Anda di halaman 1dari 14

ADVOKASI KLIEN/KASUS

Overview
Advokasi klien dibangun atas philosophy berupaya untuk melindungi, memaksakan, dan memastikan
hak, hak istimewa, sumber, pelayanan, dan manfaat. Sheafor, Horejsi, dan Horesji (1994) menyarankan
bahwa “Ketika pekerja sosial menampilkan sebagai advokat klien, dia berbicara, menentang,
menggerakkan, menawar, dan berunding atas nama klien. Pada tingkat pelayanan langsung, pendirian
advokasi penting … untuk mendapatkan manfaat atau pelayanan yang klien tersebut berhak tetapi,
karena suatu alasan atau lainnya, tidak bisa untuk mendapatkannya.” Yang sangat penting, misi utama
advokasi klien adalah untuk menjamin bahwa pelayanan yang disediakan untuk klien adalah relevan
untuk masalah tersebut dan tersedia dalam masyarakat; perhatian utama adalah bukan untuk
memberikan pelayanan tersebut (Herbert & Mould, 1992)
Sebelum membahas advokasi klien, mari kita lihat bagaimana istilah-istilah ini diidentifikasi dan
didefinisikan dalam profesi tersebut:
1. Hak. Menurut Kirst-Ashman dan Hull (1993), “hak adalah perlindungan dan jaminan untuk mana
orang .… memiliki klaim yang adil dan tidak dapat ditolak tanpa proses hukum” Hak sering
ditentukan oleh tujuan dan sasarannya. Handcastle et al. melaporkan bahwa hak masuk dalam tiga
kategori yang luas: (1) hak proses hukum atau procedural, (2) hak substantive, dan (3) hak dasar
manusia.
2. Hak istimewa (entitlements). Barker (1995) mengidentifikasi hak istimewa sebagai “pelayanan,
barang, atau uang disebabkan seorang individu berdasarkan status khusus. Hak istimewa masuk
dalam tiga kateori yang luas: (1) “mereka yang ditetapkan oleh undang-undang”; (2) “mereka
yang berdasarkan pada kebijakan lembaga”; dan (3) “mereka yang berdasarkan pada penafsiran
dari kebijakan lembaga” (Kirst-Ashman & Hull, 1993)
3. Sumber. Barker (1995) mendefinisikan sumber sebagai “setiap pelayanan dan komoditas yang ada
… untuk membantu memenuhi sebuah kebutuhan .. dan secara khusus termasuk lembaga sosial
yang lain, program pemerintah … professional atau petugas sukarelawan, kelompok bantu diri,
penolong alamiah, dan individu dalam masyarakat yang memiliki kualitas dan motivasi yang dapat
menolong klien. Sumber termasuk komitmen, uang, prestise, kekuatan, otoritas, dan mekanisme
lain yang penting untuk membantu mencapai tujuan yang diharapkan (Kirst-Ashman & Hull, 1993)
4. Pelayanan dan Manfaat. Menurut Merriam-Webster (1994), pelayanan meningkatkan
kesejahteraan orang lain, sementara manfaat memberikan bantuan finansial selama sakit, usia
lanjut, atau menganggur.

Menurut Barker (1995), seorang klien adalah seorang individu, kelompok, keluarga, atau
komunitas yang mencari atau diberikan dengan pelayanan professional”
Advokasi klien digunakan tidak hanya dalam pelayanan langsung, tetapi juga dalam praktek klinis.
“Kebanyakan advokasi dimulai dengan individu (Hunter, 1979). Sebagaimana Claxton (1981) katakan
“advokasi adalah tahap pertama yang penting dalam memulai relasi.” Ketika praktisi menggunakan
ketrampilan advokasi dalam tahap awal dari relasi professional, mereka dapat mengurangi masalah
klien dan menyeimbangkan lingkungan psikososial mereka. Dengan menggunakan advokasi juga
dapat membantu relasi pertolongan yang penuh kepercayaan. Mengikuti bantuan tersebut, kedua
belah pihak dapat terlibat dalam dan memusatkan pada strategi penyembuhan yang tepat (Claxton,
1981). Melton (1983) selanjutnya menyatakan bahwa “advokasi pada dasaranya adalah cara
dengan mana lingkungan dapat lebih kondusif terhadap perkembangan kekuatan ego dan
perubahan terapetik.”
Advokasi klien bukan tindakan yang sederhana; lebih, ini adalah sebuah proses yang rumit yang
memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang signifikan. Mc. Gowan (1974 melaporkan hasil
studi bahwa: pertama, keputusan untuk menggunakan advokasi sering dipengaruhi oleh “sasaran,
jenis masalah, sanksi/persetujuan untuk advokasi, agen saluran dan system sasaran”, kedua,
penentu utama dari tindakan tersebut adalah sumber praktisi dan daya penerimaan dari system
sasaran”’ dan ketiga, “penggunaan komunikasi dan mediasi daripada kekuatan ditekankan dalam
kisaran sumber dan teknik-teknik yang digunakan” (Northern, 1995). Berdasarkan pada hasil ini,
penting untuk memahami bahwa advokasi klien tidak dapat hanya dipraktekkan oleh seseorang,
kapan saja, atau dalam situasi apa saja; lebih, ini harus mendasarkan pada kerangka atau
pedoman yang diterima secara umum, yang perlu untuk legitimasi professional dan berhasil.
Walaupun semua pekerja sosial dapat mempraktekan advokasi klien (seperti, akademisi,
administrator, dokter, pengorganisasi masyarakat, praktisi pelayanan langsung, praktisi kebijakan,
peneliti, supervisor, pendidik, dan pelatih), praktisi pelayanan langsung dan dokter adalah penyedia
pemilih yang terbesar (Gibelman & Schervish, 1997). Secara khusus, “peran pekerjaan sosial yang
sangat sering digunakan oleh para responden adalah sebagai agen control sosial dan makelar sosial,
sementara mereka pikir mereka seharusnya melakukan konseling dan advokasi sangat sering”
(Herbert & Mould, 1992). Studi yang sama mengidentifikasi factor-faktor berikut sebagai
menyumbangkan kepada peran advokasi yang kurang: (1) kendala birokratis; (2) tuntutan kerja
yang berat; dan (3) kurangnya ketrampilan advokasi dan pengetahuan.

PERWAKILAN (REPRESENTATION)
Perwakilan adalah satu dari dua sasaran pokok yang penting untuk advokasi pekerjaan sosial yang
efektif. Ingat bahwa ekslusivitas, mutualitas, dan penggunaan forum adalah unsur advokasi yang
diperlukan dari representasi. Disamping itu, pekerja sosial harus menunjukkan kompetensi dengan
ketrampilan bicara dan menulis mereka.

