Korupsi
Pertemuan ke-2
Pengertian
Sebelum modernitas, hanya ada profesi-profesi klasik seperti dokter,
advokat, dan pemimpin agama.
Sumpah Dokter:
Saya bersumpah bahwa: Saya akan
membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan; saya akan menjalankan tugas
saya dengan cara yang terhormat dan bersusila,
sesuai dengan martabat pekerjaan saya; saya
akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan dan keilmuan saya
sebagai dokter;
Daryl Koehn menemukan sekurang-kurangnya 3 kemungkinan penjelasan.
(Koehn, 2000: 179-203)
1. Kepentingan umum dikembangkan melalui pengabdian professional yang
khusus dan penuh semangat kepada klien secara perorangan. Pemikiran ini
menjelaskan bahwa pelayanan yang baik terhadap klien dengan sendirinya
berarti pelayanan kepada kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas.
2. Moralitas profesional sama dengan moralitas publik. Ini berarti seorang
profesional sudah menjalankan kewajiban publik, justru ketika ia menjalankan
tugas profesionalnya kepada klien. Dengan perkataan lain, seorang profesional
memiliki tanggung jawab yang sama baik kepada klien maupun kepada
masyarakat.
3. Etika profesional merupakan ungkapan berlakunya moralitas public yang
dilembagakan. Ini berarti, tindakan profesional terhadap klien merupakan satu
bentuk moralitas publik.
• Daryl Koehn berpendapat bahwa kaum profesional yang
bertindak secara moral pada tingkat professional memiliki
otoritas publik jika mereka menaati syarat-syarat janji yang
sudah mereka buat secara publik. Dengan demikian ada
koherensi antara etika profesi dan etika publik.
• Dengan argumentasi ini, apa yang sebenarnya dituntut
dalam etika profesi menjadi rambu-rambu bagi penolakan
professional atas tindak pidana korupsi.
• ada koherensi antara etika profesi dan pelayanan publik,
etika profesi dapat menjadi landasan untuk menolak korupsi
dari segi etika profesi.
Konsep penerapan kode etik profesi
dalam tindak pidana Korupsi
• kode etik profesi tentang gratifikasi, suap, dan
korupsi.
• Sebagai contoh dalam hal ini kita bisa berbicara
tentang hakim dan jaksa dari organisasi profesi
peradilan
Contoh:
1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (2009) 2.2. (1)
berbunyi: “Hakim tidak boleh meminta/menerima dan
harus mencegah suami atau isteri Hakim, orangtua, anak
atau anggota keluarga Hakim lainnya, untuk meminta
atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan, pemberian,
penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari advokat,
penuntut, orang yang sedang diadili, pihak lain yang
kemungkinan kuat akan diadili, dan pihak yang memiliki
kepentingan terhadap suatu perkara.”
Contoh:
2. Kode Etik Kedokteran (IDI 2012) Pasal 3 Kemandirian Profesi.
“Dalam melakukan pekerjaan kedokteran, seorang dokter tidak
boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.” Pasal ini mencakup
tindakan membuat ikatan atau menerima imbalan berasal dari
perusahan farmasi, obat, vaksin, makanan, suplemen, alat
kesehatan, alat kedokteran, bahan, produk atau jasa
kesehatan/terkait kesehatan dan/atau berasal dari fasilitas
pelayanan kesehatan apa pun dan dari mana pun dan/atau
berasal dari pengusaha, perorangan atau badan lain yang akan
menghilangkan kepercayaan publik/masyarakat terhadap dan
menurunkan martabat profesi kedokteran.”
• Korupsi merupakan tindakan yang menghancurkan sendi-
sendi moral profesional.
• Tindak pidana korupsi bahkan menghancurkan kepercayaan
public terhadap profesi.
• Para dokter misalnya mengerti bahwa konflik kepentingan
dan grafitikasi dapat menjadikan dirinya menjadi target
kepentingan lain (kekuasaan atau bisnis). Begitu juga hakim
dan jaksa akan kehilangan reputasi ketika ia terjebak dalam
suap dan gratifikasi. Karena itu, dengan kesadaran tersebut
masing-masing komunitas profesi berusaha menolak
korupsi dan praktik suap dan gratifikasi.
• Janji publik untuk tidak menerima gratifikasi dan suap harus
dimengerti sebagai sebuah imperatif kategoris, sebuah
perintah tanpa syarat. Artinya mau tidak mau harus
dilaksanakan.