A. KOMPETENSI DASAR:
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta mampu memahami advokasi sosial
B. INDIKATOR KEBERHASILAN :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan pengertian advokasi sosial
2. Menerangkan tujuan advokasi sosial
3. Membedakan prinsip-prinsip dalam advokasi sosial
4. Membedakan jenis-jenis advokasi sosial
5. Menjelaskan strategi dan taktik advokasi sosial
6. Menerangkan tahapan advokasi sosial
7. Mengupas peranan-peranan pekerja sosial
8. Menerangkan indikator advokasi sosial
9. Menjelaskan nilai-nilai dalam advokasi sosial
C. POKOK BAHASAN:
1. Pengertian advokasi sosial
2. Tujuan advokasi sosial
3. Prinsip-prinsip dalam advokasi sosial
4. Jenis-jenis advokasi sosial
5. Strategi dan taktik advokasi sosial
6. Tahapan advokasi sosial
7. Peranan-peranan pekerja sosial
8. Indikator advokasi sosial
9. Nilai-nilai dalam advokasi sosial
1
D. MATERI PEMBELAJARAN :
1. Pengantar
Advokasi sosial merupakan salah satu tindakan yang dilakukan dalam
profesi pekerjaan sosial. Keberadaannya sudah cukup lama lebih dari 100 tahun
(Gibelman, 1999), seperti halnya keadilan sosial (Social Justice) dan perbaikan sosial
(Social Reform). Namun keeksisannya belum terlihat, yang terjadi bahwa advokasi
sosial hampir disamakan dengan peran-peran dalam pekerjaan sosial seperti broker,
fasilitator, pengorganisasian masyarakat dan lain-lain, tanpa adanya kejelasan dan
karakteristik khusus diantara sejumlah peran tersebut.
Konsekuensinya, terjadi ambivalensi antara advokasi sosial dengan peran-
peran pekerjaan sosial. Hal ini disebabkan kurangnya komitmen untuk memahami
secara mendalam dari para profesional itu sendiri, sehingga tidak seorang pun
mengetahui apa itu advokasi sosial, serta pengetahuan dan keterampilan apa yang
sebenarnya diperlukan. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ezell (1994), Pawlak
dan Flynn (1990), yang setuju dengan apa yang disampaikan oleh McGowan (1987)
bahwa “Kita mengetahui sedikit tentang tingkatan dan keberadaan advokasi pada
pekerjaan sosial.”
Hal ini cukup mengejutkan kita, karena perkembangan advokasi sosial yang
sudah lama, namun kurang dikenal di kalangan pekerjaan sosial. Dengan demikian
solusinya adalah perlu disampaikan tentang muatan-muatan pokok advokasi sosial
(apa, mengapa, kapan, dan bagaimana melaksanakannya) kepada kelompok sasaran
yaitu potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS).
2. Pengertian Advokasi
2
Istilah advokasi sangat lekat dengan profesi hukum yang berarti
pembelaan. Advokasi menurut bahasa Belanda yaitu advocaat atau advocateur
artinya pengacara atau pembelaan di pengadilan. Sedangkan dalam bahasa Inggris
menurut Topatimasang, et al, (2000:7) yaitu to depend (membela), to promote
(mengemukakan atau memajukan) , to create (menciptakan) dan to change
(melakukan perubahan). Jadi dalam bahasa Inggris advokat lebih luas bukan
hanya membela saja namun sampai pada proses perubahan.
Di bawah ini beberapa pengertian tentang advokasi, sebagai berikut:
a. Suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atau
program dari segala tipe institusi.
b. Kegiatan mengajukan, mempertahankan atau merekomendasikan suatu gagasan
di hadapan orang lain
c. Kegiatan berbicara, menarik perhatian masyarakat tentang suatu masalah, dan
mengarahkan pengambil keputusan mencari solusi.
d. Kegiatan memasukkan suatu problem ke dalam agenda, mencarikan solusi
mengenai problem tersebut dan membangun dukungan untuk bertindak
menangani problem mau pun solusinya.
e. Sebagai upaya yang bertujuan untuk mengubah suatu organisasi secara internal
atau mengubah seluruh sistem
f. Berbagai aktivitas jangka-pendek yang spesifik untuk mencapai pandangan
tentang perubahan jangka panjang.
g. Berbagai macam strategi yang diarahkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pada tingkat organisasi, lokal, provinsi, nasional dan internasional.
h. Menggunakan strategi meliputi mengadakan lobi, pemasaran kepada masyarakat,
memberikan informasi, pendidikan dan komunikasi (IEC = Information,
Education and Communication), membentuk organisasi masyarakat, atau
berbagai macam “taktik” lain.
i. Proses keikutsertaan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
3
Merujuk pada makna advokasi tersebut diatas, dalam pekerjaan sosial,
advokasi diarahkan pada aras sosial, sehingga istilah yang digunakan advokasi sosial.
