Oleh:
\
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Prof. Dr. H. A Kartiwa, Drs., SH, MS. Dr. Sinatningrum, Dra., MT.
NIP. 19620318 198603 1 002 NIP. 19690113 199203 2 001
Menyetujui :
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Padjadjaran,
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 3
1.4 Kontribusi Penelitian 4
1.5 Metode Penelitian 4
1.6 Lokasi dan Jadwal Pelaksanaan 7
DAFTAR PUSTAKA 68
BAB I
PENDAHULUAN
Data yang diperoleh menurut Badan Pusat Statistik (BPS), HSO yang lebih
dikenal dimasyarakat dalam bentuk LSM telah tumbuh dari hanya berjumlah sekitar
10.000 di tahun 1996 menjadi sekitar 70.000 di tahun 2000. Fenomena ini sama
dengan yang terjadi di berbagai negara lainnya, di mana jumlah LSM telah meningkat
secara tajam. Karena itu tidak mengherankan, sebagaimana dikatakan Hadiwinata,
bahwa LSM telah menjadi "Sektor Ketiga", yaitu sektor publik yang mengedepankan
kepedulian sosial atau personal. Sektor Pertama adalah sektor negara atau pemerintah
yang berkewajiban menjamin pelayanan bagi warga negaranya dan menyediakan
kebutuhan sosial dasar, sedangkan Sektor Kedua adalah sektor swasta yang terdiri
dari kalangan bisnis dan industrial yang bertujuan mencari penghidupan dan
menciptakan kekayaan. Sebagai Sektor Ketiga, maka LSM/HSO beroperasi di luar
pemerintah dan pasar.
1
dengan stakeholder lainnya untuk menciptakan pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat. selama ini fungsi yang dilakukan antara pemerintah, swasta
dan masyarakat (yang didalamnya adalah HSO) masih berjalan masing-masing, dan
belum ada pola kolaborasi yang sinergis dalam memberikan pelayanan sosial untuk
pemenuhan kebutuhan masayrakat.
Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat pemetaan HSO yang memberikan
pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung Jawa Barat dan akan
disusun Pola Kolaborasi HSO di Kota Bandung Jawa Barat. Maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
2
1.4 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini memiliki keunikan yaitu melihat fungsi HSO dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat hingga tersusun pemetaan HSO serta pola kolaborasi antar
HSO. Serta ada upaya untuk memberikan masukan mengenai pola pelayanan kepada
HSO dan pemerntah dalam memberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat
. Hasil dalam penelitian ini adalah tersusunnya suatu pola kolaborasi HSO di
Kota Bandung Jawa Barat, hingga ada teridentifikasi fungsi dan peran dari masing-
masing HSO di Kota Bandung Jawa Barat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kemudian hasil penelitian ini dapat diterbitkan dalam jurnal ilmiah baik lokal maupun
internasional seperti Jurnal Kebijakan, Kependudukan, Humaniora, atau jurnal di Luar
Negeri. Apabila memungkinkan hasil penelitian ini akan disemianrkan yang akan
melibatkan stakeholder yang memiliki kepentingan dalam pemberdayaan masyarakat
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tujuan utama untuk mensejahterakan
masyarakat.
Penelitian tentang “Studi Human Services Organization (HSO) Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Di Kota Bandung” merupakan penelitian
deskriptif guna memahami peran HSO di Kota Bandung dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk
mendeskripsikan peran lembaga dan juga kolaborasi antar HSO di Kota Bandung
dalam memeberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung.
Sumber data primer penelitian ini adalah HSO di wilayah Kota Bandung.
Sumber data sekunder adalah data-data atau arsip yang terkait dan sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data kualitatif
yang dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam dengan HSO yang melakukan
peran pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung. Untuk melengkapi kajian
ini di lakukan pula penelusuran berbagai kebijakan dan dokumen yang terkait dengan
kajian ini.
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
3
(1) Teknik wawancara, dalam hal ini teragi menjadi dua bagian yaitu wawancara
secara mendalam (Indepth Interview), adalah kegiatan pengambilan data
dilapangan melalui suatu rangkaian perencanaan yang matang yaitu upaya
penulis secara terencana sejak awal untuk menentukan terlebih dahulu
beberapa hal seperti halnya ‘informan kunci/pangkal’, topik wawancara sudah
tersusun dalam pedoman wawancara mengenai peran HSO dalam pemenuhan
kebutuhan manusia. Serta kesepakatan tentang waktu dan tempat pelaksanaan
kegiatan wawancara mendalam yang dilakukan bersama-sama antara penulis
dengan calon informan. Data melalui teknik wawancara mendalam ini
dimaksudkan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam dan lebih
komprehensif terhadap data yang telah diperoleh dengan menggunkan teknik
pengamatan. Sedangkan teknik yang kedua, pengumpulan data melalui teknik
wawancara biasa, yaitu kegiatan pengumpulan data di lapangan melalui
wawancara dan diskusi-diskusi sesaat dengan pelaku HSO pemenuhan
kebutuhan di Kota Bandung. Wawancanra ini dilakukan dalam kesempatan-
kesempatan tertentu secara spontan. Dengan kata lain, kegiatan pengumpulan
data dengan menggunakan teknik wawancara biasa tersebut sama sekali tidak
direncanakan sebelumnya. Wawancara seperti ini biasanya diawali dan
diselingi dengan materi pembicaraan lainnya yang dapat dikembangkan
sendiri oleh penulis sesuai dengan keadaan sekitar atau situasi setempat
(2) Observasi, adalah pengamatan sistematik dan terencana untuk memperoleh
data yang dikontrol validitas dan reabilitasnya. Peneliti dalam observasi adalah
sebagai pengamat penuh (Creswell 2002: 140) yaitu mengamati berpartisipasi
dan hanya melakukan kegiatan pengamatan pada fokus masalah dan hal yang
berkaitan dengannya. Peristiwa yang diobservasi meliputi:
a. Kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat
b. Upaya-upaya yang dilakukan oleh HSO dan kolaborasi yang dilakukan
daam pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kota Bandung
2. Data Sekunder adalah berupa informasi yang tidak diperoleh dari lapangan
langsung, melainkan diperoleh dari sumber-sumber lain yang mempunyai
kontekstualitas yang sama melalui :
4
(1) Studi Dokumentasi yaitu mempelajari dokumentasi yang berhubungan dengan
peran HSO dan kolaborasi diantara mereka dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat di Kota Bandung
(2) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku
dan karya tulis yang bersifat ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan yang
sesuai yang dapat mendukung penelitian atau mempelajari buku-buku atau
litaratur yang berkaitan dengan topik penelitian sebagai landasan teoritis.
Validasi data sangat diperlukan dalam penelitian dengan menggunakan
metoda kualitatif. Hal ini diperlukan agar kesahihan, keandalan serta tingkat
kepercayaan data yang terkumpul menjadi terjaga.Validitas dan reliabilitas data perlu
diuji melalui teknik pemeriksaan keabsahan data atau taktik menguji dan memastikan
temuan (Miles dan Huberman, 1992: 423-468). Penelitian ini menggunakan teknik
menguji dan memastikan temuan dengan memeriksa kerepresentatifan, yakni aspek
pemilihan informan yang mewakili masalah yang diteliti, memeriksa pengaruh
peneliti, memberi bobot pada bukti, membuat perbandingan atau pertentangan,
memeriksa makna segala sesuatu yang keluar, menggunakan kasus ekstrem,
menyingkirkan hubungan palsu, membuat replika temuan, mencari penjelasan
tandingan, memberi bukti yang negatif, serta teknik yang terakhir adalah
mendapatkan umpan balik dari informan. Teknik umum pengujian keabsahan data,
dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi.
Istilah triangulasi pertama kali digunakan oleh Denzin dalam Creswell (1994:
174): ”.... the term triangulation, a term borrowed from navigation and military
strategy, to argue for the combination of methodologies in the study of the same
phenomenon”. Triangulasi dilakukan meliputi empat hal pokok, yaitu triangulasi
data, triangulasi teori dan triangulasi metodologi serta triangulasi persepsi peneliti.
Melalui pemeriksaan ini diyakini bahwa fakta, data dan informasi yang berhasil
adalah dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi kesahihan serta kehandalan
penelitian.
Pengujian data dalam teknik triangulasi dapat dikatakan pula sebagai check,
re-check, dan crosscheck terhadap data yang diperoleh, teori, metodologi dan peneliti.
Dengan demikian triangulasi merupakan teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data yaitu untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding
5
data. Triangulasi dapat dilakukan dengan sumber data peneliti atau pengamat lain.
Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber (pengamatan, wawancara, studi kepustakaan dan arsip).
Kemudian anaslisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
artinya penelitian ini bertujuan menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena yang
ada saat penelitian dilaksanakan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, maka analisis data peneliti menggunakan analisis data kualitatif. Seperti
yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor (Moleong 1990: 3) bahwa dalam
pengambilan data dengan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati sehingga memungkinkan peneliti memahami masyarakat dan
memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkap pandangan dunianya.
Analisa data merupakan proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan melalui
penggolongan dalam pola, tema dan karakteristik tertentu, oleh karenanya untuk
mencapai hal tersebut diperlukan 3 langkah utama, yaitu :
6
1. Pra Lapangan: yaitu berupa: Dilaksanakan pada bulan Oktober 2010, kegiatan
ini melibatkan seluruh anggota peneliti dalam menyusun rencana penelitian
selanjutnya dan tahap penseleksian oleh tim penseleksi dari FISIP Unpad.
2. Pengumpulan Data: direncanakan pada bulan November dan Desember.
Kegiatan ini bertujuan mengambil data dari informan yang telah ditentukan
serta pemahaman situasi dan kondisi lapangan untuk menunjang hasil laporan
penelitian. Yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah HSO di Kota
Bandung yang memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
3. Penyusunan Laporan: yaitu selama pengumpulan data di lapangan, juga kami
menyusun laporan secara bertahap. Karena menggunakan analisis kualitatif
maka, penyusunan laporan langsung dilakukan setelah data didapatkan di
lapangan. Maka seluruh rangkaian kegiatan dapat selesai pada bulan Februari
2011.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
8
Pemahaman tentang organisasi menjadi sama pentingnya dengan pemahaman
bidang keahliannya itu sendiri; dan menjadi dua bagian yang saling melengkapi. Jones
and May (1995;5), mengemukakan, bahwa:”An understanding of organizations is
relevant to workers’ concerns with both individual helping and social intervention,
and is essential to workers who conceptualise their work as combining these two
elements”. Jones and May bahkan menyebutkan, bahwa:”Oganizational
understanding is central to all areas of practice, including case work, group work,
and community work”. Melengkapi dukungan terhadap pentingnya pemahaman
organisasional, Hesenfield (dalam Tropman, Erlich, dan Rothman, 1992:35)
mengemukakan, bahwa ”To enhance their effectivenes, social workers must
understand the organizational parameters and dynamic which shape their role
performance and responses to client system”.
Kenyataan di Indonesia secara umum menunjukkan bahwa lembaga-lembaga
pelayanan sosial yang ada tidak mampu menjawab tantangan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan sosial dan mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks.
Salah satu penyebab utamanya adalah sangat lemahnya pengorganisasian khususnya
manajemen lembaga pelayanan sosial tersebut, yang masih berlandaskan aktivitas
karitas. Disisi lain, di berbagai negara, aspek manajerial dari lembaga pelayanan
sosial telah semakin mendapat perhatian, sehingga di La Trobe University, Melbourne
Australia; manajemen lembaga pelayanan sosial telah menjadi bidang studi tersendiri;
demikian pula semakin banyaknya buku literatur tentang manajemen lembaga
pelayanan sosial telah membuktikan kecenderungan tersebut.
Weinbach (1994:vii-7) menegaskan, bahwa: “Management is integral part of
social work practise. … The activities of management are a natural extension of the
knowledge, values, and skills possessed by social worker”. Dalam bagian lain
bukunya, Weinbach (1994:3), mengemukakan : ”…management consists of spesific
activies performed by social workers at all administrative level withiqw azn human
service organization. ..Wether a social worker ultimately assumes a position as a
manager in a course of his or her professional career (and most will), this person will
need to understand and to become competent in the management tasks of planning,
staffing, organizing, controling, and leading”.
9
Untuk mencapai organisasi yang unggul dalam memberikan pelayanan yang
efektif dan efesien maka organisasi harus memiliki manajemen yang laing baik, sesuai
yang dikatakan Kettner (2002:xii) bahwa oganisasi harus memiliki manajemen
strategi yang tertuang dalam strategi-strategi hingga objektif lembaga.
Manajemen strategi adalah proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan
menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin kesuksesan
organisasi dalam jangka panjang. Menurut Goerge Terry dalam Nawawi (2000:36)
menjelaskan “manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya dengan menggunakan bantuan orang lain”. Kemudian Mary Porker Follet
dalam Nawawi (2000:36) menyatakan “manajemen adalah seni dalam menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain”.
