Anda di halaman 1dari 21

Nama : Merliyana Asepiesta

NRP : 16.04.107

Kelas : 2 B

Social case work

Istilah Social case work pertama kali ditemukan dalam suatu konferensi amal
dan corrections pada tahun 1909 oleh Mary K. Sinkovitch pada waktu itu istilah ini
kurang diminati dan dinggap sebagai suatu pekerjaan atau upaya yang kurang
memiliki harapan. Secara ilmiah Social case work pertama kali dikemukakan oleh
Mary Richmond pada tahun 1922 dan hingga saat ini metode ini masih terus
dikembangkan untuk memperoleh validasi praktek yang lebih mapan.
Pada tahun 1980, Social case work diakui sebagai salah satu metode pekerjaan
sosial yang dikembangkan oleh ribuan pekerja sosial dalam berbagai bidang
pelayanan sosial yang luas serta berbagai institusi pelayanan sosial. Bagaimana juga
dengan berbagai macam keterbatasan dan kelemahan-kelemahannya, metode
pekerjaan sosial dengan individu merupakan suatu metode yang banyak digunakan
dalam praktek pekerjaan sosial.

1. Definisi Social case work

Marry Richmon yang merupakan pelopor penggunaan metode casework secara


ilmiah mengatakan bahwa Social case work merupakan suatu proses yang bertujuan
untuk mengembangkan kepribadian seseorang melalui penyesuaian diri yang
dilakukan secara sadar, melalui relasi individu, antara orang dengan lingkungan
sosialnya.
Jeanette Regensburg (1938) menyatakan bahwa Social case work merupakan suatu
metode untuk mengukur realitas kemampuan kelayan dalam menghadapi dan
memecahkan masalahnya dan pekerja sosial berupaya untuk membantu menjelaskan
masalah yang dihadapi, dan membantunya untuk berpikir dalam cara yang berbeda
untuk memecahkannya.
Swithun Bowers (1949) mendefinisikan bahwa Social case work merupakan suatu
seni dimana pengetahuan-pengetahuan ilmiah tentang relasi antar manusia serta
keterampilan dalam hubungan tersebut digunakan untuk memobilisi kemampuan
individu serta sumber-sumber yang ada dalam masyarakat dalam rangka mencapai
suatu kesesuaian yang terbaik antara kelayan dengan seluruh atau sebagian dari
lingkungan totalnya.
Gordon Hamilton (1951) mengatakan bahwa ciri utama dari Social case work
adalah tujuannya adalah untuk mengelola pelayanan-pelayanan praktis serta
memberikan konseling sedemikian rupa untuk memunculkan serta menjaga kekuatan
psikologi kelayan.
Hellen Harris Periman (1967) mengatakan bahwa casework merupakan suatu
proses yang digunakan oleh lembaga-lembaga pelayanan kemanusiaan untuk
membantu individu dalam menghadapi berbagai masalah keberfungsian sosial secara
lebih efektif.
Florence Hollis (1972) mengatakan bahwa titik sentral dalam casework adalah
pemahaman tentang “person dalam situasinya” merupakan tuga utama, yaitu person,
situasi, dan interaksi diantaranya.
Smalley (1972) mengatakan bahwa Social case work merupakan metode untuk
mengikutsertakan kelayan dalam proses pertolongan melalui suatu proses relasi,
terutama relasi tatap muka, dalam menggunakan pelayanan sosial dalam rangka
mencapai kesejahteraannya sendiri.
Rex A. Skidmore (1982) mengatakan bahwa Social case work merupakan suatu
proses untuk membantu individu-individu dalam mencapai suatu penyesuaian satu
sama lain serta penyesuaian antara individu dengan lingkungan sosialnya. Social case
work merupakan suatu metode yang terorganisir dengan baik untuk membantu orang
agar dia mampu menolong dirinya sendiri serta ditujukan untuk meningkatkan,
memperbaiki, dan memperkuat keberfungsian sosialnya.

Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
Social case work merupakan suatu metode untuk membantu individu yang dilandasi
oleh pengetahuan ilmiah, pemahaman, dan penggunaan teknik-teknik secara terampil
yang ditujukan untuk memecahkan masalah atau mengembangkan potensi individu
dan kelompok semaksimal mungkin. Metode ini dilakukan dengan didasari oleh suatu
proses relasi yang bersifat individual, tatap muka. Metode ini merupakan suatu
metode ilmiah yang menggunakan landasan pemahaman perilaku manusi ayang
berasal dari ilmua pengetahuan ilmiah. Selain itu metode ini juga merupakan suatu
seni. Metode ini berupaya untuk mengkombinasikan elemen-elemen psikologi
maupun sosial dari kelayan.

