Anda di halaman 1dari 18

“UJIAN AKHIR SEMESTER”

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN ETIKA


FARMASI

OLEH:
KOMANG DEWIK
NIM 02123021

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI PELITA MAS
PALU
2022
1. Jelaskan perbedaan Etiket dan Etika
Jawaban:
Jurnal berjudul Etika vs Etiket (Suatu Telaah Tentang Tuntutan dan Tuntunan
dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik) mencatat perbedaan kedua istilah
tersebut.
Menurut penulisnya, Imam Maulana Yusuf, konsepsi etika dalam kehidupan
sosial dipandang sebagai pedoman atau petunjuk dalam bersikap, bertindak, dan
berperilaku. Fungsinya, sebagai kumpulan dari seperangkat nilai-nilai yang danggap
etis. Hal tersebut tercermin dalam norma-norma sosial. Di dalamnya mengatur
tentang sesuatu yang dianggap baik atau buruk. Etika sendiri berhubungan erat
dengan standar penilaian perilaku atau tingkah laku. Itu juga mencerminkan tindakan
apa yang harus sebaiknya dilakukan dan yang sebaiknya tidak dilakukan.
Sementara etiket, merupakan turunan dari etika itu sendiri yang diwujudkan
sebagai tata krama atau tata cara dalam membangun hubungan antara sesama
manusia. Etiket bersifat lebih relatif dan tergantung dari sudut pandang maupun
kebiasaan suatu kelompok masyarakat. Misalnya, cara bicara yang sopan, cara duduk,
menerima tamu, dan sopan santun lainnya.
Contoh Perbedaan Etika dan Etiket
Etika
 Selalu berlaku walaupun tidak ada saksi mata. Contoh: larangan untuk mencuri
tetap ada, walaupun tidak ada yang melihat kita mencuri.
 Bersifat jauh lebih absolut atau mutlak. Contoh: “Jangan mencuri” adalah prinsip
etika yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
 Memandang manusia dari segi dalam. Contoh: Walaupun bertutur kata baik,
pencuri tetaplah pencuri. Orang yang berpegang teguh pada etika tidak mungkin
munafik.
Etiket
 Hanya berlaku dalam pergaulan. Etiket tidak berlaku saat tidak ada orang lain
atau saksi mata yang melihat. Contoh: Sendawa di saat makan melakukan
perilaku yang dianggap tidak sopan. Namun, hal itu tidak berlaku jika kita makan
sendirian, kemudian sendawa dan tidak ada orang yang melihat sehingga tidak
ada yang beranggapan bahwa kita tidak sopan.
 Bersifat relatif. Contoh: Yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan,
bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
 Hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja. Contoh: Banyak penipu
dengan maksud jahat berhasil mengelabui korbannya karena penampilan dan
tutur kata mereka yang baik.

2. Jelaskan perbedaan Etika dan Hukum Kesehatan


Jawaban:
a. Etika
Menurut K. Berten, kata “etika” berasal dari bahasa yunani kuno, yakni ethos
(bentuk kata tunggal) atau ta etha (bentuk kata jamak). Ethos berarti tempat
tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan atau adat, akhlak, watak, perasaan,
sikap, dan cara berpikir. Sedangkan kata ta etha berarti adat kebiasaan. Namun,
secara umum etika dimengerti sebagai ilmu apa yang biasa kita lakukan. Dalam
kamus umum bahasa Indonesia (W.J.S Poerwandaminto, 2002) merupakan ilmu
pengetahuan tentang asas - asas akhlak (moral). Pengertian lain lagi mengenai etika
dari Prof. DR. FRANZ Magniz Suseno. Ia memberi pengertian bahwa etika adalah
ilmu yang mecari orientasi (ilmu yang member arah dan pijakan pada tindakan
manusia). Apabila manusia memiliki orientasi yang jelas, ia tidak akan hidup
dengan sembarang cara atau mengikuti berbagai pihak tetapi ia sanggup
menentukan nasibnya sendiri. Dengan demikian, etika dapat membantu manusia
untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.
Etika merupakan pemikiran kritis tentang berbagai ajaran dan pandangan
moral. Etika sering disebut filsafat moral, karena berhubungan dengan adat
istiadat, norma-norma, dan nilai-nilai yang menjadi pegangan dalam suatu
kelompok atau seseorang untuk mengatur tingkah laku.
b. Hukum Kesehatan
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan, dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat. Pengertian Hukum
Kesehatan menurut berbagai sumber yaitu :
1) UU RI NO. 23/1992 tentang Kesehatan
Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut menyangkut hak
dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan dan lapisan
masyarakat) maupun dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala
aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan medik dan lain-lain.
2) Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI)
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini
menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan
masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek-aspeknya, organisasi,
sarana, pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan
hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. Hukum kesehatan mencakup
komponen–komponen hukum bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan
lainnya, yaitu Hukum Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan,
Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat,
Hukum Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993).
3) Prof.H.J.J.Leenen
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung
pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada hukum perdata,
hukum administrasi dan hukum pidana. Arti peraturan disini tidak hanya
mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi,
namun ilmu pengetahuan dan kepustakaan dapat juga merupakan sumber hukum.
4) Prof. Van der Mijn
Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang
berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum
perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Hukum medis yang mempelajari
hubungan yuridis dimana dokter menjadi salah satu pihak, adalah bagian dari
hukum kesehatan.