Adapun advokasi sosial adalah sebagai kegiatan menolong Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS) atau sekelompok PPKS untuk mencapai layanan
tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem layanan, dan
membantu memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang
membutuhkan (Zastrow, 2000). Terlihat bahwa kekhasan advokasi sosial dalam
pekerjaan sosial, bahwa pekerja sosial yang melakukan advokasi menjadi partisipan
berarti bersifat tidak netral yang keahliannya secara eksklusif dimanfaatkan untuk
melayani PPKS.
4
membutuhkan. Pada umumnya kerangka waktu untuk suatu pencapaian tujuan
advokasi sosial adalah 1-3 tahun.
a. Advokasi kasus:
Kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu PPKS agar
mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya.
Alasannya terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga,
dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap PPKS dan PPKS sendiri tidak
mampu merespon situasi tersebut dengan baik.
b. Advokasi kelas
Diarahkan pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau
memperoleh kesempatan-kesempatan.
Oleh karena fokus dalam advokasi sosial untuk mempengaruhi atau melakukan
perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun
nasional. Sedangkan menurut Scheneider bahwa tedapat empat jenis advokasi sosial
dalam pekerjaan sosial, yaitu:
a. Advokasi klien (Client advocacy)
Tujuan akhirnya adalah menunjukkan kepada PPKS (keluarga) bagaimana
berjuang memenangkan “perang”nya terhadap suatu lembaga atau sistem.
b. Advokasi masyarakat (Cause advocacy)
5
Advokasi pekerjaan sosial pada dasarnya untuk membantu PPKS individu dan
keluarga dalam memperoleh pelayanan. Namun, apabila tedapat masalah yang
mempengaruhi kelompok yang lebih besar, maka pekerja sosial dapat
menggunakan jenis advokasi ini.
c. Advokasi legislative (Legislative advocacy)
Advokasi legislatif dilakukan untuk mempengaruhi proses pembuatan suatu
undang-undang.
6
buang tenaga dan waktu kita dengan pilihan yang tidak mungkin dicapai. Gagas
kemenangan-kemenangan kecil namun konsisten. Sekecil apapun, keberhasilan
senantiasa memberi motivasi.
b. Sistematis
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, artinya jika kita gagal
merencanakan, maka itu berarti kita sedang merencanakan kegagalan. Proses
advokasi dapat dimulai dengan memilih dan mendefinisikan isu strategis,
membangun opini dan mendukungnya dengan fakta, memahami sitem
kebijakan publik, membangun koalisi, merancang sasaran dan taktik,
mempengaruhi pembuat kebijakan, dan memantau serta menilai gerakan
atau program yang dilakukan.
c. Taktis
Pekerja sosial harus membangun koalisi atau aliansi dan sekutu dengan pihak
lain. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya.
Sekutu terdiri dari sekutu dekat dan sekutu jauh. Sekutu dekat biasanya
dinamakan lingkar ini, yaitu kumpulan orang atau organisasi yang menjadi
penggagas, pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama seluruh kegiatan
advokasi. Sekutu jauh dalah pihak-pihak lain yang mendukung kita namun tidak
terlihat dalam gerakan advokasi secara langsung.
d. Strategis
Advokasi melibatkan kekuasaan dalam prosesnya. Sangat penting untuk
mempelajari diri kita, lembaga dan anggotanya untuk mengetahui jenis
kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan pada intinya menyangkut kemampuan untuk
mempengaruhi dan membuat orang berperilaku seperti yang kita harapkan. Kita
tidak mungkin memiliki semua kekuasaan seperti yang diinginkan, akan tetapi
tidak perlu meremehkan kekuasaan yang kita miliki. Sadari bahwa advokasi
dapat membuat perbedaan. Kita dapat melakukan perubahan-perubahan dalam
7
hukum, kebijakan dan program yang bermanfaat bagi masyarakat. Melakukan
perubahan tidaklah mudah, tetapi bukanlah hal yang mustahil yang terpenting
adalah kita bisa memetakan dan mengidentifikasi kekuatan kita dan kekuatan
lawan atau pihak oposisi secara strategis.