2. Kerangka Praktek Social case work

Tujuan, nilai, sanksi, pengetahuan, dan metode yang digunakan merupakan


inti dari praktek Social case work. Tujuan merupakan penuntun bagi pelaksanaan
praktek. System nilai menentukan sikap dan pendekatan yang digunakan oleh pekerja
sosial. Sanksi merupakan mandate yang diberikan oleh masyarakat serta merpakan
sarana bagi pekerjaan sosial bagi untuk mengekspresikan dirinya dalam tatanan
struktur, hukum, dan penyertaan-penyertaan kebijakan. Pengetahuan akan
memberikan landasan terhadap fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip
praktek. Teknik merupakan gabungan antara ilmu pengetahuan ilmiah dan seni
mengaplikasikan teori kedalam praktek.
a) Tujuan

Dari definisi tentang Social case work seperti yang telah dibahas di muka,
maka Social case work memiliki sebagai berikut:
1) Untuk membantu individu dan kelompok untuk mengidentifikasi dan
memecahkan atau mengurangi masalah-masalah yang muncul akibat
adanya kondisi ketidaksesuaian antara dirinya dengan lingkungan.
2) Untuk mengidentifikasi bidang-bidang potensial munculnya
ketidaksesuaian antara individu, kelompok, dan lingkungan dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian tersebut.
3) Untuk mengidentifikasi, menemukan dan memperkuat potensi individu,
kelompok dan masyarakat semaksimal mungkin.

b) Asumsi nilai dalam Social case work

Pekerjaan sosial yang mempraktekkan Social case work memilki asumsi yang
melekat tentang pentingnya harga diri dan martabat manusia serta memiliki
keyakinan bahwa hubungan timbal balik antara individu dan masyarakat
merupakan titik sentral dalam kehidupan kehidupan manusia tersebut. Dengan
demikian pengakuan terhadap martabat dan harga diri seseorang serta
penekanan pada individu dan keluarga merupakan inti dari sosial (ISCW). Istilah
Social case work berarti suatu proses untuk mengembangkan kepribadian
seseorang melalui suatu penyesuaian diri secara sadar antara individu dengan
individu lainnya. Antara individu dengan lingkungan sosialnya. Perkembangan
selanjutnya menjelaskan bahwa Social case work tidak hanya memusatkan
perhatian untuk membatu individu dalam kaitannya dengan masyarakat,
melainkan juga membantu masyarakat dalam hubungannya dengan individu.
Dengan demikian banyak nilai-nilai yang menjadi dasar bagi praktek-praktek
Social case work.
Pengakuan terhadap keunikan dari setiap individu dan setiap situasi atau
penilaian terhadap pemenuhan kebutuhan dan penyaluran kemampuan dari setiap
individu, memiliki implikasi pada kepedulian terhadap orang lain dan
penerimaan terhadap manusia secara menyeluruh. Nilai tersebut juga memiliki
implikasi terhadap pentingnya pemahaman tentang kepribadian manusia secara
total. Tanggapan terhadap kepribadian secara total merupakan suatu usaha keras
dan sikap dari case worker. Sebagai sikap, berarti suatu keterbukaan semaksimal
mungkin terhadap kepribadian, memberikan perhatian yang seimbang antara
aspek baik dan buruk dari kepribadian kelayan. Sebagai usaha keras, berarti
membangun suatu gambaran yang masuk akal tentang seseorang, bukan sekedar
mencatat sejumlah intem yang spesifik dari kelayan.
Memperlakukan seseorang sebagai person, berarti memperlakukan seseorang
dengan memperhatikan martabatnya serta dengan penuh pertimbangan. Tidak
menilai seseorang atas dasar perilakunya terhadap kita. Seorang person juga
merupakan makhluk rasional yang memiliki tujuan dan cara berperilaku yang
masuk akal, walaupun pada kenyataannya seringkali juga dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Memperlakukan seseorang sebagai
person, berarti menjunjung tinggi tujuan-tujuannya serta membantunya mencapai
atau memenuhi tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain case worker tidak hanya
membantu kelayan mencapai tujuan-tujuannya saja, tetapi juga usaha-usahanya
dalam mencapai tujuan tersebut.
Nilai ini memiliki implikasi pada kepedulian case worker terhadap otonomi
kelayan. Kelayan harus dipandang sebagai person yang mampu mengambil
keputusan sendiri. Keadaan ini biasa disebut sebagai “Right of Self
Determination”. Konsep “self determination” kelayan ini mengacu pada hak
kelayan untuk menerima atau menolak bantuan yang diberikan, untuk
berpartisipasi secara aktif dalam proses kegiatan, serta haknya untuk tidak
menyerahkan kehidupannya.
Dari uraian diatas, dapat dijelaskan secara ringkas menganai asumsi-asumsi
nilai tentang manusia yang sangat mempengaruhi praktek pekerjaan sosial dengan
menggunakan metode Social case work diantaranya:
1) Nilai tentang harga diri dan martabat individu. Nilai ini menjunjung
tinggi pemahaman yang mengatakan bahwa individu memiliki
kemampuan untuk memandu atau mengarahkan kegiatan atau perilakunya
serta kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan maupun cara mencapai
tujuan tersebut.
2) Nilai tentang keunikan individu. Keyakinan tentang keunikan dan
individualitas mengarahkan pendekatan-pendekatan casework kepada
penerimaan serta cara pandang tentang perbedaan-perbedaan individu.
Kekuatan dari hubungan antar peranan adalah berawal dari perbedaan-
perbedaan ini. Misalnya perkawinan, diperkuat oleh kombinasi kekuatan
antara suami istri, demikian pula dengan asosiasi-asosiasi lain.
3) Nilai tentang kemandirian (self determination). Kemandirian ini
mengacu kepada hak untuk menetukan pilihannya sendiri tentang bantuan
pekerja sosial, proses yang dilalui serta tujuan-tujuan yang akan dicapai.