3. Jelaskan tujuan Kode Etik Profesi


Jawaban:
Kode etik pada dasarnya memiliki rangkap fungsi, yaitu sebagai pelindung dan
pengembangan profesi. Fungsi ini sama dengan yang dikemukakan oleh Gibson dan
Michel (1945-449) yang menekankan kode etik, menjadikan kode etik sebagai kode
untuk menjalankan tugas profesional, dan menjadikan masyarakat sebagai kode
jabatan. Pada dasarnya tujuan dibentuk atau dirumuskannya kode etik profesi adalah
untuk kepentingan anggota dan organisasi profesi. Secara umum, tujuan pembentukan
kode etik adalah sebagai berikut:
1) Menjaga martabat professional
Dalam hal ini yang harus dilindungi adalah “citra” orang luar atau masyarakat
sehingga “orang luar” itu memandang rendah atau “memandang rendah”
profesinya. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang segala bentuk
fitnah profesi terhadap dunia luar. Dari perspektif ini, kode etik juga memiliki
namanya atau disebut “kode kehormatan.”
2) Menjaga kesejahteraan anggota
Artinya kesejahteraan berupa kesehatan materi dan mental atau mental.
Mengenai kesejahteraan material anggota profesional, kode etik biasanya
melarang anggota melakukan perilaku yang merugikan kesejahteraan
anggotanya. Misalnya dengan menetapkan remunerasi minimal bagi pelaku
industri untuk menjalankan tugasnya, sehingga siapapun yang tarifnya di bawah
remunerasi minimum dianggap tercela karena tidak pantas dan tidak
menguntungkan sesama pekerjaannya. Sejauh menyangkut kesehatan mental atau
mental anggota profesional, kode etik biasanya mengarahkan anggotanya untuk
menjalankan tugas profesionalnya. Selain itu, kode etik juga memberikan batasan
kepada anggotanya agar tidak melakukan perilaku yang dianggap tercela oleh
masyarakat. Kode Etik juga menetapkan peraturan yang dirancang untuk
membatasi perilaku yang tidak pantas atau tidak jujur pada interaksi anggota
industri dengan anggota industri lainnya.
3) Tingkatkan layanan professional
Dalam hal ini, kode etik juga memuat tujuan pengabdian tertentu, sehingga para
profesional dapat dengan mudah memahami tanggung jawab dan tanggung jawab
pelayanannya saat menjalankan tugas profesionalnya. Oleh karena itu, Kode Etik
menetapkan aturan yang harus diterapkan oleh para profesional dalam
menjalankan tugasnya.
4) Tingkatkan kualitas professional
Dalam rangka meningkatkan kualitas profesional, kode etik juga memuat
rekomendasi yang relevan, sehingga anggota profesional senantiasa berupaya
untuk meningkatkan kualitas anggotanya sesuai bidang pelayanannya. Selain itu,
kode etik juga mengatur bagaimana menjaga dan meningkatkan kualitas
organisasi profesi. Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa tujuan penyusunan
kode etik profesi adalah untuk menjaga harkat dan martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejahteraan anggota, meningkatkan tingkat pelayanan anggota dan
meningkatkan etika profesi. Kualitas profesional dan organisasi profesional yang
sempurna.
4. Sebutkan contoh malpraktik di bidang farmasi, jelaskan penyebabnya.
Jawaban:

