seadanya terpenuhi pada kebutuhan dasar pemerlu
pelayanan kesejahteraan sosial.
b. Beberapa kasus dan masalah yang dihadapi oleh pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial tidak terselesaikan.
c. Terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan
sosial secara tepat dan cepat
d. Ketidakberpihakan kebijakan pada pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

24
25

Anda mungkin juga menyukai