c) Prinsip-prinsip dalam Social case work


Felix P. Biestek dalam bukukan “The Social case work Relationship” yang
dikutip oleh Betty J. Picard, mengemukkan tentang prinsip-prinsip relasi case
work antara pekerja sosial dengan kelayan, sebagai berikut:
1) Individualisasi: setiap individu adalah unik. Setiapa individu memiliki
harga diri dan martabat pada keberadaannya, pengalaman hidup,
lingkungan hidup yang berbeda dari individu lain. Seseorang tidak pernah
dipandang hanya merupakan bagian dari suatu kerumunan yang sama
dengan bagian yang lain. Oleh karena itu pekerja sosial yang bekerja
denga individu, harus memperhatikan kondisi ini. Jika pekerja sosial tidak
mampu melakukannya, maka kelayan berhak untuk menolak bantuan yang
diberikan oleh pekerja sosial. Pekerja sosial juga merupakan individu yang
mengetahui dan memahami dirinya sendiri serta untuk memandang orang
lain. Pengetahuan dan keterampilan pekerja sosial yang digunakan dalam
konteks kepribadian pekerja sosial itu sendiri. Jika pekerja sosial pemalu
yang kurang dalam pengetahuan diri dan pemahaman dirinya. Sekurang-
kurangnya dia harus mengakui tentang keinginannya untuk
mengembangkannya.
2) Ekpresi emosional secara bertujuan: setiap individu memiliki kebutuhan
untuk mengekspresikan perasaannya. Haknya untuk menampilkannya,
merupakan dasar bagi pekerjaan sosial. Emosional dipandang sama
pentingnya dengan pikiran atau pengetahuan. Emosi negative pun sangat
penting bagi individu, sama pentingnya dengan emosi positif.
3) Keterlibatan emosional secara terkendali: setiap individu, menginginkan
bahwa seseorang akan dapat berhubungan dengan perasaannya. Pekerja
sosial harus mampu untuk ikut “merasakan” orang lain. Bukan hanya
berbicara/berbincang-bincang. Pekerja sosial tidak diharapkan mempunyai
perasaan yang sama dengan kelayan, tetapi dia harus mampu
menunjukkan pemahaman yang sungguh-sungguh tentang perasaan orang
lain.
4) Penerimaan: setiap individu mempunyai keinginan untuk diterima
sebagaimana adanya bukan sebagai mana diharapkan. Pekerja sosial tidak
melihat atau membeda-bedakan suku, agama, ataupun latar belakang
kehidupan sosial, ekonomi ataupun budaya. Pekerja sosial harus
memahami keadaan kelayan saat itu dan mulai bekerja atau memulai
kegiatan bantuannya berdasarkan pemahaman atau keadaan saat itu. Hal
ini tidak identik dengan pernyataan bahwa pekerja sosial menyetujui
segala sesuatu yang dilakukan oleh kelayan.
5) Sikap tidak menilai: larangan memberikan pendapat tentang kesalahan
atau tak bersalah. Kelayan mempunyai hak untuk mengemukakan situasi
yang dihadapi tanpa memperoleh tanggapan negative dari pekerja sosial.
Hal ini memiliki implikasi bahwa pekerja sosial tidak boleh memberikan
penilaian pribadi terhadap perilaku pelayan.
6) Menentukan diri sendiri: hal ini merupakan suatu yang agak sulit
diberikan kepada kelayan. Pekerja sosial yang dimintai tolong oleh
kelayan, tentunya diharapkan untuk memberikan pertolongan dan nasehat,
tetapi hanya sebatas itu saja. Setiap kelayan mempunyai hak untuk
menerima atau menolak usul pertolongan yang diberikan, untuk menerima
dan menolak nasehat yang diberikan. Konsep yang tidak terpisahkan dari
prinsip ini adalah adanya alternative. Prinsip ini memiliki implikasi
terhadap pengambilan keputusan, atau membuat pilihan atas berbagai
alternative perilaku. Tidaklah tepat untuk mengemukakan prinsip itu tanpa
adanya alternative. Kegiatan pekerja sosial bersama kelayan, selalu
mengembangkan untuk melaksanakan prinsip ini, sehingga kelayan bebas
memilih atau menentukan cara pemecahan masalah yang paling sesuai.
7) Kerahasiaan: kelayan memerlukan kepastian bahwa pekerja sosial yang
dihubunginya dapat dipercaya, pekerja sosial harus meyakinkan kelayan
bahwa diskusi yang dilakukan dengan kelayan tentang masalahnya tidak
akan disebarluaskan kepada orang lain. Masalah yang diuraikan kelayan
tidak akan dijadikan bahan gunjingan, sehingga kelayan merasa aman dari
ancaman-ancaman lingkungan sosial yang berupa rasa malu, takut,
merosotnya harga diri, atau anggapan-anggapan negative tentang dirinya.
Akan tetapi pekerja sosial tidak teralu kaku dalam memegang prinsip ini.
Dia diperbolehkan untuk mendiskusikan masalah kelayan dengan
supervisornya atau dengan sejawatnya dengan tujuan untuk memberikan
pertolongan yang sebaik mungkin kepada kelayan. Pekerja sosial tidak
dibenarkan membicarakannya secara luas kepada orang lain.