Suatu praktek Pelayanan apoteker dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktik apoteker
dilihat dari 3 aspek/hal:
a. Intensional Professional Misconduct, yaitu bahwa apoteker berpraktek tidak
bertanggungjawab yaitu dengan melakukan praktek yang salah/buruk dan dalam prakteknya
melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap standar-standar yang ditetapkan baik standar
dari profesinya (standar profesi, pedoman disiplin, Pedoman praktek,Standar Prosedur
Operasional) maupun yang ditetapkan pemerintah (standar pelayanan kefarmasian) dan
dilakukan dengan sengaja tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada dan
tidak ada unsur kealpaan/kelalaian. Misalnya apoteker memalsukan copy resep, membuka
rahasia pasien dengan sengaja tanpa persetujuan pasien ataupun tanpa permintaan penegak
hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang.
b. Negligence atau tidak sengaja (kelalaian) yaitu seorang apoteker yang karena kelalaiannya
(culpa) yang mana berakibat cacat atau meninggalnya pasien. Seorang apoteker lalai
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan keilmuan kefarmasian,.
c. Lack of Skill yaitu apoteker yang melakukan pelayanan tetapi diluar kompetensinya atau
kewenangan yang diberikan kepadanya.
Menurut Penulis Malpraktik adalah perbuatan yang bertentangan dengan etika, disiplin serta
hukum, tidak melaksanakan standar-standar dan pedoman yang dibuat oleh organisasi profesinya
dan pemerintah, dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja atau karena kelalaian.