Ekslusivitas
Ekslusivitas menggambarkan relasi antara klien dan advokat sebagai memusatkan pada,
berpusatkan pada, dan bertanggungjawab terhadap klien. Dibawah parameter praktek pelayanan
langsung, kesetiaan pertama pekerja sosial selalu terhadap klien. Friedman dan Poertner (1995)
mendukung pernyataan ini: “Komitmen dari manajer kasus terhadap klien mereka harus tegas.
Diantara hal-hal lain. Ini berarti bahwa manajer kasus yang efektif harus tidak ragu untuk
membela tindakan yang memungkinkan bagi klien dilayani dalam lingkungan yang normal,
walaupun jika ini bertentangan dengan keinginan dari yang lain dalam lembaga tersebut.”
Sheafor, Horejsi, dan Horejsi (1994) merangkum perspektif ekslusivitas dengan menyatakan bahwa
“keinginan pekerja sosial untuk memikul peran dari advokasi klien harus muncul dari keinginan
untuk menolong klien, dan tidak pernah dari motif benci terhadap professional lain atau lembaga
atau keinginan untuk kebesaran-diri.”
Dibawah advokasi klien, hambatan yang sangat sulit untuk ekslusivitas adalah menentukan langkah
tindakan yang tepat sambil menilai segi tiga dari klien, lembaga, dan masyarakat luas. Dibawah
model baru advokasi, bagaimana praktisi dapat memperbaiki perbedaan ini, khususnya ketika
standar tersebut bertentangan satu sama lain? Jawaban berada dalam kutipan berikut, yang diambil
dari Kode Etik NASW (1996):

Misi utama dari profesi pekerjaan sosial adalah untuk meningkatkan kesejahteraan manusia
dan membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia dari semua orang, dengan perhatian
khusus kepada kebutuhan dan pemberdayaan orang yang rentan, tertekan, dan dalam
kemiskinan. Ciri historis dan tegas dari pekerjaan sosial adalah fokus professional terhadap
kesejahteraan individu dalam konteks sosial dan kesejahteraan masyarakat. Hal mendasar
bagi pekerjaan sosial adalah perhatian terhadap kekuatan lingkungan yang menciptakan,
menyumbangkan, dan mengatasi masalah dalam kehidupan.
Dalam hal itu, jika seorang individu, lembaga, atau entitas memberikan sumbangan untuk,
menopang, atau membiarkan penindasan klien, kerentanan, atau kemiskinan melalui kata atau
tindakan, praktisi berkewajiban dibawah Kode Etik NASW, untuk berdiri dibelakang klien mereka,
dan untuk tidak menunda terhadap nilai-nilai lembaga atau masyarakat dan praktek yang
bertentangan. Dengan kata lain, pekerja sosial tidak mampu untuk melaksanakan advokasi klien
jika mereka tidak dapat memberikan secara ekslusif kepada klien mereka. Ini tidak berarti mereka
bukan pekerja sosial yang kompeten, lebih, ini berarti mereka tidak mempraktekan advokasi
pekerjaan sosial secara tepat.
Ini jelas bahwa advokat memiliki tanggungjawab untuk berpraktek klien secara ekslusif, pekerja
sosial seringkali dihadapkan dengan banyak hambatan yang merintangi proses tersebut. Untuk
memulai, praktisi sering memiliki kendala waktu. Menurut Dane (1985), “ukuran beban kasus dan
penekanan terhadap intervensi klinis cenderung menekan terhadap pemeliharaan secara aktif
peran advokasi.” Praktisi juga dapat mengambil resiko kritik lembaga atau menghilangkan status
professional ketika memberikan advokasi dengan atau untuk klien, khususnya jika upaya tersebut
diperdebatkan bagi organisasi atau komunitas. Selain itu, kebanyakan lembaga memiliki kebijakan
dengan sanksi yang tegas bagi melanggar praktek dan procedure internal. Seringkali kebijakan ini
dapat merugikan terhadap kesejahteraan klien (Herbert & Mould, 1992, Nazario, 1984). Herbert
dan Mould (1992) menasihati bahwa “bagi pekerja garis depan, advokasi harus menjadi keadaan
fikiran, sikap kewaspadaan terus menerus untuk memastikan responsivitas dari semua system
untuk klien yang mereka layani.”

Isu Ekslusivitas yang Kritis: Perbedaan Budaya


Salah satu tantangan yang sangat sulit bekaitan dengan advokasi klien adalah memberikan
ekslusivitas kepada individu yang berbeda dari kita atau dari norma. Walaupun bias dan
keyakinan kita yang berurat akar, penting untuk memahami bahwa pekerja sosial harus
menampilkan kompetensi multikultur dan perbedaan untuk praktek ekslusivitas yang tepat
didalam konteks advokasi klien. Castillo (1997) menentukan budaya sebagai pengetahuan yang
ditransfer dari generasi ke generasi, yang mencakup “Bahasa, bentuk dari seni dan ekspresi, agama,
struktur sosial dan politik, system ekonomi, dan system hukum, norma perilaku, ide tentang
penyakit dan penyembuhan, dan sebagainya.”