Ketujuh prinsip ini penting dan dapat digunakan pada banyak bentuk system
kelayan serta besarnya system tersebut, untuk mewujudkan relasi profesional
pekerjaan sosial secara memuaskan. Walaupun pada mulanya Felix D. Biestek
yang mengajukan prinsip-prinsip tersebut ditujukan untuk mengadakan relasi
secara individu dengan kelompok maupun masyarakat.
Penting untuk diketahui, bagaimana pentingnya ketujuh prinsip atau asa atau
nilai tersebut, pekerja sosial harus mengakui pula akan adanya dilemma nilai,
terutama dalam prinsip individualisasi. Walau pekerja sosial mengakui bahwa
setiap manusia itu berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi pekerja sosial pun
harus mengakui bahwa konsep generalis pun mempunyai tempat pula dalam
pemikiran pekerjaan sosial. Setiap manusia tumbuh dan berkembang dalam
pertahapan yang sama. Demikian pula nilai-nilai, norma-norma, budaya akan
selalu berbeda pada tempat dan waktu yang berbeda. Kapankah ungkapan
perasaan, kehilangaan kegunaannya? Ide bahwa setiap orang memiliki perasaan
dan perasaan tersebut memainkan peranan yang besar dalam menghadapi
masalah, , tetapi menggunakan perasaan yang terlalu besar akan mengganggu
terciptanya relasi yang membantu antara pekerja sosial dengan kelayan.
Jadi ide tentang perlunya keterlibatan perasaan dalam memecahkan masalah
harus diharapkan pada ide bahwa keterlibatan perasaan yang terlalu besar justru
akan mengganggu terbentuknya relasi yang baik antara pekerja sosial dengan
kelayan dalam menghadap/memecahkan masalah.
Mungkin prinsip yang paling sulit untuk diwujudkan adalah prinsip
menentukan nasib sendiri. Mungkinkah pekerja sosial memberikan seseorang
untuk memelihara anaknya sendiri, sedangkan cara orang tersebut memelihara
anak sangat tidak memadai atau berbahaya? Dapatkah seorang pekerja sosial
benar-benar membolehkan seseorang memutuskan tentang penentuan nasibnya
sendiri? Apakah seseorang benar-benar mempunyai hak untuk memutuskan
sendiri? Apakah dia lebih baik hidup dengan menerima bantuan sosial? Ataukah
bekerja dengan gaji dibawah batas minimum?, ataukan pekerja sosial benar-benar
memiliki posisi untuk melindungi orang atau masyarakat, bekerja untuknya,
membuat keputusan untuk mereka? Ini merupakan beberapa pertannyaan penting
yang sangat sulit dijawab.
Akhirnya, nilai tentang kerahasiaan pun dipertanyakan. Jika kesejahteraan
tersebut dipandang sebagai hak. Jika kelayan dianjurkan untuk mencari
pertolongan tersebut?

d) Dasar pengetahuan

Teori-teori yang melandasi Social case work pada dasarnya berasal dari teori
yang melandasi pekerjaan sosial, serta berbagai teori lain tentang manusia dan
kemanusiaan. Dari berbagai disiplin ini kemudian dapat ditarik suatu
pengkhususan terutama yang berupa: psikologi dinamika, psikologi ego, dan
berbagai perkembangan teoritik dalam disiplin sosiologi, psikologi, psikiatri, serta
atropologi budaya.
Psikologi dinamis terutama dalam hal perkembangan kepribadian, struktur
kepribadiab serta fungsinya. Psikologi pavlov dan skinnermerupakan teori-teori
dari aliran yang lebih baru yang diperkenalkan dalam praktek pekerjaan sosial
dalam case work. Teori-teori perubahan perilaku bukan berkembang berdasarkan
teori perkembangan kepribadian, merupakan dari proses-proses perilaku operant
(operant behavior) terutama yang memfokuskan diri pada perilaku-perilaku yang
dapat diamati, dan diteliti.

