Oleh
dr. Mahdalena (2207601070007)
Menurut K. Berten, kata “etika” berasal dari bahasa yunani kuno, yakni ethos (bentuk
kata tunggal) atau ta etha (bentuk kata jamak). Ethos berarti tempat tinggal, padang rumput,
kandang, kebiasaan atau adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Sedangkan
kata ta etha berarti adat kebiasaan. Namun, secara umum etika dimengerti sebagai ilmu apa
yang biasa kita lakukan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia (W.J.S Poerwandaminto, 2002) merupakan ilmu
pengetahuan tentang asas - asas akhlak (moral). Pengertian lain lagi mengenai etika dari Prof.
DR. FRANZ Magniz Suseno. Ia memberi pengertian bahwa etika adalah ilmu yang mecari
orientasi (ilmu yang member arah dan pijakan pada tindakan manusia). Apabila manusia
memiliki orientasi yang jelas, ia tidak akan hidup dengan sembarang cara atau mengikuti
berbagai pihak tetapi ia sanggup menentukan nasibnya sendiri. Dengan demikian, etika dapat
membantu manusia untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.
Berdasarkan pengertian tadi, dapat dirumuskan pengertian etika menjadi tiga, pertama
etika merupakan sistem nilai, yakni nilai - nilai atau norma - norma moral yang menjadi
pegangan (landasan, alasan, orientasi hidup) seseorang atau kelompok orang dalam mengatur
tingkah lakunya. Kedua, etika kumpulan asas – asas akhlak (moral) atau semacam kode etik.
Ketiga, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk. Hal ini terjadi apabila
nilai - nilai, norma - norma moral, asas - asas akhlak (moral), atau kode etik yang terdapat
dalam kehidupan suatu masyarakat menjadi bahan refleksi (pemikiran) secara menyeluruh
(holistik), sistematis, dan metodis. Etika merupakan pemikiran kritis tentang berbagai ajaran
dan pandangan moral. Etika sering disebut filsafat moral, karena berhubungan dengan adat
istiadat, norma - norma, dan nilai - nilai yang menjadi pegangan dalam suatu kelompok atau
seseorang untuk mengatur tingkah laku.
Pelayanan kesehatan adalah suatu tindakan pemberian obat-obatan dan jasa kepada
masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan
secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swastamasyarakat, berdasarkan jenis dan
intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat. Konsep ini lebih menekankan bagaimana
pelayanan publik terutamapelayanan kesehatan berhasil diberikan melalui suatu sistem yang
sehat. Pelayanankesehatan ini dapat dilihat sehari-hari di RSUD ataupun puskesmas-
puskesmas. Tujuan pelayanan kesehatan adalah menyediakan obat-obatan dan pelayanan jasa yang
terbaikbagi masyarakat. Obat-obatan dan pelayanan jasa yang terbaik adalah yang memenuhi
apayang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian pelayanankesehatan
yang terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap masyarakat, kalauperlu melebihi
harapan masyarakat. Dalam arti yang luas, konsep pelayanan kesehatan (health service) identik
dengan memberikan pelayanan jasa demi kepentingan masyarakat luas. Dalam konteks ini pelayanan
kesehatan lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen-elemen pelayan kesehatan seperti para tim medis
melakukan pelayanan, dimana pelayanan kesehatan identik dengan pengobatan yang merupakan bagian dari
manajemen ilmu kesehatan.
Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929 untuk memisahkan antara administrasi dan
politik (dikotomi) menunjukan bahwa administrator harus sungguh-sungguh netral, bebasdari
pengaruh politik ketika memberikan pelayanan kesehatan. salah satunya jasa pelayanan
kesehatan. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi administrasi politik pada
tahun 1930-an, sehingga perhatian mulai ditujukan kepada keterlibatan para administrator dalam keputusan-
keputusan publik dalam kebijakanpentingnya pelayanan kesehatan. Sejak saat ini dimata masyarakat mulai
memberikan perhatian khusus terhadap “permainan etika” yang dilakukan oleh para tim medis
yang beprofesi dibidang pelayanan kesehatan. Penilaian keberhasilan seorang administrator
atau para tim medis dibidang pelayanan kesehatan tidak semata didasarkan pada pencapaian
kriteria efisiensi, ekonomi, danprinsip-prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria
moralitas, khususnya terhadap kontribusinya terhadap public interest atau kepentingan umum
(Henry, 1995). Alasan mendasar mengapa pelayanan kesehatan harus diberikan adalah
adanya public interest atau kepentingan masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah
terutama dibidang pelayanan kesehatan, karena pemerintahlah yang memiliki “tanggung jawab” atau
responsibility.
Dalam memberikan pelayanan ini pemerintah diharapkan secara professional melaksanakannya, dan
harus mengambil keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak,
dimana, kapan, dsb. Bertens (2000) menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah
satu diantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak.
Filsuf besar Aristoteles, kata Bertens, telah menggunakan kata etika ini dalam
menggambarkan filsafat moral, yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan. Bertens juga mengatakan bahwa di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan
Purwadarminta, etika dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral),
sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), istilah
etika disebut sebagai :
a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral;
b) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Dengan memperhatikan beberapa sumber diatas, Bertens berkesimpulan bahwa ada tigaarti penting
etika,yaitu
a) Etika sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan “sistem
nilai”.
b) Etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan “kode etik”;
c) Sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk, yang acapkali disebut “filsafat moral”.
