Anda di halaman 1dari 24

PERAN KOMUNITAS TANPA BATAS DALAM PEMBERDAYAAN

ANAK JALANAN DAN ANAK TERLANTAR DI DAGO


KECAMATAN COBLONG BANDUNG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu bangsa pada masa yang akan datang, tentunya

ditentukan oleh kualitas anak pada masa sekarang, di tengah-tengah kondisi bangsa

Indonesia saat ini, tidak semua anak menikmati kehidupan yang baik, banyak anak

berada dalam kondisi yang memprihatikan baik secara fisik, sosial maupun secara

psikologis, salah satunya adalah anak jalanan.

Minimnya pemenuhan kesejahteraan yang diberikan oleh pemerintah

kepada masyarakatnya, menjadi salah satu penyebab hadirnya para anak jalanan di

Indonesia, karena secara umum anak jalanan terlahir dari keluarga kurang mampu

dengan pendidikan moral yang rendah didalam keluarga, dan dari tingginya

kesenjangan sosial yang terjadi didalam lingkungan masyarakat.

Menurut data yang peneliti peroleh dari Dinas Sosial Kota Bandung, jumlah

anak jalanan pada tahun 2012 mencapai 2162 anak, dan dari jumlah tersebut tidak

semua anak jalanan merupakan warga asli Kota Bandung melainkan para pendatang

yang berasal dari beberapa daerah disekitar Kota Bandung.

Banyaknya anak jalanan di Kota Bandung, baik itu di jalanan-jalanan kota,

tempat-tempat perbelanjaan, stasiun-stasiun kereta api, terminal dan tempat- tempat

vital lainnya di Kota Bandung, tentunya kurang mencerminkan visi dan misi yang

dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung yaitu bersih, makmur, taat dan

bersahabat (bermartabat).
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,

pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan

atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-

individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka

pemberdayan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh

sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki

kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi,

maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan

aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan

sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya

Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak menyebutkan bahwa; “Setiap anak berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.

Keberadaan “Komunitas Tanpa Batas” yang menangani

permasalahan anak-anak jalanan. Dalam hal pemberdayaan secara sosial

dan keagamaan dapat membantu memecahkan permasalahan anak-anak

jalanan yang ada saat ini. Peranan “Komunitas Tanpa Batas” yang

notabennya adalah lembaga non-pemerintah sangatlah diharapkan oleh

masyarakat untuk permasalahan anak jalanan.

Dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap anak-anak

jalanan, diharapkan anak-anak jalanan menjadi kreatif dan trampil dalam

kehidupannya, serta tidak lagi menjadi pengemis, pengamen dijalanan,

juga memiliki perilaku yang baik dalam berkehidupan di masyarakat.

Dari latar belakang masalah di atas dilakukan penelitian dengan mengambil


judul: Peran Komunitas Tanpa Batas Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan

Dan Anak Terlantar Dago Kecamatan Coblong Bandung


1.2 Rumusan Dan Batasan Masalah

Berdasarkan paparan yang telah disajikan dalam latar belakang masalah di atas,

maka untuk mempermudah arah dan proses pembahasan, maka peneliti merumusan

masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana kondisi sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan dimasyarakat ?


2) Bagaimana ketercapaian program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
Komunitas Tanpa Batas ?
3) Bagaimana faktor pendukung dan penghambat dalam program pemberdayaan
masyarakat ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Tujuan peneliti ini adalah:

1. Untuk menjelaskan peran KOMUNITAS TANPA BATAS dalam

pemberdayaan anak jalanan di wilayah Dago Bandung.

2. Untuk mengemukakan program-program yang di lakukan KOMUNITAS

TANPA BATAS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah Dago

Bandung.

3. Untuk mengetahui respons dari anak jalanan di wilayah Dago Bandung dalam

pemberdayaan.

4. Untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan

program pemberdayaan.

Manfaat penelitian ini adalah:

1. dapat memberikan gambaran kepada masyarakat peranan Komunitas Tanpa

Batas dalam membantu pemasalahan anak jalanan. Untuk itu bagaimana


pemerintah dan elemen masyarakat dapat bersinergi dalam meminimalisasi

permasalahan ini, dan dapat tercipta kesejahteraan sosial di masyarakat, serta

terciptanya masyarakat yang adil serta tidak ada lagi ketimpangan sosial

dimasyarakat
1.4 Kajian Teori

A. Peranan sosial

William Shakespeare mengemukakan “All the world’s a stage, and all

the man and women merely players, they have their exits and their entrances,

and one man in his time plays many parts. (Seluruh dunia merupakan suatu

pentas, dan semua laki laki dan perempuan hanyalah pemain, mereka keluar

masud dan pada gilirannya seseorang memainkan banyak peran). Gross,

Mason dan Mc Eachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat

harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan

sosial tertentu.

Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : 1. Harapan

harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban

kewajiban dari pemegang peran. 2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh

si pemegang peran terhadap “masyarakat atau terhadap orang-orang yang

berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban

kewajibannya.

Arti penting sosiologis dari peran ialah bahwa peran memaparkan apa

yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat

menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk

sesuatu yang dinamakan masyarakat.

Istilah peranan merupakan istilah dalam persandiwaraan atau lakon

yang dimainkan oleh seseorang. Di dalam ilmu sosiologi peranan ini


dimasukkan ke dalam panggung masyarakat yang diberi isi dan fungsi baru,

yaitu peranan sosial. Istilah “peranan’ menunjukkan bahwa masyarakat

mempunyai lakon, bahkan masyarakat adalah lakon itu sendiri. Masyarakat

adalah suatu lakon yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari

bagian-bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota

masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi

peranan sosial adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat.

Peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial

masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu.

Peranan sosial dijalankan untuk kepentingan bersama di masyarakat agar

tercipta tatanan kehidupan yang baik.

Fungsi pada umumnya adalah suatu pengertian yang menunjukkan

pengaruh khas dari satu bagian terhadap keseluruhan. Ini berarti bahwa

keseluruhan itu hanya dapat bekerja baik, apabila bagian-bagian berfungsi

dengan baik. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama

mengemban tugas umum, ialah mencukupi kepentingan umum yang berupa

kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib ketentraman dan keamanan.

Tugas umum ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika anggota-anggotanya

dan bagian-bagiannya berfungsi baik. Adapun bagian-bagian masyarakat itu

tak lain adalah kelompok-kelompok sosial atau lembaga-lembaga sosial.

Lembaga-lembaga sosial inilah yang mengemban tugas bagian yang disebut

fungsi sosial. Dalam pengertian ini fungsi sosial mempunyai arti yang sama

dengan peranan sosial. Fungsi sosial ialah pengaruh khas yang diberikan
seseorang atau lembaga sosial terhadap seluruh masyarakat.

Fungsi sosial yang dijalankan oleh seseorang maupun institusi-intitusi sosial,

merupakan tugas sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di

dalam peranan sosial terdapat kewajiban atau tanggung jawab yang harus

dijalankan oleh seseorang maupun institusi sosial. Kewajiban dan tanggung jawab

ini disebut dengan jabatan atau tugas.

Ditinjau dari orang atau institusi yang menerima jabatan, maka jabatan

dapat dipandang sebagai pelayanan kepada masyarakat. Jika ditinjau dari

instansi yang menyerahkan, jabatan dapat dipandang sebagai suatu

wewenang. Contoh, seorang disebut guru, karena ia menjalankan peranan

guru, yaitu mengajar. Peranan ini benar-benar peranan sosial, fungsi sosialnya

tidak dapat diragukan. Fungsi guru juga disebut jabatan guru atau tugas guru

karena si pemangku menerima tugas itu dari instansi yang berwenang melalui

surat (dan upacara) pengangkatan.

Wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan

dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan

keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting, dan untuk

menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Dengan kata lain, seseorang yang

mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau

membimbing orang banyak.

Di dalam peranan sosial para pelaku peranan sosial diharapkan memiliki

penjiwaan yang sangat kuat dalam memainkan peranannya, suatu gaya khas

atau gaya fungsional. Seperti yang diungkapkan oleh Kingsley Davis


mendefinisikan peranan sosial sebagai suatu gaya seseorang dalam

melaksanakan kedudukannya secara nyata. Sebagai contoh seorang guru yang

sedang berada di rumah bersama istri dan anaknya diharapkan memainkan

peranannya sebagai ayah yang menyenagkan, berbeda halnya apabila dia

sudah berada di sekolah dia harus menjadi guru yang mengajar secara formal,

tegas dan berwibawa.

B. Kedudukan (Status Sosial)

Kedudukan (status) seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial

(social status). Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam

suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok

tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-

kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi.

Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum

dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan

pergaulannya, prestisenya, hak-hak, dan kewajiban-kewajibannya.