Demikian Drucker telah merumuskan pengertian bahwa: “Manajemen adalah
kegiatan spesifik dalam menggerakan sejumlah orang agar berlanghsung efektif
dalam mencapai tujuan dan organisasi menjadi produktif:. Kemudian ada pula
pendapat yang menyatakan bahwa: “Manajemen adalah kemampuan membuat orang
lain melakukan kegiatan tetentu atau bekerja sesuai tujuan organisasi, dengan
mengajak danmenggerakannya aga bekerja sama secara efektif dan efesien”
Dari beberapa pengertian tesebut dapat dijelaskan manajemen merupakan
kemampuan pimpinan (manajer) dalam mendayagunakan orang lain melalui kegiatan
menciptakan dan mengembangkan kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efesien. Kemudian dari pengertian manajemen yaitu proses
perencanaan, perngorganiasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan anggota
organisasi dan mempergunakan sumber-sumber daya organisasi lainnya, agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, tujuan organisasi ini ditetapkan
sesuai dengan misi organisasi yang telah ditentukan.
Sedangkan Kettner (2002:10) menjelaskan bahwa manajemen strategi dalam
organisasi pelayanan sosial dilandasi oleh pengetahuan, skill, dan nilai-nilai. Seperti
yang tergambar dalam gambar berikut:
10
Keterangan:
1. L ingk 1: Solid gounding in management
5 theory
2. Lingk 2: Ongoing development of
4 management knowledge and leadership
skills
3 3. Lingk 3: Commitment to professional values
and ethical pactices
2 4. Lingk 4: Commitment to the organization’s
mission and philosophy
5. Lingk 5: Terdiri dari Managing the
1 organizations; Managing personal;
managing finance; dan managing
information
11
3. Fungsi organisasi sosial yang bergerak dalam rangka pelaksanaan pembangunan
bidang kesejahteraan sosial yang mengarah pada usaha kesejahteraan sosial yang
bersifat pencegahan atau preventif dan pengembangan atau promotif dan
perubahan-perubahan sosial yang terarah dan terencana dengan sasaran
garapannya yaitu potensi dan sumber-sumber kesejahteraan sosial, keluarga dan
lingkungan sosial.
12
sosial akan berkontribusi dalam pemberian pelayanan dengan mendonasikan
sebagian profitnya kepada organisasi charity yang keduanya akan membentuk
afiliasi dalam berbagai alas an seperti alam hubungan religi, hokum, ekonomi dan
atau alasan-alasan politik.
O’connor (2009:14), menyebutkan bahwa dalam hubungan eksternal
organisasi dapat diilustrasikan dalam 4 bentuk, yaitu: (1) Asosiasi, (2) ideological
community, (3) franchising, (4) host relationship. Namun kategori ini tidak me
njadi kategori mutlak dalam melihat hubungan antar organisasi, bentuk hubungan
organisasi banyak yang blur, sebab organisasi memiliki jenis/pola hubungan yang
berbeda-beda dan memiliki banyak hubungan yang sulit untuk dipetakan.
1. Asosiasi
Kramer (1981) mendefinisikan asosiasi volunteer adalah “anggota dalam
organisasi yang biasanya memiliki tujuan sosial—sebuah “penyebab”—dan
biasanya mencari keuntungan bagi konstituennya”. Billis (1993) menyebutkan
asosiasi volunteer adalah “keompok orang yang menggamabrkan batas antara diri
mereka sendiri dengan orang lain yang bersama-sama untuk melihat dan mengatasi
masalah masalah orang, dan melakukan ‘sesuatu’”. Definisi ini terdengar sama
dengan definisi mengenai organisasi yang dilontarkan oleh O’connor yaitu suatu
struktur, partisipan, dan tujuan. Perbedaannya pada batas antara organisasi formal
yaitu organisasi yang didirikan berdasarkan landasan hokum dan disetujui oleh
lembaga hokum/pemerintah. Namun asosiasi valonteer dapat berjalan tanpa legal
formal secara hukum. Pada sisi lainnya organisasi asosiasi volunteer dapat secara
jelas terformalkan seperti National Association of Social Workers (NASW),
Child Welfare League of America (CWLA), American Association of
Retired Persons (AARP), American Association of Homes and Services for the
Aged (AAHSA). D a p a t d i j e l a s k a n b a h w a asosiasi volunteer adalah sangat
luas sebab mereka adalah ‘‘akar asli atau inti dari sector nonprofit” (Harris, 1998,
p. 144). Asosiasi volunteer bias memiliki anggota individu maupun organisasi,
terkadang, asosiasi memiliki anggota keduanya. Payung dari asosiasi adalah “asosiasi
nonprofit, dimana setiap anggota adalah untuk mereka sendiri dan mengestimasikan
bhawa setiap organisasi nonprofit menjadi paying bagi asosiasi’’ (Young, 2001, p.
290).
13
Untuk melihat hubungan organisasi masih sangat sulit kemudian tidak bias
hanya dibahas dalam satu bab buku saja. Dalam melihat hubungan organisasi tidak
bias melihat hanya pada satu bagian tertentu saja. Mereka memiliki tipologi
tersendiri dalam berhubungan dengan organisasi lainnya terutama dalam konteks
memberikan pelayanana. Hal ini dapat melintas batas antara organisasi, seperti
kerjasama dengan organisasi public, formal ataupun organisasi for profit. Bailey dan
Koney (2000) menjelaskan rangkaian asosiasi berawal dari (1) afiliasiyang kemudian
dialnjutkan oleh (2) federasi, asoasiasi, dan koaliasi, (3) konsorsium, network dan
saha gabungan, dan diakhiri dengan (4) merger, acqusisi, dan konsolidasi.
2. Ideological Communities
Relasi dengan ideological communities mungkin lebih rendah bentuk
kelembagaannya, tetapi mereka menggabungkan identitas budaya pada organisasi
dan menjadi alasan organisasi tersebut ada.
Religi atau masyarakat religi berafiliasi dengan pelayanan sosial atau
masyarakat memahami bahwa organisasi tersebut berafiliasi dengan masyarakat
religi tertentu. Secara tipikal organisasi ini dan tidak sama dengan organisasi
nonprofit, dan memiliki nama yang mengafiliasi pada religi tertentu, seperti
Lutheran Social Ministries atau Catholic Charities, sedangkan di Indonesia
berkembang organisasi yang berafiliasi pada agama tertentuseperti Dompet
Dhuafa, Rumah Zakat Indonesia, Lembaga TsuChi. B e b e r a p a a s u m s i
dapat dibuat menge nai afiliasi keagamaan Beberapa aga ma
yang berafiliasi memberikan pelayana hanya dari kelompok
kepercayaan. Afiliasi ini bahkan menerima sumbangan dari
masyarakat untuk membawa misi dan bahkan sangat sulit
u n t u k m e m b u a t m e r e k a m e n j a d i “ r e l i g i o u s ” (Ellor, Netting, &
Thibault, 1999). Nantnya mereka akan memelihara afiliasi dengan kelompok
agama, symbol keagamaan yang dapat memegang makna perbedaan bagi
administrator, staf, dan konsumen (Netting, O’Connor, & Yancey, 2006).
3. Franchise/Waralaba
Banyak lembaga perwakilan dari organisasi internasional regional, nasional,
atau bahkan lokal. Oster mendefinisikan hubungan seperti waralaba diantara HSO
lokal sesuai dengan ciri-ciri sebagai berikut: ''(1) Menjadi franchiser transfer untuk
14
para pengguna waralaba dengan hak eksklusif untuk menggunakan merek dagang atau
menjual produk tertentu. Seringkali meskipun tidak selalu, hak ini diberikan atas
suatu wilayah tertentu. (2) Sebagai gantinya, franchisee (pengguna waralaba)
membayar kepada pemiliki waralaba dan mungkin harus setuju untuk membeli
persediaan atau bahan baru dari waralaba tersebut. (3) franchisor (pemilik waralaba)
memberikan bantuan beberapa franchisee, biasanya di permasalaha teknis, masalah
operasi, dan penerapan kontrol dalam pengoperasian. (4) Setiap sisa keuntungan dan
kerugian dari usaha diberikan kepada franchisee” yang berarti dapat masuk ke dalam
penyediaan layanan yang lebih (1992, hal 224).
Perawatan rumah (misalnya, Manor Care), konsumen mengharapkan kualitas
standar dari usaha waralaba, sama seperti mereka mengantisipasi bahwa hamburger
atau milkshake dari perusahaan waralaba di setiap kota di dunia akan sama. Meskipun
lembaga nirlaba mungkin tidak menganggap diri mereka sebagai waralaba, ada
teladan lama yang terbentuk seperti konsep waralaba yang berlaku. Oster menyatakan
''bahwa lebih dari setengah dari 100 organisasi nirlaba atas amal adalah organisasi
waralaba' '(1992, hal 226). Goodwill Industri dan Planned Parenthood, misalnya,
beroperasi dalam hubungan waralaba dengan kantor nasional. Goodwill Industries
memiliki 179 afiliasi di Amerika Serikat, sedangkan Planned Parenthood memiliki
171 (Oster, 1992, hal 225). afiliasi lokal dapat membayar organisasi nasional mereka
persentase dari anggaran mereka beroperasi di tukar untuk penggunaan logo dan
nama, dukungan teknis, dan berbagai kegiatan seperti lobi di tingkat nasional untuk
kebijakan yang relevan dengan kebutuhan instansi. Beberapa bab lokal dapat terlibat
dalam penggalangan dana bersama dengan badan-badan nasional, di mana dana
tersebut disalurkan oleh rumus untuk kelompok-kelompok lokal dan nasional.
Pembatasan ditempatkan pada waralaba sangat bervariasi
4. Hubungan Host
Layanan manusia dapat disampaikan oleh departemen, program, atau
individual terletak di dalam organisasi induk. Organisasi ini biasanya lembaga besar
yang memberikan layanan manusia atau mempekerjakan profesional membantu
sebagai bagian dari apa yang mereka lakukan, tapi yang tujuan utamanya bukan
pelayanan manusia. Oleh karena itu, organisasi induk bisa sistem layanan kesehatan,
pengaturan sekolah, militer, perusahaan komersial, atau organisasi lain di mana suatu
15
unit atau komponen memberikan pelayanan manusia. Dalam organisasi tuan rumah,
praktisi dipandang sebagai''tamu kelembagaan''(Auslander, 1996, hal 15). Klien
biasanya tidak datang untuk tujuan mendapatkan pelayanan manusia karena itu
bukanlah fungsi utama organisasi.
Namun, dalam proses penyediaan apa yang klien butuhkan, organisasi induk
mungkin terlibat praktisi atau unit pelayanan sosial untuk membantu dalam memenuhi
kebutuhan.
Tabel 2.1
Tipe Hubungan Organisasi
16
BAB 3
OBJEK PENELITIAN
17
Mukti Zaenal Asikin; Sebagai ketua PUPUK, Co-founder dan tenaga ahli One
Stop Center (OSS), dan Co-founder beberapa FORDA serta jaringan
organisasi di Indonesia. Beliau telah memainkan peranan penting dalam upaya
pengembangan dan kajian kegiatan dalam upaya memperbaiki lingkungan
usaha dengan bekerjasama dengan organisasi Internasional seperti :
Swisscontact, ZDH-Techno-net Asia, European Union Commission, Freidrich
Naumann Foundation, Canada Indonesia Technology Network, Plan
International, GTZ, World Bank, dan the New Zealand Embassy. Sejah tahun
1997, beliau telah bekerja di beberapa institusi dan organisasi Internasional
seperti Swisscontact, Kementrian negara Koperasi dan UKM, Asian
Development Bank (ADB), Regional Economic Development (RED), dan
Germany Technical Cooperation dengan tugas dan peran melakukan
pengembangan, monitoring, assistensi tehnik, dan desain, perencanaan, dan
implementasi berbagai program pengembangan UMKM.
Kawi Boedisetio; Sebagai wakil ketua PUPUK dan PUPUK Advisor. Beliau
juga adalah seorang konsultan/ instruktur/ pengajar independen dalam
berbagai kegiatan pengembangan UMKM dan pengembangan pasar. Dari
tahun 2000 sampai dengan sekarang, beliau bekerja sebagai Program Advisor
di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), the Center for Policy
Assessment of Local Competitiveness Development and Local Capacity
Building di Indonesia, membantu dalam mendukung sistem pengembangan
UMKM melalui innovation system assessment, competency-based community
development, cyber-marketplaces, policy studies, dan local economic
development initiatives using an industrial cluster approach.
18
Siti Nur Maftuhah; Program Manager PUPUK Bandung, memiliki
pengalaman lebih dari sepuluh tahun dalam bidang pengembangan UKM. Ahli
dalam bidang Pengembangan Ekonomi Daerah, Pemberdayaan Masyarakat,
Keuangan Mikro, Implementasi CSR dan Konsep Daya Saing Daerah. Sejak
tahun 1998 sampai dengan sekarang terlibat dalam beberapa program
pemberdayaan masyarakat baik yang disponsori oleh pemerintah daerah,
provinsi, maupun donor asing, serta memiliki kompentensi dalam
melaksanakan survey dan kajian di bidang pangan dan sosial. Kompetensi lain
yang dimiliki adalah trainer Klaster Industri.