Mutualitas
Mutualitas juga menggambarkan relasi antara klien dan pekerja sosial, walaupun disini adalah
timbal balik, saling ketergantungan, sejajar, dan bersama, dan pekerja dan klien berbagi
tanggungjawab kolaboratif satu dengan yang lain kearah tujuan bersama, yang diidentifikasi.
Flanagan dan Flanagan (1999) menyatakan bahwa “mutualitas merujuk kepada proses berbagi: ini
berarti bahwa kekuatan, pembuatan keputusan, pemilihan tujuan, dan belajar dibagi.” Ini bukan
untuk mengatakan bahwa relasi kekuatan adalah sejajar, karena selalu terdapat pebedaan
kekuatan antara professional dan klien. Pekerja sosial harus memahami bahwa mereka
berkewajiban untuk membela bukan untuk klien, tetapi dengan mereka juga. Proses ini
memberdayakan karena ini meningkatkan ketrampilan dan tehnik mereka yang penting bagi
klien untuk mengidentifikasi dan melaksanakan praktek bantu-diri Ketika kebutuhan yang akan
datang muncul.
Menurut Northen (1995), “klien memiliki hak untuk menentukan tindakan yang akan diambil.”
Kirst-Ashman dan Hull (1993) menyatakan bahwa advokasi “harus tidak pernah dilaksanakan
tanpa pengetahuan dan izin yang penuh dari klien.” Penting untuk dicatat bahwa Ketika
mutualitas dihilangkan dari praktek advokasi, praktisi ditempatkan dalam posisi bahaya karena
mereka mewakili klien tanpa betul-betul memahami kebutuhan apa yang akan dicapai (Compton
& Galaway, 1994). Sheafor, Horesji, dan Horesji (1994) lebih lanjut mengingatkan bahwa: (1)
pekerja sosial yang berharap untuk terlibat dalam praktek advokasi klien harus memastikan
bahwa klien menginginkan dan membutuhkan bantuan advokasi professional sebelum tindakan
tersebut berlangsung; (2) klien harus sepenuhnya mengetahui resiko potensial dan manfaat dari
hasil advokasi; dan (3) klien harus terlibat dalam setiap keputusan yang berkaitan dengan upaya
advokasi. Ini juga sangat penting bagi pekerja sosial untuk mengevaluasi motivasi mereka untuk
tugas advokasi mereka. Bagaimanapun, advokat adalah manusia dan oleh sebab itu bias. Kadang-
kadang upaya untuk menolong mereka yang membutuhkan pada level ini dapat nampak ekploitatif
(Northen, 1995).
Mengapa penting bagi klien untuk tetap terlibat selama proses advokasi? Kirst-Ashman dan Hull
(1995) menetapkan alasan berikut:
1. Terdapat peluang yang lebih besar untuk berhasil Ketika klien membantu merencanakan
intervensi dan berpartisipasi dalam upayanya yang berkelanjutan
2. Ketika klien terlibat dalam mengembangkan intervensi, mereka lebih mungkin untuk
menggunakan dan menilai hasil dan sumber mereka
3. Terdapat kemungkinan yang tinggi bahwa hasil dan sumber tepat untuk orang dan situasi
tersebut ketika klien memiliki keterlibatan langsung dalam proses tersebut
4. Klien mengalami keberhasilan ketika terlibat dalam tindakan yang membantu memenuhi
kebutuhan mereka dan mencapai tujuan mereka
5. Keterlibatan langsung menyebabkan partisipasi aktif, yang penting bagi klien yang kurang
harga-diri dan jaringan dukungan.
Selain itu, Ketika klien terlibat secara langsung dalam proses advokasi, praktisi dapat mengevaluasi
tidak hanya motivasi mereka, tetapi kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam
aktivitasnya. Akan tetapi, ini harus dicatat, bahwa keputusasn akhir tentang kapan untuk
mengadvokasi (atau kapan untuk tidak) ditentukan oleh praktisi pekerjaan sosial.
Terdapat enam nilai yang berhubungan dengan advokasi pekerjaan sosial, khususnya: (1)
menghargai martabat dan hak individu; (2) memberikan suara bagi yang kurang bersuara; (3)
meningkatkan penentuan-diri; (4) memberikan kasih sayang dan keringanan dari penderitaan; (5)
menggunakan strategi pemberdayaan dan kekuatan sebagai intervensi; dan (6) mengakui dan
meningkatkan keadian sosial. Untuk memperkuat nilai-nilai ini, Claxton (1981) merekomendasikan
bahwa “advokasi oleh pekerja sosial juga penting jika transaksi antara orang tidak memperkuat
martabat seseorang, individualitas, dan penentuan-diri, atau jika warga negera dan masyarakat
kolektif tidak mengambil tanggungjawab bersama untuk merealisasikan nilai-nilai ini.”

Isu Mutualitas yang Kritis: Klien dari Populasi Rentan


Beberapa klien tidak memiliki kemampuan kognitif atau kapasitas emosional untuk membuat
keputusan yang tepat, perlu, atau efektif tentang apa kepentingan terbaik mereka. Kebanyakan
dari klien ini masuk kedalam populasi rentan (seperti, anak, lanjut usia, orang dengan disabilitas
mental, individu dengan penyakit mental serius, dsb). Ketika mengadvokasi dengan, untuk, atau
atas nama klien ini, konsep mutualitas harus diperbaiki untuk memasukkan banyak keterbatasan
kognitif dan emosional mereka. Dalam banyak situasi, kecenderungan pertama praktisi adalah
untuk menggunakan parens patries, doktrin hukum yang memberikan negara dengan
tanggungjawab perwalian untuk individu yang tidak mampu merawat diri mereka. Akan tetapi, kita
tahu bahwa ideologi parens patries adalah paternalistic dan sering meningkatkan sikap dan praktek
yang penuh bahaya
Advokasi untuk klien dari populasi rentan seharusnya tidak diambil secara enteng. Ketika dilakukan
secara tidak tepat, jenis advokasi ini dapat memperkuat banyak dari konsep-konsep pekerjaan
sosial coba untuk meniadakan. Sebagai akibat yang tidak disengaja, ini mengkomunikasikan bahwa
klien tidak mampu untuk mengatasi masalah mereka sendiri, yang dapat memperkuat harga diri
yang negative. Di samping itu, advokasi jangka panjang melindungi ketergantungan terhadap
praktisi-advokat, yang dapat menggerakkan isu tranferense dan countertransferense untuk kedua
belah pihak. Dalam hal itu, advokasi untuk klien dari populasi rentan harus terbatas=waktu untuk
masalah spesifik di tangan. Hasil negative yang lain dapat berkembang Ketika praktisi menjadi
begitu dalam peran advokasi mereka sehingga penyembuhan mereka menjadi tidak efektif. Juga,
pekerja sosial mungkin mengembangkan rasa kekuatan serta kebutuhan akan kepuasan setelah
upaya advokasi yang berhasil. Akhirnya, Ketika klien mengembangkan rasa terima kasih setelah
hasil advokasi yang berhasil, ini mungkin sulit bagi mereka untuk menyatakan perasaan negative
terhadap praktisi, “jadi menghalangi relasi (terapetik).” Oleh sebab itu, penting bahwa praktisi
mengikuti parameter praktek yang diakui dan ditetapkan Ketika membela/mengadvokasi atas nama
klien dari populasi rentan, dan tetap selaras dengan kebutuhan diri mereka serta aspirasi.
Dua pendekatan teoritis yang tersedia bagi praktisi Ketika mengadvokasi untuk klien dari
populasi rentan. Pertama, pelayanan advokasi keluarga, membangun model relasi dengan
advokat alamiah, yang lain, dukungan klien dan perwakilan, dibangun atas pendekatan
kebutuhan yang menggunakan perspektif berbasiskan kekuatan. Gerhart (1990) memperingatkan
bahwa praktisi seharusnya pertama menilai apakah ketidakmampuan klien untuk membuat
keputusan atas nama mereka sendiri berasal dari gangguan temporer, atau dari gangguan yang
mencerminkan keterbatasan psikologis, nerologis, atau emosional jangka panjang. Asesmen ini
akan menentukan pentingnya dan ketetapatan untuk jenis pendekatan advokasi ini.

Pelayanan Advokasi Keluarga. Pelayanan advokasi keluarga menggabungkan pendekatan


berpusatkan-keluarga dan berbasisikan-kekuatan, secara khusus, pelayanan advokasi keluarga
dirancang untuk membangun jembatan anntara klien, keluarga, dan masyarakat luas guna
mendukung upaya-upaya untuk mengakses pelayanan dan sumber yang penting dan tepat.
Walaupun empat prinsip dan tujuh implikasi praktek dengan disabilitas emosional, kita
mendapatkan mereka relevan untuk semua kelompok klien populasi rentan.
Cole (1995) meringkas ideologi pelayanan advokasi keluarga Ketika ia mengatakan “unit keluarga ….
Harus merupakan sasaran utama dari perhatian terapetik dan, secara individual atau sebagai
sebuah kelompok, anggota keluarga harus menjadi peserta utama dan, sesegera mungkin,
pimpinan dalam proses penyembuhan.” Ini adalah penting untuk dicatat bahwa keluarga dan
system dukungan sering penyumbang konstan dan berpengaruh untuk pertumbuhan
biopsikososial klien.