e. Berani
Advokasi menyentuh perubahan dan rekayasa sosial secara bertahap. Jangan
tergesa-gesa dan tidak perlu menakut-nakuti pihak lawan, tetapi tidak perlu juga
menjadi penakut. Jadikan isu dan strategi yang telah dilakukan sebagai motor
gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.
8
h. Akuntabel, artinya bahwa setiap tindakan advokasi sosial yang dilakukan harus
dapat dipertanggungjawabkan. Cepat dan tepat, artinya bahwa advokasi yang
diberikan harus tepat sasaran, tepat waktu, tepat kebutuhan dan tempat.
i. Kerjasama, bahwa setiap advokasi yang dilakukan harus diwujudkan melalui
kerjasama dengan pihak terkait.
9
Selanjutnya, taktik itu sendiri dimaknai sebagai langkah-langkah yang
terperinci untuk melaksanakan strategi secara keseluruhan (Bobo et al, 1996). Taktik
direfleksikan setiap saat, dalam kegiatan jangka pendek; yang didalamnya memuat
teknik-teknik khusus dan dirancang perilaku – perilaku untuk meningkatkan
kemungkinan terjadinya perubahan yang akan diadaptasi (Netting et.al, 1998).
Strategi dan taktik secara bersama-sama digambarkan dengan terintegrasi tentang apa
yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya untuk mencapai tujuan. Kuncinya
yaitu dengan menyeleksi strategi dan taktik yang akan menghasilkan suatu
perubahan.
Dalam rangka memenuhi sejumlah tujuan yang akan dicapai individu atau
kelompok, maka para advokator harus mempunyai rencana secara menyeluruh
sebagai pedoman bagi mereka dalam melakukan langkah-langkahnya. Hal ini
disebabkan dalam prosesnya terjadi perubahan yang kompleks, tidak terkoordinasi
dan kegiatan yang tidak beraturan. Para advokator harus melakukan langkah besar
yaitu dengan mengundang media untuk meliput apa yang telah diperjuangan PPKS
dalam memperoleh hak-haknya. Jika langkah-langkahnya tidak sesuai dengan
perencanaan maka akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki.
Untuk mencapai pada tahap perubahan yang diharapkan maka para advokator harus
mencurah waktu dan tenaganya untuk melakukan pendekatan secara keseluruhan
(strategi), begitu pula yang terjadi saat akan melakukan aktivitas khusus atau taktik.
Strategi dalam advokasi sosial didasarkan pada asumsi bahwa percaya
perilaku manusia mau dimodifikasi atau diubah pendiriannya dan meraih
pemahaman yang baru. Terdapat beberapa upaya untuk memformulasikan model-
model strategi yang kemungkinan akan menjadi pendorong untuk meningkatkan
perubahan yang diinginkan, namun tidak ada kesepakatan untuk menentukan strategi
mana yang paling tepat dan efektif. Kebanyakan, pemilihan strategi tergantung pada
fokus masalah, sumber apa yang tersedia, dan sejauh mana pihak oposisi akan
berubah atau tidaknya. Variabel-variabel ini akan berubah dalam setiap situasi
10
advokasi sosial, setiap proses identifikasi isu dan setiap proses penyimpulan, dimana
menuntut strategi yang tidak mudah.
Hal tersebut menyebabkan pentingnya pemilihan strategi yang tepat dengan
persyaratan-persyaratan khusus (Altman et al, 1994). Hal-hal yang harus
diperhatikan sebelum menentukan strategi, yaitu:
a. Menentukan kategori dari pihak oposisi
Pihak oposisi terbagi kedalam 3 kategori, meliputi:
1) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang memerlukan
pengetahuan lebih, mereka yang kurang informasi, mereka yang tidak
terinformasikan atau tidak peduli tentang isu-isu tertentu, mereka yang mau
berbagi nilai-nilai dasarnya dengan para advokator atau mereka memiliki
kesamaan isun biasanya bersifat kooperatif.
2) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang netral, tidak ada
perbedaan sikap atau apatis terhadap isu tertentu; mereka yang hanya mau
berbagi pada advokator tertentu; mereka yang mungkin tidak setuju; mereka
yang ingin menonjolkan sikap mereka sendiri; mereka yang mempunyai
sedikit investasi pada dampak dari advokasi sosial tersebut; atau mereka yang
berkompetisi sebelumnya dengan advokator.
3) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang jelas tidak setuju atas
isu-isunya; mereka adalah musuh, yang tidak ingin mendengar dan tidak
mendukung; mereka hanya mau berbagi jika terdapat beberapa kesepakatan
dengan advokator; mereka yang tidak ingin berbagi kekuatan; mereka yang
melindungi jagoan mereka atau mereka yang mungkin berkonflik secara
terbuka dengan advokator.
13
keputusan, apa yang hendak kita katakan, dan bagaimana kita akan
mengatakannya?
7) Mengumpulkan Dana untuk Advokasi
Sebagian besar kegiatan, termasuk advokasi, memerlukan sumber dana. Usaha
untuk melakukan advokasi secara berkelanjutan dalam waktu yang panjang
berarti menyediakan waktu dan energi dalam mengumpulkan dana atau
sumber daya yang lain untuk mendukung tugas advokasi kita. Bagaimana kita
dapat mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
usaha advokasi ini?
14
yang saling menguntungkan. Semangat dalam kolaborasi ini adalah advokator
dan oponen biasanya kompromi dan negosiasi solusi jika terdapat perbedaan
yang mencolok. Setelah adanya kerjasama maka akan terjadi kesepakatan-
kesepakatan diantara kedua belah pihak.
b. Kampanye
Strategi ini digunakan efektif jika oponennya termasuk dalam kategori ke 2
tersebut diatas. Oposisi pada tingkat ini merefleksikan ketidaksetujuan yang
besar, sedikit sekali mau berbagi tentang nilai-nilai, perbedaan sikap, dan
hubungannya renggang serta dingin. Advokator dapat merasakan secara natural
ada minat dari pihak oposisi dengan menunjukkan perubahan-perubahan.
Strategi kampanye berdasarkan bujukan dan upaya meyakinkan pihak
oposisi melalui sentuhan logis dan emosional. Strategi ini mencoba
memodifikasi sikap dan nilai-nilai yang kurang dari pihak oponen dengan cara
membangkitkan sesuatu hal yang sudah ada dalam diri oponen, yaitu advokator
meningkatkan prinsip-prinsip / kepercayaan yang para oponen pegang. Dalam
strategi kampanye ini terdapat proses mendidik tetapi tidak secara rasional dan
empirikal yang tegas. Advokator sosial biasanya melakukan negosiasi, tawar
menawar, dan menggunakan politik untuk mempengaruhinya sesuai dengan
tingkat oposisinya.
c. Kontes
Strategi ini efektif bagi jenis oponen yang termasuk pada kategori ke 3 tersebut
diatas. Tingkat oposisinya jelas sangat tinggi, tidak mendukung, sedikit
mendukung jika terdapat beberapa hal yang bisa terkoneksikan, dan biasanya
menunjukkan sikap perlawananyang tinggi. Advokator sosial mengharapkan
adanya perubahan perilaku bukan pada kepercayaannya atau nilai-nilainya.
Mereka akan menerapkan tekanan dari sumber-sumber politik atau “grasroots”,
melalui konfrontasi publik, yang didalamnya memuat posisi para oposisi dengan
15
dalam ranah hukum, atau kekuatan partisipan. Sikap advokator sosial menjadi
tidak kooperatif, penuh dengan pelecehan-pelecehan, menggunakan boikot atau
sanksi, pelanggaran perilaku normatif, atau pelanggaran norma hukum. Beberapa
strategi kontes mengandung resiko bagi pekerja sosial dan PPKS, dan mereka
harus terinformasikan melalui kesepakatan antara advokator sosial dan PPKS
sebelumnya tentang kegiatan yang mengandung resiko tinggi. Dalam hal ini,
tidak tepat memdiskusikan perilaku yang sesuai dengan kode etik pekerja sosial.