Dengan demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan

kumpulan kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompok yang

berbeda, tapi kedudukan sosial tersebut mempengaruhi kedudukan orang

tadi dalam kelompok sosial yang berbeda. Namun, untuk mendapatkan

pengertian yang mudah kedua istilah tersebut akan digunakan dalam

pengertian yang sama, yaitu kedudukan (status).


Kedudukan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Kedudukan Resmi (Formal Status)

Kedudukan resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam

satuan sosio-budaya yang resmi. Dengan kata lain, kedudukan itu diakui resmi

oleh lingkungan masyarakat itu.

2) Kedudukan Tak Resmi (Informal Status)

Kedudukan tak resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam

lingkungan sosio-budaya yang tak resmi. Orang yang bersangkutan diterima

umum berdasarkan kaidah-kaidah serta nilai-nilai sosial yang berlaku dalam

lingkungan kultural itu. Dalam penerimaan itu tidak ada upacara dan

pengangkatan resmi.

Oleh karena itu kedudukan merupakan tempat orang berdiri di dalam

suatu kelompok masyarakat. Dalam hal ini seseorang telah mengikuti pola

kehidupan di masyarakat atau telah menjadi anggota kelompok masyarakat

tetentu. Sebagai contoh si A sebagai warga masyarakat, disamping itu si

A menjadi guru, suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya.

Para ahli sosiologi juga membedakan status yang diperoleh atas usaha

sendiri dan status yang diperoleh karena faktor bawaan, yang pertama disebut

achieved status, dan yang kedua dinamakan ascribed status.

Achived status diperoleh seseorang bukan secara kebetulan, melainkan atas

usaha sendiri. Misalnya si A seorang anak petani. Berkat ketekunan dalam

pelajaran di Sekolah Dasar sampai dengan perguruan tinggi ia berhasil


menjadi seorang insinyur. Pada pembentukan kabinet baru kepala negara

membutuhkan seorang insinyur untuk menduduki kursi kementerian. Insinyur

A tadi diangkat menjadi menteri; misalnya menteri pertambangan karena ia

memiliki diploma pertambangan. Dari pengamatan kasar mengenai sekian

banyak kedudukan sosial di tengah masyarakat dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar kedudukan diperoleh melalui perjuangan orang yang

bersangkutan, baik melewati kursus atau latihan untuk mengembangkan

bakat, maupun lewat sistem pendidikan, entah pendidikan formal, entah

informal. semata-mata karena usahanya sendiri, melainkan karena keturunan.

Beliau sebagai putra Hamengku Buana VIII adalah ahli waris yang berhak

menduduki kursi kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Hubungan Peranan Sosial Dan Status Sosial

Peranan sosial sebagai konsep menunjukkan apa yang dilakukan

seseorang, sedang status sosial sebagai konsep menjelaskan apa ada itu.

Dengan kata lain, peranan adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan

fungsi (tugas) seseorang, dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata

dilakukan seseorang. Status sosial sebagai konsep dibentuk oleh masyarakat

atas dasar sistem nilai budaya yang dimiliki masyarakat itu. Seseorang

“tempat untuk duduk” di masyarakat, yang tinggi rendahnya ditentukan oleh

masyarakat berdasarkan sejumlah kriteria nilai sosio-budaya.

Walaupun peranan sosial bukan status sosial, ternyata peranan sosial

memberikan pengaruh dominan terhadap masyarakat dalam menentukan

“di mana” seseorang harus “didudukan” dalam tangga masyarakat. Dengan


kata lain, peranan turut menentukan status; peranan dapat mengubah status,

lebih tinggi maupun rendah. Peranan dijadikan pengukur keberhasilan

seseorang dalam status yang ditempatinya. Sebaliknya, status sosial juga

memberikan pengaruh yang menetukan pada peranan sosial. Status tertentu

memberikan warna dan rasa tertentu pada peranan (tugas) yang

dilaksanakan.

D. Jenis-Jenis Peranan Sosial

Peranan sosial yang ada di dalam masyarakat dapat diklasifikasi

menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang

yang diambil. Dibawah ini akan ditampilkan sejumlah jenis peranan sosial.

a. Peranan yang Diharapkan (Expected Roles) dan Peranan yang

Disesuaikan (Actual Roles)

Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan

secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peranan jenis ini

antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dan sebagainya.

Peranan-peranan ini merupakan peranan yang tidak dapat ditawar, harus

dilaksanakan seperti yang telah ditentukan. Disamping peranan tersebut,

terdapat peranan lain yang pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan

dengan situasi dan kondisi tertentu, bahkan kadang-kadang harus

disesuaikan. Peranan ini disebut peranan yang disesuaikan.