Model Dukungan Klien dan Representatsi (CSR). Ketika advokat alamiah, yaitu, keluarga dan
pengasuh, tidak tersedia bagi klien dari populasi rentan, upaya advokasi harus disusun sekitar
kebutuhan klien. Kebutuhan ditentukan sebagai “setiap kondisi yang dapat diidentifikasi yang
membatasi seseorang atau individu, atau anggota keluarga, dalam memenuhi potensi penuh
mereka.” Berdasarkan pada pendekatan tersebut, empat kategori kebutuhan khusus diuraikan
berikut:
- Kebutuhan normative. Kebutuhan yang diukur dengan standar masyarakat atau norma
- Kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan yang individu anggap penting untuk memperbaiki
kesulitan atau masalah. Kebutuhan yang dirasakan turun naik bergantung pada individu
dan/atau situasi mereka yang unik
- Kebutuhan yang dinyatakan. Kebutuhan yang terpenuhi atau tidak terpenuhi yang
dinyatakan
- Kebutuhan relative. Kebutuhan yang dievaluasi dengan standar pelayanan yang ada dari satu
komunitas terhadap komunitas lain dari ukuran dan proporsi yang setara.

Pada mulanya dirancang untuk individu dengan penyakit mental yang serius yang menghadapi tuna
wisma selama tahun 1980an, model CSR mengakui dan menggunakan pendekatan kebutuhan
serta perspektif berbasiskan kekuatan. Freddolino dan Mosley (1993) menyatakan bahwa “model
CSR didasarkan pada pandangan positif tentang klien yang menghalangi penggunaan konsepsi
keberfungsian sosial yang kurang …daripada menekankan kekurangan yang dapat merusak harga
diri klien, masalah yang diidentifikasi oleh klien dikonsep sebagai kebutuhan normal yang dibagi
oleh banyak orang dalam masyarakat kita. Klien dipersepsikan sebagai seseorang yang, seperti
advokat, memiliki keinginan, minat, dan aspirasi.”
Model CSR dirancang untuk membedayakan klien dengan memberikan mereka tehnik-tehnik
bantu-diri dan ketrampilan untuk digunakan saat ini dan akan datang. Tujuan advokat adalah
untuk membantu klien mengidentifikasi apa yang mereka inginkan, dan untuk lebih jauh bekerja
dengan mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Kebutuhan yang dicatat sangat sering yang
dinyatakan oleh populasi ini temasuk “akses untuk sumber kehidupan dasar, dengan kebutuhan
yang kuat yang dinyatakan untuk penghasilan, shelter, dan pekerjaan atau pelatihan kerja.” Model
CSR mengakui advokat sebagai seorang catalyst untuk klein; penentuan-diri dianggap nilai inti.
Intervensi dalam CSR membangun pada proses rehabilitasi psikosososial berikut: “(1)
engagement; (2) asesmen kebutuhan advokasi; (3) menetapkan sasaran dan mengidentifikasi
tugas; (4) memelihara relasi lintas ruang dan waktu; (5) pemecahan-masalah dan asesmen
kebutuhan terus menerus; (6) monitoring pemecahan masalah; dan (7) evaluasi.” (Moxley &
Freddolino, 1990).

Penggunaan Forum
Forum adalah penting dan wajib untuk praktek advokasi pekerjaan sosial yang efektif. Forum
adalah sesi atau pertemuan dimana isu, kepentingan dan sudut pandang dapat dinyatakan
dengan pembuat keputusasn atau orang-orang yang berpengaruh. Forum advokasi memiliki
aturan, prosedur, dan harapan yang spesifik dan teridentifikasi yang memastikan keberhasilan dan
akuntabilitas praktisi secara terus menerus terhadap sasaran dan tujuan klien. Dibawah advokasi
klien, beberapa forum tersedia bagi praktisi dan klien mereka.

Tim. Tim adalah salah satu dari forum yang sangat umum digunakan dan efektif yang tersedia
bagi praktisi-advokat. Tim terdiri dari professional, para professional, dan/atau anggota
sukarelawan dengan pengetahuan khusus, pelatihan, dan/atau pengalaman. Anggota tim bekerja
secara kolaboratif satu dengan yang lainnya untuk mencapai sasaran dan tujuan penyembuhan
dan pencegahan. Tim juga mengatur untuk menjamin pelaksanaan pelayanan klien secara efektif
dan tepat. Asumsi utama dari pendekatan tim adalah bahwa kebutuhan klien banyak dan rumit,
dengan demikian, tidak ada professional atau disiplin yang secara efektif dapat menghadapi dan
mengatasi semua dari mereka secara tepat waktu dan efektif. Tanggungjawab tim adalah:
1. Menyediakan asesmen klien awal dan terus menerus dan/atau diagnose
2. Menentukan modalitas penyembuhan serta penyediaan sumber dan perawatan
3. Mereview kualitas dan standar dari perawatan klien dan intervensi
4. Menentukan dan mereview pelayanan dan koordinasi lembaga
5. Mengidentifikasi masalah tematik atau sistemik yang terjadi secara berulang-ulang
6. Mereview rencana manajemen kasus dan tujuan untuk menentukan ketepatan
7. Memastikan bahwa rencana manajemen kasus dan tujuan dilaksanakan secara tepat, efisien,
dan efektif
8. Mengembangkan dan/atau memberikan bantuan harian terus menerus untuk klien yang
kesulitan atau rentan, serta system dukungan mereka
9. Membuka jalur komunikasi yang sistemik.