Endang Sri Agustini; Seorang tenaga ahli PUPUK dalam peningkatan daya
saing daerah melalui pendekatan klaster industri dan independen dalam
melakukan kajian survei dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Dari tahun
1997 sampai dengan sekarang, beliau telah bekerja sebagai tenaga ahli di
bidang kegiatan program untuk berbagai institusi pemerintah, perusahaan
swasta dan lembaga internasional. Keahlian yang dimiliki secara spesifik
adalah konsep pembangunan daerah serta trainer Klaster Industri.
19
program yang dibiayai oleh DFID UK, yang memiliki peran membangun
keberlanjutan UMKM yang berhubungan dengan industri wisata. Beliau juga
memiliki pengalaman dalam menyusun dan mengimplementasikan skema
kredit mikro untuk UMKM. Beliau juga seorang akuntan dengan melalui
pendidikan di Business Studies fromTechnical Advance and Further Education
of Adelaide, South Australia.
20
lembaga perwakilan pada tahun 2000 dengan nama Dompet Dhuafa Republika
Perwakilan Jawa Barat. Inti aktifitasnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan dana
ZIS melalui program-program pemberdayaan untuk menanggulangi berbagai problem
sosial di wilayah Jawa Barat. Tahun 2002, penerapan konsep Jejaring Multikoridor
(JMK) oleh Dompet Dhuafa Republika mendapat respon positif, termasuk dari
Dompet Dhuafa Perwakilan Jawa Barat. Tahun 2002, penerapan konsep Jejaring
Multikoridor (JMK) oleh Dompet Dhuafa Republika mendapat respon positif,
termasuk dari Dompet Dhuafa Perwakilan Jawa Barat.
Luasnya program yang harus ditangani di satu sisi dan kondisi ekonomi yang
sulit mengembangkan yayasan beserta program yang didanainya. Karena itu, strategi
penggalangan dana yang Iebih baik menjadi salah satu tuntutan bagi DD untuk survive
dan bersaing dengan lembaga penggalang dana lainnya. Pada awal 1998, Eri Sudewo
mengubah divisi penggalangan dana menjadi divisi pemasaran yang ditugasi
menggalang dana sekaligus melakukan promosi program. Tujuannya agar lebih aktif
dalam merangkul penyumbang dan mengurusnva dengan cara yang Iebih sistematis.
“Cara ini akan membuat DD berbeda dengan organisasi serupa yang mengumpulkan
donasi ataupun ZIS secara tradisional dan pasif. Selain menyusun strategi
penggalangan dana lebih terencana, kami juga merancang panduan internal sebagai
mekanisme kerja termasuk sistem insentif pada bagian penjualan sehingga penggalang
dana akan bekenrja secara profesional. Eri percaya meskipun sumbangan secara
sukarela telah menjadi hagian dan budaya dan ajaran agama, hal itu perlu dimotivasi
lewat pendekatan yang sistematis. Rencana komunikasi dan kampanye menjadi salah
satu perangkat DD. Namun penyediaan produk yang nyata nilai tambahnya dan
pelayanan lebih baik merupakan pendekatan yang lebih baik.
Diluar itu, mereka juga melakukan berbagai pendekatan yang profesional
untuk memelihara dan merawat donatur sehingga menjadi penyumbang yang loyal.
Upaya itu dilakukan DD lewat pendekatan pribadi. Untuk menangani program
penggalangan dana ini, Eri Sudewo merekrut dan mempromosikan beberapa staf yang
berlatar belakang pendidikan atau memiliki pengalaman di bidang pemasaran. Divisi
mi dirancang dalam sebuah struktur yang ramping, namun bisa bekerja secana efektif
dan efisien. Saat itu divisi mi memiliki lima tenaga yang dipilih dan direkrut secara
ketat dan peserta program pelatihan penggalangan dana yang pernah dilaksanakan
21
oleh DD. Mereka adalah peserta terbaik dalam pelatihan. Sebelum melaksanakan
tugas mereka diberikan wawasan mengenai yayasan, produknya, dan terutama strategi
pemasaran kehumasan.
Kunci sukses DD dalam menerapkan strategi pemasarannya adalah perkiraan
pengeluaran dan pendapatan yang cermat. Pada awal tahun pembukuan, manajemen
merancang perkiraan pendapatan berdasarkan pendapatan tahun lalu. Mereka
menelusuri informasi dalam basis data sebelum menyusun kecenderungan untuk tahun
berikutnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti kebijakan pemerintah,
situasi ekonomi, dll. Manajer divisi pemasaran bertanggung jawab dalam menyusun
target tahunan, yang diterjemahkan dalam angka bulanan.
Mulai awal 2000, divisi pemasaran ditingkatkan statusnya menjadi direktorat
penghimpunan yang dipimpin oleh Serorang direktur. Direktorat mi membawahi
divisi pemasaran perusahaan dan pemasaran nitel yang masing-masing dipimpin oleh
seorang manajer. Perubahan mi berkaitan dengan upaya restrukturisasi yang
dilakukan DD terhadap struktur organisasinya. ‘Terubahan ini juga dilakukan untuk
memaksimalkan upaya pemasaran kita lakukan. Dengan struktur baru ini, peran
masing-masing divisi lebih fokus dan Iebih maksimal. Divisi perusahaan menangani
penggalangan dana dan kerja sama dengan perusahaan atau lembaga, sementara retail
pemasaran lebih banyak mencari dan menangani dana yang masuk dan individu atau
perorangan,” kata Juwaini.
Pada awal tahun 2003 DD mengembangkan organisasinya menjadi Jejaring
Multi Koridor (JMK). JMK merupakan struktur organisasi sejenis konsorsium di
mana masing-masing lembaga atau divisi yang tergabung di dalamnya diberi
kesempatan luas untuk mandiri dan mengembangkan lembaganya sesuai dengan core
activity atau aktivitas utarnanya. Struktur baru mi dipilih agar berbagai lembaga,
divisi atau unit usaha bentukan DD tidak menjadi beban bagi DD dan tumbuh menjadi
lembaga mandiri. Konsep tersebut diwujudkan dalam tiga tahapan yang disebut IOM
(Indepen¬den, Otonom, dan Mandiri). Pada tahapan independen DD akan membantu
membangun manajemen lembaganya, membantu sebagian biaya operasionalnya, dan
mengarahkan berbagai kebijakan yang dijalankan lembaga tersebut.
Berbagai bantuan dan bimbingan itu mulai dikurangi dalam tahapan otonom
dan DD hanya mensubsidi kekurangan dana dan membantu mengatasi persoalan yang
22
belum bisa dipecahkan oleh lembaga. Akhirnya, DD sama sekali akan melepaskan
lembaga tersebut dengan memberi kewenangan sepenuhnya untuk menyusun rencana
strategis lembaga, mencari sumber pendanaan, dan membuat kebijakan strategis
pengem¬bangan lembaga. Konsep JMK dipilih untuk menjawab kebutuhan
pengembangan organisasi dan SDM agar bisa mengembangkan din secara maksimal.
Dengan sistem baru tersebut, masing-masing divisi, Lembaga atau unit usaha yang
dikembangkan DD bergabung dalarn 4 jejaring: (1) Lembaga Amil Zakat, (2) Jejaring
Asset Reform, (3) Jejaring Asset Sosial, dan (4) Business Development atau Jejaring
Komersial. Masing¬masing badan tersebut menghidupkan lembaga-lembaga otonom
yang bekerja secara fokus dan desentralisasi. (lihat struktur) Jaringan yang secara
khusus diberi tugas untuk mengem¬bangkan kegiatan bisnis dan pengembangan
ekonomi masyanakat adalah Jejaring Asset Reform (JAR) dan Jejaning Komensial.
JAR menupakan salah satu bagian dan JMK yang bertugas melakukan
program atau kegiatan peningkatan perekonomian dan penguatan modal sosial di
tengah-tengah masyarakat. JAR merupakan penpaduan antara social investment
dengan visionary investment. Jejaring mi menjadi tempat berkiprahnya lembaga-
lembaga berbasis ekonomi kerakyatan, dimodali oleh masyarakat lewat dana ZIS,
kepemilikannya bensifat umum atau publik, berorientasi pada pengembangan potensi
kaum dhuafa, dan menerapkan sistem bagi hash untuk pengembangan kualitas dan
kuantitas masing-masing usahanya. Kalau dan dana ZIS yang dikembangkan lewat
benbagai program dan unit usaha tensebut berkembang, maka keuntungan yang
didapat tidak diambil oleh DD, tapi dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk
program atau memperbesar modal usaha.
Proses pengalihan aset atau modal tersebut diiakukan secara bertahap dalam
bentuk usaha atau bisnis yang dijalankan secara profesional, seperti layaknya bisnis
komersial. Beberapa unit usaha yang dikembangkan dalam usaha ini adalah: Unit
Ternak Domba Sehat, Unit Agribisnis, Unit Perdagangan, Lembaga Keuangan Mikro,
dan Unit Masyarakat Mandini. Sementara Jejaring bisnis atau komersial terdiri dan
lembaga-lembaga yang berorientasi bisnis, benbasis syaniah, bermodal dan dana non-
ZIS, profesional profit-oriented, kepemilikan oleh lembaga pemilik modal, dan bagi
hasil dan pemodal dibenikan kepada kaum dhuafa. Modalnya benasal dan dana
operasional DD atau dana pinjaman komersial. Sebagai amil atau lembaga pengelola
23
ZIS, DD benhak mendapatkan 1/8 dan jumlah dana yang digalang. Dana tersebut
biasanya digunakan untuk operasional lembaga. Namun, jika ada kelebihan dan dana
tersebut, sisanya digunakan untuk pengembangan usaha-usaha komersial. Karena
pengembangan usaha itu menggunakan dana yang menjadi hak pengelola DD, maka
keuntungan yang diperoleh tidak dikembalikan ke masyarakat sebagai mustahik, tapi
digunakan untuk mengembangkan organisasi. Misalnya untuk meningkatkan
kesejahteraan karyawan atau melengkapi sarana dan prasarana. Yang tengabung
dalam jejaning ini adalah Raudha Rahma Abadi (perusahaan travel dan ibadah
haji/umroh), Institut Manajemen Zakat (lembaga pendidikan dan pelatihan
pengelolaan ZIS), Subkanal Citra Selaras (PR dan Event Organizer), Community
Development Circle (pengembangan corporate social responsibility) dan Tebar
Hewan Kurban (Penyediaan dan Penyaluran Daging Kurban).
Pada tanggal 14 Oktober 2002 didirikanlah lembaga afiliasi DD Republika
dengan nama Yayasan Dompet Dhuafa Bandung dengan nomor akte 42, di depan
notaris Evy Hybridawati Wargahadibrata, SH. Untuk memenuhi ketentuan hukum
yang berlaku, DD mendaftarkan diri ke Departemen Sosial RI sebagai organisasi yang
berbentuk Yayasan. Pembentukan yayasan dilakukan di hadapan Notaris H Abu Yusuf
SH tanggal 14 September 1994, diumumkan dalam Berita Negara RI No.
163/A.YAY.HKM/1996/PN JAKSEL. Lokasi tempat dompet dhuafa bandung terletak
di Jl. Pasirkaliki No. 143 Lt.II Bandung 40173 Jawa Barat, Indonesia 40173 Tlp. 022-
6032281,6120218 Fax. 022-6120130.
Adapun visi dari Dompet Dhuafa Bandung, yaitu: Menjadi lokomotif
pemberdaya, bagi tumbuh kembangnya jiwa dan kemandirian masyarakat, yang
bertumpu pada sumber daya lokal, menuju sistem ekonomi berkeadilan. Sedangkan
Misi Dompet Dhuafa Bandung, yaitu:
Membangun diri menjadi lokomotif gerakan pemberdayaan masyarakat berbasis
pengelolaan ZISWaf (zakat, infak, sedekah dan wakaf)
Menumbuhkembangkan jaringan lembaga pemberdayaan masyarakat
Menumbuhkembangkan dan mendayagunakan aset masyarakat yang berbasis
kekuatan sendiri
Mengadvokasi paradigma ekonomi berkeadilan
24
Dalam melaksanakan semua program dan kegiatannya para pegawai di
dompet dhuafa memiliki struktur organisasi dimana hal ini memudahkan mereka
untuk berkordinasi, adapun struktur organisasinya (terlampir)
3. Yayasan B_Trust
B_Trust adalah perkumpulan nir-laba (NGO) yang didirikan oleh sekelompok
aktivis dan professional yang berpengalaman dalam bidang penelitian dan advisory,
pengorganisasian masyarakat, penguatan lembaga non profit maupun institusi publik
yang memiliki perhatian pada peningkatan peran masyarakat dalam proses
kepemerintahan. Pembentukan Yayasan B_Trust dikukuhkan di depan Notaris Dr.
Wiratni Ahmadi, S.H. pada tanggal 14 Juni 2001 dengan akta pendirian No. 27 dan
dilengkapi dengan pendaftaran di Sospol dengan No. 340/Yayasan/2003. Di samping
itu, B_Trust terdaftar juga sebagai anggota ISBN No. 979-96768.