Sumber:
http://justinlase.blogspot.co.id/2017/02/pekerjaan-sosial-dengan-individu.html
Social Casework A Problem Solving Process

Komponen Social Casework

Social Casework adalah suatu proses yang dipergunakan oleh badan-badan


sosial (human welfare agencies) tertentu untuk membantu individu-individu agar
mereka dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi di dalam kehidupan sosial
mereka secara lebih efektif.

Dengan demikian Proses Casework mengandung inti sebagai berikut :


Seseorang yang mempunyai masalah datang ke suatu tempat (badan sosial =
agency) di mana terdapat tenaga ahli (profesional reprresentatif = pekerja sosial)
yang memberikan bantuan kepadanya dengan cara/proses tertentu (= Social
Casework).

Person yang membutuhkan bantuan terhadap beberapa aspek kehidupan


sosial emosionalnya dinamakan klien (Client). Ia bisa seorang laki-laki/wanita
dewasa ataupun anak-anak dan bantuan yang dibutuhkannya dapat berupa bantuan
materiil ataupun nasehat.

Problem dapat timbul oleh adanya kebutuhan (need), rintangan-rintangan, dan


kumpulan frustasi atau mal-adjustment. Sering kali semua itu telah mengganggu
kewajaran situasi hidupnya serta kemampuannya untuk menghadapi situasi semacam
ini.

Place (Badan sosial) adalah semacam badan-badan sosial yang tidak


berurusan langsung dengan masalah-masalah sosial yang luas melainkan dengan
masalah manusia yang mengalami kesulitan dalam mengatasi kehidupan pribadinya.
Tujuan badan tersebut adalah membantu individu-individu yang mengalami
rintangan-rintangan sosial tertentu yang mengganggu kehidupan pribadi dan keluarga
yang wajar serta membantu individu-individu yang mengalami masalah yang
ditimbulkan karena kekeliruan dalam mengadakan hubungan (relationship) antara
pribadi dengan pribadi (person to person), pribadi dengan kelompok (person to
group) atau pribadi dengan situasi (person to situation).

Proses dalam hal ini Social Casework, memusatkan perhatian pada aspek-
aspek yang diindividualisasikan. Proses ini terdiri atas serangkaian usaha pemecahan
masalah (problem solving operations) yang dilakukan melalui relationships yang
diarahkan kepada tujuan tertentu yaitu : mempengaruhi pribadi klien sedemikian
sehingga ia dapat mengembangkan kemampuan untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya dan atau mempengaruhi masalah tersebut agar dapat dipecahkan.

 The Person

Klien yang datang ke badan sosial serupa dengan orang-orang lainnya,


akan tetapi ia pun berbeda pula dengan mereka. Dalam arti yang luas ia serupa
dengan rang-orang (manusia) pada umumnya, dalam arti yang lebih sempit ia
serupa dengan manusia yang seusia, dalam arti yang lebih sempit ia serupa
dengan manusia yang seusia, sezaman dan sekebudayaan. Akan tetapi
disamping kita memahami, bahwa ia serupa dengan manusia-manusia pada
umumnya, ternyata ia pun memiliki keunikan yang membedakan dari orang-
orang lain sebagaimana sidik jari yang dimilikinya.

Esensi bantuan social casework yaitu membantu individu dalam


mengadakan adaptasi sosial, serta memulihkan dan memperkuat kemampuan
untuk menjalankan fungsinya sebagai makhluk sosial. Untuk ini seorang
pekerja sosial harus berusaha mempengaruhi tingkah laku klien.

Oleh sebab itu pemahaman tertentu mengenai kekuatan-kekuatan dan


arti tingkah laku manusia adalah sangat penting bagi setiap caseworker.

Dibawah ini dikemukakan beberapa ide penting yang berhubungan


dengaan tingkah laku manusia :
1. Tingkah laku seseorang mempunyai tujuan dan arti seperti berikut :
memperoleh kepuasan, menghilangkan atau memecahkan frustasi, dan
memelihara keseimbangan dalam gerak.
2. Apakah tingkah laku seseorang itu efektif atau tidak efektif dalam usahanya
mencapai kebahagiaan, sebagian besar tergantung pada berfungsinya struktur
kepribadiannya. Kekuatan kepribadian manusia terdiri atas tiga fungsi yang
utama yaitu:
(1) Energi kehidupan yang sellau berusaha mencari saluran pemuasan (id);
(2) Sistem kontrol yang mengubah atau menyalurkan dorongan-dorongan id
agar hasilnya menjadi akseptabel bagi dirinya dan lingkungannya (ego);
(3) Pengaturan yang mengawasi keseimbangan antara apa yang diinginkan
dan apa yang dapat dan seharusnya diperbuat serta antara dirinya sendiri,
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya (superego).
3. Struktur serta berfungsinya kepribadian adalah merupakan produk dari
peralatan konstitusionil dan pembawaan yang berinteraksi secara terus
menerus dengan lingkungan fisik, psikologis dan sosial sebagaimana yang
dialami seseorang.
4. Akan tetapi disamping itu, seseorang pada setiap fase kehidupannya bukan
hanya merupakan produk dari pembawaan/keturunan (nature) semata-mata
melainkan juga dan selalu berada dalam proses untuk menuju masa kini, dan
masa yang akan datang.
5. Tingkah laku manusia dalam proses tersebut dibentuk dan dinilai oleh
harapan-harapan (expectations) yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh
kebudayaannya yang harus dicerminkan dalam status dan peranan sosial yang
disandangnya.
6. Orang yang datang sebagai klien pada suatu badan sosial selalu dalam
keadaan tertekan.
 The Problem

Tidak semua jenis masalah dapat dipecahkan oleh pekerjaan. Oleh


sebab itu kita perlu memahami dan membatasi masalah mana yang menjadi
kompetensi seorang pekerja sosial khususnya seorang caseworker.