5. Jelaskan mengapa metode kloning dan euthanasia dilarang atau belum diatur
hukumnya di Indonesia.
Jawaban:
a. Kloning
Kloning secara eksplisit tidak diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Akan tetapi, karena kloning merupakan metode pro tanpa
melalui aseksual, maka hal tersebut dapat dikatakan memiliki kesamaan dengan
upaya kehamilan di luar carakreasi sebagaimana telah diatur ketentuannya dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (“UU
Kesehatan”). Dalam Pasal 127 Ayat (1) UU Kesehatan disebutkan bahwa upaya
kehamilan di luar cara alami hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang
sah dengan ketentuan, yakni hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal, dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu, dan pada
fasilitas kesehatan tertentu. Dilanjutkan pada ayat (2),
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah Peraturan
Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi (“PP Kesehatan
Reproduksi”). Dalam Pasal 40 Ayat (1) disebutkan bahwasanya reproduksi dengan
bantuan atau kehamilan di luar cara alami hanya dapat dilakukan pada pasangan
suami istri yang pernikahan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas
untuk memperoleh keturunan. Kemudian Ayat (2) menjelaskan bahwa dilaksanakan
dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami
istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
berasal. Kemudian disebutkan pula dalam melakukan reproduksi dengan bantuan atau
kehamilan di luar cara alami, harus dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan dengan norma agama.
Perkembangan kloning di dunia, seperti sebuah pisau bermata dua terhadap
keberlangsungan hidup manusia. Secara teoritis, kloning dapat dilakukan tanpa
melalui proses perkawinan yang sah dan dapat menggunakan sel telur serta sel apa
saja selain sperma dari suami istri yang bersangkutan. Menurut Hukum Positif,
tindakan tersebut tentu saja sudah melanggar Pasal 127 UU Kesehatan. Bantuan
infertilitas dalam metode kloning merupakan pemecah masalah dari ketidaksuburan
yang dialami oleh wanita. Namun, tidak dapat melihat fakta bahwa para ilmuwan
pencipta kloning domba Dolly harus melakukan percobaan sebanyak 277 kali agar
berhasil. Clonaid, pencipta bayi Eve, mengklaim bahwa menggunakan lebih dari 200
sel telur manusia dari sel dewasa untuk mendapatkan sepuluh yang tumbuh normal
tetapi hanya lima yang dapat dimplantasikan dengan sukses. Bercermin dari
eksperimen-eksperimen tersebut, kloning untuk manusia akan melewati prosedur
yang jauh lebih rumit dan tidak menutup kemungkinan terjadi kematian ataupun
kematian embrio dalam janin nantinya.
Pembunuhan ataupun kematian embrio menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) merupakan suatu bentuk kejahatan sehingga dapat dijatuhkan sanksi
pidana. Pengaturan lebih rinci terkait pasal dalam KUHP yang dimaksud dalam
beberapa pasal, yakni Pasal 346 KUHP jika pelakunya merupakan perempuan, Pasal
347 jika pelakunya orang lain dengan tidak memiliki izin perempuan, Pasal 348 jika
pelakunya merupakan orang lain dengan memiliki izin perempuan, dan Pasal 349 jika
pelakunya memiliki jabatan. Di samping itu, menurut Hukum Perdata, embrio yang
terdapat dalam janin sudah dapat dikatakan sebagai subjek hukum karena dianggap
hidup sehingga memiliki hak terkait hak waris sebagaimana yang termaktub dalam
Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). 
Lahirnya embrio tersebut ke dunia ternyata tidak menyelesaikan permasalahan
hukum dengan begitu saja. Embrio yang lahir dan menjadi seorang manusia akan
mengalami kesulitan mengetahui status hukumnya dalam hak pewarisan dan dalam
hal pembuktian pengingkaran dan/atau pengakuan anak di kemudian hari, yang
memerlukan tes DNA ataupun Akta Kelahiran. Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), anak yang sah merupakan anak
yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Anak yang lahir
menggunakan metode kloning nantinya hanya akan memiliki hubungan darah dengan
satu pihak, baik ibu atau ayah, bahkan tidak menutup kemungkinan lahirnya
hubungan darah dengan pihak lain di luar kedua orang tua karena sel telur dan DNA
yang diambil dari orang lain.
Salah satu kemungkinan penyebab berbedanya hubungan darah karena adanya
pembuahan di rahim oleh sel telur ibu pengganti. Ibu pengganti suatu perjanjian
antara seorang wanita yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak
lain (suami istri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami istri tersebut
yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan terpaksa menyerahkan
bayi tersebut kepada pihak suami adalah berdasarkan perjanjian yang dibuat. Dengan
kata lain, perempuan penampung pembuahan telah menyewakan rahimnya. Perjanjian
sewa rahin ini bila mengacu pada Hukum Positif Indonesia tidak diizinkan karena
prokreasi yang terjadi bukan dari pasangan suami istri yang pernikahan sah. Jika
terdapat polemik mengenai status hukum anak dalam waris, anak tersebut akan
mengandalkan pada pembuktian pengingkaran dan/atau pengakuan anak yang bukan
jalan mudah untuk dicapai.
Hukum Positif Indonesia juga mengacu pada ketentuan Hukum Islam ketika
melangsungkan kloning. Islam mempercayai bahwasanya hubungan suami istri
melalui perkawinan merupakan landasan bagi pembentukan masyarakat yang diatur
berdasarkan tuntuhan Allah swt. Anak yang lahir dalam perikatan perkawinan tidak
hanya membawakan komponen genetik kedua orang tua, tetapi juga membawa
identitas bagi anak. Kloning dalam hal ini dipercayai akan memutuskan pada
keputusan garis keturunan yang menghasilkan hak anak dan terabaikannya sejumlah
hukum yang timbul. Kemudian karena proses prokreasi dapat dilakukan secara
aseksual, maka institusi perkawinan yang telah disyariatkan sebagai media
berketurunan secara sah tidak diperlukan lagi, lembaga keluarga melalui perkawinan
menjadi hancur, dan tidak ada lagi saling membutuhkan antara laki-laki dan
perempuan.
Setelah memaparkan penjelasan mengenai kloning di atas, sudah teranglah
bahwasanya masyarakat tidak dapat serta menerima penggunaan teknologi
biomedik. Kloning yang dapat membahayakan masyarakat ini, sampai saat ini belum
memiliki kedudukan yang pasti di mata hukum. Namun, dapat diketahui bahwa
kloning telah melanggar Hukum Positif Indonesia. Oleh karena itu, perlu diatur lebih
lanjut hukum mengenai kloning sehingga terdapat kepastian hukum dan para pihak
yang dirugikan mendapatkan payung hokum.
b. Euthanasia
Jika dikaitkan kembali dengan hak asasi manusia, euthanasia tentu melanggar
hak asasi manusia yaitu hak untuk hidup. Pakar hukum pidana Universitas
Padjadjaran Komariah Emong berpendapat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 
(“KUHP”) mengatur tentang larangan  melakukan euthanasia. yakni dalam Pasal 344
KUHP yang bunyinya:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.”
Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa yang diatur dalam KUHP adalah
euthanasia aktif dan sukarela. Sehingga, menurut Haryadi, dalam praktiknya di
Indonesia, Pasal 344 KUHP ini sulit diterapkan untuk menyaring perbuatan
euthanasia sebagai tindak pidana, sebab euthanasia yang sering terjadi di negara ini
adalah yang pasif, sedangkan pengaturan yang ada melarang euthanasia aktif dan
sukarela.
Pada sisi lain, Komariah berpendapat, walaupun KUHP tidak secara tegas
menyebutkan kata euthanasia, namun, berdasarkan ketentuan Pasal 344 KUHP
seharusnya dokter menolak melakukan tindakan untuk menghilangkan nyawa,
sekalipun keluarga pasien menghendaki. Menurutnya, secara hukum, norma sosial,
agama dan etika dokter, euthanasia tidak diperbolehkan. Berkaca dari pengalaman di
Belanda, Komariah mengatakan prosedur euthanasia yang diberlakukan di Belanda
tidak sembarangan. Diperlukan penetapan pengadilan untuk melakukan perbuatan
tersebut. Meskipun keluarga pasien menyatakan kehendaknya untuk
melakukan euthanasia, namun pengadilan bisa saja menolak membuat penetapan.
Dalam sebuah kasus di sekitar 1990 di Belanda, kata Komariah, seorang keluarga
pasien yang ingin melakukan euthanasia sempat ditolak oleh pengadilan walaupun
akhirnya dikabulkan. Untuk itu, menurut Komariah apabila tidak ada jalan lain, tidak
lagi ada harapan hidup dan secara biomedis seseorang terpaksa dicabut nyawanya
melalui euthanasia, harus ada penetapan pengadilan untuk menjalankan proses
tersebut.
Sebab, penetapan pengadilan tersebut akan digunakan agar keluarga atau pihak
yang memohon tidak bisa dipidana. Begitu pula dengan peranan dokter, sehingga
dokter tidak bisa disebut malpraktik. Selain penetapan pengadilan, keterangan dari
kejaksaan juga harus diminta agar di kemudian hari negara tidak menuntut
masalah euthanasia tersebut. Terlepas dari masalah di atas, menurutnya hidup mati
seseorang hanya dapat ditentukan oleh Tuhan.
Di Indonesia, upaya pengajuan permohonan euthanasia ini pernah terjadi di
penghujung 2004, suami Ny. Again mengajukan permohonan euthanasia ke
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengakhiri penderitaan istrinya, namun
permohonan itu ditolak oleh pengadilan. Menurut pakar hukum pidana Indriyanto
Seno Adji,  tindakan euthanasia harus memenuhi persyaratan medis dan bukan karena
alasan sosial ekonomi. Menurutnya, sifat limitatif ini untuk mencegah agar nantinya
pengajuan euthanasia tidak sewenang-wenang. Lebih jauh simak artikel Euthanasia
Dimungkinkan Dengan Syarat Limitatif dan Permohonan Euthanasia Menimbulkan
Pro dan Kontra.
Jadi, euthanasia memang dilarang di Indonesia, terutama untuk euthanasia aktif
dapat dipidana paling lama 12 (dua belas) tahun penjara. Akan tetapi, dalam
praktiknya tidak mudah menjerat pelaku euthanasia pasif yang banyak terjadi.