25
Satu dari 4 fokus B_Trust adalah jaringan untuk perubahan. Dalam
mendorong berbagai proses reform di pemerintah khususnya daerah, B_Trust
menyadari hal ini tidak mungkin dilakukan sendirian. Karena itu jaringan perlu
dibentuk dan diperkuat. B_Trust akan terus mendiseminasikan setiap kebijakan yang
dianggap reform kepada masyarakat. Proses ini dilakukan dengan harapan masyarakat
dapat memberikan kontribusi melalui monitoring kebijakan yang sudah atau akan
berjalan.
26
melalui penyediaan sarana dan prasarana ini tugas-tugas staff dapat berjalan dengan
lancar. Penyediaan kebutuhan ini sangat diperlukan dan diharapkan akan semakin
baik.
Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di B_Trust sebagai penunjang
pelaksanaan kegiatan diantaranya sebagai berikut :
Komputer 8 unit
Laptop 3 unit
Meja kerja 8 buah
Kursi kerja 16 buah
3 ruang tamu
Musola 1 tempat
Meja Resepsionis 1 unit
1 ruang makan
1 ruang rapat dengan kapasitas 10 orang
5 kamar mandi
1 dapur
4 rak buku
2 mobil
4 motor
2 unit telepon
4 ruang kerja
Koneksi internet
2 buah mesin print
4. Yayasan Suryakanti
Yayasan Surya Kanti didirikan tahun 1984 oleh sekelompok profesional,
orang tua, relawan yang peduli terhadap perkembangan anak dibawah lima tahun
yang dikoordinir oleh Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K). Yayasan Surya Kanti
merupakan Yayasan Swadaya Masyarakat non profit yang bergerak dalam bidang
deteksi dini dan intervensi dini bagi anak-anak berkelainan dengan usia 0-8 tahun dan
bertempat di Jl. Terusan Cimuncang No.9 Bandung 40125 Indonesia. Dalam
27
pelaksanaannya, Yayasan Surya Kanti menerapkan upaya promotif yaitu
meningkatkan fungsi sosial pasien, preventif yaitu pencegahan supaya tidak rusak
fungsi sosial pasien, kuratif yaitu penyembuhan agar dapat berfungsi sosial dan
rehabilitatif yaitu pemeliharaan supaya tetap dapat menjalankan peran sosial. Tujuan
utama adalah untuk memberikan bantuan dan pelayanan bagi anak dibawah delapan
tahun dengan kebutuhan khusus untuk mengembangkan potensinya. Dalam upaya ini
Yayasan Surya Kanti tidak hanya memfokuskan diri pada kelainan yang diderita anak,
tetapi melihat seorang anak sebagai individu yang utuh artinya suryakanti melihat
seorang anak atau pasien yang datang dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
yang bila diberikan bantuan dan kesempatan dapat mengatasi kekurangan dan dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal
Selain itu bantuan dan dukungan kepada anak-anak ini juga difokuskan kepada
orang tua sebagai pengasuh utama. Tim Yayasan Surya Kanti terdiri dari kelompok
tenaga ahli multidisiplin yang bekerja sama dengan sekelompok tenaga terapis.
Tenaga ahli ini terdiri dari dokter anak, dokter ahli penyakit syaraf, dokter ahli THT,
dokter spesialis penyakit kulit, dokter ahli endokrin, dokter psikiatris dan dokter mata
didampingi psikolog perkembangan dan tenaga pendidikan luar biasa. Semua ahli
bekerja erat dalam satu kelompok dari berbagai macam tenaga terapis (fisio terapi,
occupational terapi, tenaga stimulasi dasar/bayi, terapi wicara) dan tenaga sosial yang
bekerja bahu membahu untuk kepentingan anak dengan kebutuhan khusus. Cara
pendekatan seperti ini masih merupakan cara pendekatan yang relatif baru di
Indonesia.
Tujuan Yayasan Suryakanti :
o Memberikan pelayanan bermutu
o Melibatkan orang tua/pengasuh untuk berpartisipasi aktif dalam mengelola pasien.
o Memberikan pendidikan berkelanjutan kepada tenaga/karyawan agar dapat
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi tata laksana & pengelolaan anak-
anak dengan kebutuhan khusus sambil mempertahankan mutu pelayanan.
o Meningkatkan kesejahteraan karyawan dilingkungan Yayasan Surya Kanti.
Falsafah dan Nilai Yayasan Suryakanti :
28
Menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan berkeluarga dan hak seorang anak untuk
mendapatkan pelayanan dan perawatan yang paling optimal dan sesuai
kebutuhannya.
Mempertahankan nilai-nilai dan mutu pelayanan untuk kepentingan tiap anak.
Visi Yayasan Surya Kanti adalah : “Tiap anak tanpa melihat suku bangsa,
tingkat sosial dan agama mempunyai hak yang sama dalam mendapat pengasuhan dan
pelayanan yang menyeluruh dan berkualitas agar mencapai tingkat kesehatan,
pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal bagi dirinya.”
Sedangkan misi dari Yayasan Surya Kanti adalah :
Memberikan Pelayanan menyeluruh ("holistik") bagi tiap anak dan terutama bagi
anak dengan kebutuhan khusus agar anak bisa berkembang menjadi seorang
individu yang produktif, percaya diri dan disegani masyarakat dimana ia tumbuh,
tanpa melihat kelainan fisik dan mental yang mungkin dideritanya.
Pelayanan PUSPPA Surya Kanti tidak difokuskan pada kelainan yang diderita
anak, tetapi lebih melihat seorang anak sebagai individu utuh dengan segala
kelebihan dan kekurangannya yang bila diberikan bantuan dan kesempatan dapat
mengatasi kekurangan dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak.
Melibatkan orang tua sebagai pengasuh dan mitra utama dan pelayanan
disesuaikan secara individual dan dikembangkan atas dasar kekuatan- kekuatan
pada anak dan keluarga dan tidak didasarkan pada kekurangannya.
Susunan pengurus Yayasan Suryakanti
Ketua : Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K).
Wakil Ketua I : Ny. Martini Soemali
Wakil Ketua II : Ny. Eike Moedomo
Sekretaris Umum : Ny. Tien Zubair Dangkua
Bendahara Umum : Ny. Jossy Saswinadi, SH
Anggota : 1. Dr. Bulantrisna Djelantik, Sp. THT
2. Dr. Reggy Panggabean, Sp. S (K)
3. Ny. Retno Harsono
4. Ir. Wanne Mardiwidjo, Alm
5. Dr. Bachti Alisjahbana, Sp. PD
29
6. Dra. Carlina Susanto Adiwilaga
Volunteer : 1. Ny. Wiwiek Soejono
2. Ny. Tinneke Kosasih
3. Prof. DR. Sriewolan S
4. Ny. Emmy Hendro
Yayasan Surya Kanti di dirikan oleh Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K).
Dalam membantu kegiatan Yayasan Surya Kanti dibentuklah struktur pembagian
tugas dalam badan pengurus. Pembagian tugas ini terdiri dari ketua, sekeretaris dan
bendahara. Untuk ketua sendiri langsung dipegang oleh pendirinya yaitu Prof. Dr.
Anna Alisjahbana, dr. Sp. A(K). Ketua Yayasan ini berperan sebagai penanggung
jawab Yayasan Suryakanti secara keseluruhan. Sekertaris Yayasan Surya Kanti
dipegang oleh Ny. Tien Zubair Dangkua, sedangkan bendahara Yayasan Surya Kanti
dipegang oleh Ny. Jossy Saswinadi, SH. Bendahara tersebut bertanggung jawab
dalam pengelolaan keuangan Yayasan Surya Kanti. Dalam membantu kegiatan harian
Yayasan Surya Kanti dibentuk bagian kesekretariatan yang terdiri dari dua orang staf
yaitu ibu Tanti dan Ibu Diana Irma.
Yayasan Surya Kanti terbagi ke dalam lima unit. Unit pertama merupakan unit
pendidikan dan pelatihan. Unit pendidikan dan pelatihan ini memiliki program
penjaringan dan pelatihan Tenaga Intervensi Dini untuk perawat di Puskesmas-
puskesmas untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus di masyarakat, bekerja sama
dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, yaitu orang tua dilibatkan secara aktif
dalam kegiatan deteksi dan intervensi dini (oleh ibu dirumah dan kader posyandu).
Unit kedua yaitu, unit marketing yang memiliki salah satu tugas dalam
melakukan promosi dan pemasaran kepada masyarakat luas tentang program-program
dan pelayanana yang diberikan Yayasan Surya Kanti. Salah satu bentuk kegiatannya
adalah melakukan sosialisasi pada masyarakat umum mengenai bentuk pelayanan
klinik, pendidikan TK dan SD, serta balai pengobatan. Cara bermaketing yang
dilakukan beragam dari mulai membuat dan membagikan pamflet dan juga membuat
poster yang di simpan di Rumah Sakit ataupun tempat praktek dokter anak.
Unit ketiga merupakan unit pelayanan Pusat Pengembangan Potensi Anak
(PUSPPA) Surya Kanti, yang terbagi lagi kedalam tiga bagian yaitu bagian klinik,
30
pendidikan dan balai pengobatan. Unit pelayanan ini merupakan unit dan kegiatan
utama PUSPPA Surya Kanti dan bertujuan mengimplementasi visi dan misi Yayasan.
Direktur Unit Pelayanan Utama PUSPPA dipegang langsung oleh Prof. Dr. Anna
Alisjahbana, dr. Sp. A(K)., wakil Direktur medis Dr. Yulia Suherman dan Manajer
HRD yaitu Ibu Shintawati Restiningsih. Klinik Yayasan Suryakanti bergerak dalam
bidang kesehatan anak khususnya bidang deteksi dan intervensi dini pada anak-anak
usia 0-8 tahun yang mengalami gangguan perkembangan atau masalah kesulitan
belajar pada anak usia sekolah. selain itu juga menangani pemeriksaan balita yang
tidak mengalami gangguan perkembangan (anak normal) guna memungkinkan orang
tua menolong dan meningkatkan potensi perkembangan mereka sedini mungkin dan
semaksimal mungkin. Kegiatannya meliputi penilaian perkembangan, menegakan
diagnosa, melaksanakan intervensi melalui terapi khusus fisik, okupasi, dan wicara.
Jumlah tenaga profesi terdiri dari 4 dokter, 4 psikolog, dan kelompok 12 terapis, dan 2
tenaga Social Worker.
31
BAB IV
ISI DAN PEMBAHASAN
32
khususnya manajemen lembaga pelayanan sosial tersebut, yang masih berlandaskan
aktifitas karitas.
33
Peningkatan Usaha Kecil disahkan Departemen Kehakiman Republik Indonesia
melalui SK No. C2-765.HT01.03.TH88. Dasar pemilihan badan hukum perkumpulan
adalah dengan harapan PUPUK dapat mengembangkan mekanisme demokratis dalam
tubuh organisasinya. Anggota perkumpulan adalah perorangan yang terdiri dari
praktisi bisnis, aktivis LSM dan perguruan tinggi serta individu yang menaruh
perhatian pada UK.
Berdasarkan Renstra yang ada di PUPUK Bandung ini didasarkan pada Misi
dari PUPUK Bandung, yakni melaksanakan program-program penguatan Usaha Kecil
dengan basis potensi yang dimiliki oleh Usaha Kecil dan kebutuhan Usaha Kecil
dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki Indonesia, melalui
pendekatan di tingkat mikro, meso, dan makro. Berikut Rinciannya :
34
pengembang Usaha Kecil sehingga berkembang program-program yang
bersifat kemitraan baik secara vertikal maupun horizontal.
Kegiatan pada tingkat meso antara lain; workshop dan pelatihan bagi tenaga
pembina/ konsultan Usaha Kecil, jaringan informasi dan forum komunikasi
tenaga ahli (konsultan Usaha Kecil), pembentukan jaringan lembaga
pendamping Usaha Kecil, dan lain-lain.
Dalam konteks yang sama yaitu pengembangan daya saing daerah dan
Pengembangan UKM melalui program CSR yang ada di perusahaan.
Studi, riset dan survey adalah program yang dilakukan sebelum dan sesuadah
program Kerjasama Pengembangan UKM. Beberapa program studi, riset dan
35
survey dilakukan secara terpisah. Program ini dilakukan untuk mengidentifikasi
dan memetakan UKM dan persoalan serta peluangnya. Dan untuk mengukur
dan mengevaluasi tingkat capaian program kerjasama pengembangan ekonomi.
Rekomendasi yang aplikatif adalah capaian program ini.