Peranan kunci muncul dari kedudukan (status) kunci. Dengan


kata- kata nonteknis, peranan utama timbul dari kedudukan utama.

Seseorang yang menempati kedudukan utama akan memainkan peranan

utama. Dalam bahasa populis status kunci sering dikatakan kedudukan

“penting” dan peranan kunci dikatakan peranan “penting atau tugas

“penting”, yang dimaksud dengan kedudukan kunci ialah kedudukan yang

sedemikian rupa, sehingga kedudukan lain harus mengalah terhadapnya.

Kalau ditinjau dari orangnya, kedudukan kunci merupakan kedudukan

yang memainkan pengaruh terbesar atas pembentukan pribadi lahir dan

batin pemegang status.

b. Peranan Golongan dan Peranan Bagian

Dari pengamatan di atas kita dapat membedakan dua macam peranan,

yaitu peranan kelompok dan peranan individual atau peranan golongan

dan peranan bagian. Peranan golongan mengandung arti yang sama

dengan peranan kelompok, juga dengan peranan kategorial, dan peranan

instansional, karena orang-orang yang mempunyai ciri yang sama- dalam

hal ini ialah peranan yang sama mewujudkan kategori sosial. Misalnya

seorang yang menjadi guru, sesungguhnya ia memasuki suatu kategori

warga masyarakat yang mengemban peranan pendidikan. Fungsi

pendidikan ini merupakan suatu cabang besar dari fungsi masyarakat

umum secara struktural dan fungsional sesungguhnya fungsi pendidikan

seorang guru bukanlah milik guru itu, melainkan milik satu golongan,

yakni golongan orang yang menempati status pendidikan. Peranan itulah

yang secara teknis disebut peranan golongan.


Peranan pendidikan diakui oleh masyarakat sebagi milik suatu

kategori, atas suatu instansi. Peranan kategorial atau institusional itu terdiri

atas bagian-bagian, yang tidak sedikit jumlahnya. Individu yang bekerja

sebagai guru, dosen, rektor, dekan siswa, mahasiswa, tata usaha pegawai suatu

sekolah dan lain sebagainya, menjalankan peranan bagian (subrole), yakni

bagian dari peranan pendidikan, yang merupakan peranan kategorial atau

peranan instansional.

B. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi

cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan

mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya.

Pemberdayaan artinya adalah penyediaan sumber daya, kesempatan,

pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas

mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka berpartisipasi

serta mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.

Menurut beberapa ahli pemberdayaan dapat diartikan. Sebagai contoh, Payne,

mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada intinya,


ditunjukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan

diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan. Hal ini dilakuakan melalui peningkatan kemampuan dan

rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain transfer

daya dari lingkungannya.

Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai

pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok

ataupun komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan

mereka. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri

apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan

yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh

dalam membentuk hari depannya.

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai

proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat

kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk

individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh

sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan

atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki

kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata

pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam


melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai

tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan

sebagai sebuah proses.

Pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka

yang dirugikan (the disadvantaged). Pemberdayaan diberikan kepada

masyarakat lemah atau masyarakat miskin. Pemberdayaan diberikan kepada

masyarakat agar mereka dapat hidup lebih baik lagi. Menciptakan

kesejahteraan sosial pada tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat miskin

perlu diberdayakan agar mereka dapat aktif dalam kegiatan sosial dan dapat

memenuhi kehidupannya sendiri.

Dari berbagai konsep tentang pemberdayaan, jelas pemberdayaan

(empowerment) bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, penganguran,

kebodohan dan keterbelakangan pada masyarakat agar mereka berdaya dan

memiliki semangat dalam menjalankan hidup dalam kegiatan sosial di

masyarakat.

2. Strategi Pemberdayaan

Dalam hal melakukan pemberdayaan (empowerment) terdapat

beberapa strategi pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan

dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu dibutuhkan strategi-strategi

dalam pemberdayaan ini. Dalam konteks pekerja sosial, pemberdayan dapat

dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting):

mikro, mezzo, dan makro.


a. Aras Mikro adalah pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu

melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention,

dengan tujuan utamanya, yaitu membimbing atau melatih klien dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Strategi ini sering disebut sebagai

pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

b. Aras Mezzo adalah pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok

klien, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai

media intervensi. Adapun pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,

biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki

kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

Aras Makro adalah pendekatan yang disebut juga sebagai strategi sistem

besar (large system strategy), karena sasaran perubahannya diarahkan pada

sistem lingkungan yang lebih luas. Strategi ini digunakan untuk melakukan

perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,

pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. strategi sistem besar

ini, memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk

memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta

menemukan strategi yang tepat untuk bertindak.