Menurut Gerhart (1990), “pekerja sosial dapat menjadi sangat diperlukan dalam memberikan
informasi tentang sumber sosial seseorang, dalam membuka jalan bagi pasien rawat inap kembali
ke komunitasnya, dan dalam memelihara pasien di komunitas melalui lokasi dan koordinasi
pelayanan. Jadi, informasi yang diberikan oleh pekerja sosial secara signifikan membantu anggota
tim dalam membentuk dan mengarahkan tim penyembuhan.” Dari banyak pendekatan tim, yang
didaftar berikut ini adalah yang sangat umum.
Tim antar disiplin atau multi disiplin. Jenis forum ini memiliki, dalam keanggotannya, perwakilan
dari berbagai professional dan disiplin mencakup, diantaranya, psikiater, psikolog, pekerja sosial,
neurologist, perawat, terapis rekreasi, ahli pathologi bicara dan Bahasa, terapi okupasional,
ophthalmologist, oncologist, optometrist, pediaricians, pharmacologist, dan spesialis perumahan.
Tim intradisiplin. Tim ini memiliki karakteristik serupa dengan tim interdisiplin, walaupun
keanggotaannya adalah didalam profesi dan disiplin yang sama. Anggota tim intradisiplin
memiliki keahlian dalam bidang masalah khusus (contoh, disabilitas perkembangan, lanjut usia,
kekerasan dan keterlantaran, kenakalan remaja dsb.)
Tim Manajemen Kasus. Sementara jenis forum ini memiliki karakteristik yang serupa dengan tim
antar dispilin, sasaran utamanya adalah untuk mengembangkan relasi yang terus menerus antara
klien dan banyak professional untuk memastikan keberlanjutan dari perawatan. Tim managemen
kasus akan meliputi sekitar tiga sampai enam professional dari profesi yang berbeda, secara
kolaboratif, mereka memberikan sekitar jam pelayanan klien dan perawatan (Gerhart, 1990).
Tim Penyembuhan. Gerhart (1900) menggambarkan tim penyembuhan sebagai professional
“bertanggungjawab untuk penyembuhan terus menerus dan rencana pelepasan.” Tim
penyembuhan biasanya terdiri dari individu-individu yang secara langsung betanggungjawab untuk
kebutuhan terus menerus, harian klien dan perawatan.
Penting untuk dicatat bahwa tim tidak selalu berfungsi secara optimal. Contohnya, praktisi sering
akan mendapatkan bias diagnostic antar para anggota dari profesi yang sama atau spesialis. Banyak
anggota tim mungkin juga memiliki kekurangan ketrampilan. Lebih jauh, perilaku klien atau
keberfungsian dapat dibingungkan atau disalahtapsirkan oleh professional, kadang-kadang dengan
akibat yang menghancurkan. Disamping itu, karena asesmen sulit dibuat tanpa latar belakang klien
yang penuh dan akurat, beberapa anggota cenderung untuk melindungi keputusan tim yang keliru
dairpada tindakan perbaikan Ketika ini pada akhirnya ditemukan (Dane, 1985). Kapan jenis konflik
ini muncul, Compton dan Galaway (1994) menyarankan bahwa praktisi menggunakan strategi
berikut untuk membantu mengurangi tensi antara anggota tim sementara melanjutkan sebagai
advokat klien:
1. Nyaman dengan bidang kompetensi yang anda bawa ke tim. Mengakui bahwa sementara
semua anggota tim memeiliki kompetensi yang berbeda, tidak ada satu anggota tim
mahakuasa. Dengan demikian, praktis harus memiliki keyakinan dan nyaman dalam
kemampuan mereka untuk mengadvokasi/membela untuk klien, khususnya Ketika upaya
advokasi tersebut masuk didalam bidang keahlian dan kompetensi mereka
2. Memahami waktu advokasi. Khususnya, mengakui lingkungan politik dan menetapkan prioritas
untuk mmembantu menentukan isu yang mana untuk diadvokasi dan isu yang mana yang
ditunda
3. Mempelajari bagaimana untuk mengadvokasi. Advokasi memerlukan posisi yang beralasan,
bebas dari pricokasi atau serangan.
Laporan Hukum, Yudisial, dan Administratif. Jenis kedua dari forum yang sangat sering digunakan
oleh praktisi langsung adalah system hukum, yudisial, dan administrative. Tiga proses khusus
tersedia untuk klien dan praktisi didalam system ini: (1) permusuhan (mengenai perselisihan dan
argumentasi); (2) yang berhubungan dengan penuduhan (mengenai beban pembuktian); dan (3)
keadilan (mengenai kewajaran dan kesetaraan). Jenis dari laporan (prosiding) ini adalah:
1. Kesejahteraan anak.
2. Hukum pidana
3. Masalah perwalian
4. Perwalian dan dukungan anak
5. Orang dewasa cacat
6. Kekerasan dalam rumah tangga
7. Perawatan Kesehatan
8. Imigrasi dan naturalisasi
9. Institusionalisasi
10. Peradilan anak
11. Perselisihan dan masalah perkawinan
12. Komitmen Kesehatan mental
13. Pendidikan umum dasar dan menengah

Penting bagi pekerja sosia untuk memahami bahwa forum ini dapat digunakan diluar peran
tradisional untuk melindungi hak-hak dari orang yang tidak berdaya, khususnya, keputusan dibuat
dalam forum ini berpengaruh mengembangkan kebijakan sosial. Dengan demikian, system hukum,
yudisial, dan administrative adalah forum advokasi yang sangat penting untuk perwakilan advokasi
klien.

Supervise Praktek Langsung. Dalam pekerjaan sosial professional, supervise adalah sebuah alat
managerial yang digunakan untuk memberikan pedoman dan dukungan terhadap praktisi
pelayanan langsung. Model supervise tradisional termasuk satu jam konsultasi antara praktisi dan
supervisor tiap minggu. Dalam forum ini, kasus individual dibahas dan diulas; penyembuhan dan
rencana pelayanan dinilai dan dmodifikasi. Dalam banyak keadaan, keputusan yang dibuat akan
secara langsung mempengaruhi klien dan keluarga mereka. Contohnya, praktisi dan supervisor akan
sering bertukar pikiran sumber alternatif dan tindakan untuk klien; mereka juga dapat berkumpul
mengaktifkan sumber komunitas yang tersedia formal dan informal. Dengan demikian, supervise
praktek adalah forum advokasi klien yang sangat penting.

System Dukungan Sosial. Salah satu forum yang sangat penting, namun sering diabaikan, yang
tersedia bagi praktisi adalah system dukungan sosial klien, yang terdiri dari dukungan alamiah dan
jaringan sosial. Dukungan alamiah dianggap relasi yang utuh yang dikembangkan melalui interaksi
harian, rutin dalam jangka waktu yang lama. Jaringan sosial, sebaliknya, berisi individu-individu
yang berbagi dukungan bersama melalui relasi yang unik, dukungan alamiah dan jaringan sosial
sering terdiri dari keluarga, teman, teman sekerja, dan tetangga; mereka juga dapat termasuk
individu yang dapat diakses melalui interaksi yang berulang dalam program komunitas dan
kelompok dukungan (Northen, 1995; Sand, 1991). Ronnau (1995) menyatakan bahwa “dalam
jangka panjang … ini adalah sumber informal … (yang) akan menopang kita – teman, tetangga,
kakek-nenek, bibi, paman, cucu, guru yang sudah pension, pelatih, dan sukarelawan gereja.”
Didalam system dukungan, “orang lain yang penting membantu (klien) memobilir sumber pribadi
mereka; memberikan sarana material dan ketrampilan yang penting untuk meningkatkan situasi
tersebut; dan memberikan dukungan emosional untuk upaya menghadapi masalah” (Northen,
1995). System dukungan klien sangat penting dibawah advokasi klien karena mereka dapat
menyangga stress yang sedang berlangsung, dan melenggangkan keterlibatan yang penuh arti dalam
komunitas eksternal. Penting untuk dicatat, bahwa beberapa jaringan sosial memiliki pengaruh yang
negative terhadap individu didalam kelompok. Contohnya, banyak jaringan akan memperkuat atau
mendukung perilaku menyimpang, sementara yang lain akan memerlukan kepatuhan kepada norma
sebaya. Lebih lanjut, beberapa jaringan sosial memelihara batas-batas yang tidak luwes dan
sehingga menuntut atau mengecualikan orang lain dari keanggotaan atau partisipasi (Northen,
1995).
Ketika advokat bertemu dengan anggota dari system dukungan klien, tidak hanya mereka bekerja
dengan kelompok, mereka juga bertemu dalam forum. Dengan begitu, praktisi harus memfokuskan
pada “menggerakkan jaringan sebagai sumber dukungan bagi klien; memelihara jaringan yang
efektif atau jaringan dari bagian-bagiannya atau memperbaiki jaringan yang tidak efektif; mengelola
tensi atau konflik antar bagian; meminta untuk menambah kluster baru untuk jaringan yang miskin
dan tidak lengkap; dan melepaskan diri dari afiliasi yang maladaptive dengan para anggota sebuah
jaringan” (Northen, 1995).