4. Advokasi
36
dana sosial kemanusiaan lainnya. Organisasi ini lahir dari empati kolektif komunitas
jurnalis yang sering berinteraksi dengan masyarakat miskin, sekaligus kerap jumpa
dengan kaum kaya. Digagaslah manajemen galang kebersamaan dengan siapapun
yang berkepedulian kepada kaum dhuafa. Empat orang wartawan yaitu Parni Hadi,
Haidar Bagir, S. Sinansari Ecip dan Eri Sudewo berpadu sebagai Dewan Pendiri
lembaga independen DOMPET DHUAFA REPUBLIKA
Sejak kelahiran Dompet Dhuafa (DD) Republika pada tahun 1993 Sejak saat
itu wartawan media ini memotori segenap kerabat kerja untuk menyalurkan zakat
sebesar 2,5% dari penghasilan. Dana tersebut dikumpulkan kemudian didayagunakan
langsung kepada dhuafa yang berhak. Karena dilakukan pada waktu-waktu sisa, tentu
saja dana yang terkumpul maupun pendayagunaannya tidak dapat maksimal. Dalam
sebuah kegiatan di Gunung Kidul Yogyakarta, para wartawan menyaksikan aktivitas
pemberdayaan kaum miskin yang didanai mahasiswa. Dengan menyisihkan uang
saku, mahasiswa membantu masyarakat miskin. Aktivitas sosial yang telah dilakukan
sambilan di lingkungan REPUBLIKA kemudian terdorong untuk
dikembangkan. Apalagi kala itu, masyarakat luas pun telah terlibat menyalurkan
ZISnya melalui DD, mulailah digagas manajemen pengelolaan zakat dalam bentuk
program-program pemberdayaan.
Kian berkembangnya organisasi dan padatnya aktifitas, tahun 1998 DD
Republika membuka konter di Bandung yang selanjutnya berkembang menjadi
lembaga perwakilan pada tahun 2000 dengan nama Dompet Dhuafa Republika
Perwakilan Jawa Barat. Inti aktifitasnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan dana
ZIS melalui program-program pemberdayaan untuk menanggulangi berbagai problem
sosial di wilayah Jawa Barat. Tahun 2002, penerapan konsep Jejaring Multikoridor
(JMK) oleh Dompet Dhuafa Republika mendapat respon positif, termasuk dari
Dompet Dhuafa Perwakilan Jawa Barat. Tahun 2002, penerapan konsep Jejaring
Multikoridor (JMK) oleh Dompet Dhuafa Republika mendapat respon positif,
termasuk dari Dompet Dhuafa Perwakilan Jawa Barat.
Luasnya program yang harus ditangani di satu sisi dan kondisi ekonomi yang
sulit mengembangkan yayasan beserta program yang didanainya. Karena itu, strategi
penggalangan dana yang Iebih baik menjadi salah satu tuntutan bagi DD untuk survive
dan bersaing dengan lembaga penggalang dana lainnya. Pada awal 1998, Eri Sudewo
37
mengubah divisi penggalangan dana menjadi divisi pemasaran yang ditugasi
menggalang dana sekaligus melakukan promosi program. Tujuannya agar lebih aktif
dalam merangkul penyumbang dan mengurusnva dengan cara yang Iebih sistematis.
“Cara ini akan membuat DD berbeda dengan organisasi serupa yang mengumpulkan
donasi ataupun ZIS secara tradisional dan pasif. Selain menyusun strategi
penggalangan dana lebih terencana, kami juga merancang panduan internal sebagai
mekanisme kerja termasuk sistem insentif pada bagian penjualan sehingga penggalang
dana akan bekenrja secara profesional. Eri percaya meskipun sumbangan secara
sukarela telah menjadi hagian dan budaya dan ajaran agama, hal itu perlu dimotivasi
lewat pendekatan yang sistematis. Rencana komunikasi dan kampanye menjadi salah
satu perangkat DD. Namun penyediaan produk yang nyata nilai tambahnya dan
pelayanan lebih baik merupakan pendekatan yang lebih baik.
Diluar itu, mereka juga melakukan berbagai pendekatan yang profesional
untuk memelihara dan merawat donatur sehingga menjadi penyumbang yang loyal.
Upaya itu dilakukan DD lewat pendekatan pribadi. Untuk menangani program
penggalangan dana ini, Eri Sudewo merekrut dan mempromosikan beberapa staf yang
berlatar belakang pendidikan atau memiliki pengalaman di bidang pemasaran. Divisi
mi dirancang dalam sebuah struktur yang ramping, namun bisa bekerja secana efektif
dan efisien. Saat itu divisi mi memiliki lima tenaga yang dipilih dan direkrut secara
ketat dan peserta program pelatihan penggalangan dana yang pernah dilaksanakan
oleh DD. Mereka adalah peserta terbaik dalam pelatihan. Sebelum melaksanakan
tugas mereka diberikan wawasan mengenai yayasan, produknya, dan terutama strategi
pemasaran kehumasan.
Kunci sukses DD dalam menerapkan strategi pemasarannya adalah perkiraan
pengeluaran dan pendapatan yang cermat. Pada awal tahun pembukuan, manajemen
merancang perkiraan pendapatan berdasarkan pendapatan tahun lalu. Mereka
menelusuri informasi dalam basis data sebelum menyusun kecenderungan untuk tahun
berikutnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti kebijakan pemerintah,
situasi ekonomi, dll. Manajer divisi pemasaran bertanggung jawab dalam menyusun
target tahunan, yang diterjemahkan dalam angka bulanan.
Mulai awal 2000, divisi pemasaran ditingkatkan statusnya menjadi direktorat
penghimpunan yang dipimpin oleh Serorang direktur. Direktorat mi membawahi
38
divisi pemasaran perusahaan dan pemasaran nitel yang masing-masing dipimpin oleh
seorang manajer. Perubahan mi berkaitan dengan upaya restrukturisasi yang
dilakukan DD terhadap struktur organisasinya. ‘Terubahan ini juga dilakukan untuk
memaksimalkan upaya pemasaran kita lakukan. Dengan struktur baru ini, peran
masing-masing divisi lebih fokus dan Iebih maksimal. Divisi perusahaan menangani
penggalangan dana dan kerja sama dengan perusahaan atau lembaga, sementara retail
pemasaran lebih banyak mencari dan menangani dana yang masuk dan individu atau
perorangan,” kata Juwaini.
Pada awal tahun 2003 DD mengembangkan organisasinya menjadi Jejaring
Multi Koridor (JMK). JMK merupakan struktur organisasi sejenis konsorsium di
mana masing-masing lembaga atau divisi yang tergabung di dalamnya diberi
kesempatan luas untuk mandiri dan mengembangkan lembaganya sesuai dengan core
activity atau aktivitas utarnanya. Struktur baru mi dipilih agar berbagai lembaga,
divisi atau unit usaha bentukan DD tidak menjadi beban bagi DD dan tumbuh menjadi
lembaga mandiri. Konsep tersebut diwujudkan dalam tiga tahapan yang disebut IOM
(Indepen¬den, Otonom, dan Mandiri). Pada tahapan independen DD akan membantu
membangun manajemen lembaganya, membantu sebagian biaya operasionalnya, dan
mengarahkan berbagai kebijakan yang dijalankan lembaga tersebut.
Berbagai bantuan dan bimbingan itu mulai dikurangi dalam tahapan otonom
dan DD hanya mensubsidi kekurangan dana dan membantu mengatasi persoalan yang
belum bisa dipecahkan oleh lembaga. Akhirnya, DD sama sekali akan melepaskan
lembaga tersebut dengan memberi kewenangan sepenuhnya untuk menyusun rencana
strategis lembaga, mencari sumber pendanaan, dan membuat kebijakan strategis
pengem¬bangan lembaga. Konsep JMK dipilih untuk menjawab kebutuhan
pengembangan organisasi dan SDM agar bisa mengembangkan din secara maksimal.
Dengan sistem baru tersebut, masing-masing divisi, Lembaga atau unit usaha yang
dikembangkan DD bergabung dalarn 4 jejaring: (1) Lembaga Amil Zakat, (2) Jejaring
Asset Reform, (3) Jejaring Asset Sosial, dan (4) Business Development atau Jejaring
Komersial. Masing¬masing badan tersebut menghidupkan lembaga-lembaga otonom
yang bekerja secara fokus dan desentralisasi. (lihat struktur) Jaringan yang secara
khusus diberi tugas untuk mengem¬bangkan kegiatan bisnis dan pengembangan
ekonomi masyanakat adalah Jejaring Asset Reform (JAR) dan Jejaning Komensial.
39
JAR menupakan salah satu bagian dan JMK yang bertugas melakukan
program atau kegiatan peningkatan perekonomian dan penguatan modal sosial di
tengah-tengah masyarakat. JAR merupakan penpaduan antara social investment
dengan visionary investment. Jejaring mi menjadi tempat berkiprahnya lembaga-
lembaga berbasis ekonomi kerakyatan, dimodali oleh masyarakat lewat dana ZIS,
kepemilikannya bensifat umum atau publik, berorientasi pada pengembangan potensi
kaum dhuafa, dan menerapkan sistem bagi hash untuk pengembangan kualitas dan
kuantitas masing-masing usahanya. Kalau dan dana ZIS yang dikembangkan lewat
benbagai program dan unit usaha tensebut berkembang, maka keuntungan yang
didapat tidak diambil oleh DD, tapi dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk
program atau memperbesar modal usaha.
Proses pengalihan aset atau modal tersebut diiakukan secara bertahap dalam
bentuk usaha atau bisnis yang dijalankan secara profesional, seperti layaknya bisnis
komersial. Beberapa unit usaha yang dikembangkan dalam usaha ini adalah: Unit
Ternak Domba Sehat, Unit Agribisnis, Unit Perdagangan, Lembaga Keuangan Mikro,
dan Unit Masyarakat Mandini. Sementara Jejaring bisnis atau komersial terdiri dan
lembaga-lembaga yang berorientasi bisnis, benbasis syaniah, bermodal dan dana non-
ZIS, profesional profit-oriented, kepemilikan oleh lembaga pemilik modal, dan bagi
hasil dan pemodal dibenikan kepada kaum dhuafa. Modalnya benasal dan dana
operasional DD atau dana pinjaman komersial. Sebagai amil atau lembaga pengelola
ZIS, DD benhak mendapatkan 1/8 dan jumlah dana yang digalang. Dana tersebut
biasanya digunakan untuk operasional lembaga. Namun, jika ada kelebihan dan dana
tersebut, sisanya digunakan untuk pengembangan usaha-usaha komersial. Karena
pengembangan usaha itu menggunakan dana yang menjadi hak pengelola DD, maka
keuntungan yang diperoleh tidak dikembalikan ke masyarakat sebagai mustahik, tapi
digunakan untuk mengembangkan organisasi. Misalnya untuk meningkatkan
kesejahteraan karyawan atau melengkapi sarana dan prasarana. Yang tengabung
dalam jejaning ini adalah Raudha Rahma Abadi (perusahaan travel dan ibadah
haji/umroh), Institut Manajemen Zakat (lembaga pendidikan dan pelatihan
pengelolaan ZIS), Subkanal Citra Selaras (PR dan Event Organizer), Community
Development Circle (pengembangan corporate social responsibility) dan Tebar
Hewan Kurban (Penyediaan dan Penyaluran Daging Kurban).
40
Pada tanggal 14 Oktober 2002 didirikanlah lembaga afiliasi DD Republika
dengan nama Yayasan Dompet Dhuafa Bandung dengan nomor akte 42, di depan
notaris Evy Hybridawati Wargahadibrata, SH. Untuk memenuhi ketentuan hukum
yang berlaku, DD mendaftarkan diri ke Departemen Sosial RI sebagai organisasi yang
berbentuk Yayasan. Pembentukan yayasan dilakukan di hadapan Notaris H Abu Yusuf
SH tanggal 14 September 1994, diumumkan dalam Berita Negara RI No.
163/A.YAY.HKM/1996/PN JAKSEL. Lokasi tempat dompet dhuafa bandung terletak
di Jl. Pasirkaliki No. 143 Lt.II Bandung 40173 Jawa Barat, Indonesia 40173 Tlp. 022-
6032281,6120218 Fax. 022-6120130.
Adapun visi dari Dompet Dhuafa Bandung, yaitu: Menjadi lokomotif
pemberdaya, bagi tumbuh kembangnya jiwa dan kemandirian masyarakat, yang
bertumpu pada sumber daya lokal, menuju sistem ekonomi berkeadilan. Sedangkan
Misi Dompet Dhuafa Bandung, yaitu:
Membangun diri menjadi lokomotif gerakan pemberdayaan masyarakat berbasis
pengelolaan ZISWaf (zakat, infak, sedekah dan wakaf)
Menumbuhkembangkan jaringan lembaga pemberdayaan masyarakat
Menumbuhkembangkan dan mendayagunakan aset masyarakat yang berbasis
kekuatan sendiri
Mengadvokasi paradigma ekonomi berkeadilan
41
B_Trust akan terus menerus menganalisis situasi terkini, melakukan
kampanye untuk perubahan dan mengambil langkah-langkah praktis untuk
mendorong proses pengembangan ekonomi lokal dan terwujudnya good governance
di tingkat lokal dengan dasar kepercayaan.
42
program reform yang digagas oleh masyarakat sering kali mentok karena pemerintah
tidak mau menerima masukan dari bawah. Karena itulah B_Trust memandang
pendekatan yang harus dilakukan tidak hanya ke masyarakat tetapi juga ke pembuat
keputusan.