6. Menurut UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, apa yang dimaksud:


- Tenaga kesehatan
- Fasilitas pelayanan kesehatan
- Obat
- Pelayanan kesehatan promotif
- Pelayanan kesehatan preventif
- Pelayanan kesehatan kuratif
- Pelayanan kesehatan rehabilitati
Jawaban:
- Tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
- Fasilitas pelayanan kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
- Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
- Pelayanan kesehatan promotif
Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan.
- Pelayanan kesehatan preventif
Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/penyakit.
- Pelayanan kesehatan kuratif
Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan
agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
- Pelayanan kesehatan rehabilitatif
Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

7. Menurut UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, apa yang


dimaksud:
- Kompetensi
- Registrasi
- Surat Izin Praktik
Jawaban:
- Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan
berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampiian, dan sikap professional untuk dapat
menjalankan praktik.
- Registrasi
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah
memiliki Sertihkat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai
kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk
menjalankan praktik.
- Surat Izin Praktik
Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan
sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.

8. Menurut UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, apa yang


dimaksud:
- Sediaan farmasi
- Tenaga kefarmasian
- Pelayanan kefarmasian
- Apoteker
- Tenaga Teknis Kefarmasian
- Apotek
- Toko Obat
- STRA
- STRTTK
Jawaban:
- Sediaan farmasi
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
- Tenaga kefarmasian
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
- Pelayanan kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
- Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
- Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
- Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker.
- Toko Obat
Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas
dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.
- STRA
Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
- STRTTK
Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat
STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga
Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.