Supervisi Sebaya dan Dukungan. System dukungan praktisi sama-sama penting dan efektif untuk
mengidentifikasi tujuan dan sasaran advokasi klien dengan adanya kasus dengan system dukungan
klien. Contohnya, kolega menggunakan dukungan informal untuk berbagi wawasan satu dengan
yang lain tentang rencana penyembuhan dan sumber komunitas. Karena system dukungan
mendukung saling percaya dan menghormati, mereka juga memperkuat proaktif klien. Akibatnya,
dukungan sebaya bersama membantu professional “mengidentifikasi kebutuhan keluarga,
mengembangkan rencana pelayanan individual, memelihara konsistensi dan kontiunitas untuk
keluarga, dan menghadapi perubahan dan krisis” untuk klien yang mereka layani (Carillo, 1995).

Mediasi. Chandler (1985) mendefinsikan mediasi sebagai “sebuah sumber untuk menangani
konflik antara orang dengan memberikan sebuah forum yang netral dimana orang yang berselisih
didorong untuk menemukan pemecahan yang saling memuaskan terhadap masalah mereka.”
Dalam forum ini, mediator adalah pihak ketiga yang selalu netral; tanggungjawab mereka adaah
untuk (1) mendengarkan pihak-pihak yang berselisih, (2) mefasilitasi komunikasi yang terbuka dan
jujur, (3) mendapatkan informasi yang factual, dan (4) mengatasi pertikaian melalui kompromi
atau alternatif lain. Adalah penting untuk dicatat bahwa mediasi adalah sebuah alternatif untuk
proses peradilan yang sistemik. Mediator secara efektif mengatasi banyak perselisihan, meliputi
konflik antara tuan tanah dan penyewa, konsumen dan penjual, dan lingkungan dan komunitas
(Chandler, 1995).

Bermacam Forum. Forum advokasi lain yang tidak dibahas secara rinci disini, tetapi tentunya
penting, mencakup pertemuan dengan dewan review, dewan sekolah, organisasi orang tua – guru,
perusashaan asuransi, dewan pemberi lisensi, asosiasi prodesional, sumber rujukan, pelayanan
konseling, dan kelompok advokat konsumen.

Komunikasi
Pedoman dasar untuk komunikasi melalui bicara dan menulis yang efektif menawarkan advokat
klien sebuah dasar dari mana mereka dapat mengembangkan ketrampilan mereka. Prinsip dan
prosedur umum untuk menulis dan berbicara secara persuasive tetap benar untuk semua advokat.
Terlepas dari orientasi. Karena advokasi klien secara tradisional didasarkan pada relasi satu lawan
satu dan kelompok kecil. Didalam kontek “mendengarkan” bahwa praktisi mendapatkan informasi
yang penting untuk melaksanakan upaya advokasi. Informasi tersebut bisa sesederhana
menentukan apa yang klien butuhkan dan atau kapan klien membutuhkannya.

Mendengarkan. Mendengarkan adalah sangat penting untuk advokasi klien yang efektif.
Greenstone dan Leviton (1993) mengidentifikasi beberapa pedoman untuk membantu
meningkatkan ketrampilan mendengarkan dan tehnik-tehnik dalam pelayanan langsung:
(1) Mendengarkan adalah unsur yang penting untuk pertukaran informasi yang akurat. Jadi ini
memungkinkan praktisi untuk menggali perasaan, perspektif, pengetahuan, ketrampilan
kehidupan, domain kehidupan, pengalaman, dan motif yang mendasari klien. Ketika pekerja
sosial menggunakan ketrampilan mendengarkan dengan efektif, klien cenderung santai.
Disamping itu, mendengarkan efektif membangun dan memperkuat kepercayaan antara
praktisi dan klien, serta pihak lain yang terlibat
(2) Mendengarkan adalah ketrampilan yang sangat sulir untuk dipelajari; ini tidask hanya
memerlukan praktek dan penggunaan yang konsisten, ini juga memerlukan responsivitas.
Sementara mendengarkan, praktisi seharusnya tidak hanya mendengar informasi secara verbal
yang diberikan, mereka juga harus mengamati Bahasa tubuh Ketika mereka berinteraksi dengan
klien
(3) Mendengarkan informasi verbal mencakup (a) menentukan isi dan kontek dari informasi yang
diberikan, (b) mengidentifikasi penekanan ekstra yang ditempatkan pada kata atau ungkapan,
dan (c) mengidentifikasi pola pembicaraan yang tidak biasa atau tema yang berulang selama
percakapan. Praktisi berhati-hati untuk tidak membiarkan pikiran mereka mengembara, atau
mengurus tugas lain, sementara klien sedang berbicara; ini kontra produktif untuk sesi tersebut
dan untuk proses advokasi.
(4) Praktisi harus mengenal dan menafsirkan isyarat non verbal dengan mengamati bahasa tubuh
klien. Bahasa non verbal temasuk melihat, meringis, menguap, cemberut, mata yang berkedip
dengan cepat, menghindari kontak mata, melihat sekeliling, bertingkah bosan, menjentikan
melalui dokumen, mengetuk jari atau kaki, dan “melihat jam.” Melihat dan mengenal isyarat
Bahasa tubuh memberikan praktisi dengan informasi yang berharga.