Salah satu uraian menarik dari Bertens (2000) adalah tentang pembedaan atas konsep etika dari
konsep etiket. Etika lebih menggambarkan norma tentang perbuatan itu sendiri yaitu apakah
suatu perbuatan boleh atau tidak boleh dilakukan, misalnya mengambil barang milik orang tanpa ijin
tidak pernah diperbolehkan. Sementara etiket menggambarkan cara suatu perbuatan itu dilakukan
manusia, dan berlaku hanya dalam pergaulan atau berinteraksi dengan orang lain, dan cenderung berlaku
dalam kalangan tertentu saja, misalnya memberi sesuatu kepada orang lain dengan tangan kiri
merupakan cara yang kurang sopan menurut kebudayaan tertentu, tapi tidak ada persoalan
bagi kebudayaan lain. Karena itu etiket lebih bersifat relatif, dan cenderung mengutamakan
simbol lahiriah, bila dibandingkan dengan etika yang cenderung berlaku universal dan
menggambarkan sungguh-sungguh sikap bathin.
Tujuan Dibuatnya Etika Kesehatan Dalam kehidupan sehari-hari, etika sangat penting
untuk di terapkan. Begitu pula dalam dunia kesehatan masyarakat. Beberapa orang
mengartikan bahwa etika kesehatan hanyalah sebagai konsep untuk dipahami dan bukan
menjadi bagian dari diri. Padahal etika kesehatan sangatlah penting dimiliki dan diterapkan
setiap berhadapan dengan pasien atau klien. Etika kesehatan bertujuan mengatur bagaimana
bertingkah laku dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan, menentukan aturanaturan yang
mengatur bagaimana menangani suatu masalah yang berkaitan dengan etik agar tidak
menjadi suatu hal yang masuk ke ranah hukum atau menimbulkan efek hukuman bagi diri
sendiri maupun pasien atau klien.
b. Non-maleficence
Prinsip non-maleficence memiliki arti bahwa dalam melakukan pelayanan, seorang
tenaga medis harus berusaha untuk tidak merugikan atau membahayakan pasien/ klien.
Bahaya yang dimaksud adalah efek buruk yang ditimbulkan dari kepentingan seseorang
(dalam hal ini tenaga medis) kepada pasiennya. Prinsip tidak merugikan “Non-maleficence”
adalah prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan
yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “
above all do no harm “. Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik dan
psikologis pada klien atau pasien. Prinsip non-maleficence mendukung aturan moral yang
lebih spesifik antara lain:
Tidak membunuh
Tidak menyebabkan rasa sakit atau penderitaan
Tidak melumpuhkan
Tidak menyinggung perasaan
Tidak merampas kebahagiaan pasien/klien
c. Autonomy
Prinsip Autonomy memiliki arti menghormati hak dan pendapat orang lain. terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination) dan merupakan kekuatan yang dimiliki
pasien untuk memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan konsep Informed consent. Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir secara logis dan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Prinsip ini mendukung aturan moral yang lebih spesifik antara
lain:
Mengatakan kebenaran
Menghormati privasi pasien/klien
Melindungi informasi yang bersifat rahasia
Mendapatkan persetujuan pasien/klien sebelum melakukan intervensi atau tindakan
Membantu pasien/klien membuat keputusan ketika ditanyakan pendapat
d. Justice
Prinsip Justice/Keadilan memiliki arti memberikan perlakuan yang sama dan adil bagi
setiap pasien/klien dengan tidak membeda-bedakan. Dalam melaksanakan pelayanan, etika
medis perlu diperhatikan dan dijunjung oleh setiap tenaga medis supaya tidak terjadi
kelalaian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kelalaian berasal dari kata lalai
yang berarti lengah, kurang hati-hati atau tidak mengindahkan kewajiban atau satu pekerjaan.
Dalam dunia medis, kelalaian berarti suatu perbuatan salah oleh seorang tenaga medis dalam
melaksanakan pekerjaan atau kewajibannya sehingga menyebabkan kerugian kepada orang
lain. Pemberian sanksi dalam kelalaian medis bergantung pula terhadap berat ringannya
pelanggaran yang dilakukan di antaranya pemberian nasihat, peringatan lisan, peringatan
tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang, dan pencabutan dari keanggotaan.
4. Prinsip Etika Komunikasi Pasien
b. Confidentiality
Prinsip Confidentiality memiliki arti menjaga kerahasiaan informasi pasien/klien.
Kerahasiaan ini bermakna bahwa informasi pasien/klien hanya dapat dibagikan dengan
mereka yang terlibat dalam pelayanan. Pengecualian dari prinsip ini mungkin terjadi ketika
keselamatan orang lain atau pasien terancam apabila informasi tetap dijaga kerahasiaannya.
Dalam situasi tersebut, tenaga medis perlu menyeimbangkan prinsip etika dan menimbang
risiko dengan manfaat.
c. Fidelity
Prinsip Fidelity memiliki arti setia, menepati janji, dan mendahulukan pasien. Prinsip ini
membentuk hubungan saling percaya dan memelihara suasana yang positif antara
pasien/klien dan tenaga medis. Tenaga Kesehatan setia pada komitmen dan menepati janji
serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan tenaga
kesehatan terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari tenaga
kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan
dan meminimalkan penderitaan. Contohnya, Seorang dokter berjanji dengan sungguh untuk
menjaga setiap rahasia pasiennya, dan sampai kapanpun akan tetpa menjaga komitmennya
untuk menjaga kerahasiaan setiap pasiennya.
d. Privacy
Prinsip Privacy memiliki arti menghormati hak pribadi pasien terhadap dirinya sendiri.
Prinsip ini selaras dengan prinsip kerahasiaan informasi pasien seperti melakukan
pemeriksaan atau tindakan di tempat yang tertutup secara memadai.