43
metodologis dan teknik untuk mendorong inovasi partisipasi yang efektif dalam
penyelenggaraan urusan publik
4. Perencanaan Partisipatif
Paradigma baru dalam perencanaan yang muncul saat ini adalah perencanaan
dilakukan dengan pola bottom-up. Paradigma ini didukung terbitnya beberapa
kebijakan pemerintah antara lain adalah SE Mendagri dan Bapenas No.
1354/M.PPN/03/2004/050/744/SJ tentang Pedoman Pelaksanaan Forum
Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah. Pada dasarnya perencanaan
partisipatif adalah perencanaan yang melibatkan seluruh stakeholder
pembangunan mulai dari tahap penyusunan rencana sampai pada tahap
pengambilan keputusan. B_Trust menyediakan tenaga ahli perencanaan dan
pengembangan masyarakat untuk mewujudkan suatu perencanaan partisipatif di
daerah dalam rangka mewujudkan good governance.
44
Kegiatan yang dilakukan oleh B_Trust selama ini mengacu pada empat
fokus kegiatan, yaitu inovasi dan partisipasi dalam lokal governance, jaringan
untuk perubahan, dan pengembangan ekonomi daerah. Namun demikian, dalam
rangka menambah wacana dan meningkatkan kapasitas, B_Trust selama ini
mengerjakan juga di luar empat fokus tersebut yang diasumsikan menunjang
fokus kegiatan.
45
dan Kota Cimahi), akademisi, dan LSM. Sedangkan proses konsultasi publik
dilakukan dengan seluruh perwakilan dari Pemerintah Kabupaten/Kota (25
Kabupaten/Kota).
c) Bantuan Teknis Peningkatan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota
Cimahi dan Kabupaten Indramayu, Agustus 2006 – November 2007, The Asia
Foundation.
Program ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan perizinan melalui perbaikan
sistem, mekanisme, dan kelembagaan pelayanan perizinan, penyederhanaan
regulasi dan persyaratan, serta peningkatan transparansi, akuntabilitas biaya dan
waktu pemrosesan perizinan melalui pembentukan Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu. Pendampingan dilakukan dalam serangkaian kegiatan yang diarahkan
kepada penyamaan persepsi, pembentukan komitmen, penyusunan kebijakan yang
di butuhkan, penyusunan Standar Pelayanan Perizinan, penyusunan Standar
Operating Procedure (SOP), penyiapan sarana dan prasarana, dan penyiapan
SDM. Sedangkan hasil kegiatan adalah beroperasinya Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu di Kota Cimahi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Majalengka, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang.
d) Penyusunan Pedoman Standar Pelayanan Perizinan di Provinsi Jawa Barat,
Desember 2006, Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Program ini dilakukan untuk menentukan standar pelayanan perizinan yang harus
disediakan oleh lembaga Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Jawa Barat.
Penyusunan dilakukan dengan mengacu kepada peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 20 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Publik. Dalam prosesnya penyusunan dilakukan secara partisipatif
bersama perwakilan dari 15 Kabupaten/Kota untuk membentuk konsensus awal.
Proses dilanjutkan dengan rangkaian workshop penyepakatanan dengan Seluruh
Kabupaten / Kota se Jawa Barat.
e) Penyusunan Panduan Nasional Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
Maret – Mei 2007, The Asia Foundation – Departemen Dalam Negeri.
Program ini dilakukan selama tiga bulan dengan output Panduan Nasional
pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Seperti dalam proses
46
Permendagri Nomor 24 Tahun 2006, Panduan Nasional ini disusun secara secara
partisipatif dengan melibatkan perwakilan pemerintah pusat dan daerah,
akademisi, LSM, maupun praktisi di tingkat Kabupaten/Kota. Dilibatkan dalam
konsultasi publik untuk memberi masukan terhadap Panduan Nasional ini.
Disamping itu pengalaman-pengalaman lainnya yang terkait dengan empat fokus
kegiatan yang menjadi perhatian B-Trust adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Fokus 1 : Inovasi dan Partisipasi dalam Lokal Governance
Kegiatan Tahun Partner/Donor
Maping donor “Pro Poor dan Partisipasi 2005 Yayasan Akatiga
Governance”
Tabel 4.2
Fokus 2 : Jaringan untuk perubahan
47
Pendampingan Pemerintah Kabupaten 2004 Perform Project-
Sumedang dalam rangka Menyusun Dokumen Pemerintah Daerah
Strategi Program Kabupaten Sumedang
Tabel 4.3
Fokus 3 : Pengembangan Ekonomi Daerah
Kegiatan Tahun Partner/Donor
Kajian Lembaga Sekunder untuk Dana Bergulir 2001 Dept. Koperasi dan
PUK tahun 2000 Usaha Kecil-PT.
Tesaputra Adiguna
Kajian Lembaga Sekunder Dana Bergulir ex 2001 Dept. Koperasi dan
Subsidi BBM tahun 2000 Usaha Kecil-PT.
Tesaputra Adiguna
Tabel 4.4
Fokus 4 : Perencanaan Pembangunan yang Partisipatif
Kegiatan Tahun Partner/Donor
Bantuan Teknis Program Peningkatan 2006 Asia Foundation
Partisipasi Masyarakat dalam Proses
Perencanaan dan Perumusan Anggaran
Pemerintah Daerah di Kabupaten Sumedang
48
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang 2003 PT. Tesaputra
Kecamatan Jombang, Kota Cilegon Adiguna
49
Evaluasi eksternal merupakan evaluasi yang disampaikan B_Trust kepada
lembaga penyokong. Evaluasi dalam bentuk dokumen monitoring dan evaluasi yang
dilakukan sebulan sekali dan diskusi tiap 3 bulan sekali. Evaluasi eksternal dilakukan
dalam rangka melihat sejauh mana pencapaian program sesuai benchmark yang sudah
ditentukan. Setiap program memiliki batasan waktu dan target. Karena itu evaluasi
pelaksanaan dilakukan secara intensif, agar target dapat dicapai tepat waktu.
50
bekerja erat dalam satu kelompok dari berbagai macam tenaga terapis (fisio terapi,
occupational terapi, tenaga stimulasi dasar/bayi, terapi wicara) dan tenaga sosial yang
bekerja bahu membahu untuk kepentingan anak dengan kebutuhan khusus. Cara
pendekatan seperti ini masih merupakan cara pendekatan yang relatif baru di
Indonesia.
Tujuan Yayasan Suryakanti :
o Memberikan pelayanan bermutu
o Melibatkan orang tua/pengasuh untuk berpartisipasi aktif dalam mengelola pasien.
o Memberikan pendidikan berkelanjutan kepada tenaga/karyawan agar dapat
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi tata laksana & pengelolaan anak-
anak dengan kebutuhan khusus sambil mempertahankan mutu pelayanan.
o Meningkatkan kesejahteraan karyawan dilingkungan Yayasan Surya Kanti.
Falsafah dan Nilai Yayasan Suryakanti :
Menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan berkeluarga dan hak seorang anak untuk
mendapatkan pelayanan dan perawatan yang paling optimal dan sesuai
kebutuhannya.
Mempertahankan nilai-nilai dan mutu pelayanan untuk kepentingan tiap anak.
Visi Yayasan Surya Kanti adalah : “Tiap anak tanpa melihat suku bangsa,
tingkat sosial dan agama mempunyai hak yang sama dalam mendapat pengasuhan dan
pelayanan yang menyeluruh dan berkualitas agar mencapai tingkat kesehatan,
pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal bagi dirinya.”
Sedangkan misi dari Yayasan Surya Kanti adalah :
Memberikan Pelayanan menyeluruh ("holistik") bagi tiap anak dan terutama bagi
anak dengan kebutuhan khusus agar anak bisa berkembang menjadi seorang
individu yang produktif, percaya diri dan disegani masyarakat dimana ia tumbuh,
tanpa melihat kelainan fisik dan mental yang mungkin dideritanya.
Pelayanan PUSPPA Surya Kanti tidak difokuskan pada kelainan yang diderita
anak, tetapi lebih melihat seorang anak sebagai individu utuh dengan segala
kelebihan dan kekurangannya yang bila diberikan bantuan dan kesempatan dapat
mengatasi kekurangan dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak.
51
Melibatkan orang tua sebagai pengasuh dan mitra utama dan pelayanan
disesuaikan secara individual dan dikembangkan atas dasar kekuatan- kekuatan
pada anak dan keluarga dan tidak didasarkan pada kekurangannya.
52
Berbagai terapi sesuai kebutuhan anak, Pedagogi, Okupasi Terapi, Terapi
Komunikasi, dan Fisioterapi.
2) Pendidikan
Taman Kanak-kanak Luar Biasa untuk anak prasekolah dengan kelainan antara
lain untuk kelas Gangguan Pemusatan Perhatian/Hyperaktivitas (ADHD), Down
Syndrom, Retardasi Mental, Palsy Serebralis, Autisme.
Sekolah Dasar
3) Pelatihan
Program penjaringan dan pelatihan Tenaga Intervensi Dini untuk perawat di
Puskesmas-puskesmas untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus di masyarakat,
bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, yaitu orang tua
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan deteksi dan intervensi dini (oleh ibu dirumah
dan kader posyandu).
4) Penelitian
Penelitian-penelitian untuk menguji coba metode penilaian yang dapat
diterapkan pada anak-anak dengan kebutuhan khusus di Indonesia.
Program orang tua asuh, untuk membantu biaya pengobatan anak-anak dari
lingkungan sosio-ekonomi rendah agar bisa mendapat perawatan di klinik
PUSPPA YSK dan tercatat + 30 % dari seluruh pasien.
Selain dari kegitan tersebut diatas Yayasan Suryakanti memiliki kegiatan lain
seperti menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai LSM didalam dan diluar
negeri. Dari berbagai instansi diluar negeri Yayasan Surya Kanti telah mendapat
bantuan berupa:
1. Kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota dengan izin memperkerjakan dokter
umu PTT.
2. Kerja sama dengan NGO Internasional seperti UNICEF dan Plan International.
3. Bekerja sama dengan instansi/lembaga pemerintah dan non pemerintah untuk
mendapatkan tenaga ahli paruh waktu (Universitas Padjajaran).
4. Kerja sama dengan Puskesmas disekitar PUSPPA mendapat dukungan dari
Dinas Kesehatan Kota.
53
5. Perjanjian kerjasama (MOU) dengan Akademi Fisioterapi RS. Dustira, Akademi
Terapi Wicara RS Al Islamdan Yayasan F2H (bergerak dibidang penelitian
komunitas) dan Yayasan Mitra Tanaya (menangani pelayanan anak dan remaja)
6. Kerjasama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dalam bidang
pengembangan pengetahuan dengan menyelenggarakan seminar dengan
mendatangkan ahli dari luar negeri (Lampiran: Diklat)
Rencana Yayasan Surya Kanti untuk 5 tahun ke depan (2009-2014) adalah
menjadi Pusat Rujukan untuk anak usia dini 0-8 tahun dengan gangguan
perkembangan, perhatian khusus ditujukan pada deteksi dan intervensi dini anak
dengan ;
1. Masalah perilaku dan gangguan emosional.
2. Meningkatkan pelayanan rawat jalan bagi paling sedikit 80 pasien/hari.
3. Meningkatkan kepuasan pasien dan keluarganya melalui peningkatan kualitas
pelayanan.
4. Mengembanfgkan SDM yang kompeten dan dedikasi tinggi.
5. Mendirikan sekolah “Terapis dan tenaga ahli perkembangan” untuk
mengantisipasi kebutuhan pelayanan anak dengan gangguan perkembangan
sebagai Pusat rujukan II dan III.
6. Mengembangkan “Sekolah Luar Biasa” sebagai Pusat Penilaian dan Sumber
Informasi anak berkebutuhan khusus.
54
berdiri berdasarkan kepedulian kepada permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Hingga HSO yang berlandaskan charity memberikan pelayanan secara personal dan
tanpa memerlukan bantuan HSO lainnya. Sebab tipe ini berdasrkan kemampuan dan
kemauan dari individu atau sekelompok orag untuk memberikan sesuatu yang
berguna bagi kehidpan masyarakat sekitarnya.
Biasanya pola ini dilakukan oleh HSO yang berbasiskan pada keagamaan,
seperti yayasan, panti asuhan, yang hanya mengandalkan segelintir orang ”pemilik
yayasan” untuk memberikan finansial agar proses pelayanan kepada masyarakat
berjalan dengan baik. Pola ketergatungan pada pemiliki ini menyebabkan HSO
tersebut kurang berkembang, dan pelayanan yang diberikan tidak mengalami
perkembangan yang berarti.
Hal ini memperlihatkan bahwa bentuk HSO tersebut bersifat hierarki dalam
internal organisasi tersebut. Bentuk ini dicirikan dengan tidak ada pola kerjasama
HSO tersebut dengan HSO atau stakeholder lainnya. Organisasi sangat tergantung
denga pola interaksi antara pelaksana dengan pemiliki organisasi/yayasan. Hal inilah
yang memperlihatkan pola hierarki di dalam organisasi, bahkan pelayanan yang
diberikan tergantung dengan intruksi dari pemiliki yayasan tersebut.