1. Masalah-masalah yang berada dalam lingkup social casework adalah


masalah-masalah yang secara vital mempengaruhi dan dipengaruhi
kemampuan seseorang dalam menjalankan fungsi sosialnya.
2. Setiap masalah mengandung banyak segi (multifacated) dan bersifat
dinamis. Oleh sebab itu seorang casework hendaknya mampu mengadakan
seleksi guna menentukan unit-unit yang mana dari masalah tersebut yang
dapat dikerjakannya.
Ada tiga pertimbangan pokok yang dapat dipergunakan untuk memilih fokus
masalah :
1 Apa yang diinginkan dan apa yang dibtuhkan klien;
2 Bagaimana penilaian profesional caseworker mengenai masalah yang
dihadapi klien, bagaimana kemungkinan pemecahan yang sebaik-baiknya;
dan
3 Apa fungsi agensi dan bantuan-bantuan apa yang dapat diberikannya.

Kita harus ingat, bahwa masalah yang dipaparkan kepada klien adalah
masalah klien. Klien menganggap dan merasakan bahwa ia memerlukan
bantuan untuk memecahkannya. Klien mungkin dapat melihat masalahnya
dengan sempurna dan tepat dan mungkin pula ia dapat melihat kemungkinan-
kemungkinan pemecahannya. Tetapi mungkin pula sebaliknya, yakni bahwa
ia tak dapat memahami masalah tersebut. Ini mungkin terjadi apabila masalah
tersebut terlampau mencemaskan untuk dihadapi atau bilamana klien telah
mempunyai kesulitan-kesulitan yang bertumpuk-tumpuk.
Leadership seorang caseworker dapat diberikan untuk membantu klien
dalam usahanya memilih dan memusatkan pada salah satu atau beberapa
bagian aspek dari masalah yang dihadapinya. Kemampuan caseworker dalam
memberikan leadership tergantung pada pengetahuan serta penilaian
profesionalnya.

Disamping itu seorang pekerja sosial yang bertugas dan mewakili


agensinya juga harus benar-benar dapt memahami dan menseleksi unit-unit
mana dari masalah tersebut yang dapat dibantu oleh agensinya sesuai dengan
policy dan fasilitas-fasilitas yang tersedia.

Masalah-masalah didalam setiap bagian kehidupan seorang manusia,


biasanya selalu mempunyai reaksi-reaksi berantai. Ini berarti, bahwa setiap
suatu masalah yang mengakibatkan ml-adjustment sosial maupun emosionil,
biasanya juga akan menimbulkan masalah-masalah yang lain dalam
kehidupan manusia.
Setiap masalah yang dihadapi seseorang selalu mengandung realita
objektif dan subjektif.
Ini berarti bahwa apa yang dapat dilakukan oleh seseorang terhadap masalah
(realita objektif) yang dihadapinya selalu dipengaruhi oleh perasaan-
perasaan (realita-subjektif) yang menyertainya.
Di samping itu, antara realita objektif dan realita subjektif tersebut
juga saling menjadi sebab dan akibat akan timbulnya masalah-masalah yang
lain.
Masalah yang dialami seseorang yang datang meminta bantuan kepada
agensi biasanya juga selalu dipersulit oleh maslaah bahwa ia adalah seorang
klien.
 The Place

Tempat ke mana klien datang untuk meminta bantuan disebut badan


sosial (social agency). Jika badan sosial tersebut memberikan bantuan berupa
materiil, perubahan situasional, counselling, dan bantuan psikologis
(psychological help) atau kombinasi dari bantuan-bantuan semacam itu atas
dasar individualized case-by-case dalam cara pelaksanaan kerjanya, maka
badan semacam itu disebut social caseworker agency.

Ada tiga faktor yang membedakan social casework agency satu sama
lain : (1) Sumber yang memberikan dukungan (support), (2) sumber otoritas
profesionil, dan (3) fungis khusus serta bidang usahanya. Ketiga faktor inilahn
yang terutama membedakan casework agency satu dengan lainnya dalam
hubungan dengan pelayanan mereka terhadap klien, tujuan-tujuannya, serta
kondisi dan tujuan proses pemberian bantuan mereka masing-masing.

Meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa segi antaraa social


casework agencies semacam itu. Ciri-ciri umum tersebut adalah bahwa ::

1. Agency tersebut adalah salah satu organisasi yang dibentuk untuk


menyatakan keinginan dari suatu masyarakat atau beberapa kelompok
dalam masyarakat tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
2. Setiap social agencies menyusun program yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus.
3. Social agencies tersebut mempunyai struktur, dengan struktur mana
agency tersebut mengatur dan mendelegasikan tanggung jawab serta
tugas-tugasnya, menyusun, dan melaksanakan policy serta prosedur guna
mengatur pelaksanaan usaha-usahanya.
4. social agency merupakan suatu organisme yang hidup dan adaptable serta
peka terhadap perbahan-perubahan yang terjadi.
5. Setiap anggota di dalam suatu agency berbicara dan bertindak dalam
rangka menjalankan fungsi-fungsi agency dan caseworker mewakili
agency tersebutt dalam memberikan bantuan pemecahan masalah yang
diindividualisasikan (individualization probblem solving help).
6. Caseworker di samping ia bertindak mewakili agency, ia juga (dan
terutama) mewakili profesinya (pekerja sosial).

 The Process

Proses casework aalah salah satu proses pemecahan masalah :

1. Untuk dapat memahami apa-apa yang seharusnya tercakup dalam proses


casework sebagai pertolongan pemecahan masalah (problem solving help),
perlu kiranya terlebih dahulu kita memahami macam-macam rintangaan
yang sering kali mengganggu usaha manusia dalam memecahkan
masalah-masalah dalam situasi yang normal.
Pada umumnya rintangan-rintangan tersebut adalah sebagai berikut :
(a) Suatu masalah tak capat dipecahkan jika alat-alat serta suber-sumber
yang konkrit (tangible) tidak dimiliki oleh orang yang bersangkutan.
Sebagai contoh seseorang sakit tidak bisa berobat oleh karena ia tidak
mempunyai uang. Oleh sebab itu masyarakat membngun social
agencies yang menyediakan bermacam-macam fasilitas bagi orang-
orang (klien) yang membutuhkan.
Akan tetapi seringkali penggunaan pelayanan-pelayanan yang
disediakan oleh social agencies tersebut dapat menimbulkan masalah-
masalah yang lain polanya sehingga klien membutuhkan bantuan dari
case worker untuk mengaddaptasikan diri antara keinginan-
keinginannya dengan realita yang dihadapinya dalam usaha
pemecahan masalah.
(b) Kadang-kadang orang tidak mampu memecahkan masalah-masalah
mereka hanya oleh karena ketidak-tahuan atau kebodohan (ignorence)
atau salah mengerti tentang kenyataan-kenyataan masalah tersebut,
atau kenyataan-kenyataan mengenai cara-cara untuk mengatasinya.
Tidak memiliki pengetahuan dan tidak memahami faktor-faktor dapat
membuat suatu masalah tidak mungkin dipecahkan. Dalam situasi
semacam itu caseworker memberikan pengetahuan interpretasi atau
alat-alat yang diperlukan dengna mana fakta-fakta masalah serta
sumber-sumber yang potensiil dapat diketahui.
Kadang-kadang pengetahuan yang diperlukan tersebut telah tersedia
akan tetapi seringkali pada mulanya orang yang menghadapi masalah
tersebut sedemikian mengalami “emotional blocking” sehingga
mempersulit usahanya untuk memahami fakta-fakta masalah serta
memperoleh sumber-sumber bantuan.
(c) Suatu masalah akan sulit dipecahkan bilamana orang yang
mengalaminya kering dan (tidak mempunyai) energi fisik maupun
emosionil.
Dalam situasi semacam ini kiranya perllu agar caseworker
memberikan dorongan dan bantuan psikologis maupun fisik untuk
memulihkan keseimbangan klien sebelum ia dapat mulai menghadapi
dan memecahkan masalah tersebut.
(d) Seringkali ada masalah-masalah yang menimbulkan perasaan
seseorang meluap. Dalam hal itu emosinya sedemikian kuatnya,
sehihngga tidak terkendalikan lagi secara sadar.
Dalam situasi semacam itu caseworker perlu membantu meredakan
perasaannya serta pengaruh masalah sehingga klien dapat mulai
melihat kedepan situasi yang ia hadapi, bagaimana pengaruh masalah
terhadap dirinya dan pengaruh dirinya terhadap masalah serta berusaha
mengadakan adaptasi.
(e) Suatu masalah dapat mengendap dalam diri seseorang, sehingga ia
secara kronologis telah menjadi subjek dan atau korban dari masalah
tersebut oleh karena emosi yang ditimbulkannya dalam waktu yang
lama telah menguasai pikiran-pikiran dalam tindakannya.
Dalam situasi seperti ini sering kali dibutuhkan bantuan lain
disamping social casework misalnya psikoanalisa yang berusaha
membantu klien dalam memahami konflik-konflik tak sadar. Tugas