9. Tuliskan masing-masing contoh pelayanan kesehatan promotif, preventif,


kuratif, dan rehabilitatif dalam Bidang Farmasi khususnya terkait pandemi
Covid-19.
Jawaban:
- Pelayanan kesehatan promotif
Upaya intervensi promotif merupakan perluasan dari upaya intervensi
pencegahan (preventif) untuk menekan laju penularan virus penyebab
COVID-19 melalui pelaksanaan serangkaian perilaku yang disarankan.
Intervensi promotif merupakan upaya mentransfer kepada orang lain
pengetahuan dan sikap protektif untuk mencegah atau melindungi diri
terhadap bahaya penularan COVID-19. Keterampilan ini dibutuhkan di
tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. ampanye pemerintah “Bersatu
Lawan COVID-19” merupakan bentuk komunikasi risiko dari Direktorat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kementerian
Kesehatan dengan maksud menjadikan peran serta masyarakat sebagai
ujung tombak dalam peningkatan kewaspadaan masyarakat dan individu,
terutama untuk mempromosikan perubahan perilaku dan patuh protocol
kesehatan guna menurunkan risiko penularan.
- Pelayanan kesehatan preventif
Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum berhasil
menekan laju angka transmisi COVID-19 dan belum efektif mendorong
perilaku yang diinginkan dari masyarakat. Koordinasi lintas sektor dalam
penerapan PSBB masih terbatas dan belum ada pedoman alat pemantauan
dan evaluasi untuk menentukan PSBB dihentikan, dilonggarkan, atau
diperpanjang. Selain itu, penegakan dan pemantauan PSBB belum diikuti
dengan sanksi atau tindakan tegas bagi pelanggar. Pemberlakuan dan
pemantauan PSBB juga belum memberdayakan masyarakat sebagai agen
perubahan.
- Pelayanan kesehatan kuratif
Dengan terus bertambahnya beban kesehatan masyarakat dan beban
perekonomian akibat COVID19, dan di lain pihak upaya penanggulangan
yang belum efektif menekan laju penyebaran penyakit, penggunaan vaksin
dapat menjadi strategi kunci dalam penanggulangan pandemi di Indonesia.
Vaksinasi COVID-19 merupakan salah satu strategi utama dalam
pengendalian COVID-19 khususnya jika dapat mencapai herd immunity.
Pemerintah Indonesia telah mengatur dasar-dasar pengadaan dan
pelaksanaan vaksinasi COVID-19 dalam Peraturan Presiden Nomor 99
Tahun 2020. Walau proses penyediaan vaksinasi membutuhkan waktu,
kesiapan pemerintah dalam penyediaan vaksin akan meningkatkan
keyakinan pelaku ekonomi. Diharapkan distribusi vaksin sudah mampu
mencapai tingkat herd immunity di akhir tahun 2021.
- Pelayanan kesehatan rehabilitatif
Untuk meningkatkan penerimaan vaksin, pemerintah telah menyiapkan
upaya persiapan secara maksimal, termasuk menyesuaikan langkah-
langkah Komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat (KRPM)
dengan menyertakan aspek intervensi perubahan perilaku, serta
mengidentifikasi cara menjangkau masyarakat dengan akses informasinya
terbatas. Pesan-pesan yang akan disampaikan mempertimbangkan
penggunaan dorongan (nudges) lingkungan untuk mengatasi permasalahan
yang berkaitan dengan biaya, kepuasan, dan kenyamanan. Digunakan juga
pendekatan desain yang berpusat pada manusia (human-centered design)
dalam menyusun profil pengguna untuk kelompok sasaran awal guna
memastikan bahwa layanan yang diberikan tepat dan dapat diterima untuk
mengurangi risiko. Berbagai tokoh masyarakat dan agama juga akan
dilibatkan sebagai influencers. Strategi komunikasi publik vaksinasi
COVID-19 juga disiapkan untuk meningkatkan kemampuan bayar dan
akses terhadap vaksin COVID-19. Pilihan untuk menyediakan vaksin
secara gratis atau berbayar perlu mempertimbangkan akses bagi
masyarakat miskin dan rentan, populasi berusia di atas 65 tahun dengan
komorbiditas, biaya yang harus ditanggung pemerintah serta konsekuensi
vaksinasi COVID-19 terhadap program kesehatan lainnya (termasuk
program imunisasi, kesehatan ibu, bayi, dan balita) selama penerapan
vaksinasi COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai