Anda di halaman 1dari 15

ANTI-OPPRESSIVE

TEORI-TEORI PEKERJAAN SOSIAL


Kelompok 2
• Andini Djayeng K (16.04.056)
• Marcelina Widya Kartika (16.04.101)
• Via Evlynda (16.04.117)
• Fitriyani (16.04.332)
• Tri Ristiyani (16.04.356)
• M. Risdin Awaludin G 16.04.359)
Pengertian Anti-Penindasan

Menurut Dominelli (1998) anti-penindasan


pekerjaan sosial adalah suatu bentuk praktek
pekerjaan sosial yang membahas perpecahan
sosial dan ketidaksetaraan struktural dalam
pekerjaan yang dilakukan dengan 'klien'
(pengguna) atau pekerja.
Bentuk-bentuk dalam Penindasan

1. Eksploitasi: satu kelompok mengambil keuntungan dari


kelompok lain
2. Marjinalisasi: individu dan kelompok dilarang
berpartisipasi dalam kehidupan dan hubungan sosial
3. Ketidakberdayaan: kelompok sosial idak memiliki
kekuatan, status dan kesdaran diri
4. Imperialisme cultural: budaya dan pengalaman satu
kelompok tertentu yang menjadi norma
5. Kekerasan: satu kelompok menjadi korban kekerasan
fisik dan emosional, penghinaan, pelecehan, dan stigma.
Nilai dan Prinsip Anti-Penindasan
dalam Pekerjaan Sosial
• Berbagi nilai-nilai keadilan, inklusi, pemberdayaan, dan
masyarakat.

• Memahami "sifat masyarakat dan negara kesadaran


individu [akan] kritis terkait" (Howe, 1987, hal 121

• Link masalah pribadi dan isu-isu publik.

• Melihat kekuatan dan sumber daya tidak merata, yang


mengarah ke hubungan pribadi dan kelembagaan
penindasan dan dominasi.

• Mempromosikan analisis kritis.


• Mendorong, mendukung, dan 'pusat' dengan
pengetahuan dan perspektif mereka yang telah
terpinggirkan.

• Mengartikulasikan beberapa basis dan


berpotongan penindasan dan dominasi sementara

• Membayangkan pekerjaan sosial sebagai lembaga


sosial dengan potensi untuk baik berkontribusi,
atau untuk mengubah

• Mendukung potensi transformatif kerja sosial


melalui bekerja dengan individu yang beragam,
kelompok, dan masyarakat.
• Memiliki visi masa depan yang egaliter.
Empat Elemen Utama dalam Praktik
Anti-Penindasan
• Nilai: Praktik dilakukan dengan membandingkan
berbagai argumen dalam serangkaiaan keyakinan,
pemikiran dan asumsi yang dimiliki individu dan
kelompok tentang diri sendiri dan masyarakat
tempat mereka tinggal.

• Pemberdayaan: Praktik membantu orang-orang


dengan melalui sebuah proses pengambilan control
yang lebih besar atas hidup mereka dan kapasitas
yang lebih besar untuk berurusan dengan faktor-
faktor pribadi dan budaya nya setempat yang
mempengaruhi hidup mereka, seperti halnya
perubahan sosial dan politis
• Kemitraan: Praktik bertujuaan untuk
mencapai sebuah kerjasama antara praktisi
dan klien, dengan lembaga lain, sektor swasta
dan sukarelawan dan antara profesional

• Intervensi Minimal: Praktik bertujuaan untuk


melakukan intervensi sesedikit mungkin
terhadap hak-hak seseorang dan kebebasan
untuk mengambil keputusan sendiri
Pendekatan Teoritis dalam Praktik
Anti-Penindasan
• Penekanan pada asal-usul struktural dari isu-
isu yang dihadapi klien
• Perubahan sosial sebagai sebuah aspek
penting dalam praktik
• Analisis terhadap hubungan prraktik, mencoba
mengubahnya
Tujuan Praktik Anti-Penindasan

1. Mengatasi rintangan bagi klien dalam upaya


mendapatkan kontrol yang lebih besar atas
hidup mereka sendiri
2. Bekerjasama dengan klien dan melibatkan
mereka dalam pengambilan keputusan
3. Intervensi minimal, untuk mengurangi akibat dari
aspek penindasan dan pelemahan dari pekerja
sosial
4. Refleksi kritis dan refleksifitas dari diri sendiri
untuk memahami bagaimana nilai-nilai dan
biografi kita mempengaruhi hubungan praktik kita.
Cara Pekerja Sosial dalam Praktik Anti-
Penindasan

• Pencegahan
• Asesment
• Perencanaan
• Keterlibatan
• Evaluasi
Peran Pekerja Sosial dalam Praktik
Anti-Penindasan

1. Sebagai Broker
2. Sebagai Mediator
3. Sebagai Pelaksana Perubahan
4. Sebagai Fasilitator
5. Sebagai pembuat kebijakan sosial
6. Sebagai Advokator
Contoh Kasus
• TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah
Tangga (Jala PRT) membeberkan kasus kekerasan terhadap asisten
rumah tangga yang diduga dilakukan oleh tersangka Meta Hasan
Musdalifah, 40 tahun, telah terjadi sejak 9 tahun terakhir. "Sejak
usia 12 tahun korban tidak digaji dan disekap oleh majikannya," ujar
Koordinatori Jala PRT, Lita Anggraini, Kamis, 11 Februari 2016.
• Lita mengatakan bahwa korban penganiayaan berjumlah empat
orang. Mereka sehari-hari bekerja di rumah tersangka tanpa digaji.
Empat korban tersebut tinggal bersama majikannya di Jalan Monco
Kerto, RT 012 RW 014, Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur.
• Kata Lita, empat korban tersebut bekerja di tempat tersebut sejak
usia 12 tahun, 14 tahun, dan 16 tahun. Selama bekerja, keempat
pembantu tersebut tidak mendapatkan gaji. Bahkan, setiap hari
disiksa oleh majikannya. Padahal mereka telah bekerja di sana mulai
selama 7-9 tahun.
• Menurut Lita, setiap hari korban dipukuli oleh Musdalifah. Para
korban pernah disiram air panas hingga dipaksa memakan kotoran
kucing. Lita melihat ada banyak bekas luka di tubuh para korban,
termasuk bagian punggung akibat sabetan ikat pinggang. Bahkan,
satu di antara korban sempat mengaku disetrika oleh majikannya.
• Selama bekerja di rumah Musdalifah, para korban dilarang untuk
bersentuhan dengan dunia luar. Musdalifah melarang para
pembantunya bergaul dengan lingkungan sekitar. "Selama itu mereka
tak digaji dan terus disiksa."
• Sebelumnya, Kasus ini terungkap setelah satu di antara korban
berhasil melarikan diri dengan memanfaatkan kelengahan
majikannya. Satu pembantu bernama Ani keluar dari rumah dengan
cara melompat pagar setinggi 2 meter. Berkat bantuan warga, Ani
dapat melaporkan ke Pos Polisi Kebon Sereh, sekitar 1 kilometer dari
rumah pelaku. Polisi dari Polsek Matraman kemudian menggeledah
rumah tersebut dan menemukan berbagai barang bukti
penganiayaan.

Anda mungkin juga menyukai