caseworker adalah membantu klien memahami dan menilai tindakan-
tindakannya dalam hubungan dengan orang-orang lain serta situasi
dalam kehidupannya saat ini, memahami tingkah laku-tingkah lakunya
yang khas (typical behavior) serta berusaha memilih dan mencoba
tindakan-tindakan lain yang lebih sesuai.
(f) Adakalanya orang mengalami kesukaran dalam memecahkan masalah
oleh karena ia tak pernah mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang
sistematis atau cara-cara berpikir an merencanakannya secara teratur.
Orang-orang semacam itu biasanya mempunyai sifat yang impulsive
dan cenderung melihat hidup ini sebagai kejadian yang terpisah-pisah
(tak berhubung-hubung satu sama lain).
Oleh karena itu orang semacam ini dalam menghadapi masalah
cenderung menggunakan cara-cara yang tidak sistematis tidak
terencana dan tidak mempunyai pola karena ia tidak mampu
mengintegrasikan pengalaman-pengalaman masa lampau untuk
membentuk pola-pola tingkah laku dalam menghadapi berbagai-bagai
masalah. Jika ia adalah seorang yang optimis maka ia akan selalu
percaya bahwa segala sesuatu akan berjalan dengan berhasil, tetapi
jika ia adalah seorang yang pesimis maka ia akan menyerah kepada
nasib dan selalu gelisah dalam menghadapi segala situasi.
Ia tidak segera dapat melihat hubungan sebab akibat. Dalam situasi
semacam ini caseworker hendaknya dapat mendorong klien untuk
melakukan latihan-latihan secara berulang-ulang dalam langkah-
langkah pemecahan masalah dengan harapan agar langkah-langkah
(cara-cara) semacam itu dapat mendekat menjadi kebiasaan.
Misalnya melatih klien meninjau fakta-fakta yang terkandung dalam
masalah yang dihadapinya, menilai apa arti fakta masalah tersebut dan
melihat kemungkinan-kemungkinan pemecahannya, mengambil
tindakan-tindakan yang direncanakan atas dasar pengetahuan dan
pandangan ke depan.
2. Maksud proses casework yaitu untuk melibatkan/mengikutsertakan klien
dalam pemecahan masalah yang dihadapi menggunakan alat yang ada
sehingga ia dapat berfungsi dalam masyarakat.
Alat-alat yang dimaksud terutama adalah : (1) penyediaan suatu therapeutic
relationship yang dapat membantu klien dan mempengaruhi hakekat
hubungan emosionalnya dengan masalah yang dihadapinya, (2) menyediakan
suatu cara yang sistematis (hendaknya selalu fleksibel), sehingga klien dapat
mendiskusikan dan memahami hakekat masalah, memahami hubungannya
dengan masalah dan mencari kemungkinan pemecahannya, dan (3)
penyediaan semacam kesempatan atau bantuan agar dapat melatih dan
membantu klien dalam menghadapi masalah-masalah selanjutnya.
3. Semua usaha pemecahan masalah yang kompeten, sebagai lawan daripada
cara-cara trial and error terdiri atas tiga usaha yaitu :
(a) Kenyataan yang penting dan terkandung dalam masalah hendaknya
meliputi kenyataan-kenyataan yang berupa reaksi-reaksi subjektif maupun
objektif mengenai sebab dan akibat hubungan antara klien dan
masalahnya, kemungkinan-kemungkinan pemecahannya dan alat-alat
yang tersedia.
(b) Fakto tersebut perlu dipertimbangkan/dipikirkan dalam arti harus dapat
dikenal melalui pikiran kita. Kita harus mempelahri bagaimana
hubungannya satu sama lain, mencari inti masalahnya dan sebagainnya,
singkatnya fakta-fakta tersebut harus diatur melalui ide-ide yang
sebagaimana kita ketahui timbul dari pengetahuan dan pengalaman yang
merupakan pokok dalam usaha mengatur pemecahan masalah.
(c) Harus ditentukan pilihan atau keputusan yang merupakan hasil akhir
dalam usaha mempertimbangkan fakta-fakta yang mempengaruhi dan
usaha pemecahan masalah.
Usaha atau langkah-langkah tersebut dalam casework dikenal sebagai
studi/fact-finding diagnosis (mempertimbangkan dan mengatur fakta-fakta
ke dalam suatu penjelasan yang berarti bagi titik tujuan yang hendak
dicapai), dan treatment (implementasi kesimpulan) mengenai apa dan
bagaimana tindakan yang dilakukan terhadap masalah.
Pemecahan masalah menghendaki agar case worker dan kien secara
stimultan dan sadar melibatkan diri dalam usaha pemecahan masalah sejak
awal. Perlu dicamkan bahwa dalam proses pemecahan masalah, treatment
tidak harus menunggu menyelesaikan studi dan diagnosis, melainkan
ketiganya dapat berjalan secara serempak.

Sumber:

Social Casework a Problem Solving Process (Helen Harris Perlman, di Indonesiakan


Oleh Drs. M. Aipassa, diterbitkan oleh Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi
Kesejahteraan Sosial Bandung, Tahun 1999)

Anda mungkin juga menyukai