Perkembanga dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, dengan kondisi
yang sangat kompleks. Terutama permasalahan yang semakin banyak dan tidak hanya
dalam satu aspek permasalahan saja, menyebabkan kebutuhan masyarakat semakin
kompleks ula. Hal ini menuntut adanya perubahan kepada HSO dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat.
Pola independen, yaitu HSO melakukan pemberian pelayana kepada
masyarakat tanpa ada interaksi atau kolaborasi dengan HSO lainnya. Pola ini semakin
ditinggalkan sebab kebutuhan masyarakat yang semakin kuat mengharuskan HSO
lebih kreatif dalam pemberian pelayanan. Jika kebutuhan tersebut tidak dapat dilayani
oleh HSO tersebut maka dia akan melakukan kolaborasi dengan HSO lainnya dalam
satu pelayanan besar dan masing-masing HSO yang berkolaborasi mengisi
kekurangan satu sama lainnya. Bentuk kolaborasi ini menjadi suatu sistem pelayanan
yang tidak terpisahkan dari finansal sampai penggunaan SDM dan pemberian
pelayanan langsung kepada masyarakat.
55
Kemudian hidup HSO tergantung dari tingkat partisipasi masyarakat sasaran
pelayanan HSO tersebut. Hal ini dimaksudkan partisipasi sasaran diharapkan dapat
membatu memberikan masukan dan kemudahan bagi HSO dalam pemberian
pelayanan. Kemudahan tersebut dapat berupa finansial atau sumber daya manusia.
Kondisi ini menyebabkan HSO lebih menekankan pada peran masyarakat sebagai
sasaran pelayanan HSO. Hal ini memberikan dampak cukup tidak baik bagi
perkembangan HSO, karena jika masyarakat yang dijadikan sasaran tidak
memberikan feedback postif kepada HSO, maka pelayanan yang diberikan oleh HSO
akan berumur pendek. Misalkan Yayasan Suryakanti, yang memiliki pelayanan
khusus bagi masyarakat, yaitu bagi anak-anak yang berkebutuahn khusus. Awalnya
yayasan ini bergerak dalam bidang deteksi dini dan intervensi dini bagi anak-anak
berkelainan dengan usia 0-8 tahun dan bertempat di Jl. Terusan Cimuncang No.9
Bandung 40125 Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Yayasan Surya Kanti menerapkan
upaya promotif yaitu meningkatkan fungsi sosial pasien, preventif yaitu pencegahan
supaya tidak rusak fungsi sosial pasien, kuratif yaitu penyembuhan agar dapat
berfungsi sosial dan rehabilitatif yaitu pemeliharaan supaya tetap dapat menjalankan
peran sosial.
Tujuan utama adalah untuk memberikan bantuan dan pelayanan bagi anak
dibawah delapan tahun dengan kebutuhan khusus untuk mengembangkan potensinya.
Dalam upaya ini Yayasan Suryakanti tidak hanya memfokuskan diri pada kelainan
yang diderita anak, tetapi melihat seorang anak sebagai individu yang utuh artinya
suryakanti melihat seorang anak atau pasien yang datang dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, yang bila diberikan bantuan dan kesempatan dapat mengatasi
kekurangan dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal
Selain itu bantuan dan dukungan kepada anak-anak ini juga difokuskan kepada
orang tua sebagai pengasuh utama. Tim Yayasan Suryakanti terdiri dari kelompok
tenaga ahli multidisiplin yang bekerja sama dengan sekelompok tenaga terapis.
Tenaga ahli ini terdiri dari dokter anak, dokter ahli penyakit syaraf, dokter ahli THT,
dokter spesialis penyakit kulit, dokter ahli endokrin, dokter psikiatris dan dokter mata
didampingi psikolog perkembangan dan tenaga pendidikan luar biasa. Semua ahli
bekerja erat dalam satu kelompok dari berbagai macam tenaga terapis (fisio terapi,
occupational terapi, tenaga stimulasi dasar/bayi, terapi wicara) dan tenaga sosial yang
56
bekerja bahu membahu untuk kepentingan anak dengan kebutuhan khusus. Cara
pendekatan seperti ini masih merupakan cara pendekatan yang relatif baru di
Indonesia.
Melihat perkembangan permasalahan yang dihadapi oleh anak, ternyata
Suryakanti tidak bisa melakukannya sendiri tetapi memerlukan bantuan tenaga ahli
atau pera lembaga lain yang memiliki perhatian sama yaitu terhadap anak. Hal ini pun
memperlihatkan bahwa sudah mulai pergeseran dari partisipasi sasaran menjadi pola
kolaboratif HSO dalam pemberian pelayanan.
Isu kolaboratif menjadi isu sangat penting dalam perkembangan HSO, sebab
dengan kolaboratif HSO dapat mengembangkan dan membangun kapasitas relasi.
Dengan semakin banyaknya network, memberikan kemudahan bagi HSO tersebut
dalam pemberian pelayanan bahkan dapat mengembangkan pelayanan yang lebih
inovatif. Sebab dengan memahami pelayanan yang diberikan HSO lainnya
memberikan kesempatan bagi HSO untuk megembangkan kompetensi masing-
masing.
Walaupun istilah kolaborasi lebih ditekankan pada permasalahan konflik,
seperti yang dinugkapkan mnurut Marshall (1995), kolaborasi merupakan suatu
bentuk resolusi konflik yang mengakomodasikan sikap kooperatif dan asertif yang
tinggi. Dengan demikian, kolaborasi itu merupakan resolusi konflik yang akan
menghasilkan situasi “menang-menang” dan sama sekali tidak mempertimbangkan
suatu keputusan atau kesepakatan yang besifat “zero-sum” seperti yang ditunjukan
oleh Thurow (1980). (dalam Tadjudin, 2000 : 93). Namun dalam perkembangannya
koaborasi juga digunakan untuk kondisi lainnya, seperti dalam pengelolaan
program/pelayanan tertentu.
Hal ini memperlihatkan bahwa kolaborasi sudah berkembang dalam segala
hal, termasuk bagaimana HSO berkolaborasi dalam memberikan program/pelayaan
untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Jika melihat tujuan manajemen kolaborasi
menurut Tadjudin (2000: 97), adalah:
1. Menyediakan instrumen untuk mengenali stakeholder
2. Meningkatkan potensi kerjasama antar stakeholder secara egaliter dengan
memperhatikan prinsip “sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”
57
3. Menciptakan mekanisme pemberdayaan masyarakat agar dapat
mengaktualisasikan pengetahuan dan kearifan lokalnya dan menyumbangkan
dalam wahana
4. Menciptakan mekanisme pembelajaran yang dialogik untuk memperoleh rumusan
tentang bentuk dan pola pendayagunaan sumber daya
5. Memperbaiki tindakan perlindungan sumber daya
6. Menyediakan sistem manajemen yang membuka kesempatan selebar-lebarnya
bagi tindakan perbaikan dalam setiap tahapan-tahapan manajerial.
Dalam penjelasan tersebut, kolaborasi tidak hanya sekedar bekerjasamanya
antara dua atau beberapa stakeholder tetapi juga harus memfokuskan pada
kemakmuran masyarakat dengan melakuka pemberdayaan. Hal ini dilakukan dengan
memberikan program pelayanan yang memfokuskan pada masyarkaat sebagai sasaran
dalam pemenuhan kebutuhannya. HSO berkolaborasi dengan HSO lainnya dan juga
melibatkan masyarakat dengan menharapkan tingkat partisipasinya juga besar.
58
4. Manajemen kolaborasi sebagai instrumen untuk mengidentifikasi dan meresolusi
konflik.
Maka dalam penjelasan tersebut kolaborasi dapat dilakukan sebagai instrumen
manajemen. Manajemen kolaboratif mnyediakan teknik untuk melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian suatu kegiatan atau
program. Sebagai instrumen manajemen, manajemen kolaboratif memberikan
perhatian yang intensif dalam : a). kolektifitas pelaksanaan setiap tahapan
pelaksanaan manajemen; b). internalisasi pengawasan dan pengendalian; c). intensi
terhadap perubahan kearah yang lebih produktif.
HSO dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat di Kota Bandung,
melakukan kolaborasi dengan berbagai macam bentuk jika melihat pendapat
O’connor dan Kettner (2009:14), menyebutkan bahwa dalam hubungan eksternal
organisasi dapat diilustrasikan dalam 4 bentuk, yaitu: (1) Asosiasi, (2) ideological
community, (3) franchising, (4) host relationship. Namun kategori ini tidak me njadi
kategori mutlak dalam melihat hubungan antar organisasi, bentuk hubungan
organisasi banyak yang blur, sebab organisasi memiliki jenis/pola hubungan yang
berbeda-beda dan memiliki banyak hubungan yang sulit untuk dipetakan.
Berdasarkan 4 bentuk pola hubungan/kolaborasi antar HSO tersebut, PUPUK
Bandung yang memiliki focus dalam melaksanakan program-program penguatan
Usaha Kecil dengan basis potensi yang dimiliki oleh Usaha Kecil dan kebutuhan
Usaha Kecil dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki Indonesia,
melalui pendekatan di tingkat mikro, meso, dan makro. Hubungan kolaborasi dengan
HSO dimulai dari pendekatan mikro yaitu dalam pengembangan bisnis seperti
pelatihan teknis, maanjemen maupun asistensi. Hal ini PUPUK bekerjasama dengan
pihak lain dalam membuka pasar bagi kelompok usaha kecil, seperti yang dilakukan
di Pongkor Bogor , melakukan kerjasama dengan PT Garuda Food, untuk
menampung kacang taah yang dihasilkan oleh kelompok tani kacang binaan PUPUk
dengan PT Aneka Tambang.
Pendekatan Tingkat Meso, PUPUK berupaya untuk mendukung terciptanya
infrastruktur dan sistem pendukung yang kondusif bagi pengembangan Usaha Kecil.
PUPUK bersama-sama dengan lembaga lain menciptakan wadah aspirasi dan
koordinasi yang intensif oleh perorangan maupun lembaga pengembang Usaha Kecil
59
sehingga berkembang program-program yang bersifat kemitraan baik secara vertikal
maupun horizontal. Kegiatan pada tingkat meso antara lain; workshop dan pelatihan
bagi tenaga pembina/ konsultan Usaha Kecil, jaringan informasi dan forum
komunikasi tenaga ahli (konsultan Usaha Kecil), pembentukan jaringan lembaga
pendamping Usaha Kecil, dan lain-lain.
Sedangkan pada pendekatan tingkat makro; PUPUK berupaya untuk
memberikan kontribusi terhadap upaya penyempurnaan kebijakan pemerintah baik itu
di tingkat regional maupun nasiona agar tercipta iklim usaha yang kondusif bagi
perkembnagan Usaha Kecil. Kontribusi PUPUK diwujudkan dalam bentuk studi dan
dialog kebijakan yang mengajak seluruh stakeholder, serta bentuk-bentuk kegiatan
advokasi, seminar maupun kampanye baik ke lembaga eksekutif maupun lembaga
legislatif.
Kemudian bentuk kerjasama lainnya dengan HSO lainnya adalah melalui
pengumpulan dana (fundraising), PUPUK Bandung melakukan kerja sama dengan
lembaga internasional seperti Friedrich-Naumann-Stiftung (FNSt), World Bank
Group, Japan International Corporation Agency (JICA), UNDP, European
Commission, SEEP Network dll. Adapula dari perusahaan seperti PT. Kaltim Prima
Coal, PT. Berau Coal, PT. Pertamina (mayoritas dari biaya program CSR perusahaan)
dan masih banyal lagi perusahaan lainnya. Selain itu, tentunya PUPUK juga bekerja
sama dengan pemerintah kabupaten/ kota dan juga provinsi, serta dinas terkait.
Karena pupuk merupakan lembaga independen, maka pupuk tidak berafiliasi dengan
lembaga manapun maupun partai politik. Jadi lembaga-lembaga pendonor yang
disebutkan diatas tersebut bukan merupakan pendonor tetap.
Pola kolaborasi yang dilakuka PUPUK adalah menggandeng stakeholder yang
memiliki kepentingan dalam peningkatan usaha kecil dan menengah dengan
melakukan hubungan berpola asosiasi yaitu bersama-sama memiliki tujuan yang sama
dan memberikan pelayanan berdasarkan kebutuhan yaitu pemenuhan kebutuhan bagi
usaha kecil dan menengah, baik dengan memenuhi kebutuhannya maupun dengan
melakukan penguatan kelompok usaha kecil itu sendiri.
Kemudian POla hubungan kolaborasiyang dilakukan oleh Dompet Dhuafa
(DD) yaitu melalui program yang dibentuknya. Pada awal tahun 2003 DD
mengembangkan organisasinya menjadi Jejaring Multi Koridor (JMK). JMK
60
merupakan struktur organisasi sejenis konsorsium di mana masing-masing lembaga
atau divisi yang tergabung di dalamnya diberi kesempatan luas untuk mandiri dan
mengembangkan lembaganya sesuai dengan core activity atau aktivitas utarnanya.