Pemberdayaan yang diberikan diharapkan mampu membantu

permasalahan anak jalanan yang ada saat ini, melalui program-program

pemberdayan yang dilakukan Komunitas diharapkan dapat meminimalisasi

angka anak jalanan. Anak-anak jalanan harus mendapatkan pendidikan yang


layak, mendapatkan hak-haknya agar anak mendapatkan pengetahuan untuk di

masa depan. Meningkatkan kesadaran bagi anak-anak jalanan betapa

pentingnya pendidikan yang berguna untuk masa depan, serta dapat aktif

dalam kegiatan- kegiatan sosial di masyarakat, dimana tidak lagi mencari uang

guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

3. Prinsip Pemberdayaan

Di dalam pemberdayaan (empowerment) terdapat prinsip-prinsip

pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan baik dan tepat

sasaran. Adapun prinsip pemberdayaan menurut pekerja sosial, sebagai

berikut:

Pemberdayaan merupakan proses kolaboratif, dimana pekerja sosial dan


masyarakat harus bekerja sama sebagai partner.

a. Di dalam proses pemberdayaan masyarakat menjadi aktor atau subjek yang

kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber, serta kesempatan-

kesempatan yang ada.

b. Masyarakat harus melihat dirinya sendiri sebagai agen penting yang

dapat mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat.

c. Kompetensi diperoleh dari pengalaman yang memberikan perasaan

mampu pada masyarakat.

d. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan

menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada

situasi masalah tersebut.

e. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang


penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta

kemampuan mengendalikan seseorang.

f. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaannya sendiri,

yaitu: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.

g. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena

pengetahuan dapat memobilisasi atau menggerakkan, agar terciptanya

sebuah perubahan sosial.

h. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan

kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.

i. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif;


permasalahan selalu memiliki beragam solusi.

j. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan

pembangunan ekonomi secara pararel.

C. Anak Jalanan

1. Definisi Anak Jalanan

Memang definisi anak jalanan belum memiliki spesifikasi yang tepat. Di dalam

masyarakat kita anak jalanan di definisikan anak yang mencari nafkah atau mencari

ekonomi di jalan, entah sebagai pengamen, pengemis, pemulung, pedagang asongan

maupun lain-lain. Setiap negara memiliki definisi yang berbeda tentang anak

jalanan. Sehingga pembatasan definisi anak jalanan belum ditetapkan. Untuk

memahami anak jalanan secara utuh, kita harus mengetahui definisi anak jalanan.

Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang sebagian

besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan

atau tempat-tempat umum lainnya. UNICEF memberikan batasan tentang anak


jalanan, yaitu : Street child are those who have abandoned their homes, school and

immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a

nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah enam

belas tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan

masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan

raya).

Sedangkan menurut Tata Sudrajat, anak jalanan dapat dikelompokan

menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :

Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan

tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children the street). Kedua,

anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,

kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau

tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the

street). Ketiga, anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok

ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be

street children).

Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, anak

jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:

Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children of the

street). Anak jalanan tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua

fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan antar keluarganya sudah

terputus, karena anak jalanan ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis

keluarganya yang mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan


perceraian orang tua. Umumnya anak jalanan tidak mau kembali ke rumah,

kehidupan di jalan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan

bersama.

a. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Anak

jalanan adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street), yang

seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur

kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya anak jalanan ini bekerja

dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen,

tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggalnya di lingkungan

kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.

b. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Anak

jalanan yang masih tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan

sebelum atau sesudah sekolah. Motivasinya ke jalan karena terbawa teman,

belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua, serta aktivitasnya

berusaha menjadi pedagang asongan, Koran.

Anak-anak jalanan yang berusia di atas enam belas tahun. Anak berada dijalanan

untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya anak ini telah

lulus SD bahkan ada yang SLTP. Anak ini biasanya kaum urban yang mengikuti

orang tuanya ke kota. Pekerjaan anak jalanan ini biasanya mencuci bus, menyemir

sepatu, kuli panggul, pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.46

Anak-anak jalanan merupakan pekerja yang paling rentan untuk

dieksploitasi. Bellamy mengemukakan, beberapa diantaranya mampu untuk

mengkombinasikan kerja dijalanan dengan sekolah, namun banyak diantara


darinya dieksploitasi dan ditipu orang-orang dewasa dan yang sebaya dan

harus berjam-jam untuk mendapatkan penghasilan. Anak-anak jalanan juga

rentan terhadap penganiayaan, penyiksaan, sampai pemerkosaan

2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

Anak-anak jalanan merupakan menjadi masalah sosial di negara- negara

berkembang seperti di Indonesia. Banyak kita saksikan keberadaan anak

jalanan di sekitar perempatan lampu merah, di bus-bus kota, di depan

pertokoan, di kolong jembatan. Hal ini merupakan menjadi masalah sosial

bangsa yang harus diselesaikan. Paling tidak ada beberapa faktor yang

menyebabkan munculnya anak jalanan, yaitu:

a. Faktor Kemiskinan

Secara singkat, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu

standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan

materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar

kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar

kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap

tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari

mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Masalah kemiskinan ini merupakan salah satu hal pemicu (to come)

munculnya anak-anak jalanan. Anak yang seharusnya mendapatkan

penghidupan maupun pendidikan yang layak dimasa kanak-kanak,


ternyata harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Tidak sedikit

orang tua yang mempekerjakan anak-anaknya yang dibawah umur untuk

mencari uang bagi kehidupan keluarganya.

Faktor kemiskinan ini, merupakan faktor yang sangat kuat sebagai

salah satu penyebab munculnya anak jalanan. Tingkat ekonomi

keluarga yang sangat rendah sehingga mereka tidak dapat mencukupi

kehidupannya terpaksa anak-anak mereka menjadi korban, untuk

menjadi anak jalanan untuk mencari kebutuhan ekonomi keluarganya.

Irwanto, menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan faktor

mendasar (underlying factor) munculnya pekerja anak. Sedang Bellamy

mengatakan bahwa kekuatan yang paling kuat sekali mendorong anak-

anak kedalam lingkungan pekerjaan yang membahayakan dan

melemahkan adalah eksploitasi dari kemiskinan. Pada bagian lain, ILO dan

UNICEF (1994) menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan akar

permasalahan terdalam, dan faktor utama anak-anak terjun ke dunia kerja.

Bencana alam, buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya pilihan untuk

bertahan hidup, yang lebih lanjut membuat buruk keadaan yang dihadapi

keluarga, dan orang tua miskin merasa terpaksa meletakkan anaknya di

dunia kerja.

Di Indonesia kemiskinan pun menjadi penyebab utama anak-anak

bekerja. Orang tua sangat membutuhkan tenaga anak-anaknya untuk

membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Asra,

mengemukakan bahwa 35% orang tua akan mengalami


penurunanpendapatan rumah tangganya jika anak mereka berhenti

bekerja. Sedang Imawan dkk menemukan bahwa 23,5% pendapatan

anak-anak yang bekerja diberikan untuk orang tuanya. Hal ini

disebabkan karena anak-anak justru membutuhkan pekerjaan, karena

keadaan ekonomi keluarganya yang miskin.

Angka kemiskinan yang begitu tinggi menjadi pemicu munculnya

anak-anak jalanan. Kemiskinan yang dialami oleh masyarakat menjadi

mata rantai munculnya anak jalanan yang harus bekerja mencari kebutuhan

ekonomi keluarganya di jalan. Dalam hal ini membiarkan anak untuk

dipekerjakan berarti menjerumuskannya ke dalam lubang kemiskinan.

b. Disfungsi Keluarga

Selain faktor kemiskinan sebagai penyebab munculnya anak

jalanan. Ketidakberfungsian keluarga merupakan salah satu hal pemicu

anak jalanan. Keluarga yang dianggap menjadi tempat yang nyaman

menjadi suatu hal yang tidak nyaman bagi anak. Sering terjadi kekerasan

dalam suatu keluarga ini yang menyebabkan anak terjun ke jalan. Keluarga

broken home situasi keluarga yang dipenuhi dengan kekerasan-kekerasan,

konflik antar orang tua, anak dengan orang tua, kakak dengan adik yang

menyebabkan ketidaknyamanan dalam keluarga, perceraian orang tua,

sehingga anak harus dititipkan oleh keluarga maupun orang lain, hal ini

menjadi pemicu munculnya anak jalanan. Tidak berjalannya fungsi

keluarga menyebabkan tidak adanya rasa aman dan nyaman sehingga anak

banyak yang turun kejalan untuk menjadi anak jalanan

Anda mungkin juga menyukai