Berbicara. Mengetahui bagaimana untuk mewawancarai orang lain adalah ketrampilan yang sangat
penting untuk praktisi pelayanan langsung dan dapat digunakan dalam semua forum, santai atau
terstruktur. Memahami prinsip-prinsip yang mengarahkan dari sebuah wawancaratidak hanya akan
membantu praktisi Menyusun wawancara yang produktif, tetapi juga akan membantu mereka
memahami arti kata Ketika mereka sedang diwawancarai diri mereka. Prinsip-prinsip yang mengarahkan
tesebut diuraikan berikut:
1. Mengetahui dan mamahami tujuan anda telebih dahulu; nyatakan mereka dengan jelas dalam
permulaan
2. Mengatur kecepatan dan iklim yang nyaman untuk wawancara tersebut
3. Menjelaskan peran anda dan apa yang anda antisipasi dari orang yang diwawancarai
4. Menyatakan dan menjelaskan harapan anda. Tanyakan harapan orang yang diwawancara, dan
menjelaskan sesuatu yang tidak jelas
5. Menggali informasi atau tanggapan yang secara langsung menuju tujuan anda
6. Memfasilitasi tanggapan secara hakus dan tidak diarahkan
7. Mengurutkan dan menyaring informas, Ketika perlu dan tepat
8. Mendukung partisipasi orang yang diwawancara dalm proses tersebut serta tanggapannya
9. Menetapkan harapan masa depan (Flanagan & Flanagan, 1999).
Menulis. Menjaga dokumentasi yang tepat adalah penting untuk advokasi klien. Secara khusus,
informasi yang dicatat selama pekerjaan professional akhirnya akan menjadi bagian dari arsip kasus dan
upaya advokasi. Regis (1994) melaporkan bahwa cara yang terbaik seorang pekerja sosioal dapat
dipersiapkan untuk pengadilan adalah “untuk mengantisipasi … bahwa kasus mungkin datang ke
pengadilan – dan menjaga catatan yang teliti dari keterlibatannya dalam kasus tersebut.” Fernandez
(1980) menasihati bahwa praktisi “menjaga catatan dari semua panggilan telepon dan surat ke
(pembuat keputusan), dan pastikan untuk mencatat tanggal dan waktu. Setelah pertemuan … tulis
letter of understanding (surat pemahaman) tentang apa yang terjadi pada pertemuan tersebut’”
Ini adalh penting untuk mencatat bahwa dokumentasi tidak hanya termasuk catatan dari panggilan
telepon dan pertemuan, tetapi juga temasuk arsip resmi dan tidak resmi, catatan kasus perorangan, dan
pita wawancara video dan audio. Dokumentasi tersebut sangat penting bagi praktisi yang mewakili klien
dalam forum advokasi. Saltzman dan Prroch (1990) menyatakan bahwa praktisi “tidak dapat selalu
mendasarkan pada …. Ingatan … tanpa dokumentasi, kasus yang bagus mungkin sangat lemah atau
bahkan hancur. Selain itu, kekurangan dari dokumentasi meningkatkan kemungkinan bahwa bukti akan
menjadi tidak konsisten dan oleh sebab itu kurang dapat dipercaya.” Dokumen tertulis lainnya yang
dibutuhkan dalam praktek pelayanan langsung termasuk laporan pengadilan, rencana penyembuhan
dan pelayanan, rujukan, asesmen biopsikososial, evaluasi psikologis, review kasus, laporan intake, dan
ringkasan rawat inap.

Pelayanan Advokasi Keluarga (Family Advicacy Services)

Prinsip:
1. Jika klien dari populasi rentan sangat baik dilayani dalam lingkungan komunitas. Adalah penting
bahwa pengasuh keluarga memainkan peranan yang aktif dalam keputusan dan rencana
penyembuhan
2. Ini adalah penting bagi masyarakat dan komunitas yang lebih besar untuk menampung kebutuhan
dari keluarga tersebut yang merawat klein ini
3. Pengasuh adalah sumber informasi terbaik tentang kebutuhan mereka sendiri dan kebutuhan klien
4. Pengasuh keluarga memiliki kekuatan yang dapat dan harus diakui dan digunakan oleh komunitas
dan praktisi pelayanan langsung

Implikasi Praktek:
1. Kunci untuk mencapai sasaran dan tujuan penyembuhan adalah relasi antara pengasuh dan
penyedia pelayanan
2. System keluarga harus digunakan untuk mengidentifikasi dan mengakses kekuatan keluarga, bukan
masalah keluarga
3. Pengasuh keluarga mampu mengidentifikasi dukungan yang perlu untuk memberikan perawatn
klien yang efektif dan efisien
4. Professional harus meyakinkan bahwa kebutuhan fisik dan emosional dari pengasuh keluarga
secara ruitn dinilai dan diberikan secara tepat waktu
5. Pengasuh keluarga harus tidak pernah ditolak informasi tentang klien atau kecacatan mereka.
Kenyataannya, pengaush keluarga harus diberikan dengan informasi yang banyak Ketika mereka
membutuhkan dan menginginkan untuk menyelenggarakan rencana penyembuhan klien
6. Pengasuh keluarga harus ditemui dan dilayani dalam komunitas mereka sendiri, yang harus
termasuk menemui mereka di tempat kerja atau di rumah, jika dan Ketika diminta
7. Kekuatan keluarga dan komunitas harus digunakan untuk memperoleh sumber yang perlu untuk
memberikan perawatan klien secara tepat.
Wawancara
Tahap-tahap sebuah wawancara
Salam
- Kenalkan diri anda dan jelaskan atau tegaskan peran anda
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan, santai
Pembukaan. Pembukaan memberikan orang yang diwawancara dengan pemahaman yang jelas dari apa
yang diharapkan
- Jelaskan alasan diadakan wawancara
- Berikan orang yang diwawancara perkiraan berapa lama ini akan berlangsung
- Berikan orang yang diwawancara ide tentang informasi apa yang anda telah miliki
- Ringkas apa yang anda harapkan untuk dipelajari selama wawancara
Badan. Wawancara berkembang melalui dialog dan pertanyaan
- Minta orang yang diwawancara untuk membahas apa-apa yang dia rasakan penting
- Memulai dengan pertanyaan yang luas dan umum dan beralih ke pertanyaan yang lebih spesifik
- Hindari pertanyaan yang mengarah, pertanyaan ganda, dan memborbardir
- Gunakan pertanyaan yang tertutup untuk membidik pada sebuah topik
Penutup.
- Ketika menutup, beritahu orang yang diwawancara Ketika dia mengharapkan untuk mendengar
dari anda
- Rujuk Kembali kepada matei yang didiskusikan dengan pernyataan yang menyimpulkan
- Rekap rencana atau keputusan yang dibuat

Pedoman untuk wawancara


1. Mulai dengan pertanyaan yang luas dan beralih ke pertanyaan yang lebih spesifik
2. Hindari pertanyaan yang mengarah dan ucapan emosional
Nada suara, kata dan implikasi moral dapat mengkomunikasikan bias dan menghambat rapport
3. Gunakan pertanyaan TERTUTUP untuk membidik suatu topik
4. Gunakan penguatan untuk mendorong terus berbicara
“oh begitu,” “uhhaa,” Pengulangan satu atau lebih kata dari responden; kepala mengangguk;
bersandar ke depan
5. Gunakan diam untuk mendorong berbicara
6. Gunakan ungkapan transisi untuk mengarahkan wawancara secara bertujuan
Transisi dapat diperoleh dari pertanyaan sebelumnya atau pernyataan atau dapat
memperkenalkan topik baru atau yang berkaitan. “Anda menyebutkan bahwa ….” “Mari kita
bicara tentang itu sedikit lebih banyak.”
7. Gunakan umpan balik (dekriptif daripada evaluative; berbagi)
8. Dengarkan pertanyaan orang yang diwawancara dan tanggapi sebagaimana mestinya.
CATATAN: jika anda merasa ketidaknyamana orang yang diwawancara dengan sebuah
pertanyaan, Tarik Kembali dan merumuskan ulang. Jangan meremehkan bagaimana orang lain
mungkin mempersepsikan sebuah pertanyaan yang secara nyata kurang berbahaya atau factual.