Struktur baru mi dipilih agar berbagai lembaga, divisi atau unit usaha bentukan DD
tidak menjadi beban bagi DD dan tumbuh menjadi lembaga mandiri. Konsep tersebut
diwujudkan dalam tiga tahapan yang disebut IOM (Indepen¬den, Otonom, dan
Mandiri). Pada tahapan independen DD akan membantu membangun manajemen
lembaganya, membantu sebagian biaya operasionalnya, dan mengarahkan berbagai
kebijakan yang dijalankan lembaga tersebut.
Berbagai bantuan dan bimbingan itu mulai dikurangi dalam tahapan otonom
dan DD hanya mensubsidi kekurangan dana dan membantu mengatasi persoalan yang
belum bisa dipecahkan oleh lembaga. Akhirnya, DD sama sekali akan melepaskan
lembaga tersebut dengan memberi kewenangan sepenuhnya untuk menyusun rencana
strategis lembaga, mencari sumber pendanaan, dan membuat kebijakan strategis
pengem¬bangan lembaga. Konsep JMK dipilih untuk menjawab kebutuhan
pengembangan organisasi dan SDM agar bisa mengembangkan din secara maksimal.
Dengan sistem baru tersebut, masing-masing divisi, Lembaga atau unit usaha yang
dikembangkan DD bergabung dalarn 4 jejaring: (1) Lembaga Amil Zakat, (2) Jejaring
Asset Reform, (3) Jejaring Asset Sosial, dan (4) Business Development atau Jejaring
Komersial. Masing¬masing badan tersebut menghidupkan lembaga-lembaga otonom
yang bekerja secara fokus dan desentralisasi. (lihat struktur) Jaringan yang secara
khusus diberi tugas untuk mengem¬bangkan kegiatan bisnis dan pengembangan
ekonomi masyanakat adalah Jejaring Asset Reform (JAR) dan Jejaning Komensial.
JAR menupakan salah satu bagian dan JMK yang bertugas melakukan
program atau kegiatan peningkatan perekonomian dan penguatan modal sosial di
tengah-tengah masyarakat. JAR merupakan penpaduan antara social investment
dengan visionary investment. Jejaring mi menjadi tempat berkiprahnya lembaga-
lembaga berbasis ekonomi kerakyatan, dimodali oleh masyarakat lewat dana ZIS,
kepemilikannya bensifat umum atau publik, berorientasi pada pengembangan potensi
kaum dhuafa, dan menerapkan sistem bagi hasil untuk pengembangan kualitas dan
kuantitas masing-masing usahanya. Kalau dan dana ZIS yang dikembangkan lewat
benbagai program dan unit usaha tensebut berkembang, maka keuntungan yang
61
didapat tidak diambil oleh DD, tapi dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk
program atau memperbesar modal usaha.
DD merupakan bentuk HSO yang berkolaboarasi berdasarkan ideological
community, sebab landasan dasar kerjasama yang dilakukan adalah keagamaan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam program pelayaan DD adalah yang memiliki ideologi
sama dengan DD. Kemudian dalam perkembangannya HSO yang berlandaskan
keagamaan tersebut memiliki potensi sangat besar terutama dalam pengelolaan Zakat
atau Wakaf, sebab masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan. Hal inilah yang
menyebabkan HSO ini lebih banyak melakukan kolaborasi dengan masyarakat atau
sekelompok orang untk mendukung kegiatan mereka.
Kemudian pola hubungan yang dilakukan oleh HSO B_Trust lebih tertuju
pada pola hubungan pendampingan/pengawasan kepada sasaran kegiatannya.
Pemerintah daera/lokal menjadi sasaran pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
B_Trust, maka dari itu kolaborasi yang dilakukan adalah dengan pemerintah lokal
yang juga menjadi sasaran kegiatannya. Seperti belum lama ini melakukan proses
pendampingan kepada pemerintah Kota Cimahi yang bertujuan untuk menciptakan
pelayanan satu atap/pintu yang prima.
Kegiatan yang dilakukan oleh B_Trust selama ini mengacu pada empat fokus
kegiatan, yaitu inovasi dan partisipasi dalam lokal governance, jaringan untuk
perubahan, dan pengembangan ekonomi daerah. Namun demikian, dalam rangka
menambah wacana dan meningkatkan kapasitas, B_Trust selama ini mengerjakan
juga di luar empat fokus tersebut yang diasumsikan menunjang fokus kegiatan.
Lembaga B_Trust yang bergerak dibidang advokasi publik untuk mendorong
kinerja staff dan personilnya menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Diharapkan
melalui penyediaan sarana dan prasarana ini tugas-tugas staff dapat berjalan dengan
lancar. Penyediaan kebutuhan ini sangat diperlukan dan diharapkan akan semakin
baik. Sedangkan kolaborasi yang dilakukan dengan lembaga lainnya baik lokal
maupun internasional lebih bersifat sebagai pemberi donatur sedangkan B-Trust
sebagai pelaksana kegiatannya.
Sedangkan HSO lainnya adalah Suryakanti, HSO ini memiliki karakteristik
berbeda pula karena merupakan HSO yang bersifat pelayanan langsung dan rutin.
Sebab pelayanan yang dilakukan seperti pelayanan Rumah Sakit, sebab dalam
62
pelaksanaannya, Yayasan Suryakanti menerapkan upaya promotif yaitu meningkatkan
fungsi sosial pasien, preventif yaitu pencegahan supaya tidak rusak fungsi sosial
pasien, kuratif yaitu penyembuhan agar dapat berfungsi sosial dan rehabilitatif yaitu
pemeliharaan supaya tetap dapat menjalankan peran sosial. Tujuan utama adalah
untuk memberikan bantuan dan pelayanan bagi anak dibawah delapan tahun dengan
kebutuhan khusus untuk mengembangkan potensinya. Dalam upaya ini Yayasan
Suryakanti tidak hanya memfokuskan diri pada kelainan yang diderita anak, tetapi
melihat seorang anak sebagai individu yang utuh artinya suryakanti melihat seorang
anak atau pasien yang datang dengan segala kelebihan dan kekurangannya, yang bila
diberikan bantuan dan kesempatan dapat mengatasi kekurangan dan dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.
Maka dari itu Suryakanti menjaring dana dana klien yang mendapatkan
pelayanan dari Suryakanti. Pelayanan yang diberikan tersebut adalah pelayanan
kesehatan, pendidikan, dan penelitian untukp pengembangan pelayanan yang
diberikan oleh Suryakanti.
Selain itu Suryakanti memiliki kegiatan lain seperti menjalin hubungan
kerjasama dengan berbagai LSM didalam dan diluar negeri. Dari berbagai instansi
diluar negeri Yayasan Surya Kanti telah mendapat bantuan berupa:
1. Kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota dengan izin memperkerjakan dokter
umu PTT.
2. Kerja sama dengan NGO Internasional seperti UNICEF dan Plan International.
3. Bekerja sama dengan instansi/lembaga pemerintah dan non pemerintah untuk
mendapatkan tenaga ahli paruh waktu (Universitas Padjadjaran).
4. Kerja sama dengan Puskesmas disekitar PUSPPA mendapat dukungan dari Dinas
Kesehatan Kota.
5. Perjanjian kerjasama (MOU) dengan Akademi Fisioterapi RS. Dustira, Akademi
Terapi Wicara RS Al Islamdan Yayasan F2H (bergerak dibidang penelitian
komunitas) dan Yayasan Mitra Tanaya (menangani pelayanan anak dan remaja)
4. Kerjasama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dalam bidang
pengembangan pengetahuan dengan menyelenggarakan seminar dengan
mendatangkan ahli dari luar negeri (Lampiran: Diklat)
63
Dengan melihat pola kolaborasi yang dilakukan oleh HSO tersebut, memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Sebab pola kolaborasi akan disesuaikan oleh tujuan
organisasi tersebut. Sebab tidak mungkin HSO berkolaborasi dengan HSO lainnya
yang memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda. Kolaborasi bersandar pada
bentuk interaksi interdependensi, dan interdependensi dapat dibangun melalui suatu
interaksi yang bersandar pada azas kesederajatan, azas keadilan, azas saling
membutuhkan, azas saling menghidupkan dan saling membesarkan, azas
keberlanjutan (Sustainability) dan azas keterbukaan. Dengan demikian seluruh
stakeholder dapat saling bersinergi untuk mencapai kesepakatan yang mengutamakan
kesetaraan.
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
HSO yang terdapat di Kota Bandung memiliki karakteristik dan tujuan yang
berbeda. Hal ini terlihat ada HSO yang memiliki tujuan untuk pemberdayaan
masyarakat, kemudian HSO yang berlandaskan keagamaan dengan memfokuskan
pelayanan pada memanfaatkan potensi zakat dan wakaf. Kemudian HSO yang
memiliki tujuan lebih kepada pendampingan kepada pemerintahan lokal. Sebab HSO
ini lebih memfokuskan pelayanan pada menciptaka pelayanan publik yang prima.
Oleh karena itu HSO ini lebih dekat pada pemerintah daerah. Sedangkan terakhir
adalah HSO yang memiliki pola pelayanan hampir sama dengan pelayanan yang
bersifat preventif, seperti rumah sakit. HSO ini selaia mendapat pola hubungan donasi
dari lembaga internsaional juga mendapatkan sumber finansial dari klien yang
mendapatkan pelayanan dari HSO tersebut.
Sedangkan pola kerjasama yang dilakukan HSO adalah kolaborasi, yaitu pola
kerjasama antar HSO dalam suatu sistem pemberian pelayanan kepada masyarakat
terutama dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kebutuhan masyarakat yang semakin
kuat mengharuskan HSO lebih kreatif dalam pemberian pelayanan. Jika kebutuhan
tersebut tidak dapat dilayani oleh HSO tersebut maka dia akan melakukan kolaborasi
dengan HSO lainnya dalam satu pelayanan besar dan masing-masing HSO yang
berkolaborasi mengisi kekurangan satu sama lainnya. Bentuk kolaborasi ini menjadi
suatu sistem pelayanan yang tidak terpisahkan dari finansal sampai penggunaan SDM
dan pemberian pelayanan langsung kepada masyarakat.
Isu kolaboratif menjadi isu sangat penting dalam perkembangan HSO, sebab
dengan kolaboratif HSO dapat mengembangkan dan membangun kapasitas relasi.
Dengan semakin banyaknya network, memberikan kemudahan bagi HSO tersebut
dalam pemberian pelayanan bahkan dapat mengembangkan pelayanan yang lebih
inovatif. Sebab dengan memahami pelayanan yang diberikan HSO lainnya
memberikan kesempatan bagi HSO untuk megembangkan kompetensi masing-
masing.
65
Sedangkan bentuk kolaborasi yang dilakukan oleh HSo di Kota Bandung
berdasarkan pola kerjasama O’connor, mayoritas berbentuk asosiasi yaitu kerjasama
anatar HSO yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Dalam pola ini ada
peran masing-masing dalam system pelayanan yang lebih besar. Kemudian bentuk
lainnya adalah berdasarkan ideologi yang sama. HSo ini cenderung yang berbasiskan
pada keagamaan, hingga pelayanan yang diberikan pun pada pola-pola yang
disesuaikan dengan aturan ideologi yang dipegang.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan ini adalah:
1. Dalam pola kerjasama perlu adanya peningkatan kapasistas diri dari HSO
tersebut, hal ini dilakukan dengan cara pelatihan atau peningkatan kapasitas
dengan cara meningkatkan pendidikan bagi para sumber daya manusia HSO.
2. Pola kerjasama trus dijaga dengan meningkatka komitmen dari masing-masing
HSO yang bekerjasama. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengembangan
pelayanan yang telah dilakukan sebelumnya. Hingga pelayanan pemenuhan
kebutuhan masyarakat berkelanjutan, tidak bersifat temporary yang ada hanya
pada saat sumber finansial ada. Hal inilah yang masih dilupakan oleh HSO, yaitu
kolaborasi dilakukan untuk smenjaga keberlanjutan program pelayanan yang
diberikan. Dengan danya komitmen kolaborasi ini program dapat terjaga
keberlanjutannya.
66
DAFTAR PUSTAKA
Bryson, Jhon B.,1988.strategic Planing for Public and non Profit Organisations.
Jesse-Basey Inc. Publisher : San Fransisco California
Fine,Semour H., 1990. Social Marketing: Promotting the Couses of public and non
profit agencies. Allyn and Bacon : Boston-London, Sydney-Toronto.
Gilbert,Neil & Harry Specht, 1995. Handbook of the social services. Englewood
Cliffs : New Jersey.
Hasenfeld. Yeheskel .,1992.Human services as Complex Organizations. Sage : New
Bury Park, London,New Delhi.
Jones Andrew & John May, 1995. Working in Human Service Organizations. Long
Man : Australia
Lewis, Judith A., Michael D. Lewis, & federico Soflee Jr.,1991. Management of
Human Service Programs. Brooks/Cole Publishing Company : Pacific Grove,
California.
O’Connor & F. Ellen Netting. 2009. Organization Practice, A guide to Understanding
Human Service Organization, Second Edition. New Jersey: John Willey &
Sons, Inc.
Skidmore,Rex A., 1995. Social WorkerAdministration. Allyn And Bacon : Boston-
London, Sydney-Toronto.
67