Intinya, advokasi sosial harus menganalisa pihak oposisi dan menyesuaikan
mereka dengan kategori strateginya. Tidak akan pernah ada strategi yang sempurna,
tetapi proses penyeleksian strategi yang akan digunakan merupakan salah satu kiat
yang dapat mempengaruhi pihak oposisi.
Selain strategi – strategi tersebut diatas, Netting, et al (1998)
mendeskripsikan model strategi lainnya yang fokus pada kebijakan, program,
proyek, personal dan atau praktik. Netting, et.al menganjurkan para advokator
sosial untuk melakukan analisis pada semua pihak yang terlibat, dan menggiring
mereka untuk berubah melalui pengetahuan tentang pemilihan strategi yang tepat.
a. Kebijakan.
Advokator sosial mencoba untuk mengubah suatu kondisi dengan mempengaruhi
kebijakan pemerintah, lembaga, atau asosiasi untuk menghasilkan outcome yang
diharapkan. Keberadaan kebijakan-kebijakan tersebut mungkin saja sangat kaku
dan ingin dimodifikasi. Kebijakan baru mungkin dibutuhkan dengan menekankan
pada kondisi terakhir yang terjadi. Hal ini disebabkan kebijakan yang tampak
menjadi pedoman para pengambil keputusan telah diimplementasikan dalam
tindakan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada, atau bisa saja dengan
melakukan perubahan pada bagian dari kebijakan sebagai salah satu strategi yang
paling baik.
b. Program.
Advokator sosial seringkali mencoba untuk merubah program yang disponsori
oleh penyedia layanan sebab program tersebut sangat lemah dalam administrasi,
16
tidak sensitif pada kebutuhan PPKS, sumber-sumber yang ada tidak bisa diakses
oleh PPKS tertentu, atau gagal meraih tujuan umum yang ditelah ditetapkan.
Program yang baru seringkali mengusulkan untuk merubah kondisi-kondisi.
Advokator sosial harus mampu memutuskan untuk mengintervensi program yang
tidak sesuai.
c. Proyek.
Advokator sosial disarankan agar dengan adanya batasan waktu untuk berupaya
mengimplementasikan proyek dengan menekankan pada permasalahan PPKS
daripada menciptakan model yang berskala besar yang mungkin lebih mahal atau
kontroversial atau kedua-duanya. Sebuah proyek akan lebih fleksibel dan
eksperimental, apabila pola penyesuaiannya dapat dimonitoring.
d. Personal.
Advokator sosial menyimpulkan bahwa perubahan personal dibutuhkan dalam
rangka menghasilkan outcome yang diinginkan. Kondisi-kondisi yang
memungkinkan untuk memutasikan personal-personalnya jika terdapat beberapa
pekerja dengan mudah terjebak dalam konflik, organisasi yang tidak berjalan
sesuai dengan tujuan, kurangnya pelatihan, atau tidak efisiennya keterampilan-
keterampilan kunci yang dimiliki. Advokasi pekerjaan sosial seharusnya lebih
berhati-hati saat mendapatkan dukungan dari para administrasi yang tidak
terkenal karena bisa menyebabkan terjadinya resiko bagi mereka sendiri, PPKS
dan kolega.
e. Praktisi.
Advokator seringkali ingin merubah cara lembaga dalam melakukan
kegiatannya. Praktisi ini bukan polisi; mereka adalah prosedur dan peraturan
yang biasanya menyangkut pemberian layanan pada PPKS atau berinteraksi
dengan PPKS.
Advokator sosial dapat menggabungkan beberapa pendekatan strategi
Netting, dkk (1998) diatas dan mengintegrasikannya dengan penilaian mereka akan
isunya serta menentukan pilihan atas strategi yang akan digunakan.
17
Taktik
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa antara strategi dan taktik
merupakan suatu proses yang bersinergi saat akan melakukan advokasi dalam
pekerjaan sosial. Adapun yang dimaksudkan dengan taktik adalah langkah-langkah
yang terperinci untuk melaksanakan strategi secara keseluruhan (Bobo et al, 1996).
Artinya dalam taktik tergambarkan adanya kegiatan yang dilakukan setiap saat,
berjangka pendek, memuat teknik-teknik tertentu untuk merancangkan
perilaku-perilaku tertentu pula dalam kaitannya untuk melakukan adaptasi
perubahan.
Dalam advokasi pekerjaan sosial, taktik-taktik ini terbagi menjadi tiga
kelompok besar sesuai dengan strateginya, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:
18
No Jenis Strategi Jenis Taktik
3. Kontes 1. Mencari negosiator dan mediator
2. Mengorganisasikan demonstrasi besar
3. Mengkoordinasikan kegiatan boikot, pemogokan,
dan petisi
4. Mengorganisasikan ketidakpatuhan masyarakat sipil
dan pertahanan yang pasif
5. Merancang ekspose di media.
Tahap pertama
Tahap ini yaitu mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan.
Tahap ini juga mengacu pada penetapan agenda. Bisa ada masalah yang tidak terbatas
jumlahnya yang perlu diperhatikan, tetapi tidak semuanya harus mendapat tempat di
dalam agenda tindakan. Pekerja sosial masyarakat advokat harus menentukan
masalah mana yang perlu dituju dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang
menjadi sasaran agar diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan.
Tahap kedua
19
Pada tahap ini dilakukan perumusan solusi. Pekerja sosial yang berperan sebagai
advokat dan pelaku kunci yang lain mengusulkan solusi mengenai permasalahan
tersebut dan memilih salah satu yang layak ditangani secara politis, ekonomis, dan
sosial.
Tahap ketiga
Tahap ini yaitu membangun kemauan politik untuk bertindak menangani isu dan
mendapatkan solusinya merupakan bagian terpenting dari advokasi. Tindakan pada
tahap ini meliputi membentuk koalisi, menemui para pengambil keputusan,
membangun kesadaran dan meyampaikan pesan secara efektif.
Tahap keempat
Tahap ini adalah melaksanakan kebijakan: terjadi jika masalahnya telah diketahui,
solusinya diterima dan ada kemauan politik untuk bertindak, semuanya secara
serentak. Keadaan tumpang tindih in biasanya merupakan suatu “celah peluang” yang
dapat lenyap dengan cepat yang harus ditangkap oleh pekerja sosial advokat..
Pemahaman akan proses pengambilan keputusan dan strategi advokasi yang mantap
akan meningkatkan kemungkinan terciptanya celah peluang untuk bertindak.
Tahap kelima
Pada tahap ini, adalah evaluasi. Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektivitas
dari usahanya yang telah berjalan dan menentukan sasaran baru berdasarkan
pengalaman mereka. Para penyumbang pikiran dan institusi yang menerima
perubahan kebijakan secara periodik perlu mengevaluasi efektivitas perubahan
tersebut.
Demikian, bahwa dalam melaksanakan kegiatan advokasi sosial, yang penting adalah
memahami terlebih dahulu, apa yang menjadi permasalahannya dan apa yang menjadi
kebutuhan serta memetakan sumber-sumber yang bisa diajak melakukan koalisi untuk
mendukung apa yang menjadi tujuannya.
Sumber Bacaan:
1. Armando Morales and Bradford W. Sheafor. 1983. Social Work: A Profession of
many Faces. Ally and Bacon Inc.
2. Charles D. Garvin and Brett A. Seaburry. 1984. Interpersonal Practice in Social
Work: Processes and Procedures. Prentice – Hall, Inc.
3. Charles Zastrow. 1982. Introduction to Social Welfare Institutions, Social
Problems, Services and Current Issues. The Dorsey Press.
4. Donald Brieland, Lela B. Costin, Charles R. Artherton and Contributors. 1975.
Contemporary Social Work: An Introduction to Social Work and Social Welfare.
Mc-Graw Hill.
22
5. Fahrudin, Adi. 2010. Advokasi Pekerjaan Sosial. Stks Bandung.
6. Jim Ife. 2002. Community Development. Pearson Education Australia Pty
Limitea.
7. Ritu R. Sharma. 2004. Pengantar Advokasi, Panduan dan latihan (alih bahasa P.
Soemitro).Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
8. Schneider, Robert L. & Lester, Lori. 2001. Social Work Advocacy: A New
Framework for Action. United States: Brooks/Cole Publishing Company.
23
c. Non-creative
d. Non-jugmental
4. Setiap tugas advokasi sosial yang dijalankan harus bebas dari segala
kepentingan, merupakan prinsip, (JAWABAN A)
a. Independensi
b. Akuntabel
c. Tuntas
d. Eligible
24
c. Terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan
sosial secara tepat dan cepat
d. Ketidakberpihakan kebijakan pada pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
25
26