PENGARUH

Pengaruh adalah aksi penting yang kedua dari advokasi pekerjaan sosial. Untuk menjadi efektif, advokat
harus meyakinkan para pembuat keputusan dengan kekuatan, otoritas, dan sumber yang penting
untuk merubah kondisi klien. Friedman dan Poertner (1995) menyatakan bahwa “kekuatan untuk
mempengaruhi orang adalah penting. Dalam beberapa situasi, kemampuan manajer kasus untuk
memperngaruhi hakim untuk mengizinkan anak tinggal di rumah adalah satu-satunya kekuatan yang ia
miliki”
Menurut Friesen dan Briggs (1995), pengaruh diidentifikasi sebagai “kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain.” Pengaruh mendasarkan pada tiga sumber
kekuatan: (1) karakteristik personal, (2) kesempatan, dan (3) keahlian (Friesen & Briggs, 1995). Ini
harus dicatat bahwa praktisi memiliki sumber kekuatan ini segera tersedia didalam relasi professional.
Dengan demikian, pekerja sosial memiliki kekuatan untuk mempengaruhi secara positif kehidupan
klien. Ketika kekuatan ini digunakan secara tepat waktu dan efektif, mereka dapat melakukan
perubahan yang penting dan perlu dalam lingkungan klien mereka.

Identifikasi Isu dan Menetapkan Tujuan


Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah klien adalah tahap pertama dalam advokasi pekerjaan sosial. Pada level intervensi
dari pelayanan langsung, masalah klien selalu merupakan sumber dari penderitaan fisik, emosional,
perilaku, sosial, dan/atau psikologis, dan sering merupakan penderitaan individua tau keluarga.
(O’Connor & Ammen, 1997). Masalah tersebut mencakup kesulitan dalam satu atau lebih apek
kehidupan sebagai berikut: (1) Kesehatan fisik; (2) Pendidikan; (3) keamanan dan keadilan; (4)
keuangan; (5) hukum; (6) rumah/status kehidupan; (7) pekerjaan; (8) Kesehatan mental; (9) rekreasi;
(10) budaya; (11) transportasi; (12) perencanaan keluarga; dan (13) tindakan kekerasan,
keterlantaran, dan ekploitasi. Berdasarkan variable luas ini, proses operasional yang terorganisir harus
digunakan untuk mengidentifikasi dan menguraikan para meter masalah spesifik.

Memahami latar belakang dan sejarah klien. Secara minimum, isu klien berikut harus dibahas pada
tahap ini:
1. Penyebab stress biologis, psikologis, sosial, perilaku, dan emosional
2. Kekuatan dan kelemahan yang ada dan potensial
3. Kemampuan menjangkau intenal dan eksternal, serta dukungan dan sumber yang tersedia
4. Kebutuhan untuk asesmen psikologis, medis, atau psikiatrik secara teliti
5. Resiko bahaya terhadap diri atau orang lain
6. Tingkat motivasi untuk perubahan dan/atau penyembuhan

Tanyakan pertanyaan dasar. Pertanyaan dasar menjawab siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, dan
bagaimana dari masalah yang disampaikan. Schloss dan Jayne (1994) menguraikan beberapa
pertanyaan tambahan yang dapat membantu mengembangkan dasar kerja; menjawab mereka juga
akan membantu menghapuskan perspektif yang terlalu sempit dari masalah:
1. Siapa yang tedampak oleh masalah? Siapa yang mendapat manfaat dari kelanjutan masalah?
Apakah status atau kesejahteraan seseorang ditopang oleh kelanjutan masalah?
2. Kapan masalah tersebut pertama kali terjadi? Apakah ini bekelanjutan, atau apakah ini kejadian
yang tunggal dan terisolir? Apa yang memulai atau memperkuat masalah? Bagaimana dan
mengapa klien memperhatikannya? Bagaimana ini mempengaruhi klien?
3. Jenis perubahan apa yang akan membantu mengatasi masalah tersebut? Bagaimana anda akan
mengetahui ketika masalah tersebut ditangani dan diatasi secara memadai?
4. Apa yang telah dilakukan sejauh ini untuk menangani masalah tersbut? Apa hasil akhirnya?
Haruskah intevensi tersebut dilanjutkan, atau haruskah yang lain dilaksanakan?
5. Adakah undang-undang dan aturan yang behubungan dengan masalah di tangan? Praktisi harus
merujuk kepada Kode Etik NASW untuk pedoman pofesional
6. Dibawah kerangka waktu apa masalah tersebut harus diatasi? Berapa lama seharusnya proses
keseluruhan tersebut berlangsung?
Mengidentifikasi faktor-faktor kunci. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan klien. Faktor-faktor kunci yang diidentifikasi, sebagian, oleh jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan ini dan yang lain:
1. Tema, kejadian, individu, dan/atau system apa yang tetap/konstan untuk klien? Bagaimana mereka
mempengaruhi masalah tersebut?
2. Apakah faktor-faktor ini memiliki peran yang diidentifikasi dalam kapasitas fungsional klien?
3. Sudahkah klien membangun relasi primer atau sekunder sebagai akibat dari masalah ini? Kalau ya,
apakah dinamika mereka? Apakah relasi ini berfungsi atau tidak berfungsi? Apakah mereka
membantu atau merugikan masalah tersebut?
4. Apakah atribut kognitif, pengalaman, atau perilaku spesifik adalah konsisten dengan klien dan
masalah?
5. Bagaimana masalah ini dipersepsikan oleh anggota keluarga atau orang lain yang penting?
6. Apakah faktor etnik, budaya, dan/atau spiritual berkontribusi secara positif atau negative terhadap
klien atau masalah?
7. Adakah keadaan khusus yang berhubungan dengan masalah ini? Jika ya, haruskah mereka diizinkan
untuk terus?

Mengidentifikasi akibat yang diharapkan dan tidak diharapkan.

Menjelaskan perspektif teoritis.

Menetapkan Tujuan. Pada level intervensi advokasi klien, praktisi harus mengidentifikasi empat jenis
tujuan: (1) segera dan jangka pendek, (2) menengah, (3) jangka panjang, dan (4) diluar jangkauan
(outreach)

Mendapatkan Fakta
1. Siapa yang mengontrol pembuatan keputusan?
2. Apa struktur kekuasaan formal?
3. Apa struktur kekuasaan informal?
4. Siapa yang mengontrol anggaran dan siapa yang menetapkan prioritas untuk menggunakan
uang?
5. Bagaimana system politik berpengaruh terhadap system atau lembaga tersebut?
6. Apa saluran untuk menyampaikan keluhan dan ketidakpuasan?
7. Siapa agen perubahan yang nyata dan potensial didalam system tersebut? Diluar system
tersebut?
8. Apa sumber penolakan terhadap perubahan dalam institusi tersebut?

Anda mungkin juga menyukai